Anda di halaman 1dari 10

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

TUGAS INDIVIDU TAHUN AJARAN 2021/2022

Mata Kuliah : Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling


Dosen Pengampuh : Drs. Muhammad Anas, M.Si & Akhmad Harum, S.Pd., M.Pd
Nama Mahasiswa : Aisyah Nurul Qalbi
NIM : 210404501039
Kelas : BK 1.C

Soal Pertanyaan

1. Silahkan mengidentifikasi isu-isu masalah siswa yang sangat banyak dialami oleh
peserta didik di indonesia umumnya dan terkhusus diwilayah anda masing-masing.
Identifikasi melalui hasil anda membaca jurnal /artikel penelitian. Jelaskan!

Jawab:

Terkait dari isu-isu siswa yang sangat banyak dialami oleh peserta didik di indonesia
umumnya terkhusus di wilayah saya yang ramai diperbincangkan dan peran kita sebagai
calon konselor dan guru Bimbingan dan Konseling jika dihadapkan dengan Isu-isu yang
telah marak dialami dikalangan peserta didik (siswa) yakni;

a.) Isu Pacaran

Diusianya yang masih remaja,perasaan ingin disayangi dan meyanyangi merupakan


hal yang sangat lazim dan lumrah. Namun adakalanya siswa terlalu berlebihan dalam
mengekspresikannya sehingga menimbulkan salah laku, seperti bermesraan ditempat-
tempat umum.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

(Laras, 2019) Pengembangan Komik Edukatif tentang Dampak Pacaran pada Remaja.
Prophetic: Professional, Empathy and Islamic Counseling Journal, 2(1), 41-60.

Pacaran telah menjadi fenomena yang banyak digandrungi oleh remaja saat ini,
Berdasarkan hasil survei Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang Kalimantan
Barat,dikutip dari (http://theglobejournal.com/kesehatan/survey-perilaku-seks-
60persen-abglaku kan-aborsi/index.php).

Menurut Maria Ulfah Anshor, Ketua (KPAI) dikutip dari (http://www.tempo.co


/read/news/2012/06/06/174408718/KPAIPacaran-Pertama-Anak-Indonesia-Umur-12-
Tahun) mengatakan bahwa mulai berbagai adegan yang mengarah pada urusan
seksual ini tidak lepas dari aktivitas pacaran dini. Banyak remaja Indonesia sudah
melakukan pacaran kala usia mereka 12 tahun. Usia ini adalah usia rata-rata remaja
saat ini dalam melakukan pacaran. Anak kelas enam SD saat ini, sudah tidak segan
lagi memadu kasih. terlebih lagi, perilaku tidak senonoh dilakukan para remaja yang
berpacaran ini kala bertemu dengan pasangannya. Dampak pacaran yang terjadi
membuat para remaja sangat kurang memperdulikan tentang norma, nilai-nilai
agama, dan adat istiadat. Pacaran pada masa remaja sekarang membawa remaja
kepada perbuatan seperti perzinahan, melatih kemunafikan, menjadikan seseorang
banyak berkhayal, sehingga mengurangi produktivitas, menjadikan hidup boros,
melemahkan daya kreatifitas dan menyulitkan konsentrasi dalam belajar
terhambatnya dalam proses penyelesaian studi, memicu terjadinya pertengkaran dan
pembunuhan, hanya karena berebut pacar. Remaja harus bisa berkembang dengan
baik sesuai dengan tugas perkembangan masing-masing, salah satu tugas
perkembangan yang harus dicapai yaitu remaja mampu mencapai hubungan yang
lebih matang dengan teman lawan jenis antara laki-laki dan perempuan didasari
dengan kemampuan bertindak secara bertanggung jawab dan mengembangkan sistem
nilai dan etika sebagai pegangan bertindak.

Peranan media layanan Bimbingan dan Konseling tidak dapat diabaikan. Media
sangat penting dan bisa menjadi pilihan dalam melaksanakan proses layanan
Bimbingan dan Konseling, namun kenyatan yang ada pemanfaatan media layanan
Bimbingan dan Konseling masih kurang mendapat perhatian dari guru Bimbingan
dan Konseling dalam bentuk pemberian layanan masih konvensional dan terbatas.
Layanan bimbingan menjadi monoton dan kurang mendapat perhatian peserta didik,
sehingga membuat peserta didik merasa jenuh dalam mengikuti layanan Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Perlu kreatifitas dan inovatif guru dalam memberikan
bahan ajar dan mengembangkan media agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran
atau bimbingan dengan baik

b.) Isu Disiplin

Dalam kehidupan siswa yang masih remaja masalah disiplin sering dikaitkan dengan
siswa. Ini seolah-seolah menunjukkan bahwa siswa yang masih remaja identik
dengan kondisi tidak disiplin.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

