Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN ASESMEN

MATA KULIAH TEORI DAN TEKNIK INTERVENSI KELOMPOK


“Kecenderungan Perilaku Impulsive Buying”

Disusun Oleh :
KELAS C
KELOMPOK 1

Diah Dwi Artanti (201710230311138)


Dwi Kirana Astuti (201710230311144)
Saldi Alvin (201710230311147)
Novayana Laily P (201710230311159)

Dosen Pengampu: Uun Zulfiana, S.Psi., M.Psi


Instruktur : Arini Miftahul Jannah, S. Psi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Impulsive buying merupakan pembelian tanpa adanya perencanaandengan keinginan
kuat yang muncul secara tiba-tiba serta sulit ditahan serta perasaan yang menyenangkan dan
penuh gairah untuk membelinya. Biasanya para pembeli ‘kalap’ pada saat awal bulan dan di
akhir bulannya kehabisan jatah bulanan karena telah digunakan diawal. Tema ini diambil
karena kami banyak menjumpai individu yang berperilaku impulsive buying. Impulsive buying
yang biasanya terjadi adalah ketika seseorang sedang berbelanja di mall, melihat ada pakaian,
sepatu, jam tangan atau yang lainnya yang model baru supaya dirinya dinilai sebagai orang
yang up to date dia membelinya meskipun dari rumah tidak ada rencana untuk membelinya.
Contoh lain yang menggambarkan impulsive buying adalah pada saat seseorang melihat-lihat
online shop ada barang-barang yang menarik perhatian dan langsung memutuskan untuk
membelinya tanpa ada pertimbangan terlebih dahulu seperti kegunaan dan kondisi yang akan
terjadi setelahnya. Alasan kami mengambil tema ini karena ditemui beberapa orang yang ada
dilingkungan sekitar kami yang kecenderungan berperilaku impulsive buying. Beberapa orang
mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Impulsive buying akan menyerang berbagai kalangan
masyarakat. Jika tidak diatasi, hal tersebut akan merugikan individu itu sendiri.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Kristian Yudha Peranginangin dari
Universitas Indonesia melalui tesisnya: “Perilaku Pembelian Impulsif Pada Hypermarket
Carrefour Jakarta” tahun 2011 lalu. Hasilnya ada hubungan positif antara suasana atmosfir gerai
toko terhadap pembelian impulsif. Atmosfir yang dimaksud mencakup tampilan interior,
eksterior, alunan musik, suhu udara, wewangian, kebersihan, karyawan toko, dan lain-lain
(kompasiana.com).
Kebanyakan masyarakat Indonesia terutama generasi muda yang masih dalam usia
yang produktif sekitar (18-29 tahun) atau yang lebih dikenal dengan generasi millenial memiliki
rencana untuk membelanjakan uang mereka untuk membeli barang-barang mewah ditahun
depan dibandingkan dengan tahun ini. Hal itu disimpulkan itu berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mastercard dengan melakukan wawancara kepada generasi milenial yang telah
dilaksanakan pada bulan mei dan juni di tahun 2015. Penelitian ini diikuti kurang lebih sekitar
2.272 generasi millenial dari berbagai negara di Asia Pasifik, antara lain Indonesia, China,
Korea Selatan, Vietnam, hongkong, dan Thailand.
Dalam riset itu, 47% responden dari Indonesia berkeinginan untuk belanja barang-
barang mewah di tahun depan. Di negara-negara Asia pasifik, kebanyakan para pembeli 40%
memiliki keinginan membelanjakan uang mereka dengan jumlah yang sama seperti tahun lalu,
22% para pembeli memiliki rencana untuk lebih hemat dalam belanja, sedangkan 19% memiliki
rencana untuk membelanjakan lebih banyak daripada tahun sebelumnya Barang-barang mewah
yang sangat sering sekali dibeli adalah barang-barang teknologi canggih seperti handphone,
yakni sebanyak 25% dari para generasi millennial di Asia Pasifik memiliki rencana untuk
belanja barang seperti handphone di tahun yang akan datang, dilanjutkan dengan pembelian
pakaian ciptaan para desainer dan barang-barang terbuat dari kulit 17%, beserta perhiasan 17%.
Seperempat dari generasi millennial di beberapa negara Asia Pasifik memiliki rencana
untuk membelanjakan sejumlah nilai yang sangat signifikan untuk barang yang memiliki
teknologi terbaru seperti smartphone di tahun yang akan datang. Hal ini menggambarkan
adanya sebuah pergeseran, dari membeli pakaian rancangan desainer dan perhiasan kini lebih
memilih alat komunikasi berteknologi tinggi,” tutur Eric Schneider, Region Head, Asia Pasifik,
MasterCard Advisors, saat memberikan pernyataan resmi yang diterima CNN Indonesia.
Selain itu, kebanyakan dari generasi millennial di Indonesia 61 % dan India 50% lebih
memilih untuk belanja barang mewah dari produk lokal. Lain halnya dengan generasi millenial
yang ada di Vietnam 60%, China 66%, Hong Kong 52%, dan Korea Selatan 59% yang
kebanyakan lebih memilih barang-barang branded dari negara barat dibandingkan memilih
produk lokal ataupun produk-produk asal Asia lainnya. Selanjutnya, penelitian ini
mengungkapkan bahwa separuh dari generasi millennial di Indonesia 50% dan di Thailand 60%
