Anda di halaman 1dari 38

KONSEP PERILAKU MANUSIA

MATA KULIAH
Psikologi Klinis

DOSEN PENGAMPU
Mahdia Fadhila, M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh :
Iqbal Anshori : 170104040110
Nida Amaliyah : 170104040113
Rismawati : 170104040109
Sri Wulandari : 170104040094

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PSIKOLOGI ISLAM
BANJARMASIN
2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses
interaksi dengan lingkungan. Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses
interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses yakni proses
belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar sangat erat kaitannya.
Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar.
Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman dan lain sebagainya. Sedangkan motivasi diartikan sebagai
dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil daqri dorongan
dan gerakan inilah yang diwujudkan dalam bentuk perilaku,
Perilaku yang berlaku pada individu atau organisme tidak timbul dengan
sendirinya. Tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang
bersangkutan. Baik itu stimulus eksternal maupun stimulus internal (Walgito, 1991).
Perilaku dapat dioservasi, baik langsung seperti tertawa, minum dan lain
sebagainya maupun secara tidak langsung seperti pikiran dan perasaan.
Perilaku masyarakat terbentuk dari lingkungan dimana ia hidup. Perilaku ini
berlangsung cukup lama dan mungkin pula hingga saat ini. Bahkan bisa saja perilaku
yang sama turun temurun dari generasi ke generasi di masyarakat. Hal ini bisa
menjadi kebudayaan suatu masyarakat suatu daerah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Psikoanalisa?
2. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Behavioristik?
3. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Humanistik?
4. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Sosio Kultural?
5. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Belajar?

i
6. Bagaimana Konsep Perilaku Manusia Psikologi Positif?

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep perilaku manusia menurut pendekatan psikoanalisa,
behavioristik, humanistik, sosio kultural, belajar juga psikologi positif. Agar kita bisa
memahami apa saja yang berhubungan dengan enam hal di atas.

ii
PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN PSIKOANALISA PADA KONSEP PERILAKU MANUSIA


a. Teori Dasar Psikoanalisis
Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Freud adalah seorang ahli
neurologi, seperti halnya para ahli neurologi lainnya pada masa itu, dia sering
membantu orang-orang yang mengalami masalah-masalah nervous, seperti rasa takut
yang irrasional, obsesi, dan rasa cemas. Dalam membantu penyembuhan masalah-
masalah gangguan mental (mental disorders) tersebut, dia mengembangkan prosedur
yang inovatif yang dinamai psikoanalisis.
Psikoanalisis memerlukan interaksi verbal yang cukup sama dengan pasien,
untuk menggali kehidupan pribadinya yang paling dalam. Pengalamannya menangani
para pasien banyak memberikan inspirasi kepada Freud untuk menyusun teori
kepribadiannya.1
b. Struktur Kepribadian

Freud membagi struktur kepribadian ke dalam tiga komponen yaitu id, ego,
dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara ketiga komponen
tersebut :

Id (Das Es) merupakan komponen kepribadian yang primitif, instinktif (yang


berusaha untuk memenuhi kepuasan instink) dan Rahim tempat ego dan superego
berkembang. Id berorientasi pada prinsip kesenangan atau prinsip reduksi
ketegangan.id merupakan suber energi psikis. Maksudnya, bahwa id itu merupakan
sumber dari instink kehidupan (eros) atau dorongan-dorongan biologis (makan,
minum, tidur, bersetubuh, dsb.) dan instink kematian atau instink (tanatos) yang
menggerakkan tingkah laku. Prinsip kesenangan merujuk kepada pencapaian

1
Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya, 2012), 38-39.

1
kepuasan yang segera dari dorongan-dorongan biologi tersebut. Id merupakan proses
primer yang bersifat primitif, tidak logis, dan orientasinya bersifat fantasi (maya).

Ego (Das Ich) merupakan eksekutif atau manajer dari kepribadian yang
membuat keputusan tentang instink-instink mana yang akan dipuaskan dan
bagaimana caranya atau sebagai sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional, dan
berorientasi kepada prinsip realitas. Peranan utama ego adalah sebagai mediator
(perantara) atau yang menjembatani antara id (keinginan yang kuat untuk mencapai
kepuasan yang segera) dengan kondisi lingkungan atau dunia luar yang diharapkan.
Ego dibimbing oleh prinsip realitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan atau
dorongan id.

Seperti halnya id, ego pun mempunyai keinginan untuk memaksimalkan


pencapaian kepuasan, hanya dalam proses nya, ego berdasar kepada “secondary
process thinking”. Proses sekunder adalah berpikir realistic yang bersifat rasional,
realistik, dan berorientasi kepada pemecahan masalah. Ke dalam proses sekunder ini
termasuk pula fungsi-fungsi persepsi, belajar, memori, dan yang sepertinya. Melalui
proses sekunder ini pula, ego merumuskan suatu rencana untuk memuaskan
kebutuhan atau dorongan dan kemudian menguji rencana itu. Orang yang lapar
merencanakan untuk mencari makanan dan mengujinya di tempat mana makanan itu
berada. Kegiatan ini dinamakan “reality testing” (pengujian keberadaan objek
pemuasan di dunia nyata). Ego senantiasa berupaya mencegah dampak negatif dari
masyarakat (seperti hukuman dari orang tua atau guru). Dalam upaya memuaskan
dorongan, ego sering bersifat pragmatis, kurang memperhatikan nilai atau norma,
atau bersifat hedonis. Namun begitu ego juga berupaya mencapai tujuan-tujuan
jangka panjang dengan cara menunda kesenangan atau kepuasan sesaat.

Hal yang harus diperhatikan dari ego ini adalah bahwa :

2
a. Ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan
kebutuhan id, bukan untuk mengecewakannya
b. Seluruh energi (daya) ego berasal dari id, sehingga ego tidak terpisah dari id
c. Peran utamanya menengahi kebutuhan id dan kebutuhan lingkungan sekitar
d. Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan
pengembangbiakannya.

Superego (Das Uber Ich) merupakan komponen moral kepribadian yang terkait
dengan standar atau norma masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah.
Melalui pengalaman hidup, terutama pada usia anak, individu telah menerima latihan
atau informasi tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk. Individu
mengiternalisasikan berbagai norma-norma sosial atau prinsip-prinsip moral tertentu,
kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma
tersebut.

Superego berfungsi untuk Merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan


seksual dan agresif, karena dalam perwujudannya sangat dikutuk oleh masyarakat.
Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistic dengan tujuan-tujuan
moralistic, dan Mengejar kesempurnaan (perfection).2

c. Penerapan Psikoanalisa Dalam Psikoterapi

Tidak bisa disangkal lagi bahwa teori psikoanalisa telah diterapkan untuk
memahami tingkah laku manusia dalam area yang amat luas dan telah memberikan
dampaknya kepada beberapa disiplin ilmu di luar psikologi dan psikiatri. Dan kiranya
tidaklah berlebihan apabila dikatakan di sini bahwa tidak ada teori lain dalam
psikologi modern yang penerapan kongkretnya seluas psikoanalisa. Tentu saja, di lain
pihak, psikoanalisis tidak bisa menghindarkan diri dari berbagai kritik yang
dilontarkan oleh para ahli psikologi kontemporer atas kekurangan-kekurangan yang

2
Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya, 2012), 36-37.

