Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DAN

KETERLIBATAN ORANG TUA TERHADAP PROKRASTINASI


AKADEMIK REMAJA

Novayana Laily Pahlawati


Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
nlailyp123@gmail.com

Mengerjakan tugas akademik sudah menjadi suatu kewajiban bagi peserta didik. Tetapi masih
banyak peserta didik yang melalaikan tugas akademik, hal tersebut dinamakan prokrastinasi
akademik. Prokrastinasi akademik tidak semata-mata terjadi tanpa alasan, ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya seperti dukungan sosial dari teman sebaya dan keterlibatan orang tua.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial teman sebaya
terhadap prokrastinasi akademik pada remaja dan untuk mengetahui pengaruh keterlibatan
orang tua terhadap prokrastinasi akademik pada remaja. Penelitian ini menggunakan
pendekatakan kuantitatif korelasional dengan pengambilan sampel menggunakan teknik
insidental sampling. Subjek penelitian melibatkan 349 orang remaja yang terdiri dari laki-laki
dan perempuan, berusia 12-21 tahun, berstatus sebagai pelajar/mahasiswa disebuah instansi
pendidikan, dan memiliki kedua orang tua (ayah dan ibu). Metode pengumpulan data
menggunakan skala likert yang terdiri dari skala dukungan sosial teman sebaya, keterlibatan
orang tua dan prokrastinasi akademik, metode analisa data regresi linier berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua
berpengaruh positif terhadap prokrastinasi akademik sebesar 46%.

Kata Kunci: dukungan sosial teman sebaya, keterlibatan orang tua, prokrastinasi akademik

Do the academic tasks has become an obligation for students. But there are still many
students who neglect their academic task, this is called academic procrastination. Academic
procrastination does not happen without a reason, there are several factors that influence it
such as peer support and parental involvement. The purpose of this study was to determine
the effect of peer support and parental involvement on academic procrastination in
adolescents. The research design is quantitative research using incidental sampling
techniques. The research subjects involved 349 teenagers consisting of boys and girls, aged
12-21 years, as students in educational institution, and had parents (father and mother). The
research used a likert scale consisting of a peer support, parental involvement and academic
procrastination scale. The analysis technique used is multiple linear regression. The results
showed that peer support and parental involvement had a positive effect on academic
procrastination by 46%.

Keywords: peer support, parental involvement, academic procrastination


Di dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari kegiatan akademik yang menuntut peserta didik
remaja untuk ikut serta didalamnya. Seperti contoh ialah dalam mengerjakan tugas-tugas
sekolah, pastinya hal tersebut menjadi suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh seluruh
peserta didik. Tetapi, kenyataanya masih ada siswa yang melalaikan tugas akademik. Mereka
mengerjakan tugas akademik mendekati waktu yang telah ditentukan oleh pengajar, peserta
didik lebih memilih alternatif yang biasanya disebut SKS (Sistem Kebut Semalam). Bahkan
ada beberapa peserta didik yang tidak mengumpulkan tugas dengan alasan tidak memahami
materi, tidak ada yang membantu dalam pengerjaan tugas, dan masih banyak alasan lainnya.
Terkadang dari banyaknya tugas dalam setiap mata pelajaran membuat peserta didik merasa
bosan dan jenuh. Bahkan guru sudah mengingatkan berkali-kali sampai menemui orang tua
namun peserta didik tetap mengulanginya kembali. Sehingga peserta didik remaja cenderung
mengabaikan tugas sekolah dan lebih memilih untuk melakukan aktivitas lebih
menyenangkan yang menghasilkan uang. Peserta didik yang peneliti temui, seperti bermain
game hingga larut malam, menonton acara televisi dalam jangka waktu yang lama, jalan-jalan
di tempat perbelanjaan/mall dan hal tersebut akan berdampak pada penundaan dalam
melakukan pekerjaan (Savitri, 2011). Perilaku ini biasa dinamakan prokrastinasi akademik.
Remaja yang mengalami prokrastinasi akademik jika tidak dikenali dan ditangani maka akan
memberikan dampak negatif bagi remaja tersebut.

Menurut hasil penelitian terkait prokrastinasi akademik yang dilakukan di Sekolah Menengah
Atas di Yogyakarta oleh Munawaroh, M. L., dkk (2017) didapatkan hasil sebesar 17,2%
responden menduduki tingkat tinggi; sebesar 77,1% responden menduduki tingkat sedang;
dan sebesar 5,7% menduduki nilai yang rendah. Penelitian Titu M. F., dkk. (2020) juga
didapatkan hasil sebanyak 6% responden memiliki tingkat prokrastinasi tinggi, 46%
responden menduduki nilai sedang, 42% lainnya menduduki nilai yang rendah, kemudian 6%
memiliki tingkat prokrastinasi akademik sangat rendah. Lalu pada penelitian yang dilakukan
oleh Winahyu, D.M.K., & Wiryosutomo, H.W.(2020) di salah satu SMA di wilayah Sidoarjo
mendapatkan hasil tingkat prokrastinasi dalam kategori tinggi sebanyak 16% dari subjek
penelitian, kemudian 67% dalam kategori sedang, lalu 17% subjek memiliki tingkat
prokrastinasi dalam kategori rendah. Kemudian terdapat penelitian mengukur tingkat
prokrastinasi ditinjau dari segi jenis kelamin yang mana untuk siswa laki-laki dengan hasil
kriteria tinggi sebanyak 38,09%, sedang 33,34%, rendah 28,57%. Perhitungan untuk siswa
perempuan kriteria tinggi sejumlah 37,50%, kriteria sedang 35,23% dan kriteria rendah
27,28%, Erfantinni, dkk. (2016). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Saraswati, P.
(2017) yang mana didapat hasil besarnya sumbangan prokrastinasi dan jenis kelamin ialah
sejumlah 11%, yang mana 3,9% diperoleh karena prokrastinasi dan 7,1% disebabkan oleh
jenis kelamin. Serta dari hasil tersebut ditemukan bahwa prestasi yang dimiliki oleh
perempuan melibihi prestasi yang dimiliki laki-laki.

Prokrastinasi berdampak pada banyak waktu yang seharusnya dimanfaatkan dengan baik,
justru terbuang sia-sia, tugas akademik yang bersifat penting akan terabaikan, dan apabila
dikerjakan maka hasil tidak akan optimal, menurut Ferrari (dalam Munawaroh M. L., dkk,
2017). Ditambah lagi dari waktu ke waktu teknologi semakin canggih karena selalu terjadi
perubahan. Serta anak-anak dan remaja zaman sekarang sudah mampu dalam mengakses
handphone, bermain sosial media, bermain game online dan lain sebagainya. Lalu, mereka
juga mudah terpengaruh teman untuk bermain daripada mengerjakan tugas akademik yang
lebih penting. Siswa remaja yang menunda mengerjakan tugas, semata-mata terjadi bukan
tanpa alasan, dan pasti memiliki sebab sehingga bisa melakukan hal tersebut. Terdapat faktor
internal dan eksternal pada diri individu yang melakukan prokrastinasi, Ghufron & Risnawita
(2012). Faktor Internal merupakan faktor yang didapatkan dari dalam diri seseorang yang bisa
memengaruhi terjadinya prokrastinasi. Faktor tersebut mencangkup pada kondisi fisik dan
kondisi psikologis dari individu. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang didapatkan
dari luar individu tersebut. Faktor-faktor itu berupa pengasuhan orangtua, guru yang masih
belum memiliki banyak ketrampilan dan pengalaman, pengaruh teman sebaya, kegiatan yang
mengalihkan perhatian peserta didik terhadap tugas akademik, serta lingkungan yang kurang
dari pengawasan.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa teman sebaya juga menjadi salah satu
aspek terjadinya prokrastinasi akademik remaja. Anak remaja cenderung mudah terpengaruh
terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan pertemanan.Hubungan dengan teman
sebaya, terutama jika membahas terkait persahabatan maka hal tersebut berperan dalam
aktivitas individu dan sosial para remaja. Jika individu berada di lingkungan persahabatan
yang baik, maka otomatis individu tersebut akan memiliki semangat untuk mencapai hasil
belajar yang optimal dan dapat meningkatkan harga diri. Serta sebaliknya jika lingkungan
sekitar individu kurang mendukung dalam tercapainya tujuan belajar yang optimal, otomatis
akan menghambat dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Kehidupan sosial remaja akan
berkembang dilihat dari peningkatan hubungan teman sebaya dalam aktifitas sehari-hari
remaja. Hal ini terjadi ketika remaja menghabiskan sebagian waktu mereka dengan
berinteraksi dengan teman sebaya atau sahabat mereka (Santrock, 2007). Seseorang yang
memperoleh dukungan dari teman atau sahabat, akan merasakan bahagia, mendapatkan
perhatian, dihargai, rasa kepedulian, dan juga merasakan bantuan secara langsung yang
diberikan oleh teman tersebut, menurut Sarafino & Smith (2011). Adapun bentuk dukungan
yang didapatkan dari teman sebaya kepada seseorang, yakni berbentuk dukungan secara
emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi.