adalah pelanggan paling impulsif di Asia Pasifik, di mana setidaknya separuh dari pembelian
barang-barang mewah dilakukan dengan spontan, di atas rata-rata regional yaitu 26%. Setengah
responden yang berasal dari Indonesia 50% lebih memilih belanja barang-barang mewah di
outlet lokal dengan harga yang wajar, sedangkan sisanya belanja barang branded ketika sedang
liburan ke luar negeri. Sangat berbeda dengan konsumen yang ada di China yang cenderung
memiliki keinginan lebih besar untuk belanja barang mewah di sebuah toko saat sedang liburan
ke luar negeri (Primadhyta, CNN Indonesia, 2015).
Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi menyebabkan timbulnya
perilaku impulsif buying . Hal ini dapat dibuktikan dalam perilaku impulsif buying yaitu
perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi
prioritas utama dan menimbulkan pemborosan. impulsif buying menjelaskan keinginan untuk
membeli barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai
kepuasan yang maksimal. Perilaku impulsif buying mahasiswi terhadap barang-barang bermerk
banyak tumbuh pada mahasiswi yang berkuliah di kota-kota besar. Seperti contoh kasus di atas.
Salah satu alasanya, mereka ingin menunjukkan diri bahwa mereka juga dapat mengikuti mode
yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah, sehingga para remaja tidak
pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang
mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia perkuliahan. Salah satu penyebab timbulnya
keluhan orangtua, karena sebagian perilaku remaja menimbulkan masalah ekonomi pada
keluarganya.
Dengan banyaknya dampak negatif akibat perilaku impulsif buying ini, maka upaya
bimbingan dan konseling diperlukan dalam menanggulangi perilaku impulsif buying
Bimbingan dan konseling dapat melakukan upaya kuratif, karena apabila perilaku impulsif
buying tersebut dibiarkan maka akan terus mengakar di dalam gaya hidup dan akan berlanjut
sampai Tua. Dampak negatif akan lebih besar terjadi apabila pencapaian finansial didapatkan
melalui segala macam cara yang tidak sehat. Teknik yang digunakan adalah konseling
individual melalui interaksi yang berkelanjutan antara konselor dan konseli sehingga
mengkontrol dirinya dan perilaku impulsif buying tersebut dapat berkurang atau bahkan
menghilang.
B. Tujuan
Tujuan kami mengambil tema impulsive buying ialah untuk merubah atau mengurangi
kecenderungan individu berperilaku impulsive buying.
C. Manfaat
Manfaat dari intervensi kelompok ini yaitu kami berharap individu tersebut bisa
mengurangi dan mengontrol dalam berperilaku impulsive buying.
BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Definisi Variabel
1) Impulsive Buying
Rook (dalam Verplanken, 2001) mendefinisikan pembelian impulsif (impulsive
buying) sebagai pembelian yang tidak rasional dan pembelian yang cepat serta tidak
direncanakan, diikuti dengan adanya konflik fikiran dan dorongan emosional.
Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang mendalam yang
ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli
suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan
dan mengalami konflik di dalam pemikiran.
Solomon dan Rabolt (2009) menyatakan bahwa pembelian impulsif (impulsive
buying) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak
secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan. Kecenderungan untuk membeli secara
spontan ini umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa
tindakan tersebut adalah hal yang wajar (Rook & Fisher dalam Solomon 2009).
Verplanken dan Herabadi (2001) mengatakan bahwa terdapat dua aspek penting
dalam pembelian impulsif (impulsive buying), yaitu:
a. Kognitif (Cognitive)
Aspek ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:
1) Kegiatan pembelian yang dilakukan tanpa pertimbangan harga suatu produk.
2) Kegiatan pembelian tanpa mempertimbangkan kegunaan suatu produk.
3) Individu tidak melakukan perbandingan produk
b. Emosional (Affective)
Aspek ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi:
1) Adanya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian.
2) Adanya perasaan kecewa yang muncul setelah melakukan pembelian.
3) Adanya proses pembelian yang dilakukan tanpa perencanaan.
2) Teknik Intervensi yang Diberikan
Teknik intervensi kelompok yang kami gunakan adalah teknik konseling kelompok yaitu
suatu usaha pemberian layanan bantuan kepada seseorang melalui kelompok dan
direncanakan secara sistematis agar dapat membantu seseorang untuk lebih memahami
dirinya sendiri, mendapatkan informasi yang berguna untuk kedepannya, mampu
membuat keputusan sendiri dengan tepat, serta dapat memperbaiki dan mampu
mengembangkan pemahaman akan dirinya, orang lain dan lingkungan (Wibowo, 2005)