3
terdapat didalamnya. Dalam kenyataannya Freud sendiri bersikeras bahwa konsep-
konsepnya bisa dievaluasi hanya oleh pasien dan terapeut psikoanalitik. Dan sampai
hari ini, sejumlah psikoanalisa atau praktisi di bidang kesehatan mental menjalankan
praktek psikoterapinya dengan tetap berpegang pada pandangan teoritis dan metode-
metode penyembuhan yang dikembangkan Freud.3

Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikoanalisa adalah:

1.EgoStateTherapy
Ego State Theraphy , menurut Watkins dan Watkins, adalah sebuah sistem perilaku
dan pengalaman yang terorganisir yang elemen-elemennya saling terhubung melalui
beberapa prinsip yang sama tetapi saling dipisahkan oleh batas-batas yang dapat
ditembus (permeabilitas) hingga derajat kedalaman dan fleksibilitas tertentu.

2.PartTherapy
Part Theraphy didasarkan pada konsep bahwa kepribadian kita terdiri dari beberapa
bagian. Bagian dari kepribadian kita adalah aspek alam bawah sadar, masing-masing
dengan pekerjaan masing-masing atau fungsi dari pikiran batin. Dengan kata lain, kita
cenderung memakai topi yang berbeda saat berjalan melalui jalan kehidupan.

3.TrancePsychotherapy
Merupakan bentuk terapi psikologi dengan membuat klien berada dalam kondisi
“trance” (dirasuki sugesti oleh terapis), sehingga terapis akan dengan mudah
menggali apa yang ada dialam bawah sadar klien untuk kemudian menemukan solusi
untuk mengubah prilaku klien.

4.FreeAssociation
Asosiasi bebasa adalah metode pemanggilan kembali pengalaman – pengalaman

3
E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung : PT Eresco, 1991), 62-63.

4
masa lampau danpelepasan emosi – emosi yang berkaitan dengan situasi – situasi
traumatik masa lampau.

5.DreamAnalysis
Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan
pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi
keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi
yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan
untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa
hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh
seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-
ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.

6.AutomaticWriting
Teknik ini membuat orang itu memasuki trance yang sangat dalam dan membuat
tangannya bukan menjadi bagian dari tubuhnya, melainkan menjadi bagian dari
pikiran bawah sadarnya. Fungsi teknik ini adalah untuk mencari informasi dipikiran
bawah sadar yang tidak dapat tergali saat pikiran sadar bermain.4

B. PENDEKATAN BEHAVIORISTIK PADA KONSEP PERILAKU MANUSIA


a. Pembiasaan Klasikal (Pavlov)
Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe belajar yang
menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang
secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Prosesini dinamakan juga
respondent conditioning yang pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada
tahun 1903. Dia seorang ilmuwan yang penuh dedikasi, yang terobsesi dengan
penelitiannya. Dia telah meneliti tentang proses pencernaan anjing, ketika dia

4
Usber in Psikologi, https://usberstop.wordpress.com/2012/04/04/800/ , 4 April 2012.
Diakses pada hari Rabu, 27 Februari 2019, jam 18.46.

5
mengetahui bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur untuk merespon
bunyi.
Penemuan Pavlov ini juga terkenal dengan sebutan “conditioned reflex”.
Respon yang bersyarat dipandang sebagai reflex, sebab kebanyakan dari respon-
respon tersebut relative tidak disengaja atau di luar kemauan.
Peran Classical Conditioning dalam membentuk kepribadian adalah
memberikan kontribusi terhadap pembentukkan respon-respon emosional, seperti rasa
takut, cemas, atau phobia. Kontribusi ini relatif kecil, namun sangat penting dalam
pembentukkan reaksi-reaksi emosional yang maladaptive. Contohnya, seorang
reporter surat kabar mengalami rasa cemas dalam berkerjanya, penyebabnya dia
sering mendapat teguran, kritikan, atau peringatan yang negatif dari bosnya, setiap
dia berada ruang kerjanya (newsroom). Di sini teguran yang negatif dari bosnya
(UCS) dipasangkan dengan “Newsroom”, sehingga “Newsroom” menjadi CS yang
menimbulkan kecemasan, meskipun bosnya sedang tidak ada di “newsroom”
tersebut.
b. Pengkondisian Operan (Skinner)

Burrhus Frederic Skinner lahir tahun 1904 di Susquehanna Pennysylvania dan


meninggal dunia pada tahun 1990. Skinner adalah salah seorang ahli psikologi
Amerika. Selama 5 tahun dia menghabiskan waktunya di laboratorium W.J Crozier,
seorang biology eksperimental. Pilihannya terhadap pendekatan behaviorisme
mengarahkannya untuk menolak kekuatan-kekuatan mental dan emosional.

1. Tipe Tingkah Laku

Skinner membagi tingkah laku kedalam dua tipe yaitu responden dan
operan.tingkah laku responden (respondent behavior) adalah respon atau tingkah laku
yang dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini
wujudnya reflex. Contohnya mata berkedip karena kena debu, menarik tangan pada

6
saat terkena sengatan listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (reflex),
sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.

Tingkah laku operan (operant behavior) adalah respon atau tingkah laku yang
bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung.
tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.

2. Pengkondisian Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning)


Teori yang dikembangkan Skinner terkenal dengan “Operant Conditioning”,
yaitu bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela
dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya. Proses “operant conditioning” dijelaskan
oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang terkenal dengan “Skinner
Box”.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa “operant
conditioning” lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada “classical
conditioning”, karena kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja
daripada yang reflektif.
Skinner mengemukakan bahwa organisme cenderung mengulangi respon
yang diikuti oleh konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka cenderung
tidak mengulang respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan. Menurut
Skinner konsekuen yang menyenangkan, netral, dan tidak menyenangkan melibatkan
reinforcement, ekstingsi (extinction), dan hukuman.
3. Kekuatan Reinforcement

Menurut Skinner “reinforcement” dapat terjadi dalam dua cara positif atau
negatif. Yang positif terjadi, ketika respon diperkuat (muncul lebih sering) sebab
diikuti oleh kehadiran stimulus yang menyenangkan. “reinforcement” positif ini
sinonim dengan ”reward” (penghargaan).

Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti


anda belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau berkerja ekstra keras

7
karena ingin memenangkan promosi. Dalam kedua contoh tersebut, respon terjadi
karena respon-respon mengarahkan pada hasil-hasil yang positif di masa lalu.
Sementara reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan
peranan dalam perkembangan kecenderunga-kecenderungan untu menolak
(menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku,
atau masalah pribadi yang sulit.

4. Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)

Seperti dampak dari “classical conditioning”, dampak dari “operant


conditioning” pun tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa lenyap).
Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri
dampak yang positif. Seperti anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya,
apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya.

Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut


Skinner hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan
bahkan menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak
menyenangkan.5

C. PENDEKATAN HUMANISTIK PADA KONSEP PERILAKU MANUSIA


a. Teori Kepribadian Humanistik
Psikologi Humanistik ini adalah sebuah “gerakan” yang muncul dengan
menampilkan gambaran manusia yang berbeda dengan gambaran manusia dari
psikoanalisis maupun behaviorisme, yakni berupa gambaran manusia sebagai
makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak kearah pengungkapan
segenap potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan.6
b. Eksistensialisme Dan Psikologi Humanistik

5
Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya, 2012), 124-132.
6
E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung : PT Eresco, 1991), 109.