Menurut Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2012) mengatakan bahwa pada masa remaja,
sahabat merupakan menjadi hal penting dalam memenuhi kebutuhan sosial. Hubungan
kelekatan tersebut akan meningkat pada remaja awal, sehingga memotivasi remaja untuk
mencari sosok seorang sahabat. Jika pada remaja gagal dalam menjalin hubungan yang akrab
dengan sahabat, maka akan menimbulkan rasa kesepian dan kemampuan akan menilai dirinya
berharga (self-worth) akan menurun. Terdapat pernyataan dari remaja bahwa mereka lebih
banyak bergantung dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orang tua dalam kegiatan
yang mengarah pada kebersamaan, ketentraman hati, dan keakraban, menurut Bukowski,
Motzoi, & Meyer, 2009; Laursen & Pursell 2009 (dalam Santrock, 2012). Pada masa remaja
seringkali kesulitan dalam mengatasi suatu permasalahan, dikarenakan orang tua dan guru
yang berperan dalam penyelesaian masalah anak-anak. Kemudian remaja cenderung merasa
bahwa dirinya mandiri, oleh sebab itu mereka mempunyai keinginan untuk menyelesaikan
masalah tersebut tanpa bantuan orang tua dan guru, Yudrik, J. (2011).

Sehingga dilain sisi orang tua perlu mengawasi dengan siapa sang anak bergaul, agar tidak
terjadinya penyimpangan. Keikutsertaan orang tua terlibat dalam masalah akademik sang
anak, dapat membuat anak memiliki dorongan untuk belajar dan menyelesaikan tugas
akademik. Karena pastinya anak merasa bahwa ia mendapat perhatian dari orang tua,
sehingga sebisa mungkin anak mencoba untuk mewujudkan kesuksesan yang diinginkan
orang tua, sehingga anak akan bersemangat dalam mewujudkannya melalui jalur pendidikan
yang ditempuh. Pada peserta didik remaja bentuk dari keterlibatan yang diberikan dari
orangtua ialah dapat menjadikan anak menjadi individu yang otonom dan orientasi pada
prestasi.
Disini peran orang tua ialah menyampaikan alasan yang masuk akal tentang peraturan
ataupun pilihan yang ditetapkan terhadap anak yang sudah menduduki masa remaja dengan
berdiskusi. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hasnin, H. D. (2015) dalam penelitiannya
yang berjudul “Pengaruh Kepribadian, Letak Kendali Perilaku, Dan Motivasi Terhadap
Otonomi Remaja Memilih Perguruan Tinggi” yang membahas terkait otonomi remaja untuk
menentukan kejenjang pendidikan selanjutnya. Dilain sisi, tidak sulit bagi kaum muda untuk
terbiasa dengan otonomi yang menentukan ini, dan mereka dapat menggunakan otonomi yang
mereka miliki untuk mengambil keputusan. Otonomi dipengaruhi antara lain oleh faktor
individual dan sosial. Faktor individual berasal dari dalam diri individu tersebut seperti
temperamen dan perkembangan fisik. Lalu faktor sosial yang dimaksud ialah lingkungan
keluarga seperti orang tua, teman sebaya dan lingkungan dimana ia tinggal. Oleh karena itu,
orang tua menjadi salah satu faktor dalam otonomi remaja, dikarenakan orang tua berperan
menjadi pemegang otoritas yang asli mengubah aspek penjagaan agar anak dapat mandiri.

Agar memiliki pribadi otonom, dalam konteks relasi orang tua-anak, seorang anak harus
melalui dua tahapan untuk menjadi remaja. Pertama satellization, merupakan cara
penyelesaian masalah yang masih sepenuhnya melibatkan orang tua, dimana ketika sang anak
melepaskan kemampuan dalam dirinya dan mampu menerima keterikatan mereka kepada
ornag tua. Fase ini terjadi ketika orang tua berperan sebagai pengasuh bayi hingga menjadi
individu yang mandiri. Kedua desatellization, inilah proses pemisahan dan kemandirian anak
muda dari orang tuanya. Saat hal tersebut terjadi, remaja memperoleh rasa amannya sendiri,
sehingga diharapkan remaja yang mandiri dapat mengambil keputusan yang obyektif melalui
pertimbangan yang serius.

Pada masa remaja cenderung untuk didorong untuk membuat keputusannya sendiri, disini
perlunya peran dari orang tua dalam membimbing dan mempertimbangkan pengambilan
keputusan yang masuk akal. Sehingga secara bertahap, remaja akan memiliki kemampuan
dalam pengambilan keputusan yang matang secara mandiri (Santrock, 2012). Walaupun
secara keseluruhan anak remaja sudah mampu dalam mengambil keputusan secara mandiri,
tetapi tetap harus memerlukan keterlibatan dari orang terdekatnya seperti orang tua yang
berperan dalam membantu sang anak untuk mempertimbangkan keputusan yang logis. Oleh
karena itu, keterlibatan orang tua dalam pendidikan memainkan peran kecil dalam
menentukan kinerja siswa, dan siswa itu sendiri merupakan faktor terpentingnya. Ketika
seorang siswa memasuki jenjang sekolah selanjutnya, partisipasi orang tua juga dapat
berkurang dikarenakan orang tua tidak lagi memahami pelajaran yang ada, Eccles & Harold
(1993).

Pentingnya penelitian ini ialah guna untuk mengurangi perilaku prokrastinasi akademik,
karena jika seorang peserta didik melakukan prokrastinasi maka akan berdampak pada nilai
yang didapatkan. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah
terdapat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap prokrastinasi akademik pada
remaja. Serta apakah terdapat pengaruh antara keterlibatan orang tua terhadap prokrastinasi
akademik pada remaja. Dengan itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap prokrastinasi
akademik pada remaja. Kemudian manfaat dari penelitian ini yaitu, manfaat teoritis dalam
penelitian ini ialah untuk memberikan suatu informasi mengenai pengaruh dukungan sosial
teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap prokrastinasi akademik pada remaja. Lalu
manfaat praktis, dari penelitian ini adalah sebagai sumber wawasan bagi remaja untuk
memahami pentingnya dukungan sosial dari teman sebaya dan keterlibatan orang tua dalam
upaya pengendalian terjadinya prokrastinasi akademik dimasa mendatang.
Dukungan Sosial Teman Sebaya

Sarafino dan Smitt (2008) berpendapat bahwa dukungan sosial merupakan sesuatu yang
berfokus terhadap perasaan nyaman, saling menghargai, peduli, dan berupa bantuan yang
diberikan kepada seseorang dari orang lain. Ketika individu merasa bahwa memperoleh suatu
dukungan sosial dari seseorang, sehingga orang tersebut merasakan bahwa mereka dihargai
dan disayangi. Dukungan sosial berasal dari banyak sumber, seperti dukungan dari
kekasih/pasangan, keluarga, guru, atasan, masyarakat sekitar tempat tinggal kita, dan dari
teman sebaya.

Teman sebaya atau yang biasa disebut peer adalah sekelompok orang dengan rentang umur
atau tingkat kedewasaan yang hampir mirip. Pada masa remaja, teman sebaya merupakan
sumber dukungan emosional yang memiliki peran terpenting. Karena pada usia remaja ini
intensitas menghabiskan waktu bersama dengan teman lebih besar dibandingkan waktu lain
dalam kehidupan sehari-hari, menurut Papalia, dkk (dalam Sasmita & Rustika, 2015). Hal ini
juga sejalan dengan ungkapan Santrock (2003), bahwa remaja menghabiskan waktunya lebih
banyak bersama teman dibandingkan dengan orang lain, sehingga terlihat peran dari teman
sebaya itu sendiri.