Ilham, T. W. (2012). Hubungan Antara Tingkat Penalaran Moral Dengan


Kedisiplinan Siswa SMKN I Sragen (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakrta).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
penalaran moral dengan kedisiplinan siswa SMKN I Sragen, tingkat penalaran moral
pada subjek penelitian, tingkat kedisiplinan siswa SMKN I Sragen dan sumbangan
efektif tingkat penalaran moral terhadap kedisiplinan siswa. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu dengan menggunakan skala
sebagai alat ukur tingkat penalaran moral dan kedisiplinan siswa. Analisis data
menggunakan korelasi product moment. Penelitian dilakukan di SMKN I Sragen
dengan populasi penelitian adalah seluruh siswa SMKN 1 Sragen kelas X dan XI
berjumlah berjumlah 744 siswa yang terdiri dari 24 kelas. . Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu siswa-siswi kelas X dan XI
terdiri dari empat kelas yang berjumlah 125 siswa, dengan rinciannya yaitu kelas X
dua kelas dan kelas XI dua kelas yang ditentukan dengan cara Cluster sampel. Hasil
analisis menunjukkan, terdapat hubungan yang sangat signifikan antara penalaran
modal dengan kedisiplinan siswa dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,746
dengan p= 0,00 (p< 0,01), hal ini menunjukkan semakin tinggi penalaran modal maka
diikuti dengan meningkatnya kedisiplinan siswa dan sebaliknya semakin rendah
penalaran moral seseorang maka semakin rendah pula kedisiplinan siswa di SMKN 1
Sragen. Penalaran modal siswa memiliki nilai rerata empirik 13,032 dan rerata
hipotetik sebesar 10, kategorisasi menunjukkan bahwa tingkat penalaran moral
tersebut termasuk pada kategori tinggi. Kedisiplinan siswa memiliki nilai rerata
empirik 43,104, sedangkan dengan nilai rerata hipotetik sebesar 37,5, kategorisasi
menunjukkan bahwa kedisiplinan siswa termasuk pada kategori tinggi. Penalaran
modal memberikan kontribusi sebesar 55,7% terhadap kedisiplinan siswa di SMKN 1
Sragen.

c.) Isu Teman Sebaya

Siswa yang khususnya yang sedang dalam usia remaja,umunya lebih banyak
melakukan aktivitas dengan teman sebayanya. Nah puncak masalahnya karena sering
diakibatkan lebih banyak (sering) menghabiskan waktu dengan teman sebayanya ia
bahkan lebih condong untuk meminta bantuan (nasihat) dan pertimbangan teman
sebayanya yang membawa siswa berkenaan kepada perilaku salah laku (perilaku
menyimpang).

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

Herdajani, Febi. "Hubungan Kematangan Emosi dan Kontrol Diri dengan


Kecenderungan Perilaku Agresif pada Siswa Kelas XII Di SMA Negeri 1 Merawang
Bangka Belitung." Jurnal Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Lazimnya,masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang
dan berakhir saat anak mencapai usia matang secara hukum. Awal masa remaja
berlangsung kira-kira dari usia 13-18 tahun, yaitu usia matang secara hukum
(Hurlock, 2001, p.206). Menurut Santrock (2011, p. 352), masa remaja ditandai
dengan terjadinya perubahan fisik yang cepat, seperti penambahan berat badan dan
tinggi badan, serta perkembangan fungsi seksual. Para remaja mengejar kebebasan
secara intens dan mencari identitasnya sendiri. Pemikiran remaja menjadi lebih
abstrak, logis dan idealis.

Dalam penelitian ini, kecenderungan perilaku agresif merupakan suatu perilaku


maladaptif yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang melekat pada diri
individu 3 dan bersifat melukai serta merugikan individu lain secara sengaja, baik itu
secara verbal maupun fisik.

Chaplin (dalam Handasah, 2018, p.5) mendefinisikan kematangan emosi


sebagai kemampuan individu untuk mengontrol emosinya secara tepat, tidak
meledak-ledak dan tidak kekanak-kanakan. Kematangan emosi adalah kemampuan
menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang
negatif, melainkan dengan kebijakan (Martin dalam Guswani & Kawuryan, 2011,
p.87).