8
Istilah psikologi humanistic diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi
yang pada awal tahun 1960-an berkerja sama dibawah kepemimpinan Maslow dalam
mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual
dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisa dan behaviorisme.
Psikologi humanistic sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau
sistem, melainkan lebih cepat jika disebut sebagai gerakan. Maslow sendiri menyebut
psikologi humanistic yang dipimpinnya sebagai “kekuatan ketiga”. Dan meski pun
tokoh-tokoh gerakan ini memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka
berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada
salah satu aliran filsafat modern, yakni eksistensialisme.7
c. Ajaran-Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
Karena pembahasan mengenai teeori kepribadian humanistic ini
direpresentasikan oleh teori kepribadian Maslow, maka ajaran-ajaran dasar psikologi
humanistik yang akan dibahas sebagian besar berasal dari Maslow.
1. Individu sebagai Keseluruhan yang Integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistic adalah ajarannya
bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral,
khas, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi dimasa lalu
maupun sekarang banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadia-kejadian
(tingkah laku) secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi yang
menyeluruh. Dalam perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan
melalui ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon,
bukan hutan.
2. Ketidakrelavanan Penyelidikan dengan Hewan
Para jurubiacara psikologi humanistic mengingatkan tentang adanya
perbedaan yang berdasar tingkah laku manusia dengan tingkah laku hewan. Bagi
mereka, manusia lebih dari sekedar hewan. Ini bertentangan dengan behaviorisme

7
E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung : PT Eresco, 1991), 112-113.

9
yang mengandalkan penyelidikan tingkah laku hewan dalam upaya memahami
tingkah laku manusia. Tidak seperti halnya para behavioris yang menekankan
kesinambungan alam manusia dengan dunia hewan, Maslow dan para teoris
kepribadian humanistic umumnya memandang manusia sebagai makhluk yang
berbeda dengan hewan apapun.
3. Pembawaan Baik Manusia
Menurut Maslow, Freud hanya memiliki sedikit kepercayaan tentang
kemuliaan manusia, dan berspekulasi secara pesimis tentang nasib manusia.
Sebaliknya, psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada
dasarnya adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut perpektif humansitik, kekuatan
jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang
buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4. Potensi Kreatif Manusia

Pengutamaan kreativitas manusia merupkan salah satu prinsip yang penting


dari psikologi humanistik. Maslow, dari studinya atas sejumlah orang tertentu,
menemukan bahwa pada orang-orang yang ditelitinya itu terdapat satu ciri umum,
yakni kreatif. Dari situ Maslow menyimpulkan bahwa potensi kreatif merupakan
potensi yang umum pada manusia. Bagaimanapun, Maslow juga mengemukakan
bahwa kebanyakan orang kehilangan kreativitasnya yang menjadikan mereka “tal
berbudaya”. Penyebabnya, menurut Maslow terutama adalah hambatan lingkungan.
Dan maslow yakin bahwa, jika setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni
lingkungan yang menunjang, setiap orang dengan kreativitasnya itu akan mampu
mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya.

5. Penekanan Pada Kesehatan Psikologis


Maslow secara konsisten beranggapan bahwa tidak ada satu pun pendekatan
psikologis yang mempelajari manusia dengan bertumpu pada fungsi-fungsi manusia
tersebut cara dan tujuan hidupnya yang sehat. Psikologi humanistic memandang self-
fulfilment sebagai tema yang utama dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan

10
ditemukan pada teori-teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang
mengalami gangguan.
d. Teori Kebutuhan Bertingkat
Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang ada pada manusia
adalah merupakan hewan, tersusun menurut tingkatan atau bertingkat. Oleh Maslow
kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu dirinci kedalam lima tingkat
kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan akan cinta dan dimiliki
4. Kebutuhan akan rasa harga diri
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Menurut Maslow, kebutuhan yang ada di tingkat dasar pemuasannya lebih
mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Sebagai contoh, kebutuhan akan
makanan (kebutuhan fisiologis) lebih mendesak untuk dipuaskan daripada kebutuhan
akan rasa aman, kebutuhan akan rasa aman ini lebih mendesak daripada kebutuhan
akan cinta, dan seterusnya. Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan-kebutuhan
dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia.
Dan dengan melihat pada tingkat kebutuhan atau corak pemuasan kebutuhan pada diri
individu, kita bisa melihat kualitas perkembangan kepribadian individu tersebut.
Semakin individu itu mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang tinggi,
maka individu itu akan semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa
sehat, dan sebaliknya.
Maslow mengingatkan bahwa dalam pemuasan kebutuhan itu tidak selalu
kebutuhan yang ada dibawah lebih penting atau didahulukan dari kebutuhan yang ada
diatasnya. Sebagi contoh, orang-orang yang berpegang teguh pada nilai-nilai atau
ajaran-ajaran yang diyakininya sering lebih suka menderita kelaparan atau, bahkan,
memilih kematian ketimbang melepaskan keyakinannya itu. Jadi bagaimanapun,

11
secara umum kebtuhan yang lebih rendah pemuasannya lebih mendesak daripada
kebutuhan yang lebih tinggi.8

D. PENDEKATAN SOSIO KULTURAL PADA KONSEP PERILAKU MANUSIA

a. Konsep Teori Sosio-Kultural


Ada 3 konsep penting dalam teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif sesuai dengan revolusi sosiokoltural dalam teori belajar dan
pembelajaran yaitu genetic law of development, zona of proximal development dan
mediasi.
1. Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development) Menurut
Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati
dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau
intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial
sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta
perkembangan kognitif seseorang.Sedangkan fungsi intramental dipandang
sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan
dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
2. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) Vygotsky
membagi perkembangan proksimal (zone of proximal development) ke dalam dua
tingkat:
a) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara
mandiri (intramental)
b) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah
bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang
lebih kompeten (intermental). Jarak antara keduanya, yaitu tingkat

8
E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian (Bandung : PT Eresco, 1991), 115-119.

12
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih
berada dalam proses pematangan.
3. Mediasi Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas
manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis
berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:
a) Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan
untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self
monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini
berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
b) Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain
problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

b. Perspektif Sosio Kultural


Perspektif sosio kultural berfokus pada kekuatan sosial dan budaya sebagai
kekuatan yang bekerja diluar individu. kekuatan sosial dan budaya inilah yang
membentuk setiap aspek perilaku manusia, mulai dari apa yang kita cium sampai apa
yang kita makan dan dimana kita makan. Banyak dari kita meremehkan pengaruh dari
orang lain, konteks sosial, dan peraturan budaya pada hampir seluruh perilaku kita.
Kita ibarat ikan yang tidak sadar bahwa kita hidup di air, meskipun demikian jelasnya
pengaruh air dalam kehidupan kita. Para psikolog dari perspektif ini mempelajari air-
yakni lingkungan sosial dan budaya tempat manusia “berenang” setiap harinya.

Melalui perspektif ini, para psikolog sosial mengarahkan penelitiannya pada


peraturan, peran sosial, cara seseorang menaati otoritas, cara kita dipengaruhi oleh
orang lain seperti pasangan, kekasih, teman, atasan, orang tua dan orang asing.