Menurut Santrock (2007) teman sebaya merupakan seseorang yang memiliki rentang usia
yang hampir sama. Teman sebaya memiliki fungsi sebagai informan terkait hal-hal atau
permasalahan diluar keluarga. Keterikatan dengan teman sebaya merupakan suatu kewajiban
dalam masa remaja. Teman sebaya memberikan pengaruh besar dalam semua aspek tingkah
laku remaja seperti dalam hal fashion, hobby, bahasa, kegiatan sehari-hari dan lain
sebagainya.

Terdapat beberapa bentuk dari dukungan teman sebaya di sekolah, pada buku yang berjudul
The Mental Health Foundation (dalam Lestari, S., 2020) menjelaskan bentuk dari peer
support (dukungan teman sebaya) yaitu : Peer mentoring, merupakan bentuk dukungan teman
sebaya yang terjadi secara langsung dalam lingkungan belajar, seperti hubungan dengan
peserta didik yang dirasa memiliki kemampuan ataupun pengalaman yang memadai, yang
mana peserta didik tersebut dapat dijadikan sebagai percontohan untuk orang lain. Peer
listening, Ini adalah bentuk dukungan sebaya yang difasilitasi oleh sekolah atau universitas
(terkadang organisasi eksternal) yang dapat menjadi "pendengar aktif" dan memberikan
konseling sebaya. Peer mediation, merupakan cara menangani kejadian perundungan dengan
mempertemukan korban dan pelaku, yang mana salah satu rekan mereka yang terpilih karena
dirasa mampu dalam mengatasi dan memediasi masalah tersebut. Peer Tutoring, akan
berlangsung jika didukung oleh beberapa pihak, membantu sesuatu yang berkaitan dengan
akademik. Peer Education, seorang teman sebaya diberikan pelatihan ketrampilan khusus,
sehingga mereka dapat menyalurkan ilmu tersebut untuk teman lainnya.

Menurut House (dalam Latief, P. M., 2015) terdapat empat aspek dukungan sosial, yaitu :
Dukungan Emosional, dukungan ini diberikan berupa perhatian, motivasi dan empati yang
diberikan kepada seseorang. Kemudian orang tersebut akan merasakan aman, kenyamanan
dan rasa cinta yang didapatkan dari orang lain, ketika ia sedang merasa kesulitan atau penuh
tekanan. Dukungan Instrumental, ialah berupa bantuan yang langsung diberi, seperti
memberikan atau meminjamkan barang-barang yang dibutuhkan oleh individu. Dukungan
Informasi, dukungan yang diberikan ialah berupa saran, nasihat, serta arahan kepada individu
dalam mengatasi atau menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi). Dukungan
Penghargaan, ialah ungkapan positif yang diberikan kepada seseorang, mendorong individu
untuk maju, serta ungkapan setuju terhadap pendapat atau ide, dan buat perbandingan yang
positif dengan seseorang lain.

Keterlibatan Orang Tua

Epstein (2001) memaknai keterlibatan orangtua di sekolah ke dalam beberapa kegiatan,


yaitu : meliputi pola pengasuhan, mengomunikasikan berbagai hal terkait akademik,
pendampingan dalam proses belajar saat di rumah, berperan dalam kegiatan di sekolah, serta
menjadi jembatan dalam pengambilan putusan akademik sang anak. Zhou, Q., dkk (2002)
mengemukakan bahwa keterlibatan orangtua ialah keikutsertaan orang tua dalam
mendampingi anak untuk mencapai suatu tujuan yang positif. Keterlibatan orang tua
mengacu pada seberapa jauh orang tua mengalami ketertarikan, mengetahui, dan ikut serta
dalam partisipasi dalam kehidupan anaknya, menurut Robbins, R. J. (1994).

Suryabrata (2000) mengemukakan bahwa keterlibatan orang tua yang berdedikasi dan penuh
perhatian terhadap pendidikan sang anak, dapat menciptakan sebuah potensi yang bermanfaat
untuk masa depan anak. Keterlibatan orang tua yang dimaksud disini merupakan peran orang
tua yang ikut serta dalam permasalahan anak atas keterlibatan orang tuanya terhadap
pendidikan anak yaitu terkait bagaimana cara orang tua perlu memimpin pada saat anak-anak
belajar di rumah, memperhatikan dan menyediakan fasilitas dalam menunjang kegiatan
belajar anak, memotivasi anak dalam proses belajar, mengawasi anak, serta memberikan
arahan terkait pentingnya belajar guna meraih kesuksesan di masa depan.

Namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh Duchesne & Ratelle, (2010) mengemukakan
bahwa perilaku orang tua dapat menimbulkan rasa cemas dan depresi pada siswa dengan masa
transisi, dimana ketika orang tua kurang mampu dalam menumbuhkan. Orang tua sulit dalam
menyesuaikan diri dengan anak remaja dikarenakan peserta didik remaja cenderung memiliki
pikiran bahwa apa yang mereka rasakan merupakan hal yang unik dan orang yang berada di
lingkungan sekitarnya tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan (Ormrod, 2006).
Penyebab berkurangnya peran keterlibatan orang tua ialah karena sekolah itu besar dan
kompleks. Oleh karena itu, sulit bagi orang tua untuk berpartisipasi secara efektif dalam
pendidikan anak-anak mereka. Kedua, banyaknya jumlah guru yang mengajar, sehingga
terdapat kesulitan berkomunikasi pada pihak yang semestinya dapat memberi informasi
tentang tumbuh kembang sang anak. Kemudian, materi dirasa kompleks dimana materi yang
diberikan jarang menjadi bahan perbincangan dalam kesehariannya, sehingga membuat orang
tua kesulitan dalam memberikan bantuan (Lestari, S., 2020).

Epstein (2001) mengemukakan bahwa keterlibatan orang tua meliputi enam indikator, antara
lain : Parenting merupakan suatu kemampuan yang dimiliki orang tua untuk mendidik,
merawat, dan memahami tumbuh kembang anak. Sehingga tahu apa yang menjadi kebutuhan
untuk penunjang belajar anak dan menciptakan sosok penerus bangsa yang berkualitas.
Communicating meliputi cara orang tua dalam upaya peningkatkan komunikasi yang layak
terhadap prestasi akademik anak. Volunteering yang merupakan kesediaan orang tua dalam
memberikan bantuan dan dukungan kepada anak dalam kegiatan apapun yang berkaitan
dengan pendidikan anak, baik di rumah ataupun di sekolah. Learning at Home merupakan
upaya orang tua dalam menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan belajar anak,
memberikan dukungan emosial dan juga moral, serta menciptakan suasana belajar yang
nyaman. Serta orang tua ikut terlibat dalam tugas akademik sang anak. Decision Making
terkait dengan tugas orang tua selaku penanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan urusan akademik dan metode belajar anak. Collaborating with
Community yaitu kerjasama antara kelompok orang tua atau komunitas lainnya untuk
mendapatkan keuntungan dari berbagi sumber daya dan kontribusi.

Prokrastinasi Akademik

Ferrari (1955) mengemukakan bahwasanya prokrastinasi akademik ialah suatu bentuk


penundaan berkaitan dengan penundaan mengerjakan tugas akademik yang bersifat formal,
contoh : tugas dalam pembuatan makalah, artikel, tugas harian dan lain-lainnya. Rabin, dkk,,
(2011) mengatakan prokrastinasi akademik ialah suatu kesengajaan yang dilakukan oleh
individu dalam memulai atau menyelesaikan tugas yang bersifat penting dan memiliki batas
waktu tertentu. Penelitian yang dilakukan McCown (dalam Rananto, & Hidayati, 2017)
mengemukakan bahwa prokrastinasi kecenderungan individu dalam hal penundaan untuk
memulai menyelesaikan tugas. Alasan individu menunda tugas dikarenakan pengerjaan tugas
tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Ferrari & Morales (2007) mengatakan
bahwa prokrastinasi akademik memberikan efek negatif bagi prokrastinator, karena
melakukan aktivitas yang kurang bermanfaat sehingga dapat merugikan dalam hal waktu.

