Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

PENGEMBANGAN PSIKOLOGI ISLAM MELALUI


PENDEKATAN STUDI ISLAM

Abdul Mujib
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta

INTISARI
Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan kemungkinan diintegrasikannya teks Islam
dan Psikologi. Argumentasi dasar dari integrasi Psikologi dan Islam itu adalah bahwa
hubungan yang simbiotik di antara keduanya harus terjadi. Keyakinan (credo) dan
peribadatan yang benar harus ditopang oleh ilmu pengetahuan, dan sebaliknya ilmu
pengetahuan yang bermanfaat harus memberikan peningkatan keimanan dan
peribadatan. Selanjutnya, penulis mendeskripsikan berbagai persoalan yang terjadi
dalam upaya integrasi tersebut. Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi itu,
penulis menawarkan pengembangan Psikologi Islami melalui pendekatan studi Islam,
yaitu eksplorasi Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri, menggunakan ayat-ayat
kawniyah maupun qauliyah sebagai postulat utama untuk menggali premis minor.
Kata Kunci: Psikologi Islam, Studi Islam, Ayat Qawliyah dan Kawniyah.

Islam Sebagai Disiplin Ilmu yang instrinsik (hakiki) yang tidak boleh
Islam merupakan agama samawi dirubah dan aspek mana yang instrumental
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada yang boleh dimodifikasi sesuai dengan
hamba-hamba-Nya melalui para rasul. zaman, tempat dan kondisi yang ada; (3)
Sebagai agama, Islam memuat separangkat keberlakuannya universal tanpa
nilai1 yang menjadi acuan pemeluknya membedakan etnik, golongan, status dan
dalam berprilaku. Aktualisasi nilai yang strata apapun; (4) masa berlakunya abadi
benar dalam bentuk prilaku akan yang tidak dibatasi oleh periode atau fase
berimplikasi kehidupan yang positif, tertentu, meskipun tiap-tiap periode
pahala dan surga sedangkankan praktek memiliki karakteristik unik yang
nilai yang salah akan berimplikasi pada menunjukkan jati dirinya.
kehidupan yang negatif, dosa dan neraka. Keberartian Islam bagi umatnya
Seluruh nilainya telah termaktub dalam tidak terbatas pada aspek-aspek credo dan
Al-Qur‘an dan al-Sunnah, meskipun ritus, tetapi meliputi seluruh dimensi
cakupannya bersifat umum dan tidak kehidupan manusia. Anjuran ber-Islam
sampai membahas masalah-masalah teknik secara kaffah (comprehensive),
operasional secara mendetail. sebagaimana yang difirmankan oleh Allah
Ciri utama nilai Islam adalah (1) SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 208
bersifat doktriner yang diturunkan dari ―Hai orang-orang yang beriman, masuk
Tuhan, meskipun dalam penafsiran doktrin lah kamu ke dalam Islam secara
itu masih terbuka lebar pintu ijtihad, yang keseluruhannya, dan janganlah kamu turut
berguna untuk membumikan dan langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
menjabarkan ajaran-Nya; (2) syaitan itu musuh yang nyata bagimu‖,
kebenarannya bersifat mutlak dan tidak mengisyaratkan adanya integrasi wawasan,
boleh dibantah dengan logika apapun, termasuk dalam berilmu pengetahuan.
meskipun penentuan aspek-aspek Pada tataran ini terdapat hubungan
kemutlakan itu masih tedapat peluang simbiotik antara kepercayaan dan
ijtihad, misalnya penentuan aspek mana kepribadatan yang benar harus ditopang
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

oleh ilmu pengetahuan, sementara ilmu namun dalam tataran ilmu menduduki
pengetahuan yang bermanfaat harus drajat pseudo-ilmiah?
berimplikasi pada peningkatan keimanan Dalam Islam, ilmu merupakan
dan peribadatan. produk akal budi setelah individu
Persoalan yang muncul kemudian, mengetahui dan memahami ayat-ayat
mungkinkah Islam sebagai doktrin agama Allah, baik qawliyah (verbal) maupun
dapat menjadi disiplin ilmu? Bukankah kawniyah (non-verbal). Manusia dengan
untuk diakui sebagai disiplin ilmu kekuatan akal budi yang diberikan oleh-
dibutuhkan syarat-syarat tertentu yang Nya tidak akan mampu ‗menciptakan‘
menentukan keabsahannya? Apakah upaya ilmu. Ia hanya mampu ‗mengungkap‘ atau
itu tidak akan mereduksi eksistensi Islam ‗menemukan‘ ilmu, sebab ilmu itu
yang sakral ke tahap sains yang bersifat hanyalah milik Yang Maha Mengetahui
tentatif, relatif dan kontemporer? (Al-A’lim). Sebelum Newton menemukan
Upaya menjadikan Islam sebagai teori gravitasi bumi, tidak berarti teori itu
disiplin ilmu merupakan suatu tidak ada, sebab sesungguhnya gravitasi
keniscayaan, sebab sumber-sumber bumi itu telah ada sebelum lahirnya
pengetahuan dalam Islam tak terhingga Newton. Grafitasi bumu ada bersamaan
banyaknya. Problem yang mengemuka dengan diciptakannya bumi oleh-Nya.
biasanya bukan terletak pada materi Newton hanyalah saksi sejarah yang
(ontologis) dan nilanya (aksiologis), menemukannya dan bukan menciptakan.
melainkan pada masalah bagaimana materi Firman Allah SWT: ―Sesungguhnya
itu disuguhkan secara ilmiah pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi
(epistimologis). Untuk menghilangkan Allah‖ (QS. Al-Ahqaf: 23).
problem itu maka perlu membangun Ayat diatas mengisyaratkan bahwa
paradigma atau metodologi keilmuan banguna sains dalam Islam harus tetap
sendiri dalam Islam2. Penggunaan bersumber dari Allah SWT. Dia adalah
paradigma sains modern dalam konteks ini tujuan dan asal dari segala kenyataan,
menjadi tidak relavan, sebab masing- termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan.
masing paradigma memiliki kriteria yang Peningkatan ilmu pengetahuan harus
belum tentu sama. Satu contoh yang berimplikasi pada peningkatan ma’rifah
barangkali dapat mengilustrasikan Allah, hukum-hukum-Nya, berserta cara
fenomena ini adalah pengetahuan tentang berterima kasih kepada-Nya melalui
masalah-masalah sami’yah3 dan peribadatan. Atas dasar itu lah maka sains
ghawbiyah (hal-hal yang gaib) seperti ruh, dalam Islam sarat akan nilai dan bersifat
wahyu, malaikat, jin, syetan, kehidupan teosentris. Artinya, keberadaan ilmu bukan
setelah mati, kiamat, surga dan neraka. sekedar untuk ilmu, dimana ilmuan
Dengan paradigma ‗keimanan‘ terhadap senantiasa ‗menghambakan‘ diri untuk
doktrin ilahi maka problem metodologis menemukannya, tanpa mempertimbangkan
apapun dalam Islam, termasuk masalah- apakah temuannya itu berimplikasi pada
masalah sam’iyah dan ghawbiyah nilai-nilai ilahiyah-ubudiyah atau tidak.
dianggap selesai, tetapi dalam paradigma Antara Islam dan Psikologi
empiris, obejektif, dan rasionalistik – Integrasi Islam dan psikologi (yang
sebagaimana yang berlaku pada tradisi kemudian disebut psikologi Islam) ternyata
sains modern— maka kesimpulannya tidak semudah yang dibayangkan, sebab
menjadi bias yang paling tinggi hanya secara tidak disadari integrasi itu
mencapai status pseudo-ilmiah. memadukan dua kewenangan bidang
Mungkinkah Islam yang diyakini sebagai keilmuan. Kewenangan pertama pada lebel
agama ya’lu wa la yu’la ‘alaih (tinggi dan Islam yang sarat akan ilmu-ilmu
tidak ada yang lebih tinggi darinya), keislaman, sedang kewenangan kedua
pada lebel psikologi yang sarat akan
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