13
Psikolog budaya menelaah cara peraturan dan nilai budaya, baik yang eksplisit
maupun implisit mempengaruhi perkembangan perilaku dan perasaan sesorang.
Mereka mempelajari cara budaya mempengaruhi kesediaan seseorang untuk
menolong orang asing yang sedang mengalami kesulitan, atau cara budaya
mempengaruhi apa yang dilakukan sesorang ketika sedang berada dalam keadaan
marah. Karena manusia pada hakikatnya adalah hewan sosial yang sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan yang berbeda-beda. Perspektif sosiokultural telah
membuat psikologi menjadi disiplin ilmu yang lebih representatif dan tepat.

Perspektif Topik Studi Utama Contoh Temuan Mengenai


Kekerasan
Sosiokultural Konteks Sosial dan
Budaya
Psikologi Sosial Berbagai peraturan dan Manusia kerap lebih
peran sosial, kelompok, agresif jika berada dalam
hubungan kerumunan dibandingkan
jika sendirian.
Psikologi Budaya Norma budaya, nilai, Budaya penggembala
berbagai harapan perilaku cenderung mendidik anak
laki-laki agar menjadi
seorang yang agresif
dibandingkan9

E. KONSEP PERILAKU MANUSIA MENURUT PENDEKATAN BELAJAR


Belajar menurut beberapa ahli:

9
Carole Wade, Carol Tavris, Psikologi edisi ke-9 jilid 1, (Ciracas, Jakarta : Penerbit
Erlangga), 21-23.

14
a. Daryanto (2009:2) mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku perubahan
tingkah laku yang baru secara keeluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
b. Suyono dan Hariyanto (2014: 9) belajar merujuk kepada suatu proses perubahan
perilaku atau pribadi atau perubahan struktur kognitif seseorang berdasarkan
praktik atau pengalaman tertentu hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan dan
sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya.
c. M. Ngalim Purwanto (2014: 85) belajar merupakan suatu perubahan yang bersifat
internal dan relatif mantap dalam tingkah laku melalui latihan atau pengalaman
yang menyangkut aspek kepribadian, baik fosok maupun psikis.
d. Sanjaya Wina (2008: 229) belajar pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas
mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga
menghasilkan perubahan dalam aspek pengetauan, sikap, maupun psikomotor.
e. Winaputra, ddk (2007: 19) belajar adalah perubahan perilaku pada individu
sebagai bauh dari pengalaman atau interaksi fisik yang mana akan menghasilkan
perubahan yang bersifat relatif menetap.

Belajar adalah adalah hal yang didapatkan melalui latihan atau pengalaman
yang menyangkut aspek kepribadian baik secara fisik ataupun psikis, juga merupakan
aktivitas mental yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang bersifat positif dan menetap relatif lama.10

Dalam bahasa Arab, belajar menggunakan kata ta’allum. Dalam Al-Qur’an


kata ta’allum diartikan sebagai proses penangkapan, penyerapan pengetahuan yang
bersifat ma’nawi serta berpengaruh pada perilaku.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar yang dimaksud adalah proses mental
dalam diri individu dalam perolehan penguasaan dan penyerapan ilmu pengetahuan

10
Moh. Suardi, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 1-3.

15
atau informasi baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik, dengan adanya
interaksi terhadap lingkungan sekitar agar dapat mendeskripsikan perubahan yang
terjadi dalam proses belajar, yang bersifat positif dalam aspek pengetahuan, maupun
aspek psikomotorik yang relatif permanen.11

Kriteria-kriteria dalam belajar

a. Terjadi perubahan Dalam Kondisi Sadar

Karena adanya proses belajar, akan ada sesuatu yang lebih dari keadaan
sebelumnya, contohnya ketika seseorang belajar membaca, akan ada perubahan
dalam struktur mengeja atau pengucapannya, semakin lancar dan tingkat terbata-bata
akan berkurang.

b. Perubahan Tersebut Relatif Menetap dan Bertahan Lama

Otak akan menyimpan informasi dalam setiap proses belajar. Sehingga


memori tersebut dapat di munculkan kembali pada kasus-kasus tertentu. Juga, jika
proses belajar diulang terus-menerus, ingatan itupun akan berlangsung lebih lama dan
mantap.

c. Perubahan Menjadi Lebih Baik (postitif)

Sama halnya terjadi perubahan dalam kondisi sadar pada kriteria pertama
proses belajar, perubahan itu pastinya ditandai dengan menjadi lebih baik dari
keadaan sebelumnya. Contohnya dari orang yang tidak pandai dalam matematika,
jika ia terus belajar, maka akan terjadi perubahan pada orang tersebut. Yaitu, ia akan
semakin tahu dan pandai dalam matematika, bukan sebaliknya.

d. Perubahan Tersebut Mempunyai Tujuan

11
Muhammad Fathurroman, Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan
Teori Pembelajaran (Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017), 7-8.

16
Dalam proses belajar, tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai. Misalnya,
seseorang yang ingin bagus dalam menyanyi maka ia harus belajar menyanyi.

e. Perubahan Terjadi Karena Latihan dan Pengalaman

Belajar bukan hanya dalam teori juga dari latihan juga pengaplikasian dalam
kehidupan sehari-hari. Belajar akan diketahui hasil perubahannya ketika kita mampu
memecahkan masalah yang ada di sekitar kita. Tentunya akan ada pengalaman-
pengalaman yang tercipta di dalamnya, jadi pengalaman-pengalaman itulah yang
akan menjadi pembelajaran untuk menjadi lebaih baik lagi kedepannya.

f. Perubahan Menyangkut Semua Aspek Kepribadian

Semua hasil pembelajaran tidak hanya menyangkut fisik, tetapi juga psikis.
Misalnya seseorang yang belajar naik motor. Setelah ia belajar, ia menjadi terampil
dalam mengendai motornya, lalu secara psikisnya, dia akan rajin membersihkan
motornya, atau merawat motornya.12

Karakteristik proses belajar menurut Al-Ghazali

1. Belajar merupakan proses penyucian jiwa

Karena langkah pertama dalam belajar peserta didik adalah mensucikan jiwa
dari perilaku buruk, sifat-sifat tercela, dan budi pekerta rendah, seperti marah, dengki,
hasud, ujub, takabur, riya dan lain-lain. Al-Ghazali berkata:

“Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak yang


hina dan sifat-sifat yang tercela. Karena ilmu adalah
ibadahnya hati, shalatnya sirr dan pendekatan batin
kepada Allah. Sebagaimana shalat yang menjadi
tugas anggota badan yang lahir itu tidak sah kecuali
dengan membersihkan lahir dari hadats dan kotoran,

12
Moh. Suardi, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 3-6.

17
maka demikian juga ibadah batin dan meramaikan
hati dengan ilmu itu tidak sah kecuali setelah
mensucikannya dari akhlak yang kotor dan sifat-
sifat yang najis.”

Karena dengan ilmu, manusia bisa mengenal Tuhannya, itulah sebabnya


beliau mengatakan bahwa perbuatan yang utama adalah belajar. Seorang anak yang
belajar harus diikuti dengan ketekunan dan hati yang bersih, agar mendapatkan ilmu
ynag bermanfaat.

2. Belajar menurut konsentrasi

Al-Ghazali menyarankan kepada peserta didik untuk memusatkan


perhatiannya dalam proses belajar menuntut ilmu agar mampu menguasai bidang
keilmuan dengan sempurna.

