Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH BULLYING TERHADAP TINGKAT PERCAYA DIRI SISWA KELAS IV


SDN JATI JAYA PARUNG BOGOR JAWA BARAT

Oleh

Dra. Sri Mawani,M.Pd (Ketua)

Dwi Dasalinda, M.Pd (Anggota)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2017
PRAKATA

Puji serta syukur kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, Atas rahmat dan karunia-
Nya, laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Bullying Terhadap Tingkat Kepercayaan
Diri Siswa Kelas IV SDN Jati Jaya Parung Bogor Jawa Barat” dapat diselesaikan dengan
waktu yang ditencanakan, atas usaha dan bantuan serta partisipasi aktif dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dari hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Suyatno, M.Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Prof.DR.Hamka


yang telah memberikan fasilitas kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini.
2. Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd, selaku Dekan FKIP UHAMKA yang telah
memberikan ijin kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini dan memberikan
saran, bimbingan, pengarahan, dan perhatiannya kepada peneliti.
3. Dr. Hj. Suswandari, M.Pd selaku ketua LEMLITBANG UHAMKA, yang telah
memberikan fasilitas dan saran kepada peneliti.
4. Serta semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya, yang telah
membantu penyelesaian penelitian ini, peneliti ucapkan terimaksih.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti
sangat mengharapkan masukan dan saran untuk penyempurnaan penelitian ini. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 13 Juni 2017

Peneliti
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan tempat yang ideal untuk menyelenggarakan pendidikan dan

mengembangkan potensi diri anak. Di sekolah, anak tidak hanya mengembangkan potensi

kognitif saja, tapi anak juga akan belajar mengembangkan kemampuan psikososial, moral

dan emosionalnya. Anak dapat belajar calistung sekaligus belajar menjalin pertemanan

dengan anak yang seusianya, dan belajar untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan-

ketentuan yang berlaku di sekolah.

Sekolah yang ideal adalah sekolah yang bisa menciptakan lingkungan sekolah yang

menyenangkan sehingga bisa terwujud visi misi yang ingin dicapai. Sekolah yang ideal

dapat diartikan sebagai sekolah yang memiliki tenaga pendidik yang kompeten dalam

bidangnya dan memiliki 4 kompetensi yang harus di capai yaitu kompetensi paedagogik,

kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Selain itu

didukung dengan sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar yang lengkap.

Didalam lingkungan sekolah tidak hanya menjadi tempat yang sesuai untuk

mengembangkan potensi anak, sekolah juga bisa menjadi tempat timbulnya stressor yang

dapat mengganggu perkembangan diri anak. Stressor ini disebabkan oleh usia anak

sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan usia yang menyulitkan, karena anak-anak lebih

banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya dibandingkan orang tua, sehingga orang

tua mengalami kesulitan dalam mengontrol anaknya. Usia ini disebut juga sebagai usia

berkelompok. Perhatian anak akan lebih tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman

sebaya sebagai anggota kelompoknya. Kedudukan dan penerimaan serta pengakuan dari

teman sebaya sangat berperan dalam membentuk karakteristik anak. Salah satu stressor
yang dapat mengganggu perkembangan diri anak adalah adanya perilaku bullying di

sekolah.

Menurut Ken Rigby, bullying merupakan hasrat untuk menyakiti yang diwujudkan

kedalam sebuah aksi sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan

secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,

biasanya berulang dan dilakukan dengan keadaan senang.1 Tanda-tanda anak menjadi

korban bullying adalah mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke

sekolah, ketinggalan pelajaran, mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam pelajaran,

kesehatan mental dan fisik akan berpengaruh baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam waktu yang cukup lama anak yang menjadi korban bullying akan menunjukkan

gejala atau perilaku seperti penuh ketakutan karena truma dan menjadi malu atau kurang

percaya diri. Kurangnya rasa percaya diri pada anak akan berakibat anak menjadi kurang

menghargai dirinya sendiri yang akan mempengaruhi kemampuan anak mengatasi masalah

atau tantangan dalam hidupnya.

Padahal, rasa percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak yang sedang berkembang.

Anak yang memiliki rasa percaya diri akan mampu mengatasi tekanan dan penolakan dari

temannya. Anak yang percaya diri akan lebih menerima dirinya sendiri, mau mencoba

sesuatu yang baru dan dapat membantu menghadapi situasi di dalam pergaulan serta

menangani berbagai tugas dengan lebih mudah.

Di tahun 2014, beberapa kali kita dikejutkan oleh serangkaian berita tentang

bullying anak di sekolah. Bullying yang diberitakan berbagai macam, antara lain oknum

guru terhadap muridnya, kakak kelas terhadap adik kelasnya maupun antar teman

sebaya.

1
Ponny Retno Astuti. 2008. Merendam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak. Jakarta:
PT. Grasindo hal 3
Tindakan bully ini diyakini sudah lama terjadi, namun kurang mendapat perhatian. Oleh

sebagian orang, tindakan tersebut dianggap hal yang wajar terjadi, hingga pada suatu

situasi dimana korban mengalami luka parah atau bahkan sampai meninggal dunia baru

diberitakan sebagai berita yang menggemparkan. Banyak pihak seperti orang tua dan

sekolah yang belum familiar dengan istilah bullying, sehingga orang tua maupun pihak

sekolah sering sekali mengabaikan, membiarkan dan menganggap sepele masalah

bullying. Orang tua serta para guru beranggapan bahwa bullying sebagai bagian dari

permainan anak modern.

Beberapa bulan yang lalu, publik dihebohkan dengan beredarnya video kekerasan

sejumlah siswa di salah satu Sekolah Dasar di Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Dalam

video tersebut tampak seorang siswi yang menggunakan seragam sekolah berdiri di pojok

ruangan, sementara beberapa siswa dan siswi lainnya secara bergantian melakukan

pemukulan dan tendangan. Siswi yang menjadi objek kekerasan tersebut tampak pasrah

dan menangis menerima perlakuan kasar teman-temannya tersebut.

Menurut KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan

masyarakat. Pada tahun 2010 terdapat 2.413 kasus, tahun 2011 terdapat 2.508 kasus, tahun

2012 ada 2.637 kasus dan tahun 2014 (dari Januari s/d Mei) terdapat 3.339 kasus. Laporan

yang diterima oleh KPAI tersebut terjadi di sekolah, keluarga dan masyarakat. Sebanyak

17% kekerasan terjadi disekolah. Bahkan pada tahun 2013, tercatat 181 kasus yang berujung

pada tewasnya korban, 141 kasus korban menderita luka berat dan 97 kasus korban menderita

luka ringan.2

Peneliti berpendapat bahwa dengan mengetahui angka kejadian bullying di sekolah

dasar maka pemerintah, pihak sekolah, orang tua maupun pihak lain yang terkait dapat

merancang tindakan pencegahan untuk meminimalisir dampak yang timbul akibat

bullying.