Guru BK juga menyatakan bahwa bukan hanya siswa yang pernah melakukan
perilaku agresif namun juga para siswi pernah melakukan pemalakan terhadap adik
kelas dengan cara menyuruh adik kelas membelikan makanan atau membelikan
produk-produk kecantikan secara online. Pihak sekolah sering memberikan sanksi
terkait perilaku negatif yang dilakukan siswa-siswi bahkan pernah mengeluarkan
siswa yang memiliki poin di atas 100, karena sering berkelahi dengan siswa maupun
sekolah lain, namun usaha tersebut belum sepenuhnya dapat mengurangi tindakan
agresi siswa-siswi.

Penulis kemudian melakukan wawancara terhadap dua siswa dan siswi SMK
Negeri 1 Merawang yang sebelumnya mengaku pernah melakukan perilaku agresif.
Siswa A mengaku pernah dipanggil ke ruang BK karena sebelumnya telah berkelahi
dengan teman sekelasnya. Siswa A menyatakan bahwa teman sekelasnya sering
mengejek dan meminta uang dengan paksa, hingga akhirnya siswa A melakukan
pemukulan. Siswi B juga mengaku pernah berkelahi dengan teman sekelasnya
dikarenakan ejekan-ejekan yang dilontarkan terus-menerus terhadapnya, yang
kemudian mengakibatkan pertengkaran. Siswi B 6 menyatakan bahwa ia telah
menahan kekesalannya hingga emosinya meledak dan meludahi teman kelasnya
tersebut.

d.) Isu Globalisasi dan perkembangan teknologi

Situasi global di satu pihak membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka
peluang bagi manusia mencapai status dan derajat kehidupan yang lebih baik. Untuk
mengatasi masalah akibat globalisasi dan teknologi khususnya di kalangan siswa
yang perlu adanya suatu persiapan sumber daya manusia yang berkualitas yang sehat
jasmani dan rohaninya. Dapat kita lihat dari sorotan perkembangan teknologi pada
struktur perkembangan otak anak yang kecanduan dalam pengaplikasian gadget
secara hiper.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;


Setianingsih, S. (2018). Dampak penggunaan gadget pada anak usia prasekolah dapat
meningkatan resiko gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Gaster, 16(2),
191-205.

Kecanduan Gadget dapat mempengaruhi perkembangan otak anak karena


produksi hormon dopamine yang berlebihan menganggu kematangan fungsi
prefrontal korteks yaitu mengontrol emosi, kontrol diri, tanggung jawab, pengambilan
keputusan dan nilai-nilai moral lainnya. Kecanduan gadget dapat menimbulkan
gangguan pemusat perhatian dan hiperaktivitas. Tujuan penelitian mengetahui
hubungan penggunaan gadget dengan resiko gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas pada anak usia pra sekolah di TK ABA III Gunungan, Bareng Lor.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian semua anak di TK ABA yang
berjumlah 135. Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling
berjumlah 101 responden dengan pengujian hipotesis menggunakan tehnik uji chi
square. Hasil penelitian terdapat 81,1% anak menggunakan gadget < 2 jam perhari
dan 82,2% anak normal dan tidak memeiliki resiko GPPH . Nilai signifikansi adalah
p=0,000 sehingga p < α (α = 0,05). Kesimpulan ada hubungan penggunaan gadget
dengan resiko gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak usia pra
sekolah di TK ABA III Gunungan, Bareng Lor.

e.) Isu Keinginan untuk mencoba

Khususnya dikalangan usia anak remaja,sering sekali ingin mencoba sesuatu baru
atau terpaksa melakukan sesuatu yang baru terhadap dirinya karena diakibatkan
adanya dorongan juga dari faktor teman sebaya. Nah,hal ini sangat sulit untuk
dipungkiri bahwasanya usia anak remaja yang masih membutuhlan edukasi lebih agar
kedepannya bisa menjadi bekal untuk dirinya.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

Rasyid, R., Agustang, A., Maru, R., Agustang, A. T. P., & Sudjud, S. (2020).
PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI
KALANGAN PELAJAR SMP NEGERI 6 DUAMPANUA KABUPATEN
PINRANG. JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 4(2), 116-123.