“Hai anak, berapa kali kamu menghidupkan malam-


malam dengan mengulang-ulang ilmu dan meneliti
buku-buku”

Karena mengulang-ulang suatau pelajaran akan membuat anak lebih paham


juga mampu untuk menguatkan ingatan.

3. Belajar harus didasari sikap tawadhu’

Al-Ghazali menasihatkan agar peserta didik tidak menyombongkan diri


terhadap ilmu yang dimiliki dan tidak merendahkan guru agar tidak memerintahnya.

“Seorang pelajar janganlah sombong dengan


ilmunya dan janganlah menentang gurunya. Tetapi
menyerah sepenuhnya pada guru dengan keyakinan
kepada nasehatnya, sebagaimana seorang sakit yang

18
bodoh yakin kepada doker yang ahli dan
berpengalaman”

Dalam hal ini Al-Ghazali menyatakan bahwa murid harus tunduk kepada guru secara
mutlak, namun tingkat itu masih dalam batas kewajaran baik dalam menanggapi
pemikiran guru tersebut.

4. Peserta didik dalam belajar harus menghindarkan diri dari perbedaan

Karena perbedaan pendapat hanya akan membawa keragu-raguan dan


prasangka buruk. Peserta didik yang baik, akan mampu memilah pendapat yang
dianggapnya paling mudah untuk diamalkan.

5. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang dipelajari

Peserta didik harus mampu mengenali nilai satiap ilmu yang dipelajarinya.
Kelebihan maupun manfaat pada setiap ilmu ynag dipelajari, serta hasil yang
kemungkinan tercapai dalam proses belajar.

6. Belajar secara bertahap

Menerima ilmu pengetahuan yang baik didapat melalui proses yang sesuai
dengan tingkat perkembangan intelektualnya, dan pandangan bahwa ilmu yang satu
dengan yang lain saling berkaitan dan terhubungan, juga mendukung satu sama lain.
Dan ilmu tidak bisa didapat secara sekaligus, namun diperoleh melalui secara
bertahap sesuai yang disarankan Al-Ghazali. Maka dari itu, ilmu harus dikaji secara
bertahap dengan dimulai dari ilmu-ilmu agama dan menguasainya dengan sempurna,.
Barulah bisa melangkah dengan ilmu-ilmu lain. Larangan mempelajari ilmu
sekaligus, karena kemampuan otak tidak mampu mempelajari semua ilmu dalam satu
waktu. Dan yang terpenting, peserta didik harus mendahulukan belajar yang wajib
kemudian menuju ke pelajaran yang sunnah atau pelengkapnya.

19
7. Belajar bertujuan agar seorang peserta didik berakhlak karimah dan
selanjutnya taqarrub kepada Allah

Peserta didik menjadi calon guru yang akan menjadi teladan bagi orang-orang
sekitarnya dengan akhlakul karimah, yang bisa di awali sebagai teladan dalam
lingkungan keluarganya.13

Unsur utama yang harus ada dalam belajar

1. Adanya persiapan dalam belajar, yaitu perencanaan sebelum memulai proses


belajar, termasuk di dalamnya tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar.
2. Adanya proses belajar dalam pembelajaran itu berlangsung. Setelah terbentuknya
persiapan, maka barulah proses belajar dapat berlangsung.
3. Adanya hasil setelah proses belajar. Hasil belajar itulah yang menentukan adanya
perubahan dari sebelum belajar. Dari hasil belajar ini, menentukan apakah
menurun atau meningkatkah minatnya dalam belajar.14

Jenis-jenis belajar

a. Belajar Berlandasan Behaviorisme

Tipe-tipe dalam belajar berlandasan behaviorisme, yaitu:

1) Belajar sederhana tanpa asosiasi: ada dua macam yaitu belajar habituasi, adalah
pengurangan respon perilaku dengan pengulangan-pengulangan stimulus. Dan
belajar sensitiasi, adalah kebalikan dari belajar habituasi, yaitu penguatan positif
stimulus-stimulus dengan melakukan pengulangan-pengulangan materi belajar.
2) Belajar asosiasi: mengaitkan materi baru dengan materi lama yang telah kita
dapatkan sebelumnya dalam proses pembelajaran.

13
Muhammad Fathurroman, Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan
Teori Pembelajaran (Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017), 18-25.
14
Moh. Suardi, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 9.

20
3) Pengondisian klasik: adalah belajar dengan upaya pengubahan perilaku maupun
perubahan respon.
4) Pengondisian operan: adalah adanya modifikasi perilaku secara spontan semisal
dengan belajar membedakan sesuatu.
5) Belajar melalui kesan: belajar melalui mengamati dan mempelajari karakteristik
sejumlah stimulus-stimulus yang ada pada seseorang atau pada sesuatu yang
membuat kita berkesan.
6) Belajar pengamatan: yaitu adanya tahap peniruan lalu implikasi pada kehidupan
sehari-hari.
7) Belajar melalui bermain: bermain dalam belajar mampu memperbaiki kinerja
seseorang dalam situasi tertentu apabila dijumpai pada situasi sama, jika kita
mampu memadukan permainan dalam tujuan belajar.
8) Belajar tuntas: adalah belajar yang menekankan pada peserta didik untuk mampu
menguasai semua materi belajar.

b. Belajar Berlandasan Kognitivisme Dan Konstruktivisme


Belajar melalui interaksi antara lingkungan sehingga terbangun suatu konsep dari
kejadian yang dipelajari.
1) Belajar melalui pembudidayaan: hasil dari mempelajari budaya sekitar dari apa
yang awalnya diperlukan oleh budaya yang ada disekililing, sehingga
mendapatkan perilaku yang sesuai dengan budaya.
2) Belajar menurut Ausubel dan Robinson: (1) belajar menerima: sebagai bentuk
paling tua, murid cenderung pasif, (2) belajar menghafal: mengabaikan
pemahaman yang mendalam terhadap objek maupun subjek yang dipelajari, dan
lebih menekankan pada aktifitas mengulang-ulang materi pelajaran, (3) belajar
menemukan: adalah aktivitas menemukan sesuatu yang diawali dengan
melakukan pencarian, seperti pada anak kecil yang mencari dan menemukan
sesuatu, (4) belajar bermakna: belajar menekankan pada struktur kognitig pada
suatu bahan materi yang dipelajari.

21
3) Belajar perkembangan konseptual: integrasi konsepsi terhadap fenomena yang
dimiliki peserta didik ke dalam konsepsi formal yang dimiliki oleh pengajar atau
guru.
4) Resolusi konseptual: penemuan konsep baru yang ditemukan oleh peserta didik
dan guru dalam sebuah pemahaman konflik.
5) Pertukaran konseptual: adanya perbedaan konsepsi peserta didik dengan guru,
namun konsepsi tersebut masing-masing mempunyai dasarnya tersendiri.
6) Model generatif: dengan menekankan pada sensor input (memasukan) dari
pengetahuan baru.
7) Perubahan konseptual: pengaruh yang dibawa pembelajar pada kemampuan
belajar dan pada penerimaan ide baru.

c. Belajar Berdasarkan Robert M Gagne

Gagne dalam Uno Hamzah. B (2007: 8-9), Eveline Siregar dan Hartini Nara
(2014: 7) mengemukakan jenis belajar kedalam delapan kategori, yaitu:

1) Belajar isyarat: adanya perhatian terhadap respon isyarat yang muncul atau yang
diperlihatkan.
2) Belajar stimulus respon: adalah belajar dengan menunjukkan respon terhadap
stimulus yang diterima, contohnya, seperti mendengarkan musik membuat kita
manggut-manggut.
3) Belajar rangkaian: dengan mengurutkan suatu rangkaian kegiatan menjadi satu
kesatuan yang utuh. Contohnya, urutan ornag wudhu.
4) Belajar asosiasi verbal: belajar dalam bentuk bahasa, seperti bahasa pujian.
Contohnya, senyuman semanis madu.
5) Belajar membedakan (diskriminasi): dengan melihat suatu perbedaan dan
persamaan suatu benda dengan benda lainnya.
6) Belajar konsep: belajar mengenai pemahaman dan penggunaan konsep.