2
Didik Singgih Hadi, “Pendidikan untuk Peradaban yang Unggul” dalam
http://badandiklat.jatengprov.go.id, diunduh pada hari Kamis, 5 Maret 2015 pukul 22.00 WIB
Dampak yang ditimbulkan akibat bullying ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan saat

ini tetapi juga dapat berdampak pada kehidupan setelah dia tumbuh dewasa.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Jati Jaya di Kp. Jati

Parung. Alasan peneliti melakukan penelitian disekolah tersebut karena seorang guru yang

bekerja di sekolah tersebut pernah bercerita bahwa muridnya sering melakukan bullying

terhadap teman sekelasnya. Dengan alasan adanya indikasi terjadinya bullying di sekolah

tersebut, maka peneliti memilih sekolah tersebut sebagai tempat penelitian.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh bullying terhadap tingkat percaya diri siswa kelas IV SDN Jati

Jaya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah,

yaitu:

1. Apakah bullying berpengaruh terhadap tingkat percaya diri siswa?

2. Bagaimana dampak psikologis pada korban bullying?

3. Apa saja jenis-jenis perilaku bullying yang sering terjadi di sekolah dasar?

4. Dimana tempat yang sering menjadi lokasi kejadian bullying?

5. Bagaimana karakteristik anak yang sering menjadi korban bullying?

6. Bagaimana karakteristik anak yang sering menjadi pelaku bullying?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka peneliti membatasi masalah pada

“Pengaruh bullying terhadap tingkat percaya diri siswa kelas IV SDN Jati Jaya Parung”.
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah,

maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

“Apakah bullying memberikan pengaruh terhadap tingkat percaya diri siswa kelas IV SDN Jati
Jaya Parung?”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Percaya Diri

a. Hakikat Percaya Diri

Elly Risman, seorang psikolog, mengatakan bahwa “Percaya diri sangat

berkaitan dengan rasa nyaman seseorang tentang dirinya sendiri dan penilaian

orang lain terhadap dirinya”.3Ketika seseorang merasa nyaman dengan dirinya,

maka dia tidak akan pernah takut untuk mencoba sesuatu yang baru. Kepercayaan

diri membuat seseorang merasa bahagia dan diperhitungkan oleh orang di

sekitarnya. Kesempatan untuk menyalakan citra positif tentang dirinya semakin

terbuka lebar.

Menurut Anita Lie, percaya diri merupakan “Perilaku yang menceminkan

sikap yakin terhadap diri sendiri, tidak tergantung kepada orang lain, tidak ragu,

merasa dirinya berharga, tidak menyombongkan diri dan memiliki kemampuan

untuk bertindak”.4 Orang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau

pekerjaan yang sesuai dengan tahap perkembangannya dengan baik atau

setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar menyelesaikan tugas tersebut.

Orang yang percaya diri memiliki keberanian dan kemampuan untuk

meningkatkan prestasinya sendiri. Orang yang percaya diri tentunya akan

dipercaya oleh orang lain.

Sedangkan menurut Ach Syaifullah, percaya diri merupakan “Sikap positif

yang dimiliki seorang individu yang membisakan dan memampukan dirinya

untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun

terhadap

3
Henni Puspitarini. 2013. Membangun Rasa Percaya Diri Anak. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, hlm. 6
4
Anita Lie. 2003. Menjadi Orang Tua Bijak, 101 Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri. Jakarta: Gramedia, hlm.
orang lain, lingkungan, serta situasi yang dihadapinya untuk meraih apa yang

diinginkannya.”5 Pribadi yang percaya diri adalah pribadi yang memiliki

optimisme, jiwa dan mental yang siap menghadapi segala kemungkinan yang

akan terjadi. Pribadi yang percaya diri tidak pernah peduli apapun yang

dihadapinya. Dengan percaya diri yang dimiliki, salah satu cara untuk

merealisasikan keingingannya adalah hambatan tersebut dihadapi dan digusur.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

percaya diri adalah “sikap positif yang dimiliki oleh seseorang sehingga timbul

rasa nyaman terhadap dirinya sendiri dan memiliki keberanian untuk bertindak

dalam menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perkembangannya”.

Persamaan dari ketiga pendapat diatas adalah penilaian orang lain terhadap

seorang individu akan mempengaruhi percaya diri seseorang. Sedangkan

perbedaan di antara ketiganya yaitu Elly Risman lebih menekankan pada rasa

nyaman dalam diri individu, Anita Lie beraggapan bahwa percaya diri

berhubungan dengan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, sedangkan Ach

Syaifullah lebih menekankan pada tujuan yang ingin dicapai dari seseorang yang

memiliki rasa percaya diri.

b. Karakter Percaya Diri

Berikut ini beberapa karakter orang yang memiliki rasa percaya diri yang

baik, yaitu:

1) Tampil Percaya Diri


Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa perlu
persetujuan orang lain.
2) Bertindak Independen

5
Ach Syaifullah. 2010. Tips Bisa Percaya Diri. Yogjakarta: Garailmu, hlm. 10
Bertindak diluar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan
baik, namun hal ini dilakukan demi kebaikan, bukan karena tidak mematuhi
prosedur yang berlaku.
3) Menyatakan Keyakinan Atas Kemampuan Sendiri
Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu
mewujudkan sesuatu menjadi kenyataan, seorang penggerak atau seorang
narasumber. Secara eksplisit menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya
sendiri. Melihat dirinya sendiri lebih baik dari orang lain.
4) Memilih Tantangan atau Konflik
Menyukai tugas-tugas yang menantang dan mencari tanggung jawab yang
baru. Percaya terus terang jika tidak sependapat dengan orang lain yang lebih
kuat, tetapi mengutarakannya dengan sopan. Menyampaikan pendapat
dengan jelas dan percaya diri walaupun dalam situasi konflik.6
Individu yang percaya diri dapat diindikasi memiliki perasaan yang kuat

terhadap tindakan yang dilakukan, memiliki ketenangan sikap, dapat

berkomunikasi dengan baik, kemampuan untuk bersosialisasi, merasa optimis,

dapat mengendalikan perasaannya, percaya akan kompetensi atau kemampuan

yang dimiliki internal locus control (memandang keberhasilan atau kegagalan

tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau

keadaan serta tidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain).

c. Tanda-Tanda Anak Tidak Percaya Diri

Berikut ini terdapat beberapa tanda bahwa anak tidak memiliki kepercayaan

diri, yaitu:7

1) Menghindari mengerjakan hal-hal yang mungkin sulit


2) Ragu sebelum mengerjakan bahkan tugas yang sedikit sulit
3) Kerap meminta penenteraman
4) Mengharapkan kegagalan
5) Sering meminta bantuan
6) Berfikir dengan cara negatif dan bersikap pesimistis
7) Diam dan menarik diri
8) Berulang kali mengajukan pertanyaan yang jawabannya sudah jelas
9) Berakting besar dan percaya diri secara berlebihan

6
Ajib Mustajib. “Karakteristik Orang yang Memiliki Rasa Percaya Diri” dalam www.agarpercayadiri.com, di
unduh pada hari Rabu, 8 April 2015 pukul 08.50 WIB
7
John Pearce. 1990. Kekhawatiran dan Ketakutan. Jakarta: Binarupa Nusantara, hlm. 61
Jika tiga atau lebih tanda-tanda di atas muncul, maka orangtua harus

mencurigai bahwa anak anda mengidap rasa kurang percaya diri dan lakukan

segala yang dapat anda kerjakan untuk memperbaikinya.

d. Faktor Percaya Diri

Percaya diri tidak mudah dan langsung datang dengan sendirinya. Menjadi

pribadi yang percaya diri membutuhkan energi yang besar. Energi tersebut

berupa dorongan dari diri sendiri (intern) dan pengaruh dari luar (extern).8

1) Faktor Intern

Dalam faktor intern seseorang harus memiliki keinginan terlebih dahulu

untuk mengubah dirinya menjadi pribadi percaya diri. Mustahil tanpa

didasari adanya kehendak atau keinginan, tiba-tiba seseorang berubah

menjadi orang yang percaya diri. Ketika seseorang mempunyai keinginan,

maka dia akan melakukan penilaian atau evaluasi terhadap dirinya sendiri.