Namun seiring dengan kemajuan zaman, maraknya peredaran dan


penyalahgunaannarkoba telah mempengaruhi mental dan pendidikan bagi para pelajar
saat ini. Hal ini dikarenakan para pelajar kadang ingin memperlihatkan eksistensi dirinya,
tetapi kerap kali tanpa memperhitungkan akibatdan manfaatnya (Nurlia, 2019). Pada hal
penyalahgunaan narkoba dapat merusak perkembangan jiwa generasi muda baik bagi si
pengguna maupun orang lain (Berthanilla, 2019). Pengaruh ini tentu saja meresahkan dan
mengkhawatirkan semua pihak baik itu pemerintah, masyarakat maupun orang tua
(Aridhona, Bamawi, & Junita, 2017). Para pelajar dikhawatirkan akan terjerumus dalam
lingkaran narkoba baik secara sukarela karena keingintahuan mereka, maupun akibat
tekanan dari pihak luar yang rentang muncul akibat pergaulan bebas. Munculnya
kekhawatiran tersebut bukannya tanpa alasan, salah satu diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Prisaria & Suharto (2012) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin banyak pelajar/mahasiswa yang melakukan penyalahgunaan
narkoba dengan menggunakan uang saku mereka untuk membeli narkoba.
f.) Isu Konsep diri pada remaja

Konsep diri terdiri dari unsur-unsur seperti persepsi terhadap diri dan kemampuan
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan alam sekitarnya. Di
antara faktor itu adalah gaya asuh dari pihak oran tua serta perhatian orang
tuanya,nilai-nilai tertentu,budaya dan juga lingkungan. Nah,isu konsep diri
dikalangan anak remaja ini dalam kehidupan siswa karena ia menentukan pemikiran
dan cara hidup siswa tersebut.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

Ranny, R., AM, R. A., Rianti, E., Amelia, S. H., Novita, M. N. N., & Lestarina, E.
(2017). Konsep Diri Remaja dan Peranan Konseling. JPGI (Jurnal Penelitian Guru
Indonesia), 2(2), 40-47.

Konsep diri adalah pandangan atau pemahaman seseorang tentang dirinya sendiri,
baik tentang kemampuan atau prestasi fisik. Pada zaman sekarang banyak remaja
yang belum memahami konsep diri. Pada kenyataannya konsep diri sangat
dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari para remaja. Untuk mengembangkan konsep
diri tersebut, tentunya banyak pihak yang berperan penting dan salah satunya adalah
guru BK. Guru BK dapat membantu remaja dalam mengembangkan konsep diri yang
dimiliki remaja. Remaja yang memiliki konsep diri rendah perlu mendapat perhatian
khusus dan pelayanan dari guru BK dengan cara mengembangkan konsep diri ke arah
yang lebih positif agar dapat berprestasi di sekolah, tidak hanya di bidang akademik
tetapi juga di bidang keterampilan.

g.) Isu Prestasi Akademik pada potensi remaja

Berbicara perihal prestasi akademik menjadi isu perlunya pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap siswa karena biasanya prestasi akademik inilah yang menjadi
indikator keberhasilan pembelajaran. Yang artinya siswa yang memperoleh nilai
rendah biasanya dianggap sebagai siswa yang tidak sukses. Nah,hal inilah yang
menjadi acuan terkadang adanya suatu diskriminatif dari perspektif dikalangan anak
remaja perihal penilaian prestasi akademik disetiap individu.

Terkait referensi jurnal/artikel penelitian menyatakan;

Astutik, E. D. (2014). Prestasi akademik anak yang mengalami child abuse (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Child abuse atau kekerasan pada anak adalah suatu tindakan yang melanggar
hukum dan perampasan hak kebahagiaan seorang anak. Kekerasan fisik,
penelantaran, kekerasan seksual dan kekerasan emosional adalah bentuk dari child
abuse. Anak korban child abuse cenderung mempunyai penyesuaian sosial yang
buruk, menarik diri dari lingkungan dan takut dengan orang lain, sehingga dapat
berdampak pula pada prestasi akademik di sekolah.
Penelitian ini bertujuan mengetahui tanda-tanda child abuse, mengungkap penyebab
child abuse dan mengetahui prestasi akademik di sekolah. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Studi kasus digunakan
peneliti untuk memehami subjek secara mendalam dan memandang subjek
sebagaimana subjek penelitian memahami dan mengenal dirinya. Teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Subjek penelitian ini berusia remaja awal 13 tahun dan mengalami Child Abuse.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) adanya tanda kekerasan fisik seperti luka
lebam (membiru) bekas pukulan ditubuh dan tanda kekerasan verbal seperti cacian
dan kata-kata kasar, (2) faktor penyebab terjadinya child abuse adalah faktor ekonomi
dan keluarga, (3) pressure yang dialami tidak berdampak buruk bagi prestasi
akademik di sekolah. Hasil wawancara mendalam diketahui anak bersemangat dan
termotivasi disekolah sehingga dapat mengukir prestasi akademik disekolah dengan
selalu diberi bimbingan oleh guru