cabang-cabang kepsikologian. Pertanyaan kedudukannya masih diperselisihkan.


awam yang sering mengemuka: ―Siapakh Psikologi Islam ini memiliki kedudukan
yang paling berkompeten mengembangkan yang sama dengan psikoanalisis, psikologi
psikologi Islam, apakah alumnus behavioristik, psikologi humanistik dan
Perguruan Tinggi Islam yang memiliki psikologi transpersonal.
kompetisi ilmu-ilmu keislaman? Ataukah Kedua, psikologi Islam dipandang
alumnus fakultas Psikologi Perguruan sebagai bidang studi atau mata kuliah.
Tinggi Umum yang memiliki kompetensi Psikologi Islam dalam kedudukan ini
psikologi?‖ Jawabannya tentu tidak memiliki posisi yang sama dengan mata
mudah, sebab masing-masing memiliki kuliah lain, yang memiliki bobot SKS dan
pendekatan studi dan pola kerja yang khas. dipasarkan kepada mahasiswa. Sebagai
Menyadari akan keterbatasan bahan mata kuliah, psikologi Islam telah
wawasan masing-masing alumnus, dipasarkan di Institut/Universitas berbasis
terdapat sekelompok peminat psikologi Islam, misalnya pada fakultas/jurusan
Islam yang menyelenggarakan simposium, Psikologi UIN/IAIN/STAIN atau
diskusi dan dialog yang berskala nasional. Perguruan Tinggi Islam Swasta.
Tujuan umumnya selain membahas Pemasaran mata kuliah itu ada ang
masalah-masalah aktual, juga berupaya langsung menggunakan nama Psikologi
mendialogkan dan mensinergikan dua Islami, ada yang menamainya Psikologi
ilmuan, yaitu ilmuan keislaman dan Islam, ada yang Islam dan Psikologi, dan
ilmuan kepsikologian4. Melalui upaya ini ada juga yang menyebut Islam untuk
diharapkan terjadi sinergi antara dua disiplin Psikologi.
kekuatan dan kewenangan, sebab Tujuan umum mata kuliah psikologi
bagaimanapun psikologi merupakan Islam sudah mengungkapkan (1)
wacana yang paling sarat akan nilai5, atau, bagaimana metodologi pengkajian,
psikologi merupakan wacana yang paling penelitian, dan pengembangan psikologi
mudah disandingkan dengan Islam. Islam; dan (2) pengantar studi cabang-
Sebagai bagian dari diskursus yang cabang psikologi yang dapat
sedang berkembang, terminologi mendeskripsikan pola umum atau
‗psikologi Islam‘ memunculkan berbagai pendekatan keislaman, misalnya Psikologi
ragam interpretasi. Setidak-tidaknya Islam, Psikologi Perkembangan Islam,
terdapat empat pemahaman yang Psikopatologi dan Psikoterapi Islam,
mengemuka di kalangan para peminat dan Psikologi Pendidikan Islam dan
pemerhati psikologi Islam: seterusnya.
Pertama, psikologi Islam disamakan Pengertian pertama ini lebih melihat
dengan psikologi agama. Pengertian ini mata kuliah psikologi Islam sebagai
sering dimunculkan bagi mereka yang subject curriculum yang berorientasi pada
belum pernah terlibat langsung dalam kurikulum terpisah-pisah (separate
kegiatan psikologi Islam, sehingga mereka curruculum) dan kurikulum gabungan
salah memahaminya.. Psikologi agama (correlated curriculum). Psikologi Islam
merupakan cabang dari psikologi yang merupakan mata kuliah tersendiri yang
membicarakan tingkah laku keberagamaan pola pembelajarannya tanpa diintegrasikan
individu dari sudut pandang psikologi secara langsung pada wawasan mata
yang kedudukannya resmi sebagai salah kuliah lain, demikian juga sebaliknya,
satu cabang dari psikologi. Psikologi pembelajaran mata kuliah lain tanpa
agama ini memiliki kedudukan yang sama diintegrasikan pada wawasan psikologi
dengan psikologi pendidikan, psikologi Islam. Mata kuliah Psikologi Islam ini
sosial, dan sebagainya. Sedangkan menjadi penting bagi Perguruan Tinggi
psikologi Islam merupakan salah satu yang belum mampu mengintegrasikan
madzhab dalam psikologi yang seluruh mata kuliah kepsikologian pada
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