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)


Loudon dan Bitta (dalam Anin, 2012) mengungkapkan faktor‐ faktor yang
memengaruhi pembelian impulsif (impulsive buying), yaitu:
a. Produk dengan karakteristik harga murah, kebutuhan kecil atau marginal, produk
jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang mudah dijangkau.
b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah banyak outlet yang
self service, iklan melalui media massa yang sangat sugestibel dan terus menerus,
iklan di titik penjualan, posisi display dan lokasi toko yang menonjol
c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial demografi atau
karakteristik sosial ekonomi.
BAB III
METODE ASESMEN

A. Data subjek
1. Kriteria subjek yang kami akan ambil untuk melakukan konseling kelompok adalah :
- Pria atau wanita yang berdomisili di Malang
- Mempunyai kecenderungan impulsive buying.
- Mau untuk menyembuhkan atau mengurangi kecenderungan impulsive buying.
2. 8 orang subjek
Nama : AFE
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Mojokerto

Nama : AFA
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Malang

Nama : WSND
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Pelayan
Asal : Madura

Nama : ADK
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Surabaya

Nama : EDIU
Usia : 19 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Lumajang
Nama : LR
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Malang

Nama : AZ
Usia : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Batam

Nama :M
Usia : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Pangkal Pinang

B. Teknik Asesmen
1. Observasi
Observasi adalah salah satu metode asesmen dengan cara mengamati suatu
aktivitas terhadap suatu objek secara cermat, dan dilakukan secara langsung serta
mencatat mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi yang digunakan yaitu
observasi non partsipan Yang dimaksud dengan teknik observasi non partisipan, yakni
pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Teknik
observasi nonpartisipan digunakan karena dalam proses penelitian ini peneliti tidak ikut
serta dalam kegiatan, akan tetapi hanya berperan mengamati kegiatan. Kalaupun ikut
dalam kegiatan itu hanya dalam lingkup yang terbatas sesuai kebutuhan peneliti untuk
memperoleh data yang benar-benar valid.

- Guide Observasi
Aspek yang ingin dilihat Indikator Perilaku
Membeli barang tanpa melihat YA TIDAK Keterangan
harga
Membeli barang yang kurang di
butuhkan dan hanya berdasarkan
rasa senang
Langsung membeli barang yang
diinginkan tanpa
membandingkan produk barang
tersebut dengan produk lainnya
Saat melihat barang yang di
inginkan segera membeli barang
tersebut
Membeli barang tanpa
mempertimbangkan harga
Muncul rasa kecewa atau
menyesal setelah membeli barang
tersebut

2. Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi lisan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih antara narasumber dan pewawancara. Pada asesmen ini wawancara
yang digunakan adalah wawancara terstruktur yaitu wawancara yang dilaksanakan
secara terencana dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah dibuat.

- Guide Interview
1. Barang apa yang biasa anda beli ?
2. Apakah anda selalu melihat dan memikirkan harga terlebih dahulu ketika hendak
membeli barang tersebut?
3. Apakah anda membeli suatu produk karena sesuai dengan kebutuhan anda?
4. Apakah anda selalu berpikir panjang sebelum membeli suatu produk ?
5. Jika anda membeli suatu produk, apakah slalu didasari dengan pertimbangan yang
matang ?
6. Apa yang anda rasakan ketika melihat produk yang anda sukai ?
7. Apakah ada perasaan kecewa atau menyesal setelah anda melakukan pembelian ?
Mengapa ?
8. Apakah produk yang anda beli adalah pembelian yang sudah anda rencanakan
sebelumnya?
9. Sejak kapan anda memiliki sifat suka membeli barang?
10. Apakah mood atau perasaan berpengaruh dengan keputusan anda membeli
barang?
11. Bagaimana perasaan anda setelah membeli barang-brang tersebut?
12. Bagaimana dengan kondisi keuangan anda setelah anda membeli barang tersebut?
13. Apakah hanya dengan cara membeli barang tersebut anda bisa senang atau merasa
lega?
14. Bagaimana respon orang terdekat anda melihat sikap anda yang suka membeli
barang tanpa pertimbangan?
15. Apakah orang dilingkungan anda juga memiliki hal yang sama (impulse
buyying)?
16. Adakah anda memiliki pikiran untuk bisa berhenti dari kebiasaan anda ini?
Kenapa?
17. Apakah anda mempunyai batasan dalam membeli barang tersebut dalam
berbelanja?
18. Jika anda mempunyai batasan dalam berbelanja, apakah anda pernah saat
berbelanjra melebihi batasan itu?
19. Apakah anda sebelum membeli barang tersebut sudah menabung terlebih dahulu
sebelumnya?
20. Apakah anda membeli barang ini selalu rutin misalnya 1bulan sekali atau hanya
pada keadaan tertentu saja? Mempunyai jadwal belanja atau tidak?
(bulanan/mingguan)
21. Selain barang-barang yang sudah dijadwalkan untuk dibeli apa ada tambahan item
pembelian barang? Seberapa sering membeli item tambahan atau barang-barang
yang sebelumnya tidak direncanakan untuk dibeli?
22. Misal uang jajan anda sangat pas-pasan, tapi ada barang yang ingin anda beli, apa
yang anda lakukan ?
23. Apa motivasi anda membeli barang tersebut?
24. Apakah peran penjual/penjaga toko berpengaruh dengan keputusan membeli
barang? Kenapa?
25. Bagaimana kalau barang yang sebelumnya sudah direncanakan untuk dibeli tetapi
sampai disana sudah habis atau tidak sesuia keinginan, mencari yang serupa atau
tidak sama sekali?
26. Apakah anda rela membeli barang berapapun harganya, tanpa melihat kondisi
ekonomi anda ?
27. Bagaimana tanggapan orang sekitar anda mengenai hobby belanja anda tersebut ?
28. Apakah anda pernah mencoba menahan hasrat anda untuk berbelanja ?
29. Ketika teman anda mengajak anda untuk berbelanja, apa yang anda lakukan ?
30. Apakah anda adalah tipe orang yang selalu memperhatikan masalah penampilan
?

3. Skala Likert
Skala penelitian yang digunakan untuk mengukur sikap dan pendapat. Dengan
skala likert ini, responden diminta untuk melengkapi kuesioner yang mengharuskan
mereka untuk menunjukkan tingkat persetujuannya terhadap serangkaian pertanyaan.
Pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini biasanya disebut
dengan variabel penelitian dan ditetapkan secara spesifik oleh peneliti.