2. Menurut anda masalah apa yang terjadi saat ini yang paling mendesak untuk
segera ditangani dan dialami oleh anak dan remaja?
Jawab:

Menurut saya, masalah yang paling mendesak dan harus membutuhkan penanganan
sebagai peran guru bimbingan dan konselor khususnya bagi dampak anak remaja.
Nah,terkait dari kasus masalah yang dialami yang menurut saya paling membutuhkan
konsep penanganan adalah kasus masalah yang dialami siswa menengah, Mengapa
demikian? Karena pada siswa menengah (SMA) lah merupakan masa dimana mereka
mengalami pubertas yaitu masa peralihan dimana masa ini anak mengalami banyak
masalah pada dirinya. Beberapa kasus masalah yang sangat membutuhkan peran seorang
konselor yakni;

a.) Masalah penyesuaian diri

Nah, masalah yang terkait tentang penyesuaian diri remaja yang di tuntut untuk dapat
berbaur dengan lingkungan hal ini biasanya menimbulkan masalah. Karena pada
dasarnya menyesuaikan diri dari hal-hal yang sebelumnya berbeda dari kebiasaan diri
dan tiba-tida kita harus mengikuti standar kebiasaan hal baru. Oleh,karena itu
terkadang remaja akan bersikap kontra pada lingkungan yang tidak disukainya dan
akan bersikap pro pada linkungan yang disukainya.

Dampak & Akibat : Remaja akan salah dalam lingkungan yang dipilihnya,serta ia
kan tumbuh dan berkembang menjadi remaja yang “Amburadul” Nah,dalam hal ini
sekolah sangat berperan untuk mengontrol pergaluanpara remaja.

Solusi Penanganan : Nah peran sebagai seorang calon konselor serta Guru
Bimbingan dan Konseling ketika dihadapkan dengan masalah anak didik (siswa) yang
sedang mengalami suatu masalah terkait masalah penyesuaian diri. Yakni dengan
membantunya sebagai informator,organisator,motivator,pengarah,inisiator,transmitter
Fasilitator,mediator,dan evaluator.Nah peranan seorang guru BK tersebut merujuk
pada fungsi seorang guru BK.

b.) Masalah perilaku seksual


Pada masa ini remaja mulai tertarik pada lawan jenis,bersikap romantis,yang diikuti
keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian lawan jenis.

Dampak & Akibat : Nah, masalah ini akan sangat memicu permasalahan yang seirus
khususnya pada remaja yang mempunyai minat yang tinggi pada seks. Serta apabila
ditinjau dari segi moral dan kesehatan sangat tidak layak untuk dilakukan khususnya
dikalangan usia anak yang kisaran remaja.

Solusi Penanganan: Sekolah hendak melakukan tindakan,serta memberikan edukasi


perihal seks dengan memasukkan kedalam materi pembahasan pendidikan
pembelajaran khususnya dimata pelajaran Biologi,Agama,dan lain-lain. Agar anak
juga menangkap hal-hal yang memang harus ia pertimbangkan sebelum terjerumus ke
masalah yang sangat fatal ini bagi kalangan anak remaja. Peran sebagai calon
konselor serta Guru Bimbingan dan Konseling ketika dihadapkan dengan suatu kasus
terhadap anak didiknya yakni;

- Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid, dalam hal ini guru
sebaiknya memiliki ilmu-ilmu lainnya yaitu; psikologi perkembangan,
bimbingan konseling, serta ilmu mengajar. Dengan ilmu tersebut akan
memudahkan guru memberikan bantuan kepada murid-muridnya.
- Mengintensifkan pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama yang
asli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru
umum lainnya.
- Mengintensifkan bagian bimbingan konseling di sekolah dengan cara
mengadakan tenaga ahli atau menatar guru-guru untuk mengelola bagian ini.