wawasan keilmuan, tetapi tidak diperlukan bahkan Asosiasi Psikologi Islami (API)
lagi jika upaya integrasi telah dicapai. yang beridiri di bawah naungan Himpunan
Ketiga, psikologi Islam dipandang Psikologi Indonesia (HIMPSI)
sebagai cara pandang, pola pikir, atau menggunakan nama yang sama. Sementara
sistem pendekatan dalam mengkaji dalam tradisi keilmuan yang berkembang
psikologi. Psikologi Islam merupakan di UIN/IAIN/STAIN terbiasa
suatu keutuhan cara berfikir dalam menggunakan istilah ―Psikologi Islam‖
memahami universalitas ajaran Islam sebagai bandingan istilah teologi Islam,
ditinjau dari sudut pandang psikologis. hukum Islam, sejarah Islam, pendidikan
Atau, ―kajian Islam yang berhubungan Islam, ekonomi Islam, dan seterusnya.
dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan Pilihan bijak barangkali apa yang
manusia, agar secara sadar ia dapat diputuskan dalam raker Ikatan Mahasiswa
membentuk kualitas diri yang lebih Muslim Psikologi Indonesia (Imampusi)
sempurna dan mendapatkan kebahagiaan yang menggunakan istilah kedua istilah
hidup di dunia dan akhirat‖6. Pemahaman tersebut9.
ini mengacu pada pola kurikulum terpadu Keempat, psikologi Islam dipandang
(integrated curriculum) yang nantinya sebagai lembaga. Lembaga psikologi Islam
akan melahirkan madzhab baru dalam adalah lembaga psikologi yang concern
psikologi yang pada gilirannya dalam melahirkan dan mengembangkan
memunculkan cabang-cabang psikologi mata kuliah dan madzhab psikologi Islam.
yang berparadigma Islam, seperti Tujuan lembaga psikologi Islam adalah (1)
Psikologi Perkembangan Islam, Psikologi menyusun konsep dan teori psikologi
Klinis Islam, Psikologi Pendidikan Islam, Islam, baik diperoleh melalui pengajaran
Kesehatan Mental Islam, Psikopatologi (kuliah di kelas), pengkajian (simposium,
Islam, Psikoterapi Islam Psikologi Sosial seminar, dialog), penelitian dan
Islam, Psikologi Komunikasi Islam, dan eksperimenl; (2) menerapkan hasil temuan
sebagainya. teoritisnya pada tingkat praktis, yang
Implementasi psikologi Islam dalam karenanya dibentuk biro atau lembaga
pengertian kedua ini terlebih dahulu harus psikologi Islam; (3) mempublikasikan
membangun pandangan dunia (world hasilnya di dalam berbagai media, baik
view) Islam dan paradigma Islam tantang cetak (surat kabar, majalah atau jurnal)
psikologi, sebab jika hal ini belum maupun elektronik (televisi dan internet).
diselesaikan mata keabsahannya akan Lembaga-lembaga psikologi Islam ada
diragukan. Sejauh ini, terdapat dua besaran yang terbentuk formal, yaitu fakultas
pola pengembangan Psikologi Islam yang psikologi pada Perguruan Tinggi yang
mengemuka; (1) pola dinamakan Psikologi memiliki komitmen terhadap pendekatan
Islam (the psychology of Islam) yang mana keislaman10, dan ada juga dalam bentuk
bangunan epistemologinya beranjak dari non-formal, yaitu lembaga independen
sumber dan khazanah Islam sendiri. yang mengembangkan psikologi Islam
Psikologi Islam merupakan salah satu baik secara teoritis maupun praktis11.
bagian dalam kajian keislaman yang Bangunan Psikologi Islam dengan
dilihat dari sudut pandang psikologi7; (2) Pendekatan Studi Islam
pola yang dinamakan Psikologi Islami (the Untuk diakui sebagai disiplin ilmu,
Islamic Psychology) yang mana bangunan membangun Psikologi Islam akan
epistimologinya menggabungkan antara menghadapi problem metodologis yang
psikologi (sebagai disiplin ilmu yang rumit. Hal itu terjadi sebab Psikologi Islam
mandiri) dan Islam (sebagai disiplin ilmu berada di dua persimpangan jalan yang
lain yang mandiri pula)8. harus dilalui. Persimpangan pertama harus
Istilah ―psikologi Islami‖ selalu melalui prinsip-prinsip ilmiah psikologi
digunakan untuk simposium nasional, modern, sementara persimpangan kedua
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

harus melalui nilai-nilai fundamental cara menggali premis mayor (sebagai


dalam Islam. Pada aspek tertentu kedua postulasi) yang digali dari ayat-ayat
persimpangan itu mudah dilalui secara qawliyah dan kawniyah. Konstruksi premis
simultan, namun pada aspek yang lain mayor ini dijadikan sebagai ‗kebenaran
justru bertabrakan yang salah satunya tidak universal‘ yang dijadikan kerangka acuan
mau dikalahkan. penggalian premis minornya. Melalui pola
Betapapun sulit dan bahkan akan ini maka terciptalah apa yang disebut
mengalami proses pendangkalan dan klaim dengan ‗Psikologi Islam‘ (tanpa memakai
tergesah-gesah, upaya membangun huruf ‗i‘ di akhir kata Islam).
Psikologi Islam tidak dapat ditunda-tunda Pola idealistik dapat disederhanakan
lagi. Fenomena perilaku yang menimpah dalam gambar sebagai berikut:
umat Islam akhir-akhir ini tidak mungkin
dapat dianalisis dengan teori-teori
Psikologi Barat. Perilaku radikalisme
beragama, bom bunuh diri yang populer
dengan sebutan bom syahid, maraknya
jamaah dzikir dan muhasabah, senyumnya
Amrozi saat divonis mati adalah sederetan
perilaku yang unik dan membutuhkan
analisis khusus dari teori-teori Psikologi
Islam. Boleh jadi dalam teori Psikologi
Barat perilaku tersebut merupakan
patologis, sementara dalam Psikologi
Islam diyakini sebagai perilaku yang Gambar I
mencerminkan aktualisasi diri atau Pola Idealistik dalam Membangun
realisasi diri. Psikologi Islam
Bangunan psikologi Islam dapat Gambar tersebut memiliki arti:
ditempuh melalui dua pola, yaitu pola Pertama, Islam merupakan satu-satunya
idealisitik dan pola pragmatis12. Pola disiplin yang bereksistensi, yang
idealistik lazim dikembangkan dari karenanya melahirkan beberapa disiplin
kalangan sarjana dan pemikir yang ilmu Psikologi, bukan suatu cabang ilmu
berbasis studi Islam. Apa yang mereka yang bereksistensi sendirian, melainkan
ketahui tentang Islam yang kaffah, salah satu pendekatan studi dalam
dibahasakan dan disistematisasi menurut mengungkap universalitas Islam. Psikologi
disiplin psikologi sehingga menghasilkan Islam berarti suatu pendekatan studi
psikologi Islam. Sementara pola pragmatis keislaman yang mempelajari aspek-aspek
lazim dikembangkan oleh sarjana atau kepribadian, baik mengenai struktur,
pemikir yang berbasis psikologi. dinamika, maupun bentuk-bentuknya dari
Bagaimanapun juga, mereka adalah sosok sudut pandang Islam. Pandangan inilah
muslim yang concern dengan yang disebut dengan ber-Islam secara
keislamannya, sehingga mereka berusaha kaffah atau bertauhid secara utuh, sebab
mengkait-kaitkan disiplin psikologi yang yang diislamkan atau yang ditauhidkan
dikuasai dengan Islam. Tulisan ini hanya bukan hanya aspek kepercayaan dan
membahas pola idealistik sebagai bagian peribadatan, melainkan keseluruhan
dari pengembangan psikologi Islam perilaku manusia, termasuk dalam aspek
berbasis studi Islam. epistimologi.
Pola idealistik adalah pola yang Kedua, sumber Psikologi Islam
lebih mengutamakan penggalian Psikologi terakumulasi dalam dua besaran, yaitu
Islam dari ajaran Islam sendiri. Pola ini ayat-ayat qawliyah dan ayat-ayat
menggunakan metode deduktif dengan kawniyah. Ayat-ayat qawliyah (disebut
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