Ghufron & Risnawita (2012) membagi dua macam faktor-faktor yang mempengaruhi
prokrastinasi akademik, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal, merupakan
faktor yang ada pada diri individu yang menyebabkan prokrastinasi itu terjadi. Faktor ini
termasuk keadaan fisik dan mental seseorang. Keadaan fisik individu, yang mana hal ini
terjadi karena fatigue atau yang biasa disebut kelelahan. Individu yang merasakan kelelahan,
akan cenderung menjadi pelaku prokrastinasi. Kelelahan ini bisa disebabkan oleh beberapa
hal, dan kemudian berdampak kepada berkurangnya dorongan untuk melakukan atau
menyelesaikan pekerjaan. Kondisi psikologis individu, dapat dimisalkan dengan tingkat
kecemasan dalam berinteraksi sosial seorang individu sehingga dapat mempengaruhi
terwujudnya perilaku prokrastinasi. Kemudian tingginya motivasi yang dimiliki individu juga
memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi secara negatif. Semakin tinggi motivasi yang
dimiliki individu ketika sedang dihadapkan dengan tugas, maka semakin rendah individu
untuk melakukan prokrastinasi. Dari beberapa penelitian menyebutkan terdapat aspek lain
pada diri individu yang berpengaruh terhadap perilaku prokrastinasi termasuk pengendalian
diri yang dimiliki.

Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi prokrastinasi yang didapat dari luar
orang tersebut. Faktor-faktor tersebut memanifestasikan dirinya dalam bentuk pengasuhan
orang tua dan kondisi lingkungan, menurut hasil penelitian Ferrari & Ollivete (1994)
mengemukakan bahwa pola asuh ayah yang otoriter akan menimbulkan dampak
kecenderungan melakukan perilaku prokrastinasi jangka panjang bagi anak-anak yang sedang
belajar, dan pola asuh ayah yang demokratis akan mengarah pada perkembangan anak yang
tidak melakukan prokrastinasi. Kemudian ibu yang cenderung melakukan avoidance
procrastination akan berdampak pada anak yang cenderung untuk melakukan avoidance
procrastination pula. Kondisi lingkungan, jika seorang anak berada pada kondisi lingkungan
yang lenient atau lemah pengawasan, maka prokrastinasi akademik mudah terjadi
dibandingan pada tingkat lingkungan yang penuh pengawasan. Seperti misal dalam lingkup
lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat dimana individu
tersebut tinggal.

Solomon (1994) mengemukakan bahwa yang perlu diketahui bahwa ada enam bidang
akademik untuk mengetahui jenis tugas akademik yang biasanya ditunda oleh peserta didik,
yaitu: Tugas mengarang; individu menunda dalam menjalankan kewajiban menyelesaikan
tugas yang berkaitan dengan menulis, seperti menulis artikel, makalah, laporan, dan lain
sebagainya. Belajar menghadapi ujian; hal ini meliputi menunda untuk belajar. Yang mana
menunda dalam mempelajari materi ujian dan menghadapi ujian. Seperti misal ujian tengah
semester, ujian akhir semester, atau bahkan ulangan harian. Membaca; mencangkup menunda
dalam hal membaca materi yang berhubungan dengan tugas yang diperoleh dari tenaga
pendidik. Kinerja administratif; disini individu melakukan penundaan dalam hal menyalin
catatan, mengisi daftar hadir pertemuan, daftar hadir kegiatan praktikum, dan lain-lainnya.
Menghadiri pertemuan; seperti contoh menunda pertemuan dengan guru/dosen di kelas,
kegiatan praktikum, dan pertemuan laiannya. Sehingga individu cenderung untuk datang
terlambat karena kesengajaan.

Menurut Ferrari, Johnson, dan McCaw (1995), Prokrastinasi akademik dibagi menjadi
beberapa karakteristik yang dapat diukur dalam penelitian psikologi yang dapat disajikan
dalam indicator suatu penelitian, yaitu : Menunda untuk memulai atau menyelesaikan tugas
akademik, seorang prokrastinator sebenarnya mengetahui bahwa tugas akademik yang ia
dapat bersifat penting, jika ia menyelesaikan dan mengerjakan tugas tersebut akan bermanfaat
bagi dirinya. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik, pelaku prokrastinasi
cenderung melakukan hal-hal yang kurang penting sehingga menghambat ia dalam
melaksanakan atau menyelesaikan tugas akademik. Tanpa memikirkan ketersediaan batas
waktu yang ada. Sehingga membuat individu tidak mampu dalam menyelesaikan tugas secara
maksimal. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, seorang memiliki kesulitan
dalam mengerjakan hal-hal yang sesuai aturan atau jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh
guru ataupun dosen. Individu mungkin telah membuat perencanaan dalam proses
penyelesaian tugas dalam waktu yang cepat, namu terkadang untuk mencapai rencana tersebut
justru menjadikan sebuah kendala yang berdampak pada perilaku prokrastinasi. Melakukan
aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas akademik, individu yang
menunda mengerjakan tugas akademik cenderung lebih memilih untuk melakukan aktifitas
yang dirasa lebih menarik jika dibandingkan harus mengerjakan tugas, seperti jalan-jalan,
bermain game, menonton televise dan lain sebagainya. Sehingga hal tersebut menjadi sebuah
kendala dalam penyelesaian tugas akademik. Sebenarnya mereka sadar bahwa tugas tersebut
bersifat penting dan sebagai peserta ini adalah tanggung jawab mereka.

Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Prokrastinasi Akademik


Burka & Yuen (2008) mengemukakan bahwa faktor terjadinya prokrastinasi terdiri dari faktor
internal dan eksternal. Dukungan dan tekanan didalam suatu lingkungan yang diperoleh dari
interaksi dengan orang lain merupakan faktor eksternal dari terjadinya prokrastinasi. Serta
dukungan sosial ialah faktor terpenting yang dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi.
Steel, P. (2011) juga mengusulkan adanya penerimaan dukungan sosial pada anak usia remaja
yang didapatkan melalui kelompok sebaya agar terhindar dari perilaku prokrastinasi.
Dukungan sosial adalah salah satu bentuk komunikasi lisan & non-lisan diantara dua orang
atau lebih yang dapat memberikan rasa nyaman kepada orang lain & perasaan bahwa individu
tersebut dapat mengatasi masalah yang terjadi (Mattson & Hall, 2011).
Dukungan sosial bisa disebut sebagai rasa nyaman, perhatian, saling menghargai, serta bentuk
bantuan baik diterima maupun diberikan kepada orang lain, menurut Sarafino & Smith,
(2011). Broman (dalam Taylor, S.E., Peplau, L.A, Sears, D.O., 2012) mengatakan bahwa
dukungan sosial bermanfaat untuk mangatasi masalah psikologis yang membuat tertekan.
Karena melakukan interaksi dengan orang lain merupakan hal membuat kita senang. Sehingga
dapat mengurasi stres dalam situasi yang tertekan. Corkin, Yu, Wolters, dan Weisner (2014)
berpendapat bahwa seorang peserta didik yang dirasa mendapatkan dukungan dari
pendamping atau pengajar di kelas akan memiliki kecenderungan memiliki prokrastinasi
akademik yang rendah daripada individu yang tidak mendapatkan dukungan. Selain orang
tua, teman sebaya lebih banyak mempengaruhi kehidupan sosial remaja. Brown dan Prinstein
(2011) menjelaskan bahwa seorang remaja menghabiskan waktunya dua sampai tiga kali lipat
bersama dengan teman sebaya, lebih banyak dibandingkan dengan orang tua atau orang
dewasa lainnya. Dukungan sosial berasal dari banyak sumber, seperti dukungan dari
kekasih/pasangan, keluarga, guru, atasan, masyarakat sekitar tempat tinggal kita, dan dari
teman sebaya. Menurut Sarafino & Smith, 2011) pada masa remaja, Kekuatan hubungan
antara individu dan keluarga akan menurun, dan kemudian hubungan dengan peran non-
keluarga (seperti teman sebaya) akan meningkat. Didapat dari penelitian Sayekti & Sawitri,
(2017) adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara dukungan teman sebaya dengan
prokrastinasi akademik. Nilai negatif pada koefisien korelasi menunjukan bahwa semakin
tinggi dukungan teman sebaya maka prokrastinasi akademiknya akan semakin rendah, begitu
pula sebaliknya semakin rendah dukungan teman sebaya maka prokrastinasinya akan semakin
tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Ferrari (dalam Sholihin, M. (2019), yang
mengatakan bahwa dukungan sosial ialah salah satu faktor eksternal dari prokrastinasi.