Atau timbulnya rasa ketidakpuasan atas dirinya yang selalu membuatnya

gagal. Sehingga timbullah kecenderungan dari diri sendiri untuk berubah

menjadi yang lebih baik.

2) Faktor Extern

Faktor intern saja tidak cukup untuk membentuk pribadi percaya diri,

lingkungan dan orang lain juga berpengaruh. Hal ini bisa berupa pengalaman

yang dialami atau berupa keinginan seseorang untuk melakukan identifikasi

atau meniru orang lain yang melebihinya. Hal lain yang berpengaruh

terhadap terbentuknya pribadi yang percaya diri adalah lingkungan yang

memang mendukung terhadap keinginan yang dikehendaki.

8
Ach Syaifullah. Op. Cit., hlm. 152
Ketika seseorang memiliki kedua energi tersebut, maka dia akan menjadi

pribadi yang percaya diri.

e. Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak

Menurut Erikson, usia 6-12 tahun merupakan tahapan pertentangan antara

dorongan untuk membuktikan kemampuan diri dan kejatuhan dalam rasa minder.9

Pada saat anak duduk di bangku sekolah dasar, dia harus menghadapi banyak

tantangan baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Berikut ini beberapa cara

yang orang tua bisa lakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak, yaitu:

1) Bantu anak anda mengalami hari pertama di sekolah dasar yang positif dan
menyenangkan
2) Fasilitasi kebutuhan sekolah anak anda
3) Beri semangat dan dorongan bagi kemajuan anak anda
4) Pahami beban dan kesulitannya serta beri ruang untuk kegagalan
5) Ungkapkan kasih dan sayang anda secara eksplisit
6) Berikan penghargaan atas setiap pemberian atau ungkapan kasih sayang dari
anak anda
7) Jadilah guru yang baik bagi anak anda
8) Beri anak tanggungjawab untuk mengerjakan sebagian pekerjaan rutin di
rumah
9) Libatkan anak dalam liburan keluarga yang lebih kompleks dan menantang
10) Beri kesempatan anak untuk berhadapan dengan orang lain tanpa anda
11) Siapkan anak anda untuk berbagai situasi darurat
12) Ketika makan di restoran atau berbelaja di took, minta anak untuk
menyelesaikan pembayaran
13) Beri kesempatan anak untuk mengatur keuangan sendiri
14) Beri ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan
15) Jadilah teman yang baik untuk anak anda
16) Dorong anak dalam kegiatan di luar rumah yang bermanfaat
17) Pahami kebutuhan anak akan persahabatan dengan teman sebaya dan dukung
kegiatan-kegiatan positif bersama teman
18) Bantu anak anda untuk bisa bergaul dengan teman sebaya tanpa harus menjadi
14
korban arus
19) Ajarkan anak untuk tidak selalu mendapatkan apa yang dia inginkan dengan
mudah dan tanpa usaha
20) Fasilitasi hobi anak dan pupuk bakatnya
21) Hadirlah pada momen-momen perayaan prestasinya
22) Jika mungkin, beri kesempatan agar anak bisa mengamati apa yang anda
lakukan di tempat kerja
23) Lanjutkan kebiasaan memamerkan hasil karya anak anda di tempat kerja
24) Lanjutkan papan komunikasi keluarga

9
Anita Lie. Op. Cit., hlm. 65
25) Lanjutkan dan tingkatkan kebiasaan mendongeng dan bercerita
26) Dorong anak untuk menulis buku harian
27) Pupuk kehidupan rohani anak10
Percaya diri tidak bisa dipaksakan, tetapi harus ditumbuhkan. Dalam

menumbuhkan percaya diri anak, peran orang tua atau keluarga tidak bisa

dihilangkan.

1. Bullying

Sebelum berbicara tentang bullying, peneliti akan membahas sedikit tentang

patologi sosial. Secara definisi, patologi sosial berarti “Segala tingkah laku yang

bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal. Pola kesederhanaan, hak milik,

solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum

formal.”11 Dengan kata lain, patologi sosial adalah gejala-gejala sosial yang dianggap

menyimpang yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Salah satu contoh dari

patologi sosial yang sering terjadi di lingkungan sekolah adalah bullying.

a. Hakikat Bullying

Di negara – negara Scandinavia masalah bullying diistilahkan dengan kata

“mobbing” (Norway, Denmark) atau “mobbning” (Sweden, Finland). Menurut

Heinemann seperti yang dikutip oleh Olweus yang istilah aslinya berasal dari

Inggris yaitu “mob” yang menekankan bahwa biasanya mob adalah tindakan

agresi reaktif oleh kelompok yang berlangsung sesaat.12Tindakan agresi reaktif

menurut Heinemann merupakan tindakan yang terjadi secara mendadak karena

siswa yang menjadi anggota kelompok tersebut tersinggung dengan tindakan

siswa lain yang

10
Ibid., hlm. 67
11
“Patologi Sosial” dalam id.m.wikipedia.org, diunduh pada hari Senin, 13 April 2015 pukul 22.00 WIB
12
Dan Olweus. 1996. Bullying at School. Oxford UK and Cambridge USA: Blackwell, hlm. 8
mengganggu atau merusak kedamaian kelompok tersebut. Kemudian siswa

tersebut menyerang, namun segera kembali ke kondisi normal untuk menjaga

keseimbangan kelompok.

Sedangkan menurut Olweus sendiri, bullying lebih merujuk pada tindakan

agresi proaktif. Tindakan ini bersfat lebih luas, yaitu merupakan tindakan

seseorang atau sekelompok yang disengaja untuk maksud tertentu sebagai

motivasi dan hukuman pada korbannya untuk mendapatkan balasan.13Beberapa

contoh yang termasuk kedalam tindakan argesi proaktif seperti pemalakan, atau

meminta uang korban secara paksa. Dalam tindakan ini, pelaku dapat

memperoleh uang, kekuasaan dan kontrol terhadap korban. Selain itu, senioritas

juga termasuk kedalam tindakan proaktif. Contoh kasus senioritas yaitu MOS

(Masa Orientasi Sekolah), perilaku siswa seringkali dibiarkan oleh para guru

selama tidak menimbulkan akibat fisik yang fatal. Murid baru atau junior tidak

mampu berbuat apapun selain membentuk kelompok sendiri untuk menghindari

penyerangan dari para senior.

Roland memberikan definisi bullying sebagai berikut: “Long standing

violence, physical or psychological, perpetrated by an individual or group

directed against an individual who can not defend himself or herself”. 14Anak

yang tidak mampu membela diri atau mempertahankan dirinya sendiri akan

sering menjadi korban bullying. Tindakan yang di terima oleh si korban bisa

berupa kekerasan secara fisik maupun secara psikologi.

