Abdul Mujib
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta
INTISARI
Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan kemungkinan diintegrasikannya teks Islam
dan Psikologi. Argumentasi dasar dari integrasi Psikologi dan Islam itu adalah bahwa
hubungan yang simbiotik di antara keduanya harus terjadi. Keyakinan (credo) dan
peribadatan yang benar harus ditopang oleh ilmu pengetahuan, dan sebaliknya ilmu
pengetahuan yang bermanfaat harus memberikan peningkatan keimanan dan
peribadatan. Selanjutnya, penulis mendeskripsikan berbagai persoalan yang terjadi
dalam upaya integrasi tersebut. Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi itu,
penulis menawarkan pengembangan Psikologi Islami melalui pendekatan studi Islam,
yaitu eksplorasi Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri, menggunakan ayat-ayat
kawniyah maupun qauliyah sebagai postulat utama untuk menggali premis minor.
Kata Kunci: Psikologi Islam, Studi Islam, Ayat Qawliyah dan Kawniyah.
Islam Sebagai Disiplin Ilmu yang instrinsik (hakiki) yang tidak boleh
Islam merupakan agama samawi dirubah dan aspek mana yang instrumental
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada yang boleh dimodifikasi sesuai dengan
hamba-hamba-Nya melalui para rasul. zaman, tempat dan kondisi yang ada; (3)
Sebagai agama, Islam memuat separangkat keberlakuannya universal tanpa
nilai1 yang menjadi acuan pemeluknya membedakan etnik, golongan, status dan
dalam berprilaku. Aktualisasi nilai yang strata apapun; (4) masa berlakunya abadi
benar dalam bentuk prilaku akan yang tidak dibatasi oleh periode atau fase
berimplikasi kehidupan yang positif, tertentu, meskipun tiap-tiap periode
pahala dan surga sedangkankan praktek memiliki karakteristik unik yang
nilai yang salah akan berimplikasi pada menunjukkan jati dirinya.
kehidupan yang negatif, dosa dan neraka. Keberartian Islam bagi umatnya
Seluruh nilainya telah termaktub dalam tidak terbatas pada aspek-aspek credo dan
Al-Qur‘an dan al-Sunnah, meskipun ritus, tetapi meliputi seluruh dimensi
cakupannya bersifat umum dan tidak kehidupan manusia. Anjuran ber-Islam
sampai membahas masalah-masalah teknik secara kaffah (comprehensive),
operasional secara mendetail. sebagaimana yang difirmankan oleh Allah
Ciri utama nilai Islam adalah (1) SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 208
bersifat doktriner yang diturunkan dari ―Hai orang-orang yang beriman, masuk
Tuhan, meskipun dalam penafsiran doktrin lah kamu ke dalam Islam secara
itu masih terbuka lebar pintu ijtihad, yang keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
berguna untuk membumikan dan langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
menjabarkan ajaran-Nya; (2) syaitan itu musuh yang nyata bagimu‖,
kebenarannya bersifat mutlak dan tidak mengisyaratkan adanya integrasi wawasan,
boleh dibantah dengan logika apapun, termasuk dalam berilmu pengetahuan.
meskipun penentuan aspek-aspek Pada tataran ini terdapat hubungan
kemutlakan itu masih tedapat peluang simbiotik antara kepercayaan dan
ijtihad, misalnya penentuan aspek mana kepribadatan yang benar harus ditopang
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.
oleh ilmu pengetahuan, sementara ilmu namun dalam tataran ilmu menduduki
pengetahuan yang bermanfaat harus drajat pseudo-ilmiah?