Keterlibatan Orang Tua dan Prokrastinasi Akademik

Hubungan antara lingkungan sekolah dengan rumah memiliki untuk tercapainya hasil belajar
yang maksimal di sekolah. Hasil belajar di sekolah perlu memiliki hubungan positif antara
lingkungan sekolah dan rumah (Santrock, 2011). Menurut survei tahun 2013 yang dilakukan
oleh APA didapat hasil sebesar 80% remaja mengungkapkan bahwa sekolah menjadi
penyebab stres yang paling signifikan serta dapat berdampak pada perilaku yang
menyimpang. Misal enggan untuk melakukan tanggung jawab baik di dalam lingkungan
sekolah maupun rumah, menunda mengerjakan tugas (prokrastinasi), berkelahi dengan teman,
serta memiliki gangguan dalam mewujudkan hubungan sosial yang baik. (Shankar & Park,
2016). Schunk (2010) mengungkapkan bahwa ada berbagai cara untuk melibatkan orang tua
dalam pembelajaran anak, antara lain membantu anak dalam mengerjakan tugas, memberikan
lebih banyak bimbingan untuk pembelajaran di luar sekolah, dan berpartisipasi dalam
kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Jika metode ini dilakukan oleh orang tua dalam
pendidikan sang anak, maka tingkat terjadinya prokrastinasi sangat rendah.

Menurut Hill dan Taylor (2004) ketika orang tua ikut terlibat dalam pendidikan merupaan
kerjasama antara orang tua, sekolah dan anak yang bertujuan untuk memberikan pengaruh
baik terkait hasil belajar sang anak dan tercapainya kesuksesan di masa depan. Serta
keterlibatan orang tua dalam bidang pendidikan sering dikaitkan menjadi sukarelawan di
sekolah, komunikasi antara orang tua dan guru, mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh
pihak sekolah, ikut serta dalam membantu anak untuk mengerjakan tugas pada saat di rumah,
menghadiri pertemuan wali murid ataupun guru, dan menjaga hubungan baik antara orang tua
dengan guru.
Kerangka Berpikir

Keterlibatan Orang Tua


Dukungan Sosial Teman Sebaya :
1. Parenting
1. Dukungan Emosional
2. Communicating
2. Dukungan Instrumental
3. Volunteering
3. Dukungan Penghargaan
4. Learning at Home
4. Dukungan Informasi
5. Decision Making
5. Dukungan Jaringan Sosial
6. Collaborating wiith Communuty

Ketika orang tua ikut andil dalam


Dukungan sosial teman sebaya yang kegiatan akademik remaja, serta
tinggi akan memberikan dorongan menyediakan kebutuhan untuk
dari dalam diri remaja untuk menunjang proses belajar, maka anak
menyelesaikan tugas akademik. akan terdorong untuk mencapai
proses belajar yang optimal.

Prokrastinasi Akademik

Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritik yang dipaparkan oleh peneliti, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini ialah :
H1 = Terdapat pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya terhadap prokrastinasi
akademik.
H2 = Terdapat pengaruh antara keterlibatan orang tua terhadap prokrastinasi akademik.
H3 = Terdapat pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua
terhadap prokrastinasi akademik.
METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yang merupakan jenis data yang dapat
diukur, dihitung, dan dideskripsikan. Kemudian digunakan metode statistik untuk mengolah
data. Metode yang digunakan ialah metode korelasional yang digunakan untuk mengetahui
adanya pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap
prokrastinasi akademik remaja.

Subjek Penelitian

Sampel penelitian ini ialah peserta didik remaja sejumlah 349 subjek. Pengambilan sampel
didapatkan melalui teknik insidental sampling. Dalam teknik insidental sampling, pemilihan
sampel secara kebetulan, jika orang yang dianggap sebagai sumber data yang sesuai, serta
siapa saja yang bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sampel. Kriteria yang ditetapkan
dalam penelitian ini untuk dijadikan sampel yaitu remaja usia 12-21 tahun, berstatus sebagai
pelajar/mahasiswa disebuah instansi pendidikan, dan memiliki kedua orang tua (ayah dan
ibu).

Variabel dan Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel bebas (X1 dan X2) dan variabel terikat
(Y). Adapun variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah dukungan
sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua, sedangkan untuk variabel terikatnya
(dependent variable) adalah prokrastinasi akademik.

Dukungan sosial teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu yang
berfokus pada perasaan nyaman, saling menghargai, peduli, dan berupa bantuan yang
diberikan oleh teman sebaya khususnya dari seseorang yang dianggap sebagai sahabat. Ketika
individu merasa bahwa memperoleh suatu dukungan sosial dari orang lain, maka individu
tersebut akan merasa bahwa mereka dihargai, disayangi, dan bersemangat dalam beraktivitas.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya menggunakan
skala yang dikembangkan oleh House (dalam Smet, 1994) dengan aspek dukungan
emosional, dukungan instrumental, dukungan dukungan informasi dan dukungan
penghargaan. Diadaptasi oleh Pratiwi Marisa Latief (2015) jumlah item valid sebanyak 31
item. Serta terdapat empat pilihan jawaban untuk item favourable , yaitu : 1 = Sangat Tidak
Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju (TS), 3 = Setuju (S), 4 = Sangat Setuju (SS). Sedangkan untuk
Item Unfavourable, 4 = Sangat Tidak Setuju (STS), 3 = Tidak Setuju (TS), 2 = Setuju (S), 1
= Sangat Setuju (SS). Berikut ialah contoh aitem dari skala dukungan sosial teman sebaya : 1)
Saya merasa dimengerti oleh teman-teman saya. 2) Teman-teman saya memuji prestasi yang
saya raih.

Keterlibatan orang tua dalam dunia pendidikan merupakan peran orang tua ikut serta dalam
keputusan akademik anak. Bagaimana cara orang tua dalam memberikan bimbingan kepada
anak ketika di rumah, mengetahui perkembangan anak di sekolah dengan berkerjasama
dengan pihak sekolah, dan memenuhi kebutuhan anak dalam mencapai proses belajar yang
optimal.
Instrumen yang digunakan dalam penilitian ini ialah skala yang dibuat oleh peneliti sendiri,
dengan aspek parenting, communicating, volunteering, learning at home, decision making dan
collaborating with community, Epstein (2001), dengan jumlah item valid 38. Serta terdapat
empat pilihan jawaban untuk item favourable , yaitu : 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 =
Tidak Setuju (TS), 3 = Setuju (S), 4 = Sangat Setuju (SS). Sedangkan untuk Item
Unfavourable, 4 = Sangat Tidak Setuju (STS), 3 = Tidak Setuju (TS), 2 = Setuju (S), 1 =
Sangat Setuju (SS). Berikut ialah contoh aitem dari skala keterlibatan orang tua : 1) Orang tua
bertanya tentang keadaan saya di sekolah/kampus. 2) Orang tua saya meminta saran kepada
guru/dosen saya, agar saya dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Prokrastinasi akademik merupakan suatu bentuk penundaan baik menyelesaikan maupun


memulai suatu tugas akademik. Seorang prokrastinator cenderung sengaja menunda tugas
dengan berbagai alasan ataupun lebih memilih aktivitas lain yang lebih menyenangkan
dibandingkan dengan tugas akademik.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur prokrastinasi akademik menggunakan skala yang
dikembangkan oleh Ferrari, dkk (dalam Ghufron & Risnawati, 2012) dengan aspek menunda
untuk memulai atau menyelesaikan tugas akademik, keterlambatan dalam mengerjakan tugas
akademik, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja actual dan melakukan aktivitas lain
yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas akademik. Skala ini diadaptasi oleh
Pratiwi Marisa Latief (2015) dengan jumlah item valid 33 item. Serta terdapat empat pilihan
jawaban untuk item favourable , yaitu : 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju
(TS), 3 = Setuju (S), 4 = Sangat Setuju (SS). Sedangkan untuk Item Unfavourable, 4 =
Sangat Tidak Setuju (STS), 3 = Tidak Setuju (TS), 2 = Setuju (S), 1 = Sangat Setuju (SS).
Berikut ialah contoh aitem dari skala prokrastinasi akademik : 1) Saya mengerjakan PR atau
tugas lainnya dengan cara sedikit demi sedikit. 2) Saya mampu membagi waktu antar kegiatan
belajar dengan kegiatan ekstra kulikuler dengan baik.