juga qur’aniyah, tadwini dan dinullah) muttaqin, kepribadian mu‘min,


yaitu ayat-ayat yang tertulis di dalam Al- kepribadian kafir dan
Qur‘an dan al-Sunnah, serta berbagai kepribadian munafiq, serta
interpretasi yang berasal dari kedua indakator-indikator yang
sumber tersebut13. Firman Allah SWT. menyertainya.
―Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab 3. Metode perbandingan (muqarin),
(Al-Qur‘an) untuk menjelaskan segala dengan membandingkan antara
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan ayat satu dengan ayat yang lain,
akbar gembira bagi orang-orang yang ayat dengan hadits, hadits
berserah diri‖ (QS. An-Nahl: 89) dan dengan ayat, hadits dengan
―Tiadalah kami alpakan sesuatu apapun di hadits. Perbandigan itu berkaitan
dalam al-Kitab‖ (QS. Al-An‘am: 38). dengan variasi letak kata, jumlah
Pengungkapan ayat-ayat ini melalui corak huruf, keterdahuluan, ma‘rifat
psikologis (al-ilmun al-nafsy) dalam dan nakirah, pemilihan huruf,
penafsirannya yang secara operasional pemilihan kata, dan variasi-
menggunakan salah satu dari keempat variasi yang lain. Misalnya,
metode sebagai berikut: perbandingan term nafs dalam
1. Metode tematik (madhu’i), Q.S. al-Syams ayat 7 ―Dan nafs
dengan memilih topik tertentu serta penyempurnaannya‖; Q.S.
yang berkaitan dengan psikologi, al-Imran ayat 185 ―tiap-tiap yang
kemudian menginventarisasi bernafas akan merasakan mati;
ayat-ayat atau beberapa hadis Q.S. al-Fajr ayat 27 ―Hai nafs
yang terkait dengan topik yang tenang‖, dan Q.S. Yusuf
tersebut, misalnya ayat 53 ―Sesungguhnya
mengumpulkan ayat-ayat atau sesungguhnya nafs itu selalu
hadis tentang al-qalb. Hasil menyerukan pada perbuatan
inventarisasi tersebut kemudian yang buruk‖; Apakah term itu
dicarikan kaitannya agar masing- memiliki makna jiwa (paduan
masing saling menjelaskan, jasad dan ruh), pribadi yang
kemudian disistematisasi bernyawa, kepribadian (totalitas
menurut disiplin psikologis, manusia), atau hawa nafsu
sehingga didapatkan konklusi (bagian jiwa yang primitif dan
yang bernuansa psikologis pula. impulsif)? Meskipun
2. Metode analisis (tahlili), dengan terminologinya sama, akan tetapi
menampilkan ayat-ayat atau dalam konteks yang berbeda,
hadits yang berkenaan dengan boleh jadi memiliki makna yang
psikologi, kemudian berbeda. Di sinilah diperlukan
menganalisisnya secara pengkajian makna nasabi
psikologis pula, sehingga (relational meaning), yaitu
ditemukan konklusi psikologis. makna tambahan yang terjadi
Analisis yang dimaksud baik karena istilah itu dihubungkan
berupa lafal, susunan kalimat, dengan konteks dimana istilah
aspek kultural yang melatar itu berada.
belakangi turunnya ayat atau 4. Metode global (Ijmali), dengan
hadis, persesuaian (munasabah) mengemukakan penjelasan
ayat/hadis satu dengan ayat/hadis mengenai ayat-ayat atau hadis
yang lain. Misalnya, dalam Q.S yang berkaitan dengan psikologi
al-Baqarah ayat 1-10 maka perlu secara global, tanpa
dijelaskan secara lebar apa yang menganalisisnya secara luas,
dimaksud dengan kepribadian apalagi menyajikannya secara
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