Skala Impulsive Buying


No PERNYATAAN JAWABAN
SS S TS STS
1. Saya dapat mengontrol hasrat untuk
membeli produk fashion.
2. Saya segera membeli ketika ada produk
fashion yang menarik.
3. Saya bisa menjadi sangat bersemangat jika
melihat produk fashion yang menarik dan ingin saya
beli.
4. Saat melihat produk fashion yang menarik, saya tidak
merasa kecewa ketika tidak membelinya.

5. Saya suka membeli produk fashion tanpa berpikir


terlebih dahulu.
6. Saya membeli produk fashion sesuai
dengan perencanaan sebelumnya.
7. Saya membeli produk fashion karena saya
sangat menyukainya.
8. Saya mampu meninggalkan toko yang
menjual produk fashion yang saya sukai tanpa
membelinya.
9. Saya dapat menahan diri untuk tidak
tergoda dan langsung membeli produk fashion.

10. Saya sering membeli produk fashion melebihi apa yang


saya rencanakan
sebelumnya.
11. Saya membeli produk fashion ketika saya
membutuhkannya.
12. Sulit bagi saya melewatkan produk fashion
yang saya sukai.

No PERNYATAAN JAWABAN
SS S TS STS

13. Saya hati-hati ketika memutuskan untuk


membeli produk fashion.
14. Saya membeli produk fashion yang sedang menjadi
trend meskipun terkadang saya
tidak membutuhkannya.
15. Saya suka berpikir panjang terlebih dahulu
sebelum saya membeli produk fashion.
16. Saya membeli produk fashion sesuai
kebutuhan saya.
17. Saya membeli produk fashion dengan
pertimbangan yang matang.
18. Saya mampu menahan hasrat untuk
membeli produk fashion yang saya
inginkan.
19. Saya membeli produk fashion tanpa alasan.

20. Saya berpikir jangka panjang sebelum


membeli produk fashion.
21. Saya akan membeli produk fashion yang
menarik hati saya berapapun harganya.
22. Saya lebih suka menabung uang saya
daripada membeli produk fashion yang saya
inginkan.
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Aspek
Aspek Kognitif 2, 5, 10, 14, 19 6, 11, 13, 15, 17, 20 11
Aspek 3, 7, 12, 21 1, 4, 8, 9, 16, 18, 22 11
Emosional(Afektif)
22

C. Agenda Kegiatan Asesmen


Hari/tanggal Kegiatan Tujuan Waktu Tempat
Asesmen
Senin,12 Melakukan Untuk mengetahui 19.00 – 20.00 Gazebo
November wawancara perilaku impulsive Perpustakaan
2019 dengan subjek buying subjek UMM.
1 dan 2.
Selasa, 13 Melakukan Untuk mengetahui 15.00-16.00 Gazebo
November wawancara perilaku impulsive Perpustakaan
2019 dengan subjek buying subjek. UMM.
3 dan 4.
Rabu, 14 Melakukan Untuk mengetahui 19.00 – 20.00 GKB 4 Lantai 3
November observasi perilaku impulsive
2019 dengan subjek buying subjek
1 dan 2
Kamis, 15 Melakukan Untuk mengetahui 19.00 – 20.00 GKB 4 Lantai 3
November observasi perilaku impulsive
2019 dengan subjek buying subjek
3 dan 4.
Jum’at, 16 Melakukan Untuk mengetahui 16.00-17.00 Tirto Utomo
November wawancara perilaku impulsive
2019 dengan subjek buying subjek
5 dan 6
Sabtu, 17 Melakukan Untuk mengetahui 15.00-16.00 GKB 4 Lantai 9
November wawancara perilaku impulsive
2019 dengan subjek buying subjek
7 dan 8.
Minggu, 18 Melakukan Untuk mengetahui 19.00 – 20.00 GKB 4 Lantai 9
November observasi perilaku impulsive
2019 dengan subjek buying subjek
5 dan 6
Senin, 19 Melakukan Untuk mengetahui 19.00 – 20.00 Bukit Cemara
November observasi perilaku impulsive Tujuh
2019. dengan subjek buying subjek
7 dan 8.
BAB IV
HASIL ASESMEN