Menurut Andri Priyatna, bullying merupakan “Tindakan yang disengaja oleh

si pelaku pada korbannya, bukan sebuah kelalaian. Memang betul-betul

disengaja.

13
Ibid., hlm. 9
14
Novan Ardy Wiyani. 2012. Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, hlm. 12
Tindakan tersebut terjadi secara berulang-ulang, tidak pernah dilakukan secara

acak atau hanya sekali. Bullying didasari perbedaan power yang mencolok.”15

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa orang yang melakukan

bullying pasti memiliki alasan tertentu sehingga melakukan hal tersebut terhadap

korbannya. Yang sering dijadikan alasan untuk mem-bully adalah adanya

perbedaan power yang secara nyata dapat terlihat. Misalnya secara fisik, anak

yang melakukan bully memiliki ukuran badan yang lebih besar di badingkan anak

yang menjadi korbannya. Atau anak yang memiliki ukuran tubuh yang

proporsional akan membully anak yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar

dibandingkan anak seusianya dan mereka akan menganggap bahwa anak yang

memiliki ukuran tubuh lebih besar tersebut tidak akan mampu melawan.

Dari beberapa pengertian tentang bullying diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa bullying merupakan tidakan negatif yang disengaja dan terjadi secara

berulang, dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dianggap

memiliki perbedaan power yang mencolok sehingga si korban dianggap tidak

akan mampu untuk melawan.

Persamaan dari beberapa pendapat diatas adalah bullying merupakan

tindakan yang dapat merugikan orang lain. Perbedaan diantara pendapat tersebut

yaitu Heinemann lebih menekankan pada tindakan agresi reaktif, namun Olweus

lebih ke tindakan agresi proaktif. Sedangkan Roland dan Andri Priyatna

berpendapat bahwa perbedaan power yang mencolok antara korban dengan

pelaku menjadi dasar terjadinya bully.

15
Andri Priyatna. 2010. Let’s End Bullying. Jakarta: PT. Alex Media Komputido, hlm. 2
b. Jenis-Jenis Bullying

Ada beberapa jenis bullying yang sering dilakukan si bully dalam mem-

bullying korbannya:
18
1) Fisikal, seperti: memukul, menendang, mendorong, merusak benda-benda
milik korban.
2) Verbal, seperti: mengolok-olok nama panggilan (labeling), melecehkan
penampilan, mengancam, menakut-nakuti, dll.
3) Sosial, seperti: menyebar gosip, rumor, mempermalukan di depan umum,
dikuncilkan dari pergaulan, atau menjebak seseorang sehingga orang tersebut
dituduh melakukan tindakan tersebut.
4) Cyber atau elektronik, seperti: mempermalukan orang seperti menyebar gosip
di jejaring sosial internet (misal facebook, twitter, path dll), menyebar foto
pribadi tanpa izin pemiliknya di internet, atau membongkar rahasia orang
lain lewat internet.16
Dari beberapa jenis bullying diatas, yang lebih menimbulkan dampak yang

mengganggu psikologi si korbannya yaitu bullying verbal dan sosial. Bahkan ada

kasus di tahun 2005, seorang siswi mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri

di kamar mandi rumahnya gara-gara sering diejek karena ayahnya seorang

tukang bubur.17

Bullying dapat terjadi dimana saja, di lingkungan di mana terjadi interaksi

sosial antarmanusia, seperti:

1) Sekolah, yang disebut school bullying


2) Tempat kerja, yang disebut workplace bullying
3) Internet atau teknologi digital, yang disebut cyber bullying
4) Lingkungan politik, yang disebut political bullying
5) Lingkungan militer, yang disebut military bullying
6) Dalam perpeloncoan, yang disebut hazing18
School bullying, cyber bullying dan hazing, lebih menjadi perhatian

masyarakat dibandingkan yang lainnya. Bukan berarti di tempat selain sekolah,

dunia maya, maupun perpeloncoan tidak sampai menimbulkan hal yang serius,

namun mungkin karena di tempat kerja, lingkungan politik dan lingkungan militer

16
Ibid., hlm. 3
17
Muhabar. “Gara-Gara Sering Diejek, Vivi Gantung Diri” dalam m.liputan6.com. di unduh pada hari Senin, 13
April 2015 pukul 22.50 WIB
18
Novan Ardy Wiyani. Op. Cit., hlm. 14
yang menjadi pelaku maupun korban bukan anak-anak lagi, sehingga mereka bisa

lebih menyikapi hal tersebut dengan cara yang lebih dewasa sehingga tidak

sampai melakukan bunuh diri.

c. Dampak Buruk Bullying

Penting sekali untuk memahami bahwa bullying itu sama sekali bukan bagian

normal dari masa kanak-kanak yang harus dilewati. Tindakan bullying itu

berakibat buruk bagi korban, sanksi maupun bagi si pelaku itu sendiri. Bahkan

efeknya bisa membekas sampai si anak dewasa.19 Tidak hanya dampak yang saat

ini terlihat saja yang akan dialami sang anak, tetapi dampak dalam jangka

panjang juga akan dialami. Dampak ini tentu akan mempengaruhi kehidupan

anak nantinya.

Dampak buruk yang dapat tejadi pada anak yang menjadi korban tindakan

bullying, antara lain:

1) Kecemasan
2) Merasa kesepian
3) Rendah diri
4) Tingkat kompetensi sosial yang rendah
5) Depresi
6) Simptom psikosomatik
7) Penarikan sosial
8) Keluhan pada kesehatan fisik
9) Minggat dari rumah
10) Penggunaan alkohol dan obat
11) Bunuh diri
12) Penurunan performasi akademik20
Jika bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi

diri anak dalam menghargai dirinya sendiri. Untuk kasus yang lebih ekstrim

selain

19
Andri Priyatna. Op. Cit., hlm. 4
20
Ibid
bunuh diri, korban bullying juga bisa menjadi pelaku pembunuhan yang

diakibatkan oleh rasa benci yang sangat mendalam.

Sementara itu, si pelaku bullying pun tidak terlepas dari resiko berikut:

1) Sering terlibat dalam perkelahian


2) Resiko mengalami cidera akibat perkelahian
3) Melakukan tindakan pencurian
4) Minum alkohol
5) Merokok
6) Menjadi biang kerok di sekolah
7) Minggat dari sekolah
8) Gemar membawa senjata tajam
9) Yang terparah: menjadi pelaku tindakan kriminal. Dalam sebuah studi, 60%
dari anak yang biasa melakukan tindakan bullying menjadi pelaku tindakan
kriminal sebelum mereka menginjak usia 24.21
Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka

memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus, pelaku

bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa tindak

kriminal.