tematik atau perbandingan. Pendekatan ini melahirkan


Prosedur yang keempat ini jarang psikolog falsafi.
digunakan, sebab ia telah 3. Psikolog tasawwufi, pendekatan
terwakili oleh ketiga prosedur di pengkajian teks-teks al-Qur‘an
atas. atau pun hadits yang didasarkan
Sementara pendekatan yang pada prosedur berfikir intuitif
ditempuh dapat memilih di antara tiga (al-hadsiyyah), ilham dan cita
pendekatan sebagai berikut, yaitu: rasa (al-dzawqiyah). Prosedur
1. Pendekatan skripturalis, yang dimaksud dilakukan dengan
pendekatan pengkajian teks-teks cara menajamkan struktur kalbu
al-Qur‘an ataupun hadits secara melalui proses penyucian diri
literal. Lafal-lafal yang (tazkiyah al-nafs). Cara itu dapat
terkandung di dalam al-Qur‘an membuka tabir (hijab) yang
maupun hadits petunjuknya menjadi penghalang antara ilmu-
(dilalah) sudah dianggap jelas ilmu Allah dengan jiwa manusia,
(sharih) dan tidak diperlukan lagi sehingga mereka memperoleh
penjelasan di luar ayat atau ketersingkapan (al-kasyf) dan
hadits tersebut. Usaha yang mampu mengungkap hakekat
dilakukan selain menjelaskan jiwa yang sesungguhnya.
ayat/hadits sesuai konteksnya, Pendekatan ini melahirkan
juga mengkorelasikan ayat satu psikolog-tasawwufi.
dengan yang lain. Pendekatan ini Ayat-ayat kawniyah (disebut juga
melahirkan psikolog-skripturalis. takwini dan sunnatullah)14 yaitu ayat-ayat
2. Pendekatan falsafi, pendekatan ciptaan Allah yang digelar di alam raya ini
pengkajian teks-teks al-Qur‘an dan memiliki hukum-hukum yang tetap,
ataupun hadits yang didasarkan baik di dalam diri manusia sendiri (anfus)
atas prosedur berfikir spekulatif. maupun di luar diri manusia (afaq).
Prosedur yang dimaksud Firman Allah SWT. ―Kami akan
mencakup berpikir sistemik, memperlihatkan kepada mereka tanda-
radikal, dan universal yang tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
ditopang oleh kekuatan akal dan pada diri mereka sendiri (anfus),
sehat. Pendekatan falsafi ini sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-
tidak berarti meninggalkan nash, Qur‘an itu benar‖ (Q.S. Fushshilat: 53)
melainkan tetap berpegang teguh dan ―Dan pada dirimu sendiri. Maka
kepada nash, hanya saja cara apakah kamu tiada memperhatikan?‖ (Q.S.
memahaminya dengan al-Dzariyat: 20-21).
mengambil makna esensial yang Pengungkapan ayat-ayat kawniyah-
terkandung di dalamnya. Akal anfusi –dengan mengutip M. Djawad
yang sehat sesungguhnya berasal Dahlan (Krestyawan, 2000)15—dapat
dari Allah SWT, demikian juga dilakukan dengan dua metode, yaitu
nash berasal dari-Nya. Karena metode deskriptif dan metode eksperimen.
itu, tidak akan bertentangan Metode deskriptif meliputi:
antara nash dengan akal sehat. 1. Observasi, pengujian dengan
Jika terjadi perbedaan antara tujuan mengumpulkan fakta
nash dengan akal sehat, boleh terhadap sesuatu yang diamati.
jadi disebabkan oleh akal belum Observasi terbagi atas dua
mampu menangkap pesan macam, yaitu (1) Observasi
esensial nash, atau diperlukan tanpa intervensi (naturalistik)
interpretasi filosofis (ta’wil) yang mana pengamat berperan
terhadap lafal dalam nash. sebagai pencatat pasif tentang
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

peristiwa yang terjadi dan sama banyak dipakai untuk


sekali tidak mengadakan psikologi sosial.
manipulasi terhadap hasil 2. Korelasional, metode ini
pengamatannya. Tujuannya digunakan apabila peneliti
adalah mendeskripsikan tingkah bertujuan mengidentifikasi
laku sebagaimana yang terjadi hubungan prediktif melalui
serta menelaah hubungan antara ukuran kovarian di antara
berbagai variabel yang ada. berbagai variabel. Hasil
Contoh mengamati frekuensi dan kesimpulan korelasi
tipe ghadhab (marah) yang berimplikasi pada pengambilan
ditampilkan secara ilmiah; (2) keputusan dalam menetapkan
Observasi dengan intervensi kelemahan atau kekuatan
memungkinkan pembauran observasi. Lazimnya metode
nuansa alamiah dengan suatu ini dengan menggunakan
intervensi dalam upaya menguji psikotes. Dalam metode
suatu teori. Teori di sini harus penelitian ini, sampel
diklasifiksai terlebih dahulu penelitian harus representatif
mana teori yang masih diterima dalam mewakili populasi.
dan yang ditolak. Observasi Metode kedua adalah metode
dengan intervensi ini terbagi atas eksperimen. Dalam penerapan metode ini,
tiga macam, yaitu: hendaknya membuat situasi aritifisial (di
a. Participant observation; laboratorium) dengan maksud mengisolasi
peneliti turut aktif berperan proses yang ingin mereka telaah. Metode
dalam situasi tingkah laku ini digunakan untuk mengetahui hubungan
yang diamati, baik individu sebab-akibat, sekalipun tidak dapat
yang diamati mengetahui dibedakan secara tajam dengan field-
dirinya diamati atau tidak. experiment. Prosedur kerjanya metode ini
b. Structured observation; berhubungan dengan independent dan
peneliti mengadakan dependent variabel. Eksperimen yang
intervensi dengan maksud sehat harus memenuhi persyaratan
melihat rentetan peristiwa validitas internal dan eksternal, reliabel
yang terjadi kemudian dan sensitif terhadap pengubahan
setelah ada intervensi. Model sekalipun sedikit.
ini dapat dikembangkan Temuan yang didapat dari ayat-ayat
dengan setting natural qawliyah dan ayat-ayat kawniyah
maupun laboratorium seperti seharusnya tidak boleh bertentangan,
meneliti interaksi orang tua sebab keduanya bersumber dari Allah
dan anak, pada psikologi SWT. Jika terjadi pertentangan maka
perkembangan. terdapat dua kemungkinan (1) data yang
c. Field experiment; peneliti diperoleh dari telaah ayat-ayat kawniyah
memanipulasi satu atau belum lengkap dan (2) penafsiran terhadap
beberapa variabel dalam ayat-ayat qawliyah mengalami kekeliruan.
setting natural untuk melihat Ayat-ayat Allah SWT seharusnya
dampaknya dalam tingkah menguatkan satu dengan yang lain.
laku. Peneliti berupaya Ketiga, sebagai agama yang
mengendalikan variabel yang memiliki nilai universal, Islam harus
mungkin memberikan dipahami dan dipraktikkan oleh seluruh
dampak pada tingkah laku pemeluknya tanpa terkecuali. Nilai
yang diamati. Metode ini instrinsik yang dimaksud mencakup
triangulasi antara kepercayaan (enam
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