A. Deskripsi Permasalahan

Nama : AFE
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Mojokerto
Menurut hasil asesmen yang kami lakukan terhadap subjek AFE dalam wawancara
didapatkan hasil bahwa ia lebih suka membeli produk seperti pakaian, sepatu dll yang
berkaitan dengan benda yang menunjang penampilan. Ia lebih memilih berbelanja barang
tersebut daripada make up atau skincare seperti kebanyakan wanita pada umumnya.
Dikarenakan ia tidak begitu suka berdandan. Lalu alasan lainnya karena ia lebih suka
membeli barang yang sekiranya dapat dipakai di jangka waktu yang lama, karena make up
hanya bisa dipakai dalam kurun waktu yang singkat. AFE ketika berbelanja, cenderung
melihat nominal harganya, karena ketika ia suka pada produk itu maka ia akan membelinya,
jika ia tidak bisa memilikinya maka ia akan kepikiran. Ia juga akan menggunakan uang
jajan nya jika memang keadaan ekonomi nya sedang tidak stabil. Namun, terkadang ia
membeli barang-barang tersebut bukan atas dasar karena memang ia membutuhkannya.
Seringkali ia melihat pakaian yang bagus dan ia suka modelnya di applikasi belanja
online Shopee, ia langsung saja membeli. Karena ia merasa bahwa ia ingin segera memiliki
barang tersebut. Ketika barang itu datang, terkadang tidak sesuai dengan apa yang ia
harapkan. Ia juga menceritakan bahwa ketika ia sedang berbelanja di pusat pembelanjaan,
terkadang ia membeli barang yang tidak sesuai dengan rencana sebelumnya. Hal itu terjadi
karena barang yang dibeli tidak ada yang sesuai keinginan, lalu dengan begitu ia seringkali
membeli jenis barang lain. Ia mengatakan bahwa motivasi ia suka belanja pakaian ialah
karena memang ia adalah tipe orang yang sangat memperhatikan penampilan, sehingga ia
harus berpenampilan matching dari atas sampai bawah. Terkadang terlintas dalam
pikirannya kalau dia ingin berubah, dan ingin rajin menabung. Walaupun orang sekitarnya
tidak begitu ikut campur dengan kebiasaan AFE, namun ia ingin merubah itu.
Mengenai hasil observasi yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa subjek
AFE cenderung tidak melihat harga saat ingin membeli suatu barang. Ia tidak
mempertimbangkan barang yang ia beli apakah suatu kebutuhan atau hanya berdasarkan
perasaan senang ketika sudah memilikinya. Ia juga cenderung tidak melakukan
perbandingan dengan produk lain. Sehingga barang yang sudah ia inginkan, sesegera
mungkin ia harus membelinya. Lalu, setelah AFE mengisi skala yang kami
berikan,didapatkan hasil bahwa pada saat ia berbelanja, ia lebih mengutamakan perasaan
emosional daripada kognitifnya.

Nama : AFA
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Malang
Menurut hasil asesmen yang kami lakukan terhadap subjek AFA dalam wawancara
didapatkan hasil bahwa barang yang seringkali ia beli ialah baju, jilbab dan alat tulis yang
lucu. Pada saat itu ia pernah kebingungan dalam membeli alat tulis yang lucu, dan disajikan
dengan pilihan warna yang menarik. Ia bingung antara ketiga warna itu mana yang harus
ia pilih, sehingga pada akhirnya ia membeli ketiganya, Walaupun itu barang yang serupa,
ia tetap membelinya dengan harga berapapun. Karena ia berpikir belum tentu nantinya akan
ada barang yang sama pula. Dalam membeli suatu barang, AFA kurang dalam
mempertimbangkan segala hal. Apapun yang ada dihadapannya, dan ia merasa bahwa ia
suka dan ingin membeli, ia pasti akan membelinya. Maka dari itu kedua orang tua nya tidak
memberi uang lebih kepadanya. Akibat dari sikapnya yang selalu asal beli barang tanpa
mempertimbangkan apakah ia butuh atau tidak ialah dengan timbulnya rasa kecewa.
Setelah ia sampai dirumah atau beberapa waktu setelah ia berbelanja, ia sadar bahwa itu
semua tidak begitu dibutuhkan.
Mood atau perasaan yang ia alami sangat berpengaruh terhadap keputusan dia untuk
berbelanja. Semisal mood negatif sedang ia rasakan, disitulah lima buah es krim harus
segera ia beli untuk meredakan mood tersebut. Ia memiliki kecenderungan perilaku
impulsive buying ini sejak ia kecil,dan ternyata AFA dan mama nya sama-sama memiliki
kecenderungan perilaku impulsive buying. Suatu hal yang wajib dalam setiap bulan ia harus
belanja. Terkadang ia belanja melebihi target yang sudah sesuaikan. Ketika ia sudah
mentargetkan membeli suatu barang tertentu, namun barang itu sudah tidak ada, mood
negative akan muncul dengan sendirinya. Untuk mengobati rasa kecewa tersebut, ia tetap
membeli barang lain walaupun beda dari sebelumnya. AFA pernah berpikiran untuk
merubah sifat itu karena menurutnya itu terlalu berlebihan. Lalu, hasil observasi dapat
disimpulkan bahwa subjek seringkali spontan ingin membeli suatu barang yang ada
dihadapannya. Kemudian untuk hasil dari skala yang sudah diberikan ialah, subjek
cenderung pada aspek kognitif dalam berbelanja, dibandingkan perasaan emosionalnya.
Nama : WSND
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Pelayan
Asal : Madura
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dapat dilihat bahwa memang subjek ini
memiliki sifat yang sesuai yaitu impulsive buying. Sama seperti subjek sebelumnya subjek
ini juga sangat senang berbelanja pakaian yang sebetulnya dia tidak membutuhkan, ketika
temannya memberi tahu untuk tidak membeli pun dia tidak menghiraukan, karena dia
bilang kalau bahagianya sangat bergantung dengan pembelian baju yang dia lakukan, dan
lucunya lagi setelah membeli pakaian tersebut dia memiliki rasa kecewa.
Hasil observasi menunjukkan bahwa memang subjek ini memiliki sifat sesuatu
dengan yang telah dia katakan ketika wawancara, caranya membeli pakaianpun sangat
singkat, bahkan dia rela pergi jauh ke mall sendirian dan hanya untuk membeli 1 pakaian
yang dia sukai kemudian pulang (observasi via VC). Ketika kami jalan bersama ke salah
satu mall, tempat yang pertama dia tuju adalah toko pakaian dan dalam sekejap dia sudah
membawa 1 kantong belanjaan.
Dari hasil skala yang telah kami berikan dan sudah diisi oleh subjek ada 2 aspek yang
kami ambil yaitu aspek kognitif dan afektif, dan dapat kita lihat bahwa subjek lebih
menguatamakan afektif atau emosionalnya dibanding pikirannya