berimplikasi pada peningkatan keimanan Dalam Islam, ilmu merupakan
dan peribadatan. produk akal budi setelah individu
Persoalan yang muncul kemudian, mengetahui dan memahami ayat-ayat
mungkinkah Islam sebagai doktrin agama Allah, baik qawliyah (verbal) maupun
dapat menjadi disiplin ilmu? Bukankah kawniyah (non-verbal). Manusia dengan
untuk diakui sebagai disiplin ilmu kekuatan akal budi yang diberikan oleh-
dibutuhkan syarat-syarat tertentu yang Nya tidak akan mampu ‗menciptakan‘
menentukan keabsahannya? Apakah upaya ilmu. Ia hanya mampu ‗mengungkap‘ atau
itu tidak akan mereduksi eksistensi Islam ‗menemukan‘ ilmu, sebab ilmu itu
yang sakral ke tahap sains yang bersifat hanyalah milik Yang Maha Mengetahui
tentatif, relatif dan kontemporer? (Al-A’lim). Sebelum Newton menemukan
Upaya menjadikan Islam sebagai teori gravitasi bumi, tidak berarti teori itu
disiplin ilmu merupakan suatu tidak ada, sebab sesungguhnya gravitasi
keniscayaan, sebab sumber-sumber bumi itu telah ada sebelum lahirnya
pengetahuan dalam Islam tak terhingga Newton. Grafitasi bumu ada bersamaan
banyaknya. Problem yang mengemuka dengan diciptakannya bumi oleh-Nya.
biasanya bukan terletak pada materi Newton hanyalah saksi sejarah yang
(ontologis) dan nilanya (aksiologis), menemukannya dan bukan menciptakan.
melainkan pada masalah bagaimana materi Firman Allah SWT: ―Sesungguhnya
itu disuguhkan secara ilmiah pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi
(epistimologis). Untuk menghilangkan Allah‖ (QS. Al-Ahqaf: 23).
problem itu maka perlu membangun Ayat diatas mengisyaratkan bahwa
paradigma atau metodologi keilmuan banguna sains dalam Islam harus tetap
sendiri dalam Islam2. Penggunaan bersumber dari Allah SWT. Dia adalah
paradigma sains modern dalam konteks ini tujuan dan asal dari segala kenyataan,
menjadi tidak relavan, sebab masing- termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan.
masing paradigma memiliki kriteria yang Peningkatan ilmu pengetahuan harus
belum tentu sama. Satu contoh yang berimplikasi pada peningkatan ma’rifah
barangkali dapat mengilustrasikan Allah, hukum-hukum-Nya, berserta cara
fenomena ini adalah pengetahuan tentang berterima kasih kepada-Nya melalui
masalah-masalah sami’yah3 dan peribadatan. Atas dasar itu lah maka sains
ghawbiyah (hal-hal yang gaib) seperti ruh, dalam Islam sarat akan nilai dan bersifat
wahyu, malaikat, jin, syetan, kehidupan teosentris. Artinya, keberadaan ilmu bukan
setelah mati, kiamat, surga dan neraka. sekedar untuk ilmu, dimana ilmuan
Dengan paradigma ‗keimanan‘ terhadap senantiasa ‗menghambakan‘ diri untuk
doktrin ilahi maka problem metodologis menemukannya, tanpa mempertimbangkan
apapun dalam Islam, termasuk masalah- apakah temuannya itu berimplikasi pada
masalah sam’iyah dan ghawbiyah nilai-nilai ilahiyah-ubudiyah atau tidak.
dianggap selesai, tetapi dalam paradigma Antara Islam dan Psikologi
empiris, obejektif, dan rasionalistik – Integrasi Islam dan psikologi (yang
sebagaimana yang berlaku pada tradisi kemudian disebut psikologi Islam) ternyata
sains modern— maka kesimpulannya tidak semudah yang dibayangkan, sebab
menjadi bias yang paling tinggi hanya secara tidak disadari integrasi itu
mencapai status pseudo-ilmiah. memadukan dua kewenangan bidang
Mungkinkah Islam yang diyakini sebagai keilmuan. Kewenangan pertama pada lebel
agama ya’lu wa la yu’la ‘alaih (tinggi dan Islam yang sarat akan ilmu-ilmu
tidak ada yang lebih tinggi darinya), keislaman, sedang kewenangan kedua
pada lebel psikologi yang sarat akan
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.