rukun iman), peribadatan (lima rukun menerima kebenaran dari mana saja
Islam) dan etika (multi rukun ihsan). asalnya. Psikologi Barat dapat dijadikan
Hukum mempelajari dan mempraktikkan sebagai alat bantu dalam melihat elemen-
aspek ini adalah fardlu a‘in (kewajiban elemen pokok yang terkait dengan
individual), sebab jika tidak maka kepribadian dan melalui elemen-elemen
keislaman seseorang dipertanyakan. itu pula maka Psikologi Islam dapat
Ilmuan muslim tidak diperkenankan dibangun. Persoalan esensinya justru
mempelajari atau mengembangkan suatu terletak pada substansi teorinya.
disiplin ilmu tanpa menguasai terlebih 1. Teori Psikologi Barat dibangun
dahulu ketiga aspek ini, sebab ketiga aspek berdasarkan penelitian dan
ini mendasari seluruh disiplin ilmu dalam ekperimentasi pada perilaku
Islam. individu yang sarat akan budaya
Keempat, untuk spesialisasi disiplin Barat, padahal budaya itu
keilmuan, seseorang dianjurkan untuk sifatnya temporal yang
memilih salah satu pendekatan studi senantiasa berubah dan berbeda
menurut bakat, minat dan kemampuannya. menurut tempat, zaman dan
Penjabaran nilai-nilai Islam dalam keadaan. Sementara umat Islam
berbagai pendekatan studi melahirkan yang umumnya berada di
beberapa cabang ilmu keislaman. wilayah Timur memiliki budaya
Pendekatan psikologis melahirkan cabang yang khas, yaitu budaya yang
Psikologi Islam, pendekatan sosiologis diturunkan dari ajaran Islam.
melahirkan cabang Sosiologi Islam, Mungkinkah perbedaan budaya
pendekatan ekonomi melahirkan cabang itu dapat mengeneralisasi
Ekonomi Islam, pendekatan teologis penggunaan teori-teori
melahirkan cabang Teologi Islam (Ilmu kepribadian? Teori-teori tentang
Kalam), pendekatan prilaku eksoteris motivasi misalnya tidak mungkin
melahirkan ilmu fiqh dan seterusnya. digunakan secara simultan antara
Hukum mempelajari dan mengembangkan orang-orang Barat dengan orang-
salah satu pendekatan ini adalah fardhu orang Islam, sebab masing-
kifayah (kewajiban kelompok), yang masing memiliki kriteria yang
cukup diwakilkan oleh seseorang atau unik.
beberapa orang. Kedudukan dan hukum 2. Teori Psikologi Barat dibangun
masing-masing pendekatan ini sama, tanpa berdasarkan paradigma empiris,
dibedakan bidang-bidang agama dan rasionalistik, induktif, obektif,
bidang-bidang umum. Fuqaha (ilmuan relatif, repetitif, fakta sensorik
fikih) memiliki kedudukan yang sama bersumber pada filsafat
dengan psikologi muslim (ilmuan positivistik dan bermuara pada
psikologi). Fuqaha lebih menempuh pandangan antroposentris dan
spesialisasi ilmu tentang perilaku eskoteris netral etik, semenata kepribadian
manusia dari sudut pandang ayat-ayat Islam menggunakan kepribadian
qawliyah (proporsinya lebih banyak) dan empiris-metaempiris, rasional
kawniyah, sedang psikolog menempuh intuitif, denderung deduktif,
spesialisai ilmu tentang prilaku manusia mengakui pengalaman subjektif,
dari sudut pandang ayat-ayat kawniyah didasarkan pada pedoman mutlak
(proporsinya lebih banyak) dan qawliyah. yang datangya dari Tuhan dan
Dengan pola idealistik di atas, rasul-Nya dan bermuara pada
apakah Psikologi Islam menolak teori-teori pandangan teosentris yang sarat
Psikologi yang berasal dari Barat? etik. Mungkinkah perbedaan
Jawabannya tentu tidak, sebab Islam paradigma ini dapat
merupakan agama terbuka dan selalu mempertemukan dua disiplin
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

yang berbeda? Teori tentang dalam masalah-masalah esensial seperti


struktur kepribadian misalnya, struktur kepribadian harus diambil dari
bahwa dalam Islam, esensi teori Psikologi Islam. Meskipun Islam
struktur kepribadian terletak memiliki ciri universal dan mencakup
pada al-ruh nya dalam Psikologi seluruh aspek dari kepribadian manusia,
Barat tidak dikenal. tetapi tidak mencakup pada hal-hal yang
Berdasarkan pertimbangan di atas, teknis operasional, sebab hal itu
terdapat tiga pilihan yang dapat ditempuh: diserahkan sepenuhnya pada kreatifitas
Pertama, Islam dianggap sebagai salah dan ijtihad umatnya. Sabda Nabi SAW.
satu madzhab tersendiri dalam Psikologi ―Engkau lebih tahu terhadap urusan
yang aksentuasinya menekankan pada duniamu‖
aspek nilai (aksiologis). Selain masalah Keungggulan pola idealistik adalah
nilai, yaitu masalah ayat-ayat anfusi yang selain ia mampu memproyeksikan bentuk
kawniyah, temuan Psikologi Barat dapat psikologi se-Islami mungkin, pola ini
diadopsi secara utuh. Sebagai madzhab dibangun atas pemikiran optimistik, karena
dalam disiplin ilmu, keberadaan Psikologi ia digali dari sumber atau khasanah Islam
Islam sejajar dengan madzhab lain yang sendiri. Pola ini pula yang dapat
ada di dalam Psikologi Barat, seperti melahirkan madzhab baru dalam psikologi,
Psikoanalisis yang menekankan pada karena metodologi dan orientasi studi yang
aspek analisis kejiwaan, Psikologi khas. Namun persoalannya, mampukah
behavioristik yang menekankan pada psikolog muslim mengedepankan konsep-
aspek prilaku dan psikologi humanistik konsep atau teori-teori psikologi
yang menekankan pada aspek kualitas berdasarkan sumber dan khasanahnya
insani. Pilihan ini berimplikasi pada suatu sendiri? Pertanyaan ini perlu dikemukakan
tindakan yang menghindari upaya-upaya sebab –disadari atau tidak— psikolog
similarisasi, paralelisasi, kompelementasi, muslim belum mampu mengaplikasikan
dan komparasi antara berbagai madzhab. metodologinya sebaik mungkin, sehingga
Biarlah madzhab Psikologi Islam hadir dikhawatirkan mengalami keterlambatan
dengan sendirinya tanpa dikonfirmasikan (kalau tidak mau dibilang kegagalan),
dengan madzhab lain sebagaimana sementara kemajuan psikologi Barat
kehadiran madzhab dalam Psikologi Barat semakin melaju dan maju. Demikian pula,
tanpa dikaitkan dengan Islam. karena sifatnya yang metaempirik dan
Kedua, penerimaan teori-teori spekulatif maka konsep-konsep dan teori-
Psikologi Barat ketika dapat memperjelas teori psikologi sulit diterapkan secara
ayat-ayat qawliyah atau sebagai hasil dari praktis, padahal kebutuhan terhadap
interpretasi terhadap ayat-ayat kawniyah. psikologi ini semakin mendesak.
Umat Islam memiliki kekuatan dalam CATATAN
memahami ayat-ayat qawliyah, meskipun 1. Nilai dalam Islam terbagi atas lima
lemah di dalam mengkaji ayat-ayat kategori: (1) nilai positif (wajib) yang
kawniyah. Sementara para Psikolog Barat apabila dilakukan mendapatkan pahala
telah banyak mengungkap fenomena dan apabila ditinggalkan mendapatkan
kawniyah meskipun upayanya tidak dosa; (2) semi positif (sunnah) yang
dikaitkan dengan fenomena qawliyah. lebih baik dikerjakan dari pada
Masing-masing kekuatan itu disinergikan ditinggalkan; (3) netral (mubah) tidak
untuk memperoleh rumusan psikologi ada anjuran atau larangan
Islam yang lebih komprehensif. melakukannya; (4) semi negatif
Ketiga, penerimaan teori-teori (makruh) yang lebih baik ditinggalkan
Psikologi Barat hanya terbatas pada dari pada dikerjakan; (5) negatif
masalah-masalah teknis operasional yang (haram) yang berdosa jika dikerjakan
tidak dibahas dalam Islam, sementara dan berpahala jika ditinggalkan. Nilai
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