c.) Masalah moral


Berbicara perihal masalah moral ditandai dengan ketidakmampuan remaja dalam
membedakan yang benar dan yang salah. Hal ini disebabkan oleh ketidak konsistenan
dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dampak & Akibat : yang akan dipicu adalah adanya krisis moral yang dimana
terjadinya perilaku sehari-hari yang menyimpang, krisis moral merupakan
permasalahan yang cukup kompleks dan dapat mengancam masa depan karena dapat
dikatakan masalah moral merupakan suatu masalah yang sebagai landasan utama dari
pola perilaku dan etika,nah jika hal ini terjadi secara menyimpang maka masalah serta
kasus yang lain akan terjadi pada diri sendiri. Misalnya, tidak sopan (atitude yang
tidak baik), tidak memiliki rasa hormat kepada orang yang lebih tua, tidak menaati
tata tertib di sekolah,berkata kasar dan merasa bangga, seks bebas di kalangan remaja
dan tidak merasa bermasalah.

Solusi Penanganan : Peran kita sebagai calon konselor dan Guru BK ketika kita
dihadapakan dengan kasus serta masalah terkait moral pada peserta didik kita,maka
pola pencegahan yang harus kita lakukan adalah dengan memberikan edukasi
pengarahan yang baik serta interaktif bagi remaja dan membimbingnya ke dalam
kegiatan-kegiatan positif yang bermanfaat. Serta terkhusus bagi remaja itu sendiri
hendaknya lebih membatasi diri dari hal-hal negatif yang masuk ke ranah kenakalan
remaja,khususnya dengan berhati-hatii memilih lingkungan pertemanan agar tidak
ada dorongan untuk bisa melakukan hal-hal yang mengandung dampak negatif.
Serta,dengan mendengarkan nasehat kedua orang tua (keluarga).

d.) Masalah pola pengatur Emosional remaja

Berbicara masalah emosional pada remaja merupakan masalah yang seringkali


muncul dan menjadi faktor penyebab masalah-masalah lainnya. Emosi pada remaja
adalah emosi yang cenderung tidak dapat diatur,sangat kuat,dan tidak dapat
dikendalikan.Mengapa demikian? Karena masalah emosional ini merupakan masalah
yang timbul dari karakteristik perindividu tersendiri.

Dampak & Akibat : Nah,akibat yang fatal dari seorang remaja yang tidak dapat
mengatur pola emosionalnya (Kontrol dirinya) maka anak tersebut akan sulit
mengatur tingkat emosionalnya yang tiba-tiba meluap saja. Nah yang paling parah
jika anak remaja tersebut bahkan sampai tawuran antar pelajar.

Solusi Penanganan : Dalam hal ini,sekolah sebagaqi lembaga formal berperan untuk
membantu siswa dalam mebentuk kedewasaaanya. Nah,serta peran kita sebagai calon
konselor serta guru BK dalam menghadapi kasus anak yang sulit dalam
mengatur/mengendalikan emosinya maka langkah-langkah yang dapat kita lakukan
adalah dengan menanggulangi masalah ini dengan memberikan edukasi berupa
pemahaman bimbingan-bimbingan konseling pada anak tersebut.

3. Coba kumpulkan beberapa referensi analisis jurnal penelitian, bagaimanakah


karakteristik petugas petugas bimbingan dan konseling!
Jawab :

Terkait dari beberapa referensi analisis jurnal penelitian,tentang karakteristik petugas


bimbingan dan konseling.

Ahmad Susanto, M. P. (2018). Bimbingan dan konseling di Sekolah: Konsep, teori, dan
aplikasinya. Kencana.

Setiawan, T. I. Kata kunci: konselor, kerjasama tim, prinsip-prinsip kerja. A.


Pendahuluan Bimbingan dan konseling yang dibahas dalam tulisan ini adalah bimbingan
dan konseling di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (Strata 1). Mengingat
banyaknya karakteristik yang sama antara.
Hidayat, R. (2021). Implementasi model integrasi bimbingan dan konseling dalam
pendidikan dan penerapannya di sekolah dan madrasah. Jurnal Konseling dan
Pendidikan, 9(1), 56-64.

Farziah, W. I. (2019). Kepribadian Konselor Menurut Perspektif Organisasi Profesi


(Kajian Konten Analisis Terhadap Karakteristik Kepribadian Konselor Konvensional)
(Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh).

Anggraini, S. (2017). Peran supervisi bk untuk meningkatkan profesionalisme guru Bk.


In Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling (Vol. 1, No. 1, pp. 332-341).

“Nah,berikut yang terkait penulis dari referensi serta artikel penelitian yang saya kutip
mengenai karakteristik dari petugas bimbingan dan konseling.”

Sekian, dan Terima kasih 

Anda mungkin juga menyukai