Sementara untuk mereka yang biasa menyaksikan tindakan bullying pada

kawan-kawannya akan berada pada resiko:

1) Menjadi penakut dan rapuh

2) Sering mengalami kecemasan

3) Rasa keamanan diri yang rendah22

Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka siswa lain yang menonton

akan berasumsi bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam

kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan pembully karena

takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin akan diam saja

tanpa melakukan apapun, dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu

menghentikannya.

d. Model Pencegahan Bullying

21
Ibid., hlm. 5
22
Ibid
Ada 3 model pencegahan bullying yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya bullying, yaitu:23

1) Model Transteori (Transtheoretical Model/TTM)


Model Transteori merupakan salah satu motode penyadaran bahaya bullying
yang bersifat ajakan, mudah dipahami, bertahap namun relatif cepat dan
aman, bagi orang tua, guru ataupun anak, korban maupun pelaku.
Dalam setiap tahapanya selalu muncul rasa keingintahuan, hasrat dan upaya
yang lebih besar untuk mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Setiap peserta akan mendapat kepuasan setiap kali dia menyadari atau
disadarkan akan bahaya bullying. Para peserta akan menyediakan diri atau
bertanya untuk melakukan persiapan selanjutnya dari setiap tahap yang
dilaluinya.
2) Jaringan Pendukung (Support Network)
Support network berfungsi untuk membantu jalannya tahapan Transteori.
Support network adalah program untuk melakukan upaya komunikasi antara
pihak sekolah dan komunitasnya. Dalam upaya pencegahan bullying, support
network perlu dilakukan terlebih dahulu, yakni dengan menggalang
berkumpulnya seluruh komunitas sekolah untuk disatukan pemahaman dan
keterlibatan mereka secara bersama mengenai bullying.
3) Program SAHABAT
Dengan dasar-dasar nilai kasih sayang, harmoni, baik budi, dan tanggung
jawab adalah contoh program yang mengandung nilai nilai sosial paling
mendasar yang memudahkan kedua model diatas dapat dilaksanakan secara
nyata, terkontrol, individual maupun berkelompok/bersama-sama,
terorganisasi, dan efektif dalam mencegah bullying melalui pelatihan
perbaikan perilaku anak-anak.

Ketiga model diatas saling berintegrasi satu dengan yang lainnya. Untuk

mendukung program TTM sebagai alat ukur atau membantu peran serta orang tua

yang secara proaktif ikut menanggulangi masalah bullying disekolah anak, maka

diciptakan program SAHABAT yang intinya memperkenalkan nilai-nilai etika dan

metode organisasional. Nilai-nilai etika ini meliputi kasih sayang, harmonis, kebaikan

hati dan tanggungjawab siswa di sekolah. Sementara metode organisasional meliputi

penciptaan struktur dan fungsi organisasi, antara lain melalui organisasi jaringan

pendukung (support network).

23
Ponny Retno Astuti. Op. Cit., hlm. 25
Diharapkan siswa mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perilaku bullying

sehingga bisa lebih menghargai temannya.

a. Guru

Sebagai informasi tentang bullying sehingga mampu memperkecil kemungkinan

terjadinya bullying di sekolah.

b. Sekolah

Bisa dijadikan sebagai masukkan dan informasi tentang pengaruh bullying


terhadap tingkat percaya diri siswa kelas IV SDN Jati Jaya Parung.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Jati Jaya Kp. Jati Parung Jawa Barat. Alasan

peneliti memilih sekolah tersebut sebagai tempat penelitian karena disekolah tersebut

terindikasi terjadinya kejadian bullying antarsiswa.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga bulan Juli, pada siswa kelas IV
semester genap tahun ajaran 2016/2017.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang

mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.24Dalam penelitian ini, populasinya

adalah seluruh siswa kelas IV SDN Jati Jaya Parung Jawa Barat tahun ajaran 2016-

2017 yang berjumlah 36 siswa.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.25Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan teknik sampel acak yaitu “teknik pengambilan sampel yang

setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai

24
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta, hlm, 117.
25
Ibid., hlm 118
sampel”.26Dalam hal ini yang menjadi sampel dalam penelitian adalah siswa kelas IV

yang berjumlah 30 siswa.

Tabel 3.2
Sampel Penelitian

No. Jenis kelamin Jumlah


1. Laki-laki 16
2. Perempuan 14
Total 30

C. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena penelitian ini disajikan

dengan angka-angka. Menurut Sugiono,

Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan


pada filsafat postivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.27
Penelitian ini menggunakan metode ex-postfactoatau sering juga disebut sebagai after

the fact. Menurut Donald Ary seperti yang dikutip oleh Dewi mengatakan bahwa

penelitian ex-post facto merupakan “Penemuan empiris yang dilakukan secara sistematis,

peneliti tidak melakukan kontrol terhadap variabel-variabel bebas karena manifestasinya

sudah terjadi.”28 Jadi pada penelitian ini tidak akan ditemukan kelompok kontrol.

Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.3
Desain Penelitian

X Y

26
Ibid., hlm 124
27
Ibid., hlm. 14
28
Dewi Silvia Zega. “Penelitian Ex-Post Facto” dalam yudistiadewisilva.wordpress.com. diunduh pada hari
Jumat, 17 April 2015 pukul 07.00 WIB
Keterangan:

X = Bullying
29
Y = Tingkat Percaya Diri

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan angket sebagai instrumen penelitian.

Skala pengukurannya menggunakan skala likert, dengan pilihan jawaban sering sekali,

sering, jarang, tidak pernah. Skor yang diberikan dari 1 sampai 4. Pada penelitian ini

terdapat dua variabel, yaitu:

Variabel bebas (X) : kejadian bullying

Variabel terikat (Y): tingkat percaya diri

1. Definisi Konseptual

Bullying merupakan tindakan negatif yang disengaja dan terjadi secara berulang,

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dianggap memiliki perbedaan

power yang mencolok sehingga si korban dianggap tidak akan mampu untuk

melawan. Tingkat percaya diri adalah sikap positif yang dimiliki oleh seseorang

sehingga timbul rasa nyaman terhadap dirinya sendiri dan memiliki keberanian untuk

bertindak

dalam menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perkembangannya.

2. Definisi Operasional

a. Bullying

Bullying terdiri dari 4 jenis yaitu bullying fisikal, verbal, sosial dan cyber,

namun pada penelitian ini peneliti hanya meneliti 3 jenis bullying yaitu bullying

fisikal, verbal dan sosial. Untuk cyber bullying sengaja tidak diteliti karena
disekolah tempat peneliti melakukan penelitian hanya terdapat 30% siswa kelas 4

yang sudah mengenal internet, sedangkan sisanya masih asing dengan internet.

Indikator dari bullying yaitu:

1) Bullying fisikal seperti memukul, menjegal kaki, mencubit, menarik kerah

baju, menunjukkan tinju, memalak, menumpahkan makanan atau minuman

orang lain dengan sengaja, menyembunyikan barang milik orang lain.

2) Bullying verbal seperti memanggil dengan nama orang tua, memanggil

dengan julukan yang tidak disukai, mengolok-olok penampilan.

3) Bullying sosial seperti menyebar rumor, mengguncilkan, mempermalukan

didepan umum, menatap sinis kepada orang lain.

b. Skala Percaya Diri

Percaya diri terdiri atas 4 ciri-ciri yaitu tampil percaya diri, bertindak independen,

menyatakan keyakinan atas kemampuan sendiri dan memilih tantangan atau

konflik.

Indikatior percaya diri yaitu:

1) Percaya diri dalam penampilan, seperti memiliki keyakin an diri, mudah


31
bergaul.