Tabel 1. Korelasi Item Total


Alat Ukur Jumlah Item Korelasi Item Reliabilitas Alpha
Total Cronbach
Dukungan Sosial 31 0,331 - 0,599 0,890
Teman Sebaya
Keterlibatan Orang 38 0,322 - 731 0,932
Tua
Prokrastinasi 33 0,300 – 0,626 0,887
Akademik

Prosedur dan Analisa Data

Penelitian ini memiliki tiga prosedur penelitian, antara lain : Persiapan, merupakan tahap
mencari fenomena dilapangan, mencari tema, menjabarkan faktor-faktor dari variabel Y yang
telah ditetapkan dari fenomena. Membuat rancangan proposal, terdiri dari latar belakang,
tujuan, manfaat, landasan teori, serta metode penelitian. Kemudian peneliti menyusun dan
mengembangkan alat ukur berdasarkan aspek dalam variable pada landasan teori, Kemudian
peneliti meminta ijin untuk melakukan penelitian (pengambilan data). Peneliti menggunakan
uji coba atau try out pada variabel keterlibatan orang tua terhadap subjek remaja dengan
karakteristik remaja berusia 12-21 dengan kriteria masih terikat pada status sebagai seorang
pelajar/mahasiswa yang dilaksanakan pada 1 April 2021, sejumlah 120 subjek. Serta memiliki
orang tua (ayah dan ibu). Selanjutnya, peneliti melakukan analisa data menggunakan
Statistical Package For Social Science (SPSS) untuk mendapatkan item valid dan reliabel.

Pelaksanaan, dimana peneliti melakukan penyebaran kuesioner melalui google form pada
remaja yang masuk dalam kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Alat ukur akan
disebarkan kepada seluruh remaja yang bersedia dan memenuhi persyaratan yang ada. Peneliti
menyebarkan tiga skala, yaitu skala dukungan sosial teman sebaya, skala keterlibatan orang
tua dan skala prokrastinasi akademik. Proses ini dilaksanakan pada 15 April – 10 Mei 2021.
Kuesioner tersebut dibagikan di media sosial seperti instagram dan whatsapp. Walaupun
peneliti sudah menuliskan kriteria yang dicara dibagian atas kuesioner, maka tetap harus
dilakukan screening. Peneliti telah mendapatkan 363 subjek dari 349 yang dibutuhkan.
Namun disitu ada 12 subjek yang menjawab “Tidak” pada pertanyaan, “Apakah anda
memiliki kedua orang tua yang utuh (ayah dan ibu)?”. Kemudian 1 subjek menjawab “Tidak”
pada pertanyaan, “Apakah anda memiliki teman?”. Lalu 1 subjek menyatakan usia yang lebih
dari kriteria yang dibutuhkan. Sehingga hasil akhir ialah mendapatkan jumlah subjek
sejumlah 349.

Tahap analisa, merupakan proses pengolahan data yang telah didapatkan dari hasil
penyebaran 3 alat ukur Kemudian data tersebut diolah menggunakan SPSS for windows dan
Microsoft Excel. Teknik analisa yang digunakan ialah regresi linier berganda adalah
model regresi atau prediksi yang melibatkan lebih dari satu variabel independent atau
prediktor. Setelah analisa data telah dilakukan, maka peneliti mulai menyusun tentang
pembahasan, kesimpulan serta kekurangan maupun kelebihan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti dalam penelitian sebelumnya.
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, subjek penelitian yang didapatkan ialah sejumlah 349 yang dipilih sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan yaitu remaja usia 12-21 tahun, berstatus sebagai
pelajar/mahasiswa disebuah instansi pendidikan, dan memiliki kedua orang tua (ayah dan
ibu). Deskriptif demografis subjek secara rinci dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1. Deskriptif Subjek Penelitian (N=349)

Kategori Frekuensi Presentase


Jenis Kelamin
Laki-laki 94 26,9%
Perempuan 255 73,1%
Usia
12 – 15 tahun 251 71,9%
16 – 18 tahun 52 14,9%
19 – 21 tahun 46 13,2%
Jenjang Pendidikan
SMP 256 73,3%
SMA 45 12,9%
Kuliah 48 13,8%

Berdasarkan hasil dari tabel 1. Maka didapatkan hasil subjek laki-laki sebanyak 94 orang
dengan presentase 26,9% dan subjek perempuan sebanyak 255 orang dengan presentase
73,1%. Kemudian subjek terbanyak ialah diusia 12 – 15 orang sejumlah 251 orang dengan
presentase 71,9% sedangkan subjek terendah ialah diusia 19 - 21 tahun dengan jumlah 46
orang dengan presentase 13,2%. Kemudian subjek dengan jenjang pendidikan terbanyak ialah
pada subjek SMP sejumlah 256 orang dengan presentase 73,3%, dan jenjang pendidikan
terendah ialah pada subjek SMA sejumlah 45 orang dengan presentase 12,9%.

Pada uji normalitas menggunakan kurva P-Plot, disimpulkan bahwa data dinyatakan normal.
Dikarenakan titik-titik data menyebar disekitar garis diagonal, titik-titik tersebut juga
menyebar searah dengan garis diagonal tersebut. Sehingga data yang diambil pada penelitian
ini berdistribusi normal. Serta pada uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai signifikansi 0,2
yang mana nilai tersebut ialah >0,05, sehingga data dapat dinyatakan normal.
Tabel 2. Deskripsi Data Variabel

Kategori
Variabel Mean SD Rendah Sedang Tinggi
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Dukungan 91 8 36 10% 244 70% 69 30%
Sosial Teman
Sebaya (X1)
Keterlibatan 119 17 52 15% 230 66% 67 19%
Orang Tua (X2)
Prokrastinasi 99 13 49 14% 228 65% 72 21%
Akademik (Y)

Berdasarkan hasil dari deskripsi data varibel bebas (X) dan variabel terikat (Y) didapatkan
hasil bahwa pada variabel dukungan sosial teman sebaya (X1) yang menduduki kategori
rendah sebanyak 36 responden dengan presentase 10%, lalu pada kategori sedang sebanyak
244 responden dengan presentase 70%, pada kategori tinggi sebanyak 69 responden dengan
presentase 30%. Kemudian pada variabel keterlibatan orang tua (X2) pada kategori rendah
sebanyak 52 responden dengan presentase 15%, pada kategori sedang sebanyak 230
responden dengan presentase 66%, pada kategori tinggi sebanyak 67 responden dengan
presentase 19%. Lalu pada variabel prokrastinasi akademik (Y) pada kategori rendah
sebanyak 49 responden dengan presentase 14%, pada kategori sedang sebanyak 228
responden dengan presentase 65%, pada kategori tinggi sebanyak 72 responden dengan
presentase 21%.

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF


Dukungan Sosial Teman Sebaya 0,789 1,268
Keterlibatan Orangtua 0,789 1,268

Bila dilihat dari hasil uji multikolinearitas, didapat nilai tolerance pada kedua variabel bebas
menunjukkan hasil > 0,10 dan pada nilai VIF menunjukkan hasil < 10,00. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa data tersebut tidak memiliki gejala multikolinearitas dalam model
regresi.

Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Sig.
Dukungan Sosial Teman Sebaya 0,232
Keterlibatan Orangtua 0,962

Berdasarkan dari hasil uji heteroskedastisitas pada kedua variabel bebas didapatkan nilai
signifikansi < 0,05. Variabel dukungan sosial teman sebaya (Sig. = 0,232) dan variabel
keterlibatan orang tua (Sig. =0,962). Sehingga dapat dinyatakan tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas pada kedua aspek dikarenakan nilai sig. lebih dari 0,05.

Tabel 5. Uji Signifikansi Simultan


df F Sig R Square
Regression 2 147,648 0,000 0,460
Residual 346
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan nilai F hitung 147,648 dengan
nilai signifikansi 0,000. Nilai signifikansi tersebut menunjukkan apakah variabel dukungan
sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua berpengaruh terhadap variabel prokrastinasi
akademik. Hipotesis akan diterima jika nilai signifikansi < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa
variabel dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua dapat mempengaruhi
variabel prokrastinasi akademik, dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang artinya hipotesis
diterima. Kemudian diperoleh nilai R square sebesar 0,460 atau 46%. Artinya pengaruh dari
variabel dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap prokrastinasi
akademik sebesar 46%, sedangkan 54% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan
dalam penelitian ini.