Nama : ADK
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Surabaya
Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan subjek ini memiliki permasalahan yang
mengarah pada sikap impulsive buying, yaitu dalam hal membeli pakaian. Subjek ini
ketika merasa stress/dalam keadaan tertekan cenderung melampiaskan masalahnya pada
pembelian pakaian yang dia gemari saat pertama melihat, bahkan subjek tidak segan untuk
meminjam uang kepada temannya demi mendapatkan pakaian yang dia sukai. Ketika
ditanya apakah tidak ada hal lain yang dapat dia lakukan agar stressnya hilang dia bilang
tidak ada karena hanya dengan cara tersebut dia bisa mendapatkan kesenangannya bahkan
dia tidak peduli dengan harga pakaian yang dia sukai.
Hasil observasi yang didapat sangat sesuai dengan skala yang telah kami berikan.
Dapat terlihat bahwa sifat yang ditunjukkan subjek sangat sesuai dengan kriteria impulsive
buying. Subjek tidak melihat harga dan langsung membelinya bahkan sebenarnya pakaian
yang dia beli ukurannya kurang besar untuk ukuran tubuhnya.
Dari hasil skala dapat kita lihat bahwa subjek ini tinggi pada point kognitifnya yang
artinya subjek lebih mengutamakan kognitif atau pikirannya dibanding dengan afektif atau
emosionalnya.

Nama : EDIU
Usia : 19 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Lumajang
Produk yang biasa dibeli oleh subjek adalah barang-barang yang unik seperti
miniatur hiasan di kendaraan. Biasanya belanja online yang dipertimbangkan bukan
harganya namun kecepatan pengirimannya serta warnanya meskipun barang-barang yang
dibeli tidak bermanfaat dimata orang lain tapi menurut subjek E barang yang dibeli ini
bermanfaat untuk menghibur diriinya dan juga ada kesenangan tersendiri setelah membeli
barang-barang tersebut. Kalau sudah membeli barangrasanya sangat senang dan langsung
dimainkan atau digunakan. Dalam membeli produk biasanya langsung mengambil saja
tanpa ada perencanaan terlebih dahulu terutama pada makanan, namun selain makanan
biasanya hanya sedikit pertimbangan yang pada akhirnya membeli barang tersebut. Mood
yang bagus mempengaruhi keputusan membeli subyek, perilaku ini disadari telah
dilakukan sejak semester lalu (semester 1) belum pasti dikarenakan apa hanya muncul
keinginan ingin membeli barang-barng lucu yang dilihat mata. Setelah pembelian barang
subyek masih simpanan sedikit yang cukup untuk makan. Sebenarnya tidak ada yang
melarang subyek dalam membeli barang-barang tersebut malahan dari keluarganya juga
orang-orang yang mengoleksi barang-barang unik seperti itu namun ada beberapa
temannya yang ‘julid’ dengan perilaku subyek seperti ini. Subyek memiliki batasan untuk
barang-barang yang akan dibeli namun belum pernah melebihi batasan-batasan tersebut.
Kalau sudah merencanakan untuk membeli sesuatu namun setelah sampai ditokonya
barangnya habis/warnanya tidak sesuai keinginan/ukuran tidak pas/ subyek akan membeli
barang lain yang serupa dan harus mendapatkan barangnya.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan, terlihat bahwa subjek mempunyai sifat
impulsive buyying karena memenuhi aspek-aspek dari impulsive buyying serta sesuai
dengan hasil skala yang telah diisi oleh subjek. Perilaku yang timbul yang sesuai dengan
aspek-aspek impulsive buyying seperti pembelian barang tanpa melihat harga, membeli
barang yang kurang dibutuhkan dan hanya berdasar rasa senang, langsung membeli barang
yang diinginkan tanpa membandingkan produk tersebut dengan produk lain, dan saat
melihat barang yang diinginkan segera membeli barang tersebut. Skala yang digunakan
memilik 2 aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif, dari hasil yang telah dilakukan
dengan mengisi skala oleh subjek didapatkan hasil pada aspek afektif yang lebih
mendominasi yang berarti subjek lebih mengutamakan emosinya daripada pertimbangan
kognitif saat berbelanja.