wawasan keilmuan, tetapi tidak diperlukan bahkan Asosiasi Psikologi Islami (API)
lagi jika upaya integrasi telah dicapai. yang beridiri di bawah naungan Himpunan
Ketiga, psikologi Islam dipandang Psikologi Indonesia (HIMPSI)
sebagai cara pandang, pola pikir, atau menggunakan nama yang sama. Sementara
sistem pendekatan dalam mengkaji dalam tradisi keilmuan yang berkembang
psikologi. Psikologi Islam merupakan di UIN/IAIN/STAIN terbiasa
suatu keutuhan cara berfikir dalam menggunakan istilah ―Psikologi Islam‖
memahami universalitas ajaran Islam sebagai bandingan istilah teologi Islam,
ditinjau dari sudut pandang psikologis. hukum Islam, sejarah Islam, pendidikan
Atau, ―kajian Islam yang berhubungan Islam, ekonomi Islam, dan seterusnya.
dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan Pilihan bijak barangkali apa yang
manusia, agar secara sadar ia dapat diputuskan dalam raker Ikatan Mahasiswa
membentuk kualitas diri yang lebih Muslim Psikologi Indonesia (Imampusi)
sempurna dan mendapatkan kebahagiaan yang menggunakan istilah kedua istilah
hidup di dunia dan akhirat‖6. Pemahaman tersebut9.
ini mengacu pada pola kurikulum terpadu Keempat, psikologi Islam dipandang
(integrated curriculum) yang nantinya sebagai lembaga. Lembaga psikologi Islam
akan melahirkan madzhab baru dalam adalah lembaga psikologi yang concern
psikologi yang pada gilirannya dalam melahirkan dan mengembangkan
memunculkan cabang-cabang psikologi mata kuliah dan madzhab psikologi Islam.
yang berparadigma Islam, seperti Tujuan lembaga psikologi Islam adalah (1)
Psikologi Perkembangan Islam, Psikologi menyusun konsep dan teori psikologi
Klinis Islam, Psikologi Pendidikan Islam, Islam, baik diperoleh melalui pengajaran
Kesehatan Mental Islam, Psikopatologi (kuliah di kelas), pengkajian (simposium,
Islam, Psikoterapi Islam Psikologi Sosial seminar, dialog), penelitian dan
Islam, Psikologi Komunikasi Islam, dan eksperimenl; (2) menerapkan hasil temuan
sebagainya. teoritisnya pada tingkat praktis, yang
Implementasi psikologi Islam dalam karenanya dibentuk biro atau lembaga
pengertian kedua ini terlebih dahulu harus psikologi Islam; (3) mempublikasikan
membangun pandangan dunia (world hasilnya di dalam berbagai media, baik
view) Islam dan paradigma Islam tantang cetak (surat kabar, majalah atau jurnal)
psikologi, sebab jika hal ini belum maupun elektronik (televisi dan internet).
diselesaikan mata keabsahannya akan Lembaga-lembaga psikologi Islam ada
diragukan. Sejauh ini, terdapat dua besaran yang terbentuk formal, yaitu fakultas
pola pengembangan Psikologi Islam yang psikologi pada Perguruan Tinggi yang
mengemuka; (1) pola dinamakan Psikologi memiliki komitmen terhadap pendekatan
Islam (the psychology of Islam) yang mana keislaman10, dan ada juga dalam bentuk
bangunan epistemologinya beranjak dari non-formal, yaitu lembaga independen
sumber dan khazanah Islam sendiri. yang mengembangkan psikologi Islam
Psikologi Islam merupakan salah satu baik secara teoritis maupun praktis11.
bagian dalam kajian keislaman yang Bangunan Psikologi Islam dengan
dilihat dari sudut pandang psikologi7; (2) Pendekatan Studi Islam
pola yang dinamakan Psikologi Islami (the Untuk diakui sebagai disiplin ilmu,
Islamic Psychology) yang mana bangunan membangun Psikologi Islam akan
epistimologinya menggabungkan antara menghadapi problem metodologis yang
psikologi (sebagai disiplin ilmu yang rumit. Hal itu terjadi sebab Psikologi Islam
mandiri) dan Islam (sebagai disiplin ilmu berada di dua persimpangan jalan yang
lain yang mandiri pula)8. harus dilalui. Persimpangan pertama harus
Istilah ―psikologi Islami‖ selalu melalui prinsip-prinsip ilmiah psikologi
digunakan untuk simposium nasional, modern, sementara persimpangan kedua
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.