Tabel 6. Uji Signifikansi Parsial

Variabel B Sig SE (Sumbangan Fhitung R2


Efektif)
Constant 0,000
Dukungan Sosial Teman Sebaya 0,295 0,000 7,8% 147,648
(X1)
Keterlibatan Orang Tua (X2) 0,443 0,000 38,2% 0,460

Berdasarkan hasil uji signifikansi secara parsial menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial
teman sebaya berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik sebesar 7,8% (B = 0,295 ; Sig. =
0,000). Sedangkan variabel keterlibatan orang tua mempengaruhi variabel prokrastinasi
akademik sebesar 38,2% (B = 0,443 ; Sig. = 0,000) Dapat disimpulkan bahwa hasil tersebut
menunjukkan bahwa adanya pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang
tua terhadap prokrastinasi akademik, sehingga hipotesis diterima dalam penelitian ini.

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000
yang mana nilai tersebut ialah <0,05. Disimpulkan bahwa adanya pengaruh yang diberikan
dari variabel dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap variabel
prokrastinasi akademik pada remaja.

Hasil penelitian ini didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Pradinata, S. (2014) pada
responden seorang mahasiswa yang sedang menempuh skripsi. Didapatkan pengaruh
dukungan sosial teman sebaya sebesar 8,41% terhadap prokrastinasi akademik. Rendahnya
jumlah sumbangan efektif tersebut menunjukkan jika ada faktor lain yang berdampak lebih
tinggi pada prokrastinasi.

Burka & Yuen (2008) mengemukakan bahwa faktor terjadinya prokrastinasi terdiri dari faktor
internal dan eksternal. Dukungan dan tekanan didalam suatu lingkungan yang diperoleh dari
interaksi dengan orang lain merupakan faktor eksternal dari terjadinya prokrastinasi. Serta
dukungan sosial ialah faktor terpenting yang dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi.
Sama halnya dengan pendapat tersebut, Hal tersebut, Ferrari (dalam Sholihin, M. (2019). juga
mengatakan bahwa dukungan sosial ialah salah satu faktor eksternal dari prokrastinasi.
Lalu menurut Sholihin, M. (2019) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dan prokrastinasi
akademik. Dapat diartikan bahwa seseorang yang menerima dukungan sosial tinggi maka
tingkat prokrastinasi yang dimiliki rendah. Sebaliknya jika seseorang menerima dukungan
sosial yang rendah maka tingkat prokrastinasi yang dimiliki tinggi. Dalam penelitian tersebut
tingkat pengaruh yang diterima sebesar 28,2% terhadap prokrastinasi akademik. Seorang
individu yang mendapatkan dukungan sosial tinggi dari teman sebaya, otomatis juga memiliki
dukungan emosional yang baik. Ia akan merasakan diberi perhatian, motivasi, serta perasaan
dicintai yang didapatkan dari teman sebayanya. Tidak hanya itu, individu tersebut juga
mendapatkan bantuan yang diberikan secara langsung, bisa berupa pemberian atau
meminjamkan barang yang diperlukan. Lalu juga mendapatkan informasi yang dibutuhkan
dari temannya. Individu tidak hanya mendapatkan bantuan terkait hal-hal yang dibutuhkan,
pada saat individu itu berhasil meraih pencapainnya, teman sebayanya juga memberikan
ungkapan positif kepadanya, sebagai bentuk rasa kepedulian yang diberikan oleh seorang
teman yang baik.

Hadirnya sosok teman sangat berpengaruh dalam kehidupan di masa remaja. Seorang individu
harus mendapatkan penerimaan yang baik jika ingin mendapatkan dukungan dari kelompok
teman sebaya. Hal tersebut bisa didapatkan melalui perkumpulan dengan teman sebaya,
disitulah akan terjadi hubungan timbal balik diantara individu tersebut dengan temannya. Hal
tersebut didukung oleh penelitian Hilman (2002) yang mengemukakan bahwa dukungan
sosial yang berasal dari teman sebaya akan membuat seorang remaja merasa mempunyai
teman senasib, teman berbagi cerita, informasi, dan hubungan timbal balik.

Pada penelitian ini menunjukkan besarnya pengaruh keterlibatan orang tua lebih besar
dibandingkan dengan dukungan sosial teman sebaya. Hal ini bertentangan dengan apa yang
dikemukakan oleh Brown dan Prinstein (2011), yang mana menjelaskan bahwa seorang
remaja menghabiskan waktunya dua sampai tiga kali lipat bersama dengan teman sebaya,
lebih banyak dibandingkan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Hal ini terjadi karena
berubahan waktu dari masa kanak-kanak hingga remaja, jumlah waktu yang dihabiskan
dengan orang tua menurun. Remaja mungkin menghabiskan lebih sedikit waktu dengan orang
tua dan mencari kebebasan. Namun remaja yang berperilaku baik mau berbagi cerita tentang
kegiatan sehari-hari mereka dengan orang tua. Mereka bersedia mengungkapkan perasaam
yang mereka rasakan kepada orang tua dan menerima bentuk pengawasan yang dilakukan
oleh orang tua. Menurut Steel, Brothen, & Wambach (2001) aktivitas akademik peserta didik
akan berdampak buruk jika prokrastinasi akademik terus terjadi. Karena ketika seseorang
tidak mengerjakan tugas, atau bahkan tidak maksimal dalam mengerjakan dikarenakan
keterbatasan waktu yang dimiliki maka akan cenderung mendapatkan nilai yang rendah.

Dari hasil analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, didadaptkan hasil sumbangan
efektif dari variabel dukungan sosial teman sebaya (X1) ialah sebesar 7,8% terhadap
prokrastinasi akademik (Y). Lalu sumbangan efektif dari variabel keterlibatan orang tua (X2)
sebesar 38,2% terhadap prokrastinasi akademik (Y).

Dalam sebuah penelitian tentunya terdapat sebuah kekurangan, yang mana kekurangan
tersebut sebagai pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Peneliti merasa bahwa memiliki
kekurangan dalam mendapatkan subjek penelitian di kategori usia, dirasa bahwa usia subjek
yang didapatkan kurang bervariasi dan tidak sama rata. Namun, dengan adanya penelitian ini
menambah referensi terkait dengan variabel dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan
orang tua dengan subjek penelitian remaja.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan beberapa hasil yang telah dipaparkan oleh peneliti, disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh antara dukungan sosial teman sebaya dan keterlibatan orang tua terhadap
prokrastinasi akademik pada remaja. Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial dari
teman sebaya dan keterlibatan orang tua dalam proses belajar, maka akan memiliki semangat
untuk mengerjakan tugas akademiknya.

Implikasi dari penelitian ini ialah diharapkan menjadi gambaran terhadap dunia pendidikan.
Bahwasanya peran teman sebaya dan orang tua terhadap proses belajar itu sangat penting.
Komunitas pendidikan bisa memberikan edukasi terhadap orang tua peserta didik dan peserta
didik, bahwa didalam proses belajar butuh sosok yang bisa membangkitkan semangat kita
dalam belajar, agar dapat mengurangi perilaku prokrastinasi akademik. Sebagai orang tua,
hendaknya dapat menciptakan suasana belajar anak yang nyaman dana man pada saat
dirumah, sehingga anak dapat dengan mudah mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh
tenaga pendidik. Tidak hanya itu, orang tua juga harus mengerti akan kebutuhan untuk
menunjang proses belajar anak, seperti misal alat tulis, buku panduan, dan lain sebagainya.
Disini orang tua juga harus berpartisipasi dalam kegiatan belajar anak ketika anak
membutuhkan bantuan. Kemudian orang tua juga menjadi sosok penanggung jawab dan ikut
andil dalam keputusan anak dalam hal pendidikan, namun disini orang tua juga harus
melakukan diskusi dengan anak, dan bukan semata-mata keputusan sepihak dari orang tua
sendiri tanpa memikirkan kondisi sang anak. Selanjutnya sebagai seorang teman, diharapkan
untuk saling memberikan dukungan kepada sesama teman sebayanya terkait pendidikan, agar
bisa bersama sama mewujudkan hasil belajar yang maksimal dan pastinya dapat terhindar dari
perilaku prokrastinasi akademik. Dukungan yang dimaksud bisa berupa bantuan langsung
seperti memberikan atau meminjamkan barang yang dibutuhkan teman kita, kemudian
dukungan berupa rasa empati yang diberikan agar teman kita bisa bersemangat kembali.
Kemudian saling bertukar informasi dan saling memberikan nasehat. Kemudian ketika teman
kita mengalami keberhasilan, diharapkan sebagai seorang teman kita memberikan pujian
positif.

Bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keinginan untuk meneliti dengan tema
prokrastinasi akademik diharap untuk memilih variabel selain dukungan sosial teman sebaya
dan keterlibatan orang tua, guna untuk memberikan variasi pada penelitian tersebut. Lalu
mencari terkait faktor-faktor lain yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Kemudian
peneliti selanjutnya diharap untuk lebih memberikan spesifikasi yang khusus terhadap kriteria
pencarian subjek, seperti contoh : subjek tinggal bersama orang tua kandung, orang tua tiri,
dan lain sebagainya.
REFERENSI

Ana Nurul Ismi Tamami. (2011). “Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Self Regulated
Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTsN 3 Pondok Pinang”. Skripsi tidak
diterbitkan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Brown, B. B., & Prinstein, M. J. (Eds.). (2011). Encyclopedia of Adolescence. Academic


Press.

Burka, J. B. & Yuen, L. M. (2008). Procrastination: Why You Do It, What To Do About It
Now (Anniversary Edition). United States of America: Da Capo Press

Corkin, D. M., Yu, S. L., Wolters, C. A., & Wiesner, M. (2014). The Role of College
Classroom Climate on Academic Procrastination. Journal of Learning and Individual
Differences. 34, 294-303.

Duchesne, S., & Ratelle, C. (2010). Parental Behaviors and Adolescents' Achievement Goals
at The Beginning of Middle School: Emotional Problems as Potential
Mediators. Journal of educational psychology, 102(2), 497.

Eccles, J. S., & Harold, R. D. (1993). Parent-school involvement during the early adolescent
years. Teachers College Record, 94, 568-587

Epstein, J. L. (2001). School, Family, and Community Partnerships : Preparing Educators


and Improving Schools. Boulder, CO : Westview Press.

Erfantinni, I. H., Purwanto, E., & Japar, M. (2016). Konseling Kelompok Cognitive-Behavior
Therapy dengan Teknik Cognitive Restructuring untuk Mereduksi Prokrastinasi
Akademik. Jurnal Bimbingan Konseling, 5(2), 119-125.

Ferrari, J. R., & Díaz-Morales, J. F. (2007). Perceptions of self-concept and self-presentation


by procrastinators: Further evidence. The Spanish journal of psychology, 10(1), 91.

Ferrari, J. R., & Olivette, M.J. (1994). Parental authority and the development of female
dysfunctional procrastination. Journal of Research in Personality, 28, 87-91.

Ferrari, J. R., Johnson, J. L., & McCown, W. G. (1995). Procrastination and task avoidance:
Theory, research, and treatment. New York: Plenum Press.

Hapsari, P. R., & Ariati, J. (2017). Perbedaan Kelekatan Terhadap Orang Tua Pada Remaja
Ditinjau dari Jenis Kelamin dan Usia: Studi Komparasi Pada Siswa Kelas VIII Dan
Kelas XI. Empati, 5(1), 78-80.

Hasnin, H. D. (2015). Pengaruh Kepribadian, Letak Kendali Perilaku, dan Motivasi Terhadap
Otonomi Remaja Memilih Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian
Journal of Indigenous Psychology, 2(1), 381-395.
Hill, N. E., & Taylor, L. C. (2004). Parental School Involvement and Children's Academic
Achievement: Pragmatics and issues. Current directions in psychological
science, 13(4), 161-164.

Hilman. (2002). Kemandirian Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan Ditinjau dari
Persepsi Pelayanan Sosial dan Dukungan Sosial. Tesis. Universitas Gadjah
Mada.
Latief, P. M. (2015). Hubungan Antara Persepsi Dukungan Sosial Teman Sebaya Dengan
Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas XI Di SMA Negeri 1 Prambanan. Jurnal Riset
Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling.

Lestari, S. (2020). Pengaruh Parental Involvement, Peer Support, dan Penggunaan


Smartphone Terhadap Student Engagement dengan Self Regulated Learning Sebagai
Mediator (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).

M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S. (2012). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Mattson, M. & Hall, J. G. (2011). Health as Communication Nexus: A Service Learning


Approach. Iowa: Kendall Hunt Publishing Company.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Hadinoto, S.R. (2014). Psikologi Perkembangan: Pengantar
dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Munawaroh, M. L., Alhadi, S., & Saputra, W. N. E. (2017). Tingkat Prokrastinasi Akademik
Siswa Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 9 Yogyakarta. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling, 2(1), 26-31.

Winahyu, D. M. K., & Wiryosutomo, H. W. (2020). Hubungan Dukungan Sosial Dan Student
Burnout Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas Xi Sma Negeri 3
Sidoarjo. Jurnal BK Unesa, 11(1).

Nelson, R. M., & DeBracker, T. K. (2008). Achievement Motivation in Adolescents: The


Role of Peer Climate and Best Friends. The Journal of Experimental Education, 76,
170-189.

Ormrod, J. E. (2006). Educational psychology: Developing learners (5th ed). New Jersey:
Pearson Merril Prentice Hall

Pradinata, S. (2014). Prokrastinasi Akademik Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Pada


Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya (Doctoral dissertation, Widya Mandala Catholic University).

Rabin, L. A., Fogel, J., & Nutter-Upham, K. E. (2011). Academic Procrastination in College
Students: The Role of Self-reported Executive Function. Journal of clinical and
experimental neuropsychology, 33(3), 344-357.

Rananto, H. W., & Hidayati, F. (2017). Hubungan Antara Self-compassion dengan


Prokrastinasi pada Siswa SMA Nasima Semarang. Empati, 6(1), 232-238.
Robbins, R. J. (1994). An Assessment of Perceptions of Parental Autonomy Support and
Control: Child and Parent Correlates. Doctoral Dissertation, Department of
Psychology, University of Rochester.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence- Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga

Santrock, J.W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2011). Masa perkembangan anak. Jakarta: Salemba Humanika.

Santrock, J. (2012). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas.


Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Saraswati, P. (2017). Strategi Self Regulated Learning dan Prokrastinasi Akademik terhadap
prestasi akademik. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 9(3), 210-223.

Sayekti, W. I., & Sawitri, D. R. (2017). Hubungan antara Dukungan Teman Sebaya dengan
Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Tahun Kelima yang Sedang Mengerjakan
Skripsi di Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro (Doctoral dissertation, Undip).

Schunk, D.H. (2008). Learning Theories an Educational Perspective. 5th ed. New Jersey:
Pearson Education, Inc.

Shankar, N. L., & Park, C. L. (2016). Effects of Stress on Students' Physical and Mental
Health and Academic Success. International Journal of School & Educational
Psychology, 4(1), 5-9.

Sholihin, M. (2019). Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Prokrastinasi


Pengerjaan Skripsi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2013-2014
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Solomon, L.J. & Rothblum, E.D. (1984). Academic Procrastination:Frequency and Cognitive-
Behavioral Correlates. Journal of Counseling Psychology. 31.(4). 503-509.

Steel, P. (2011). The procrastination equation: How to Stop Putting Things Off and Start
Getting Stuff Done. Calgary: Procrastinus, Inc.

Steel, P., Brothen T., & Wambach, C. (2001). Procrastination and Personality, Performance,
and Mood. Personality and Individual Differences, 30(1) 95-106.

Suryabrata, S. (2000), Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Taylor, S.E., Peplau, L.A, Sears, D.O. (2012). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta:
Kencana.
Titu, M. F., Papu, Y., & Mamahit, H. C. (2020). Kondisi Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas
VII SMP Santo Kristoforus I. Psiko Edukasi, 18(2), 110-120.

Yudrik, J. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Zhou, Q., Eisenberg, N. et al. (2002). The Relations of Parental Warmth and Positive
Expressiveness to Children's Empathy‐Related Responding and Social Functioning: A
Longitudinal Study. Child Development, 73(3), 893-915.

Anda mungkin juga menyukai