2) Bertindak indepeden, seperti mandiri.

3) Menyatakan keyakinan atas kemampuan diri sendiri, seperti optimis, tidak

mudah menyerah, mampu menyesuaikan diri.

4) Memilih tantangan atau konflik, seperti menyukai tugas-tugas yang sulit,

mencari tanggugjawab yang baru.


3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

a. Kisi-Kisi Instrumen Bullying

Tabel 3.4
Kisi-Kisi InstrumenBullying

Jumlah

No Dimensi Indikator Pelaku Korban Butir

Soal

1 Bullying Mencubit, menunjukkan tinju, 1, 4, 6, 14, 3, 11, 18, 11

fisikal menyembunyikan barang, 15, 16, 23 24

memalak, menarik kerah baju,

menumpahkan makanan dengan

sengaja, menjegal kaki.

2 Bullying Mengolok-olok, memanggil dengan 9, 17, 22, 5, 26 6

verbal sebutan yang tidak disukai, 27

memanggil dengan nama orang tua.

3 Bullying Menyebar rumor, mempermalukan 7, 8, 12, 10, 19 9

sosial didepan umum, mengkuncilkan, 20, 21, 25,

menatap dengan sinis 28


b. Kisi-Kisi Instrumen Percaya Diri

Tabel 3.5
Kisi-Kisi Instrumen Percaya Diri

N Jumlah
Dimensi Indikator Favorable Unfavorable
o Butir Soal

1 Percaya diri Kemampan untuk 2, 4 3, 6, 12, 23, 7

dalam tampil sendiri 24

berpenampilan didepan kelas,

mudah bergaul

dengan teman

2 Bertindak Kemampuan 13, 20 9, 10 4

independen untuk bertindak

mandiri, mandiri

3 Menyatakan Optimis, tidak 1, 8, 15, 5, 16, 21, 13

keyakinan atas mudah menyerah, 18, 26, 27, 25, 29

kemampuan mampu 29, 30

sendiri menyesuaikan diri

4 Memilih Menyukai tugas- 7, 17, 19, 14 5

tantangan atau tugas yang sulit, 22

konflik bertanggung

jawab
Untuk pernyataan yang favorable, peneliti akan member skor 4 unntuk yang

sering sekali, 3 untuk sering, 2 untuk jarang dan 1 untuk tidak pernah. Sedangkan

untuk pernyataan unfavorable peneliti akan memberi skor 4 untuk tidak pernah, 3

untuk jarang, 2 untuk sering dan 1 untuk sering sekali.

4. Pengujian Validitas dan Penghitungan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Agar memperoleh data yang akurat dalam penelitian, alat ukur yang akan

dipergunakan harus valid. Maksudnya agar alat ukur tersebut sesuai dengan apa yang

hendak diukur secara tepat. Pada penelitian ini, alat yang digunakan peneliti untuk

memperoleh data yaitu menggunakan angket.

Data pemahaman kosakata pada indikator dalam uji coba instrumen tersebut

penulis analisis validitasnya dengan menggunakan rumus korelasi biserial. Adapun

teknis penghitungannya penulis lakukan dalam program microsoft excel dengan rumus

korelasi product moment.

Rumus untuk korelasi product moment.

Keterangan :

rxy = angka indeks korelasi “r” product moment

X = skala skor 1

Y = skala skor 2

N = banyaknya subjek

Kriteria pengujian validitas.


rpbi hitung > rpbi tabel= valid.

rpbi hitung < rpbi tabel = tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Suatu hasil pengukuran dapat dikatakan reliable jika alat pengukur tersebut dapat

dipercaya, sehingga mendapatkan hasil yang tetap dan konsisten. Pada penelitian ini

pengukuran reliabilitas akan dihitung dengan menggunakan Alpha Cronbach. Rumus

untuk Alpha Cronbach:

𝑘 𝜎2
α=[ ] [1 − 𝑏 ]
𝑘−1 𝜎𝑡2

keterangan:

α = alpha cronbach

k = banyaknya pertanyaan dalam butir

𝜎𝑏2 = varians butir

𝜎𝑡2 = varians total

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Nilai r Tingkat Kepercayaan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Tinggi

0,80 – 1,00 Sangat Tinggi


35

Reliabilitas instrumen yang kurang dari 0,6 kurang baik, sedangkan 0,7 dapat

diterima dan diatas 0,8 baik.

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan sebagai syarat statistik parametris bahwa setiap

variable yang akan dianalisis harus berdistribusi normal maka sebelum pengujian

hipotesis dilakukan terlebih dahulu pengujian normalitas data. Rumus yang digunakan

untuk uji normalitas data adalah rumus Liliefors (L):

𝑋𝑖− 𝑋̅
Zi =
𝑠

Keterangan:

S = simpangan baku = √𝑆2

X = data

𝑋̅ = rata-rata

Penggunaan tabel Z dan nilai kritis L:

Z > 0 dimana p = 0,5 + 0,tabel

Z < 0 dimana p = 0,5 – 0,tabel

Z = 0 dimana p = 0,5

Ketentuan pengujian dengan taraf signifikansi 5%:

Jika Lo< Lkritis maka data berdistribusi normal, Lo adalah nilai terbesar.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah dua kelompok yang

independen mempunyai varians yang sama. Rumus uji F :


F Varians Terbesar
= Varians Terkecil

Varians (S) 2 2
𝑛 (∑ 𝑓𝑥) − (∑ 𝑓𝑥)
=
𝑛 (𝑛−1)

Jika Fhitung< Ftabel, maka data homogen dengan taraf signifikansi 5 %.

3. Uji Hipotesis

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan dulu uji analisis kolerasi untuk

mengukur derajat hubungan antara dua variabel. Rumus yang digunakan yaitu rumus

analisis kolerasi product moment:

𝑛.(∑ 𝑥𝑦 )−(∑ 𝑥) (∑ 𝑦)
r = √{𝑛.∑ 𝑥2− (∑ 𝑥)2}{𝑛.∑ 𝑦2− (∑ 𝑦)2}

Uji hipotesis menggunakan rumus uji t satu pihak, yaitu pihak kiri dengan

menggunakan rumus :

𝑟 √𝑛−2
t=
√1− 𝑟2

Dengan nilai r didapat dari korelasi product moment.

F. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: µ>µo

H0: µ< µo
Keterangan:
µ: thitung
µo : ttabel
BAB IV
PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN

A. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengukur kelayakan suatu instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini pada variabel X dan variabel Y. Uji coba dilakukan

kepada siswa kelas IV SDN Jati Jaya Parung, yang satu kelas berjumlah 30 orang. Uji

coba ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Adapun uraian

hasil uji coba instrumen adalah sebagai berikut:

1. Uji Validitas Bullying

Perhitungan validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi

Product Moment. Berdasarkan hasil penghitungan data uji coba diperoleh 23 soal yang

valid dari 38 soal yang diujikan. Soal dikatakan valid apabila rhitung> rtabel, sedangkan soal

dikatakan tidak valid jika rhitung< rtabel. Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh 23

soal yang memiliki memiliki rhitung> rtabel yaitu no 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17,

18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 sedangkan soal yang memiliki rhitung< rtabel yaitu

soal no 1, 5, 6, 7, 12.