Nama : LR
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Malang
Dari pertanyaan yang dijawab, kebanyakan barang yang banyak dibeli adalah
skincare, alat-alat kosmetik dan porselen namun lebih ke skincare karena menurut subjek
ini adalah kebutuhannya yang paling penting. Terkadang kurang mempertimbangkan harga
apabila memang barangnya benar-benar bagus. Perasaannya sangat senang apabila barang
yang diinginkan sudah terbeli bahkan sesegera mungkin untuk mencobanya, kalau
barangnya ga sesuai dengan harapan pasti sangat kecewa. Meskipun subjek sudah
membuat list-list kebutuhannya selama sebulan tetapi masih ada item tambahan yang
dibeli. Menyadari sifat suka membeli sudah dilakukan sejak SMP, menurut subjek merawat
wajah bukan sekedar untuk cantik tapi dengan merawat wajah subjek lebih dianggap ada
oleh orang-orang sekitar. Perasaan sangat dan peran penjaga toko sangat mempengaruhi
keputusan membeli dari subyek, misalnya pada hari itu subyek sedang senang dan penjaga
toko sangat ramah barang-barang yang dilihat seperti memiliki nilai positif dan berguna
namun pada saat mood-nya sedang buruk semua barang memiliki nilai negatif seperti akan
tidak cocok bila dipakai oleh subyek. Kondisi keuangan setelah membeli barang-barang
bisa dibilang masih dalam keadaan yang cukup aman. Terkadang kalau ada baraang-barang
yang tidak atau belum terbeli kepikiran sampai terbawa mimpi. Subyek merupakan orang
yang cukup tertutup masalah skincare dan barang-barang yang dibeli, jadi sedikit orang
disekitarnya yang mengomentari hal tersebut, kalau dari kakak perempuan mendukung hal
ini karena kakaknya juga seperti subyek namun dari ibu melarang karena berpikiran bahwa
produk-produk yang digunakan subyek merupakan produk yang berbahaya bagi kesehatan
jangka panjangnya. Subyek memiliki batasan untuk barang-barang yang akan dibeli namun
sangat sering melewati batasan-batasan tersebut karena ada budget khusus untuk skincare
dan jajan. Kalau sudah merencanakan untuk membeli sesuatu namun setelah sampai
ditokonya barangnya habis/warnanya tidak sesuai keinginan/ukuran tidak pas/ subyek akan
menunggu sampai barang yang diinginkan tersedia.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan, terlihat bahwa subjek mempunyai sifat
impulsive buyying karena memenuhi aspek-aspek dari impulsive buyying, sesuai dengan
hasil skala yang telah diisi oleh subjek serta wawancara yang telah dilakukan. Aspek-asek
impulsive buyying yang sesuai ini seperti membeli barang tanpa melihat harga, membeli
barang yang kurang dibutuhkan dan hanya didasarkan rasa senang, saat melihat barang
yang diinginkan segera membeli barang tersebut serta membeli barang tanpa pertimbangan
harga. Skala yang digunakan memilik 2 aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif, dari
hasil yang telah dilakukan dengan mengisi skala oleh subjek didapatkan hasil pada aspek
kognitif yang lebih mendominasi yang berarti subjek lebih mengutamakan pertimbangan
kognitif dibandingkan emosinya pada saat berbelanja.

Nama : AZ
Usia : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Batam
Dari hasil wawancara yang kami sudah lakukan pada subjek disini terlihat beberapa
permasalahan implusive buying. Subjek disini mengatakan bahwa barang-barang yang
biasa dibeli oleh subjek yaitu baju, jilbab. Subjek biasanya membeli baju ini di awal bulan
dimana subjek disini diberi uang bulanan oleh orang tua. Disini subjek memiliki batasan
untuk membeli barang misalnya maksimal tiga ratus ribu, tetapi subjek mengatakan bahwa
terkadang subjek membeli barang itu melebih batas maksimal tersebut. Awal dari sifat suka
membeli barang seperti ini muncul saat di smester 3 dan terikut suka belanja oleh teman-
temannya. Dan semenjak smester 3 ini subjek selalu membeli baju seperti ini wajib setiap
bulan. Subjek saat membeli barang tidak pernah menggunakan uang tabungan melainkan
hanya menggunakan uang bulanan yang di berikan. Biasanya pertimbangan untuk membeli
barang ini subjek hanya melihat dari ukuran saja. Dan dari lingkungan terdekatnya seperti
teman atau keluarga biasanya lebih menasehati. Biasanya setelah belanja jarang kecewa
atau sedih tapi terkadang jika belanja di online shop jika barangnya nggak sesuai ekspetasi
subjek merasa kecewa membeli barang tersebut.
Hasil observasi pada subjek ini sesuai dengan pernyataan wawancara serata sesuai
juga dengan skala yang kami berikan. Dan dari observasi yang kami liat disini subjek juga
memiliki sifat atau kebiasaan implusive buying. Seperti subjek langsung membeli barang
dan tidak melihat harga, kemudian subjek juga sering membeli barang yang kurang di
butuhkan, dan juga saat melihat barang yang diinginkan segera ingin membelinya. Tetapi
meskipun begitu subjek tetap membandingkan barang tersebut dengan produk lain karena
subjek lebih suka melihat brand barang tersebut meskipun barang tersebut cukup mahal.
Dari hasil pengisian skala kami yang memiliki 2 aspek yaitu aspek kognitif dan afektif
disini subjek lebih mengutamakan keduanya tetapi subjek lebih cendrung menggunakan
kognitf atau pikirannya dibandingkan afektif atau emosinya.