22
7) Belajar aturan: belajar tentang pemahaman kaidah maupun aturan serta hukum
ilmiah yang berlaku.
8) Belajar pemecahan masalah: belajar yang ditekankan pada individu dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi.

d. Belajar Berdasarkan Pengorganisasian


1) Belajar informal: belajar yang dilaksanakan di luar lingkungan sekolah dan tidak
terorganisasikan secara formal, contohnya berkumpul dengan teman atau
keluarga.
2) Belajar formal: belajar yang dilaksanakan di sekolah dan terorganisasi secara
formal, yang dipandu oleh guru kepada peserta didik.
3) Belajar nonformal: belajar yang masih terorganisasi, namun berada di luar
lingkungan sekolah. Contohnya, les privat, dan bimbel.
4) Belajar non formal yang dikombinasi: penggabungan dari jenis belajar formal,
non formal, juga informal. Contohnya, observasi yang dilakukan oleh mahasiswa,
atau mahasiswa yang mendapatkan nilai dari hasil KKN, atau peserta didik SMK
yang magang di sebuah perusahaan, dll.15

Prinsip Belajar

1. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas

Jika tidak pada tujuan yang jelas, akan sulit menentukan tahapan-tahapan
belajar yang akan dilalui dalam proses belajar. Hal inipun dapat mempengaruhi
tingkat keberhasilan belajar.

2. Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematika

15
Moh. Suardi, Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 15-19.

23
Problematika adalah permasalahan dengan tingkat kesulitan tertentu. Seorang
guru akan sesering mungkin mengarahkan peserta didik pada problematika, agar
peserta didik dapat berpikir untuk memecahkan masalah tersebut.

3. Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan

Karena, siswa yang menghafal suatu bahan atau materi pelajaran belum tentu
memahami apa yang telah ia hafalkan. Sehingga ia akan kesulitan dalam
mengembangkannya ke dalam suatu permasalahan yang serupa. Berbeda dengan
belajar dengan mengerti atau memahami. Ia akan mudah mengembangkan apa yang
telah ia pahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan
memungkinkan keberhasilan belajar pun jauh lebih tinggi.

4. Belajar merupakan proses yang kontinu

Belajar merupakan proses berkelanjutan. Karena otak manusia memiliki


keterbatasan dalam menyerap ilmu dengan jumlah banyak sekaligus. Maka dari itu,
dalam proses belajar memerlukan waktu.

5. Belajar memerlukan kemuan yang kuat

Kemauan yang kuat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai pada prosess
belajar tersebut. Tujuan yang jelas akan membuat seseorang memiliki kemauan dalam
diri menjadi kuat dalam mewujudkannya.

6. Keberhasilan belajar ditentukan oleh banyak faktor

Ditentukan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Dari segi internal
adalah faktor yang ada dalam diri individu meliputi kesehatan jasmani dan rohani,
kemauan, bakat, intelegensi (kecerdasan), dan daya ingat. Sedang faktor eksternal
adalah faktor dari luar individu yang berhubungan, seperti lingkungan rumah,
sekolah, masyarakat, maupun pergaulan sehari-hari.

24
7. Belajar secara keseluruhan akan lebih berhasil daripada belajar secara terbagi-
bagi

Belajar secara keseluruhan akan membuat kita lebih mudah mengerti dan
memahami suatu materi atau suatu permasalahan, bahwa suatu bagian berasal dari
unsru-sunsur penyusun yang saling berhubungan, hingga membentuk suatu kesatuan
yang utuh. Contohnya, pada anak yang diperkenalkan pada kata “ibu”, setelah
mempelajari lebih lanjut bahwa anak mengerti unsur penyusun kata “ibu” berasal
dari tiga huruf yang saling berhubungan.

Dibandingkan belajar per bagian, membuat peserta didikakan sulit memahami


materi. Seperti, anak yang belajar membaca langsung di suruh menghafalkan huruf-
huruf atau abjad, sedang mereka belum mengenal huruf-huruf tersebut. Lalu
setelahnya belajar membaca.

Bagi pelajar mauoun mahasiswa, bisa menerapkan cara meringkas materi


yang dijelaskan dari suatu bahan diskusi, atau skema dan sebagainya.dengan
demikian bagian-bagian yang tampak banyak itu menjadi lebih mudah dipahami dan
dimengerti karena dari ringkasan tersebut, mahasiswa atau pelajar sudah mampu
menentukan hubungan yang terkait hingga membentuk satu kesatuan.

8. Proses belajar memerlukan metode yang tepat

Seringkali terjadi ketidak seimbangan antara tenaga dan pikiran yang telah
dikerahkan untuk mencapai tujuan belajar. Maka dari itu diperlukannya metode-
metode yang efektif dan efisien dengan kecocokan belajar peserta didik agar dapat
mencapai tujuan belajar yang optimal pula.

9. Belajar memerlukan adanya kesesuaian anatara guru dan murid

Murid yang baik dan guru yang baik berdsifat relatif. Karena, tolak ukur guru
yang baik adalah guru yang membuat muridnya merasa nyaman saat dalam proses
pembelajaran, mudah dalam memahami bahan ajar atau materi, sehingga murid pun

25
merasa semangat dalam mengikuti pembelajaran. Maka dari itu, guru atau pengajar
akan berusaha menerapkan metode-metode penajaran untuk menyesuaikan murid-
muridnya, agar merasa senang dan nyaman satu sama lain. Karena guru tidak lepas
dari yang namanya kesalahan dan kekurangan ketika mengajar. Sebagai murid yang
baik, harus mampu memaklumi kekurangan-kekurangan tersebut, juga mampu untuk
menyesuaikan diri dengan metode pengajaran yang diterpkan sang guru atau
pengajar. Jadi adanya kesesuaian terhadap keduanya, bukan hanya salah satu pihak
untuk mencapai hasil yang baik pula.

10. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri

Siswa yang telah mampu memahami materi,maka ia telah mampu menangkap


intisari dari suatu materi tersebut. Sehinga mampu membuat ringkasan yang lebih
sedikit, ringan, dan mudah dipahami, sehingga berguna dalam jangka lama.16

F. KONSEP PERILAKU MANUSIA MENURUT PENDEKATAN PSIKOLOGI


POSITIF
1. Pengertian Psikologi Positif

Psikologi positif adalah “the scientific of study of the strengths and virtues
that enable individuals and communities to thrive. The field is founded on the belief
that people want to lead meaningful and fulfilling lives, to cultivate what is best
within themselves, and to enchance their experiences of love, work and play”
(Positive Pschology Center, University of Pennsylvania). Makna dari tulisan ini ialah
“studi ilmiah tentang strengths dan virtues yang memungkinkan individu dan
komunitas untuk berkembang. bidang ini didirikan berdasarkan keyakinan bahwa
orang ingin menjalani kehidupan yang bermakna dan memuaskan, untuk

16
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif (Jakarta: Puspa Swara, 2000), 2-10.