rukun iman), peribadatan (lima rukun menerima kebenaran dari mana saja
Islam) dan etika (multi rukun ihsan). asalnya. Psikologi Barat dapat dijadikan
Hukum mempelajari dan mempraktikkan sebagai alat bantu dalam melihat elemen-
aspek ini adalah fardlu a‘in (kewajiban elemen pokok yang terkait dengan
individual), sebab jika tidak maka kepribadian dan melalui elemen-elemen
keislaman seseorang dipertanyakan. itu pula maka Psikologi Islam dapat
Ilmuan muslim tidak diperkenankan dibangun. Persoalan esensinya justru
mempelajari atau mengembangkan suatu terletak pada substansi teorinya.
disiplin ilmu tanpa menguasai terlebih 1. Teori Psikologi Barat dibangun
dahulu ketiga aspek ini, sebab ketiga aspek berdasarkan penelitian dan
ini mendasari seluruh disiplin ilmu dalam ekperimentasi pada perilaku
Islam. individu yang sarat akan budaya
Keempat, untuk spesialisasi disiplin Barat, padahal budaya itu
keilmuan, seseorang dianjurkan untuk sifatnya temporal yang
memilih salah satu pendekatan studi senantiasa berubah dan berbeda
menurut bakat, minat dan kemampuannya. menurut tempat, zaman dan
Penjabaran nilai-nilai Islam dalam keadaan. Sementara umat Islam
berbagai pendekatan studi melahirkan yang umumnya berada di
beberapa cabang ilmu keislaman. wilayah Timur memiliki budaya
Pendekatan psikologis melahirkan cabang yang khas, yaitu budaya yang
Psikologi Islam, pendekatan sosiologis diturunkan dari ajaran Islam.
melahirkan cabang Sosiologi Islam, Mungkinkah perbedaan budaya
pendekatan ekonomi melahirkan cabang itu dapat mengeneralisasi
Ekonomi Islam, pendekatan teologis penggunaan teori-teori
melahirkan cabang Teologi Islam (Ilmu kepribadian? Teori-teori tentang
Kalam), pendekatan prilaku eksoteris motivasi misalnya tidak mungkin
melahirkan ilmu fiqh dan seterusnya. digunakan secara simultan antara
Hukum mempelajari dan mengembangkan orang-orang Barat dengan orang-
salah satu pendekatan ini adalah fardhu orang Islam, sebab masing-
kifayah (kewajiban kelompok), yang masing memiliki kriteria yang
cukup diwakilkan oleh seseorang atau unik.
beberapa orang. Kedudukan dan hukum 2. Teori Psikologi Barat dibangun
masing-masing pendekatan ini sama, tanpa berdasarkan paradigma empiris,
dibedakan bidang-bidang agama dan rasionalistik, induktif, obektif,
bidang-bidang umum. Fuqaha (ilmuan relatif, repetitif, fakta sensorik
fikih) memiliki kedudukan yang sama bersumber pada filsafat
dengan psikologi muslim (ilmuan positivistik dan bermuara pada
psikologi). Fuqaha lebih menempuh pandangan antroposentris dan
spesialisasi ilmu tentang perilaku eskoteris netral etik, semenata kepribadian
manusia dari sudut pandang ayat-ayat Islam menggunakan kepribadian
qawliyah (proporsinya lebih banyak) dan empiris-metaempiris, rasional
kawniyah, sedang psikolog menempuh intuitif, denderung deduktif,
spesialisai ilmu tentang prilaku manusia mengakui pengalaman subjektif,
dari sudut pandang ayat-ayat kawniyah didasarkan pada pedoman mutlak
(proporsinya lebih banyak) dan qawliyah. yang datangya dari Tuhan dan
Dengan pola idealistik di atas, rasul-Nya dan bermuara pada
apakah Psikologi Islam menolak teori-teori pandangan teosentris yang sarat
Psikologi yang berasal dari Barat? etik. Mungkinkah perbedaan
Jawabannya tentu tidak, sebab Islam paradigma ini dapat
merupakan agama terbuka dan selalu mempertemukan dua disiplin
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.