Nama :M
Usia : 18 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Asal : Pangkal Pinang
Dari hasil wawancara yang di lakukan subjek ini mempunyai beberapa permasalahan
dari implusive buying. Barang-barang yang biasanya di beli oleh subjek adalah barang-
barang K-pop seperti album dari K-pop, foto-foto dan sebagainya. Dan barang K-pop ini
juga mempunyai harga yang terbilang mahal terutama album. Subjek terkadang bisa
menahan terkadang tidak untuk mau membeli barang-barang ini, subjek mengatakan yang
bisa menahan untuk tidak membeli barang ini adalah kualitas, atau konsep dari barang
tersebut terlepas dari itu jika subjek suka dengan barang tersebut maka langsung di beli.
Tetapi meskipun begitu subjek tetap menjaga untuk tidak membeli barang di atas lima ratus
ribu meskipun beberapa kali subejk tetap membeli harga di atas itu. subjek tidak pernah
kecewa atau menyesal dengan apa yang di beli meskipun harga barang tersebut mahal. Dan
dari orang terdekat seperti keluarga ada yang kurang setuju dengan subjek mebeli barang-
barang ini tetapi keluarga subjek ini hanya sekedar menaehati, dan dari lingkungan teman
sendiri tidak ada yang melarang dan lebih banyak yang penasaran dengan barang tersebut.
Subjek meskipun di ajak jalan untuk berbelanja oleh temannya dia tidak ikut belanja dan
hanya ikut jalan saja.
Dari hasil observasi yang kami lakukan pada subjek ini disini subjek terlihat sesuai
atau mempunyai sifat implusive buying karena memenuhi syarat atau aspek-aspek dari
implusive buying ini. Beberapa perilaku yang timbul dan sesuai dengan aspek yaitu seperti
membeli barang tanpa melihat harga, lalu membeli barang yang kurang di butuhkan,
langsung membeli barang tanpa membandingkan dengan produk lainnya. Dan hasil
observasi ini sesuai dengan wawancara dan skala yang sudha kami berikan. Dari hasil
pengisian skala kami yang memiliki 2 aspek yaitu aspek kognitif dan afektif disini subjek
lebih mengutamakan afektif atau emosionalnya dibandingkan kognitif saat ingin
berbelanja.
B. Analisa Masalah
Menurut hasil asesmen yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa delapan orang
subjek memiliki permasalahan yang sama dalam membeli suatu produk. Mereka cenderung
membeli barang tanpa melihat harga, melainkan mereka membeli barang tersebut atas dasar
menyukainya. Karena, menurut mereka, dengan membeli suatu barang yang ia sukai akan
menimbulkan perasaan senang dan puas akan hal itu. Mereka juga seringkali membeli suatu
barang melebihi apa yang sudah ditargetkan sebelumnya, karena kurang mampu
mengontrol hasrat dalam berbelanja. Rata-rata seluruh subjek tidak memikirkan kondisi
keuangan mereka, dan lebih mementingkan hasrat mereka dalam membeli suatu produk.
Lalu, kami menganalisis menggunakan pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif sendiri
yaitu dimana individu memiliki potensi dalam berpikir, baik rasional dan irrasional.
Ketiga subjek juga memiliki kecenderungan perilaku impulsive buying yang dilihat
melalui pendekatan behavioristik. Seperti contoh subjek terbiasa melakukan perilaku
tersebut karena melihat apa yang ada di lingkungan sekitarnya, misalnya keluarga dan
teman sebaya. Lingkungan sekitar subjek, secara tidak langsung membuat subjek
berperilaku impulsive buying. Jika dianalisis melalui pendekatan behavioristik menurut
Skinner bahwa tingkah laku individu disebabkan dan dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal.
Dalam asesmen yang telah kami lakukan ada dua aspek yang kami temukan yaitu
yang pertama aspek kognitif dan aspek emosional, untuk lebih jelasnya sebagai berikut :
Untuk aspek kognitif kami menemukan bahwa subjek melakukan pembelian tanpa
pertimbangan harga terhadap suatu produk, hal ini terlihat ketika kami melakukan observasi
dan juga sesuai dengan wawancara dan questionare yang telah kami bagikan. Lalu, kami
juga menadapatkan data kognitif bahwa subjek melakukan pembelian tanpa melakukan
pertimbangan terlebih dahulu mengenai kegunaan barang yang hendak dia beli, hal ini
sesuai dengan wawancara yang sudah kami lakukan. Kemudian, kami juga menemukan
data kognitif yang menunjukkan bahwa subjek ini ketika melakukan pembelian suatu
produk tidak melakukan perbandingan antara produk yang akan dia beli dengan produk
yang lainnya.
Aspek ini didukung oleh data observasi dan wawancara yang sudah dilakukan
sebelumnya. Lalu, untuk aspek emosional yang muncul ialah subjek memiliki dorongan
perasaan untuk segera melakukan pembelian terhadap barang yang dia gemari, aspek ini
terlihat saat kami melakukan observasi secara langsung maupun wawancara yang telah
kami lakukan. Kemudian, subjek juga memiliki perasaan kecewa setelah melakukan
pembelian barang tersebut, hal ini sesuai dengan observasi dan data wawancara yang sudah
kami lakukan. Lalu, subjek melakukan proses pembelian tanpa perencanaan yang matang,
aspek ini kami temukan ketika kami melakukan observasi dan didukung oleh jawaban
subjek ketika wawancara berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, E. D. (2018). Impulse buying pada mahasiswa di Banda Aceh. Psikoislamedia:


Jurnal Psikologi, 2(2), 170-183.

Anin, A., Rasimin, B. S., & Atamimi, N. (2008). Hubungan self monitoring dengan
impulsive buying terhadap produk fashion pada remaja. Jurnal psikologi, 35(2),
181-193.

Rahmi, S. (2015). Pengaruh Pendekatan Perilaku Kognitif terhadap Tingkat Penyesuaian Diri
Siswa di Kelas VII SMP Negeri 29 Makassar. Jurnal Psikologi Pendidikan &
Konseling Vol No.

Umaimah, R. (2017). Konsep Skinner Tentang Pembentukan Perilaku pada Pendidikan Anak
Usia Dini (Studi Terhadap TK Al Tarmasi Pacitan). Transformasi: Jurnal Studi
Agama Islam, 10(1), 154-176.

Anda mungkin juga menyukai