Tabel 4.1
Klasifikasi Butiran Soal Uji Instrumen Bullying

Klasifikasi Jumlah Item Nomor Item

Valid 23 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17,


18,

19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28


Tidak valid 5 1, 5, 6, 7, 12
2. Uji Validitas Percaya Diri

Perhitungan validitas isntrumen dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi

Product Moment. Berdasarkan hasil penghitungan data uji coba diperoleh 15 soal yang

valid dari 30 soal yang diujikan. Soal dikatakan valid apabila rhitung> rtabel, sedangkan soal

dikatakan tidak valid jika rhitung< rtabel. Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh 15

soal yang memiliki memiliki rhitung> rtabel yaitu no 3, 4, 5, 7, 9, 10, 13, 16, 18, 22, 24, 25,

26, 28, 30 sedangkan soal yang memiliki rhitung< rtabel yaitu soal no 1, 2, 6, 8, 11, 12, 14,

15, 17, 19, 20, 21, 23, 27, 29.

Tabel 4.2
Klasifikasi Butiran Soal Uji Instrumen Percaya Diri

Klasifikasi Jumlah Item Nomor Item

Valid 15 3, 4, 5, 7, 9, 10, 13, 16, 18, 22, 24, 25,


26,

28, 30
Tidak valid 15 1, 2, 6, 8, 11, 12, 14, 15, 17, 19, 20, 21,

23, 27, 29

3. Uji Reliabilitas Bullying

Uji reliabilitas bullying menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh hasil

0,907. Instrumen dikatakan reliabel jika rhitung> rtabel pada taraf signifikan 0,05 dengan

jumlah n = 30. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dilihat bahwa r hitung>

rtabel (0,907 > 0,367). Maka dapat disimpulkan bahwa instrumen instrumen tersebut

reliabel.

4. Uji Reliabilitas Percaya Diri


Uji realibilitas percaya diri menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh hasil

0,969. Instrumen dikatakan reliabel jika r hitung> rtabel pada taraf signifikan 0,05 dengan

jumlah n = 30. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dilihat bahwa r hitung>

rtabel (0,969 > 0,367). Maka dapat disimpulkan bahwa instrumen instrumen tersebut

reliabel.

B. Deskripsi Data

Pelitian ini dilakukan di SDN Jati Jaya Parung yang terletak di Jl. Lurah Wira III.

RT 03/04 Kp. Jati Kec.Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Sekolah ini berada di

tengah perkampungan yang masih banyak terdapat pohon bambu sehingga terasa sejuk

dan nyaman. Kebanyakan siswa yang bersekolah disini merupakan anak-anak yang

tempat tentan

tinggalnya didekat sekolah sehingga sebagian besar guru mengetahui g kondisi


41
keluarga muridnya. Sebagian besar pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua murid yaitu

wirausaha, seperti membuka warung. Akses menuju sekolah sangat mudah karena bisa

ditempuh dengan berjalan kaki maupun kendaraan pribadi, namun tidak dilalui oleh

kendaraan umum.

SDN Jati Jaya memiliki 6 ruang kelas, 1 ruang guru dan kepala sekolah, 1 ruang

perpustakaan, 1 ruang UKS, 1 gudang, 2 WC guru, 2 WC siswa dan lapangan olahraga.

Sedangkan kantinnya berada diluar gedung sekolah. Setiap kelas memiliki jumlah siswa

yang berbeda-beda. Untuk kelas IV ada 36 siswa. Jumlah siswa secara keseluruhan ada

257 siswa dan jumlah guru yang mengajar ada 12 orang. Kondisi kelasnya cukup bagus,

papan tulisnya sudah menggunakan white board namun belum terpasang infocus disetiap

kelas.

Sekolah ini memiliki banyak prestasi, baik dalam bidang akademik maupun non

akademik. Contoh prestasi di bidang akademik seperti juara 2 lomba cerdas cermat dan
juara 2 lomba pidato agama. Contoh prestasi yang diraih di bidang non akademik yaitu

juara 2 lomba voli, juara 3 lomba tenis meja dan juara 1 lomba keterampilan.

Seperti yang telah disebutkan pada bab III bahwa peneliti menggunakan dua

variabel. Variabel bebasnya yaitu pengaruh bullying, sedangkan variabel terikatnya

tingkat percaya diri. Untuk memperoleh data bullying, peneliti membuat angket yang

terdiri dari 28 pernyataan yang berkaitan dengan bullying dalam bentuk verbal, fisikal

dan sosial. Dari 28 pernyataan yang diuji, terdapat 23 pernyataan yang valid. Sedangkan

untuk mengukur tingkat percaya diri, peneliti membuat angket yang terdiri dari 30

pernyataan, namun hanya 15 pernyataan yang valid. Kemudian angket yang terdiri dari

pernyataan yang valid disebarkan kembali ke siswa kelas IV SDN Jati Jaya.

Selanjutnya penelitian dilakukan pada sampel sebanyak 36 siswa, namun hanya

30 siswa saja yang hadir pada hari itu.

1. Deskripsi Data Bullying

Bullying merupakan tidakan negatif yang disengaja dan terjadi secara berulang,

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dianggap memiliki perbedaan

power yang mencolok sehingga si korban dianggap tidak akan mampu untuk melawan.

Dari hasil analisis data bullying, diperoleh rentang skor dari 26 sampai 48. Rata-rata

sebesar 36,23, Median 38,18, Modus 39,7, Varian sebesar 40,46 dan simpangan baku

6,36. Jika rata-rata < median < modus berarti dapat disimpulkan bahwa pemahaman

siswa tentang bullying rendah dan data bullying bersifat negatif. Dari data yang telah

diperoleh dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Bullyingpada Siswa Kelas IV SDN Jati Jaya

No Batas Nyata Frekuensi


Kelas Skor Relatif
Absolut Kumulatif
Interval Tengah
1 26-29 27,5 25,5-29,5 7 7 23.3%
2 30-33 31,5 29,5-33,5 4 11 13.3%
3 34-37 35,5 33,5-37,5 2 13 6.7%
4 38-41 39,5 37,5-41,5 12 25 40%
5 42-45 42,5 41,5-45,5 4 29 13,3%
6 46-49 4,5 45,5-549,5 1 30 3.3%

Jumlah 30

Berdasarkan hasil distribusi diatas, maka dapat dibuat grafik histogramnya

sebagai berikut.

Histogram dan Poligon


14

12

10

8
Histogram
6
Poligon
4

0
26-29 30-33 34-37 38-41 42-45 46-49

Grafik 4.1
Tindakan Bullyingpada Siswa Kelas IV SDN Jati Jaya

Dari grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa yang mendapatkan skor

antara 26-29 terdapat 7 orang siswa, yang mendapatkan skor antara 30-33 ada 4 orang

siswa, yang mendapatkan skor antara 34-37 ada 2 orang siswa, yang mendapatkan skor
antara 38-41 ada 12 orang siswa, yang mendapatkan skor antara 42-45 ada 4 orang siswa

dan yang mendapatkan skor antara 46-49 ada 1 orang siswa.