26
menumbuhkan yang terbaik dalam diri mereka, dan untuk meningkatkan pengalaman
cinta, pekerjaan, dan permainan mereka.17

2. Ciri Khas Psikologi Positif


a. Psikologi positif selalu mendasarkan pada sains. Dengan demikian, semua klaim,
pengetahuan dan aplikasi psikologi positif selalu telah diuji melalui penelitian
yang menggunakan standar yang tinggi, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
b. Psikologi positif memberi posisi yang sentral pada karakter (strengths & virtues),
sehingga manusia menjadi penentu utama kebahagian/ketidakbahagiaannya
sendiri. Pilihan-pilihan moral yang diambil manusia menjadi penentu utama, dan
bukan terutama kekuatan-kekuatan lain diluar kendalinya seperti pengondisian
lingkungan atau pun faktor-faktor biologis. Moralitas, yaitu pembedaan akan
yang baik dan yang buruk, serta pilihan akan yang baik, selalu menjadi pondasi
kebahagiaan manusia.
c. Psikologi positif memiliki suatu konsep sentral yang dapat mempersatukan
berbagai studi yang beraneka ragam, dari berbagai ahli yang berbeda-beda, dalam
suatu gambaran utuh. Konsep yang dimaksud adalah aunthentic happines.18
3. Virtues
Virtues merupakan salah satu pilar utama dari psikologi positif yang
dikembangkan oleh Martin Seligman. Virtues merupakan bagian dari karakter
seseorang. Karakter selalu mengindikasikan adanya moralitas. Selain itu, karakter
juga merupakan suatu kristalisasi dari seluruh perjalanan hidup seseorang yang
mana kesemuanya itu membentuk indentitas sejatinya (core self, true self ); bukan
topeng (persona, false self ) yang dikenakan utuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan sosial.
Bila mana virtues bersumber pada karakter, implikasinya adalah: aunthentic
happiness yang merupakan tujuan akhir dalam hidup ini sangat tergantung pada

17
Iman Setiadi Arif, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016), 5.
18
Ibid, 9-10.

27
pribadi yang bersangkutan pada pilihan-pilihan moralnya, pada bagaimana
sesungguhnya (aslinya) ia menafsirkan dirinya sendiri, pada kebijaksanaan dan
tindakan konkret yang dilakukan dalam hidup ini. Meletakkan dasar pada
aunthentic happiness pada karakter berarti memandang bahwa upaya-upaya
konkret dari pribadi yang bersangkutan lebih akan menentukan kebahagiaannya,
daripada faktor-faktor yang berada di luar kendalinya, seperti susunan genetika,
berbagai situasi hidup, pengondisian dari lingkungan, dan lain-lain sekalipun
peran faktor-faktor lain itu memang ada dan harus diakui cukup kuat.
Menurut Seligman, kebahagiaan yang diperoleh dari realisasi virtues dalam
kehidupan adalah kebahagiaan yang autentik. Kebahagiaan autentik akan ditandai
oleh flourishing, yaitu berkembang-penuhnya pribadi seseorang karena telah
menjalani kehidupan yang baik.19
4. Strenghts
Strenghts adalah berbagai rute menuju virtues atau berbagai ekspresi unik dari
virtues. Sebuah virtues yang sama dapat dicapai dengan rute yang berbeda-beda,
atau dengan kata lain, dapat memiliki ekspresi atau pengejewantahan yang
berbeda-beda.20
5. Macam-Macam Virtues dan Strengths
Dalam penelitiannya, Seligman dan tim risetnya menemukan dua puluh empat
strenghts dan enam virtues yang mereka klaim bersifat universal, adapun macam-
macamnya yaitu:
a. Courage (Keberanian)
a) Bravery (Keberanian)
Pribadi dengan strenghts ini adalah pribadi yang berani, tidak mundur dari
ancaman, tantangan, kesulitan, maupun penderitaan. Ia akan mengatakan apa
yang benar sekalipun mendapat tentangan. Ia akan bertindak berdasarkan
keyakinannya.

19
Iman Setiadi Arif, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan, 20-21.
20
Ibid, 23.

28
b) Persistance (Ketekunan)
Pribadi ini selalu bekerja keras untuk menyelesaikan apa yang dimulainya, dan
berusaha mencapainya tepat waktu. Ia tidak mudah teralihkan saat bekerja, dan ia
akan memperoleh kepuasan saat tugas diselesaikan.
c) Integrity (Integritas)
Pribadi ini jujur, tidak hanya dengan mengatakan kebenaran, namun terlebih lagi
menjalani kehidupan yang genuine dan autentik. Ia membumi dan tak berpura-
pura. Ia pribadi yang sejati.
d) Vitality (Vitalitas)
Apapun yang dikerjakan, ia melakukannya dengan antusias dan energik. Ia tak
pernah melakukan apapun setengah-setengah, apalagi setengah hati. Baginya,
hidup adalah petualangan.
b. Humanity (Kemanusiaan)
a) Love (Kasih)
Ia menghargai relasi erat dengan orang lain, khususnya dengan mereka yang
berbagi dan memperhatikan terjadi secara timbal balik. Orang-orang dengan siapa
ia merasa dekat juga adalah orang-orang yang merasa dekat dengannya.
b) Kindness (Kebaikan)
Pribadi ini baik hati dan murah hati. Ia tak pernah merasa terlalu sibuk untuk
menolong. Ia menikmati melakukan kebaikan, bahkan pada orang asing.
c) Social Intelligence (Kecerdasan Sosial)
Pribadi ini peka terhadap perasaan dan niat orang lain. Ia tahu apa yang harus
dilakukan untuk dapat masuk ke berbagai situasi sosial, dan ia tahu apa yang
harus dilakukan untuk membuat orang lain merasa nyaman.
c. Transcendence (Transendensi)
a) Appreciation of Beauty and Excellence (Apresiasi Terhadap Keindahan dan
Kecemerlangan)

29
Pribadi ini memperhatikan dan mengapresiasi keindahan, kecemerlangan
dan/atau kinerja terampil di berbagai bidang kehidupan, baik tentang alam, seni,
matematika, atau sains, bahkan juga dalam pengalaman sehari-hari.
b) Gratitude (Bersyukur)
Pribadi ini menyadari berbagai hal baik yang terjadi padanya dan tak pernah
mengabaikannya. Teman-teman dan anggota keluarganya tahu bahwa ia adalah
pribadi yang dapat bersyukur, karena ia selalu menyediakan waktu untuk
mengucapkan terima kasih.
c) Hope (Harapan)
Selalu berharap akan yang terbaik di masa depan dan bekerja keras untuk
mewujudkannya. Ia percaya bahwa masa depan adalah sesuatu yang dapat
diupayakan.
d) Humor
Pribadi ini suka tertawa dan menggoda. Membuat orang lain tersenyum
adalah hal yang penting baginya. Ia selalu melihat sisi ringan dan lucu dari
berbagai situasi.
e) Spirituality (Spiritualitas)
Pribadi ini memiliki keyakinan yang kuat dan koheren tentang tujuan dan
makna yang lebih tinggi dari alam semesta. Ia mengetahui posisi dirinya dalam
rancangan yang lebih besar. Keyakinan ini membentuk tindakannya dan menjadi
sumber kedamaian baginya.
d. Temperance (Pengendalian Diri)
a) Self-Regulation (Pengelolaan Diri)
Pribadi ini dengan sadar mengelola apa yang dirasakan dan dilakukannya. Ia
pribadi yang disiplin. Ia mengendalikan selera dan emosinya, bukan sebaliknya.
b) Prudence (Saksama)
Pribadi ini berhati-hati dan pilihan-pilihannya selalu penuh pertimbangan. Ia
tidak mengatakan atau melakukan hal-hal yang akan disesali kemudian.
c) Humility/Modesty (Kerendahan Hati dan Kesederhanaan)