wajib sebagai bandingan haram, Nasional Pakar Islami, tahun 1997,


sunnah sebagai bandingan makruh, Fakultas Psikologi Universitas Darul
dan mubah menjadi penyeimbang Ulum Jombang; (5) Simposium
antara keduanya, yang suatu saat Nasional Psikologi Islami III, tahun
dapat ditarik pada perilaku positif 1998, di Fakultas Psikologi
namun pada saat yang berbeda dapat Universitas Muhammadiyah
ditarik pada perilaku negatif. Surakarta; (6) Simposium Nasional
2. Bangunan metodologi psikologi harus Psikologi Islami IV, tahun 2000 di
berpijak pada filsafat ilmu. Psikologi Universitas Indonesia, Depok; (7)
yang dikembangkan di Yunani Simposium Nasional Psikologi Islami
aksenstuasinya menekankan pada V, tahun 2002 di Universitas Islam
aspek ontologi yang melahirkan Bandung; (8) Munas I dan Simposium
psikologi-spekulatif. Psikologi yang Nasional Imamupsi, 2003 di UIN
dikembangkan di Barat aksentuasinya Jakarta; (9) Kongres I API dan
menekankan pada aspek epistimologi, simposium nasional, 2003 UMS.
dimana ukuran kebenaran psikologi Mengenai topik, hasil dan pembicara
berdasarkan kriteria-kriteria metodik Simnas, lihat uraian lebih lengkap
(valid by criteria), yang melahirkan Fuad Nashori, Agenda Psikologi
psikologi-empiris. Sedang Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
yang dikembangkan di dalam Islam 2002), h. 174-223.
aksentuasinya menekankan pada 5. Kuntowijoyo, Paradigma Islam,
aspek aksiologi yang melahirkan Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung,
psikologi-bernilai. Aksiologi Mizan, 1991), h. 325.
merupakan weltanshcauung dalam 6. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
mengkonstruksi fakta, sehingga tidak Nuansa-Nuansa Psikologi Islam,
ada keterpisahan antara ilmu dan (Jakarta: Rajawali Press, 2001), h. 6.
sistem nilai agama. Noeng Muhadjir, 7. Karya-karya yang terbit menunjukkan
―Landasan Metodologi Psikologi pola ini di antaranya Nuansa-nuasa
Islami‖ dalam Rendra Krestyawan. Psikologi Islam, 2002, (Abdul Mujib
(Penyunting), Metodologi Psikologi dan Jusuf Mudzakkir), Fitrah dan
Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Kepribadian Islam, Sebuah
2000), h.104-106. Pendekatan Psikologis, 1999, (Abdul
3. Samiyat adalah suatu pengetahuan Mujib), Psikologi Qur’ani, 2001
yang cara mengetahuinya hanya (Achmad Mubarok), Asas-asas
dengan mendengarkan dari orang lain Psikologi Ilahiah: Sistema Mekanisme
atau meyakini dari kitab suci, tanpa Hubungan antara Roh dan Jasad,
melalui penelitian, observasi, 1990 (H. S. Zuardin Azzaino),
eksperimen atau pembuktian empiris Nafsiologi: Refleksi Analisis tentang
lainnya. Diri dan Tingkah Laku Manusia,
4. Simposium Nasional pernah dilakukan 1995, (Sukamto Mulyomartono dan
pada (1) Simposium Nasional A. Dardiri Hasyim), Psikoterapi dan
Psikologi Islami I, tahun 1994, di Konseling Islam, 2001, (M. Hamdani
Fakultas Psikologi Universitas Bakran adz-Dzaky) dan beberapa
Muhammadiyah Surakarta; (2) karya Zakiyah Daradjat, yang
Seminar Nasional Psikoterapi Islami, diantaranya Psikoterapi Islam, 2002.
tahun 1996 di Fakultas Psikologi Untuk melihat jauh perdebatan ini
UMM, Malang; (3) Simposium lihat Abdul Mujib dan Jusuf
Nasional Psikologi Islami II, tahun Mudzakkir, op.cit., hh. 20-34. Fuad
1996 di Fakultas Psikologi Universitas Nashori, Agenda Psikologi Islami,
Padjdjaran Bandung; (4) Dialog
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), IAIN Sunan Gunung Djati Bandung,