30
Pribadi ini tidak mencari sorotan dan membiarkan pencapainnya sendiri yang
bicara untuknya. Ia tidak memandang dirinya sendiri istimewa atau diatas orang
lain, dan orang lain menyadari dan menghargai kesederhanaannya.
d) Forgiveness and Mercy (Mengampuni dan Berbelas Kasih)
Pribadi ini memaafkan mereka yang bersalah padanya. Ia selalu memberikan
kesempatan kedua bagi orang lain. Prinsip yang membimbingnya adalah belas
kasihan dan bukan belas dendam.
e. Justice (Keadilan)
a) Leadership (Kepemimpinan)
Pribadi ini cemerlang dalam tugas memimpin, mendorong kelompok untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan menjaga harmoni dalam kelompok dengan
membuat semua orang merasa dilibatkan dan diakui. Ia hebat dalam
mengorganisasikan berbagai aktivitasdan membuatnya terlaksana.
b) Fairness (Keadilan)
Memperlakukan semua orang dengan adil adalah prinsipnya. Ia tidak
membiarkan perasaan pribadinya menjadi bias bagi keputusannya tentang orang
lain. Ia memberi kesempatan yang sama untuk semua orang.
c) Citizenship (Menjadi Bagian dari Kelompok)
Pribadi ini cemerlang sebagai bagian dari kelompok. Ia setia dan berdedikasi
bagi rekannya. Ia selalu menjalankan tugasnya dan bekerja keras bagi
keberhasilan kelompok.
f. Wisdom and Knowledge (Kebijaksanaan dan Pengetahuan)
a) Perspectives
Walaupun ia tidak memandang dirinya sendiri bijak, teman-temannya
memandangnya demikian. Mereka menghargai perspektifnya akan berbagai
masalah dan berpaling padanya untuk meminta nasihat. Ia memiliki cara pandang
tentang dunia yang masuk akal baginya dan bagi orang lain.
b) Love of Learning (Suka Belajar)

31
Pribadi ini sangat menyukai belajar hal baru, baik secara formal maupun
informal. Ia selalu suka sekolah, membaca dan mengunjungi museum, dan
baginya segala tempat dan waktu adalah kesempatan unutuk belajar.
c) Open-Mindedness (Keterbukaan Pikiran)
Memikirkan segala sesuatu dengan seksama dan meninjaunya dari berbagai
sisi adalah aspek penting dari pribadi ini. Ia tidak sembrono membuat kesimpulan
dan berpijak hanya pada bukti yang kuat utnuk membuat keputusan. Ia dapat
mengubah pandangannya sendiri berdasarkan masukan data dan fakta yang kuat.
d) Curiousity (Rasa Ingin Tahu)
Pribadi ini memiliki rasa ingin tahu (positif) tentang segala hal. Ia selalu
mengajukan pertanyaan dan merasa bahwa segala topik sangatlah menarik. Ia
suka mengeksplorasi dan menemukan hal baru.
e) Creativity (Kreativitas)
Menemukan hal baru untuk melakukan berbagai hal, adalah bagian penting
dari pribadi ini. Ia tak pernah puas dengan melakukan berbagai hal dengan cara
yang konvensial bila mana ada cara yang lebih baik.21

21
Iman Setiadi Arif, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan, 24-28.

32
KESIMPULAN

Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud. Freud adalah seorang ahli
neurologi, seperti halnya para ahli neurologi lainnya pada masa itu, dia sering
membantu orang-orang yang mengalami masalah-masalah nervous, seperti rasa takut
yang irrasional, obsesi, dan rasa cemas. Dalam membantu penyembuhan masalah-
masalah gangguan mental (mental disorders) tersebut, dia mengembangkan prosedur
yang inovatif yang dinamai psikoanalisis.

Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe belajar yang


menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang
secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Prosesini dinamakan juga
respondent conditioning yang pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada
tahun 1903.

Psikologi Humanistik ini adalah sebuah “gerakan” yang muncul dengan


menampilkan gambaran manusia yang berbeda dengan gambaran manusia dari
psikoanalisis maupun behaviorisme, yakni berupa gambaran manusia sebagai
makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak kearah pengungkapan
segenap potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan.

Sosio kultural berfokus pada kekuatan sosial dan budaya sebagai kekuatan
yang bekerja diluar individu. kekuatan sosial dan budaya inilah yang membentuk
setiap aspek perilaku manusia, mulai dari apa yang kita cium sampai apa yang kita
makan dan dimana kita makan. Banyak dari kita meremehkan pengaruh dari orang
lain, konteks sosial, dan peraturan budaya pada hampir seluruh perilaku kita.

Belajar yang dimaksud adalah proses mental dalam diri individu dalam
perolehan penguasaan dan penyerapan ilmu pengetahuan atau informasi baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotorik, dengan adanya interaksi terhadap lingkungan

33
sekitar agar dapat mendeskripsikan perubahan yang terjadi dalam proses belajar, yang
bersifat positif dalam aspek pengetahuan, maupun aspek psikomotorik yang relatif
permanen.

Psikologi positif adalah “the scientific of study of the strengths and virtues
that enable individuals and communities to thrive. The field is founded on the belief
that people want to lead meaningful and fulfilling lives, to cultivate what is best
within themselves, and to enchance their experiences of love, work and play”
(Positive Pschology Center, University of Pennsylvania). Makna dari tulisan ini ialah
“studi ilmiah tentang strengths dan virtues yang memungkinkan individu dan
komunitas untuk berkembang. bidang ini didirikan berdasarkan keyakinan bahwa
orang ingin menjalani kehidupan yang bermakna dan memuaskan, untuk
menumbuhkan yang terbaik dalam diri mereka, dan untuk meningkatkan pengalaman
cinta, pekerjaan, dan permainan mereka.

34
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Iman Setiadi, Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan.


Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016.

Fathurroman, Muhammad, Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar,


Inovasi dan Teori Pembelajaran. Yogyakarta, Penerbit Garudhawaca, 2017.

Hakim, Thursan, Belajar Secara Efektif . Jakarta, Puspa Swara, 2000.

Koeswara, E., Teori-teori Kepribadian. Bandung, PT Eresco, 1991.

Suardi, Moh., Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta, Deepublish, 2018.

Usber in Psikologi, https://usberstop.wordpress.com/2012/04/04/800/ , 4 April 2012.


Diakses pada hari Rabu, 27 Februari 2019, jam 18.46.

Wade, Carole, dan Carol Tavris, Psikologi: edisi ke-9 jilid 1. Ciracas, Jakarta,
Penerbit Erlangga.

Yusuf, Syamsu, dan Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian. Bandung,


PT.Remaja Rosdakarya, 2012.

35

Anda mungkin juga menyukai