h. 1-10. UIN Riau, dan Universitas Al-Azhar
8. Karya-karya yang terbit yang Indonesia Jakarta. Sampai saat ini
menunjukkan pola ini di antaranya yang telah mengintegrasikan psikologi
Psikologi Islami: Solusi Islam atas dan Islam secara utuh dalam
Problem-Problem Psikologi, 1994 kurikulum hanyalah fakultas Psikologi
(Djamaluddin Ancok dan Fuad UIN Jakarta, meskipun upaya itu
Nashori Suroso), Membangun masih dalam taraf awal.
Paradigma Psikologi Islami, 1994 11. Lembaga yang dimaksud di antaranya:
(penyunting Fuad Nashori), Integrasi Yayasan Insan Kamil, KMP UGM,
Psikologi dengan Islam, Menuju KMMP Unpad, IIIT Jakarta, LKPTI
Psikologi Islami, 1995 (Hanna Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI)
Djumhana Bastaman), Psikologi Jakarta, LKPT UIN Jakarta, Asosiasi
Islami: Agenda Untuk Aksi, 1997 Psikologi Islami (API) dan Ikatan
(Fuad Nashori), Metodologi Psikologi Mahasiswa Muslim Psikologi
Islami, 2000 (Penyunting Rendra Indonesia (Imampusi).
Krestyawan), Agenda Psikologi 12. Lihat uraian lebih lanjut, Abdul Mujid
Islami, 2002 (Fuad Nashori). Untuk dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa
melihat jauh perdebatan ini lihat Psikologi Islam (Jakarta: Rajawali
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Press, 2001), h. 15-20.
op.cit., hh. 15-20. Fuad Nashori, loc.it. 13. Disebut qawliyah karena ayat ayat itu
9. Perdebatan menggunakan istilah ini bersifat verbalis, disebut qur‘aniyyah
ada yang melihat dari sisi pendekatan karena ayat-ayat itu terhimpun dalam
start studi. Bagi mereka yang kuat al-Qur‘an, dan disebut dinullah karena
akan wawasan kepsikologian dan ayat-ayat itu merupakan agama yang
lemah terhadap wawasan keislaman, berasal dari Allah. Metode penggalian
maka lebih berminat menggunakan qawliyah dapat secara (1) literal atau
nama ―psikologi Islami‖. Sebaliknya, skriptural, yaitu pemahaman ayat atau
mereka yang banyak menguasai hadis berdasarkan teks yang tertulis
khasanah islam dan dirasa kurang tanpa melibatkan unsur-unsur lain; (2)
begitu menguasai disiplin psikologi, falsafi (burhani), yaitu pemahaman
maka lebih sreg menggunakan istilah ayat atau hadis berdasarkan akal,
―psikologi Islam‖. sehingga menghasilkan rumusan yang
10. Lembaga yang dimaksud di antaranya: secara rasional; (3) tasawwufi (irfani),
Fakultas Psikologi Universitas Islam pemahaman ayat atau hadis
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, berdasarkan intuisi (al-hadis).
Universitas Muhammadiyah 14. Lihat misalnya Muhammad Sadati al-
Surakarta, Universitas Syinqithiy, al-Qalb fiy al-Qur’an wa
Muhammadiyah Malang, Universitas Asaruha fiy Suluk al-Insan (Riyadh:
islam Indonesia Yogyakarta, Dar Alam al-Kutub, 1993) yang
Universitas Islam Bandung, mengemukakan metode tematik
Universitas Darul Ulum Jombang, mengenai al-Qalb. Achmad Mubarok,
Universitas Islam al—Zahra Jakarta, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Paramadina, 2000) yang
Lampung, Universitas Ahmad Dahlan mengemukakan metode tematik
Yogyakarta, Universitas tentang al-nafs. Abdul Mujib, Fitrah
Muhammadiyah Purwokerto, UIN dan Kepribadian Islam, Sebuah
Malang, beberapa jurusan psikologi di Pendekatan Psikologis, (Jakarta:
IAIN seperti IAIN Sunan Ampel Darul Falah, 1999) yang
Surabaya, IAIN Imam Bonjol Padang,
Jurnal Psikologi Islami, 1(1), Juni (2005): 17-32.

mengemukakan metode tematik Dahlan, M. D. 2000. Metodologi Psikologi


mengenai al-fithrah. Islami. Dalam Rendra K.
15. Disebut kawniyah karena ayat-ayat itu (penyunting), Metodologi Psikologi
digelar di alam raya, disebut Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
sunnatullah karena ayat-ayat itu Krestyawan, R. (ed). 2000. Metodologi
berada pada sunnah-sunnah (hukum- Psikologi Islami. Yogyakarta:
hukum) ciptaan Allah. Metode Pustaka Pelajar.
penggalian ayat-ayat kawniyah Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam,
dengan penelitian dan eksperimen Interpretasi Untuk Aksi. Badung:
terhadap perilaku manusia. Mizan.
16. Rendra Krestyawan (Penyunting), Mubarok, A. 2000. Jiwa dalam Al-Qur’an.
Metodologi Psikologi Islami Jakarta: Paramadina.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Mubarok, A. 2001. Psikologi Qur’ani.
h. 150-154. Jakarta: IIIT Indonesia.
Muhadjir, M. 2000. Landasan Metodologi
DAFTAR PUSTAKA Psikologi Islami. Dalam Rendra. K.
Adz-Dzakiy, M. H. B. 2001. Psikoterapi (Penyunting), Metodologi Psikologi
dan Konseling Islam. Yogyakarta: Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fajar Pustaka Baru. Mujib, A. 1999. Fitrah dan Kepribadian
As-Syinqithiy, M. S. 1993. Al-Qalb fiy al- Islam, Sebuah Pendekatan
Qur’an wa Asaruha fiy Suluk al- Psikologis. Jakarta: Darul Falah.
Insan. Riyadh: Dar Alam Al-Kutub. Mujib, A. & Mudzakkir, J. 2001. Nuansa-
Ancok, D. & Suroso, F. N. 1994. Psikologi Nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
Islami: Solusi Islam atas Problem- Rajawali Press.
Problem Psikologi. Yogyakarta: Mulyomartono, S. & Hasyim, A. D. 1995.
Pustaka Pelajar Nafsiologi: Refleksi Analisis tentang
Az-Zaiono, H. S. Z. 1990. Asas-asas Diri dan Tingkah Laku Manusia.
Psikologi Ilahiah: Sistema Surabaya: Risalah Gusti.
Mekanisme Hubungan antara Roh Nashori, H. F. 2002. Agenda Psikologi
dan Jasad. Jakarta: Al-Hidayah. Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bastaman, H. D. 1995. Integrasi Psikologi
dengan Islam, Menuju Psikologi
Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

‫صدق اهلل العظيم‬

Anda mungkin juga menyukai