44
2. Deskripsi Data Percaya Diri

Percaya diri adalah sikap positif yang dimiliki oleh seseorang sehingga timbul

rasa nyaman terhadap dirinya sendiri dan memiliki keberanian untuk bertindak dalam

menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perkembangannya. Data yang diperoleh dari

penelitian ini tentang percaya diri terdapat rentang skor antara 32 sampai 55. Rata-rata

skor sebesar 43,87, Median 43,5, Modus 42,5, Varian 23,64 dan simpangan baku 4,86.

Jika rata-rata > median > modus maka dapat di simpulkan bahwa pemahaman siswa

tentang percaya diri cukup baik dan data percaya diri bersifat normal. Dari data yang

diperoleh, dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Percaya Diri pada Siswa Kelas IV
SDN Jati Jaya

Frekuensi
Kelas Skor
No Batas Nyata
Interval Tengah Absolut Kumulatif Relatif

1 32-35 33,5 31,5-35,5 1 1 3.3%

2 36-39 37,5 35,5-39,5 4 5 13,3%

3 40-43 41,5 39,5-43,5 10 15 33,3%

4 44-47 45,5 43,5-47,5 8 23 26,7%

5 48-51 49,5 47,5-51,5 5 28 16,7%

6 52-55 53,5 51,5-55,5 2 30 6,7%

Jumlah 30

Berdasarkan data distribusi diatas, maka grafik histogramnya dapat dibuat sebagai

berikut.
Histogram dan Poligon
12

10

6 Histogram
Poligon
4

0
32-35 36-39 40-43 44-47 48-51 52-55

Grafik 4.2
Tingkat Percaya Diri pada Siswa Kelas IV SDN Jati Jaya

Dari grafik diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa yang mendapat skor

antara 32-35 ada 1 orang siswa, skor antara 36-39 terdapat 4 orang siswa, skor antara 40-

43 ada 10 orang siswa, skor antara 44-47 ada 8 orang siswa, skor antara 48-51 terdapat 5

orang siswa dan skor antara 52-55 ada 2 orang siswa.

C. Analisis Data

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian

normalitas dan homogenitas data sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas hasil belajar dilakukan dengan uji Liliefors. Dari hasil

perhitungan diperoleh harga Lhitung untuk bullying sebesar 0.122 sedangkan pengujian

pada tingkat percaya diri didapat Lhitung sebesar 0.078. Pada kelas eksprimen dengan n =

30 taraf siginifikan α = 0,05. Karena Lhitung< Ltabel yaitu 0.078< 0.1610 maka H0diterima.

Berarti sampel yang digunakan berasal dari populasi dengan distribusi normal.
Tabel 4.5
Kritera Uji Normalitas

Variabel Lhitung Ltabel Kriteria Keterangan

Bullying 0,122
0.1610 Lhitung< Ltabel Normal
Percaya Diri 0.078

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas kedua kelas digunakan dengan uji Fisher. Dari hasil perhitungan

diperoleh Ftabel = 1.861 , harga Fhitung = 1.763 dengan dk pembilang 29 dan dk penyebut

29 dan taraf signifikan α = 0,05. Karena Fhitung< Ftabel yaitu 1.763 < 1.861 maka H0

diterima. Maka dapat disimpulkan data diatas bersifat homogen yang berarti data bisa

digunakan untuk perhitungan uji t.

Tabel 4.6
Kriteria Uji Homogenitas

Variabel Varians Fhitung Ftabel Kriteria Keterangan

Bullying 40,46
1,711 1.85 Fhitung < Ftabel Homogen
Percaya Diri 23,64

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata bullying adalah 36,23

sedangkan untuk rata-rata percaya diri diperoleh nilai 43,87. Untuk mengetahui apakah

perbedaan rata-rata tersebut memiliki pengaruh, maka perlu dilakukan analisis lebih

lanjut. Hasil pengujian persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji

homogenitas diketahui bahwa kedua kelompok tersebut berada pada distribusi normal

dan
bersifat homogen, sehingga peneliti dapat menguji hipotesis penelitian dengan

melakukan uji koefisiensi korelasi menggunakan rumus product moment, setelah itu

dilakukan uji signifikansi korelasi menggunakan uji-t satu sampel, karena penelitian ini

hanya menggunakan satu kelas dalam memperoleh data.

Hasil dari koefisiensi korelasi diperoleh hasil t hitung = -0,471 yang berarti terdapat

pengaruh yang negatif yang sedang antara tindakan bullying dengan tingkat percaya diri

siswa. Hubungan yang negatif berarti semakin tinggi tindakan bullying semakin rendah

pula tingkat percaya diri siswa. Dan sdikatakan sedang karena sesuai dengan klasifikasi

koefisiensi yang menunjukkan nilai r antara 0,41 – 0,60 tingkat pengaruhnya sedang.

Tabel 4.7
Klasifikasi Koefisiensi
Korelasi

Nilai r Tingkat Pengaruh

0,00 – 0,20 Sangat rendah

0,21 – 0,40 Rendah

0,41 – 0,60 Sedang

0,61 – 0,80 Tinggi

0,81 – 1,00 Sangat tinggi

Hasil perhitungan uji signifikansi korelasi dengan uji-t satu sampel pada

penelitian ini diperoleh Thitung = -2,815 pada taraf signifikan α = 0.05 dengan derajat

kebebasan (dk)

= 58 seharga Ttabel = 2,002. H0 diterima apabila Thitung< Ttabel, karena Thitung< Ttabel (-2,815

< 2,002) maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima.

Tabel 4.8
Uji Hipotesis

Variabel Rata-rata Dk Thitung Ttabel Keterangan

Bullying 36,23 Tidak Terdapat


29 -2,815 2,002
Percaya Diri 43,87 Pengaruh

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bullying tidak memiliki pengaruh

negatif yang sangat signifikan terhadap tingkat percaya diri siswa kelas IV SDN Jati Jaya

Parung.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan, jenis bullying yang paling sering terjadi di

SDN Jati Jaya adalah bullying sosial. Jenis bullying sosial seperti mengucilkan,

menyebarkan rumor yang tidak benar dan mempermalukan seseorang di depan umum.

Bullying jenis sosial mungkin dianggap tidak berbahaya karena tidak menimbulkan efek

yang terlihat seperti bullying fisikal.

Menurut pendapat para ahli, percaya diri dipengaruhi oleh faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal dari percaya diri antara lain:

1) Konsep diri, yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Konsep diri

merupakan gagasan tentang dirinya sendiri.

2) Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang

mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sendiri sebagai individu

yang berhasil.

3) Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri.

Sementara faktor eksternal dari percaya diri antara lain:


50

1) Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa

dibawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya

lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada

individu lain.

2) Pekerjaan. Bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa

percaya diri. Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu mengembangkan

kemampuan diri.

3) Lingkungan dan pengalaman hidup. Dukungan yang baik yang diterima dari

lingkungan keluarga dan masyarakat yang saling berinteraksi dengan baik akan

memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi.

Faktor internal seperti konsep diri, harga diri dan kondisi fisik dan faktor

eksternal seperti pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalamana hidup lebih

berpengaruh terhadap percaya diri seseorang dibandingkan bullying.


BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Hasil hitung koefisiensi korelasi diperoleh -0,471 yang berarti bullying memiliki

hubungan yang negatif terhadap tingkat percaya diri siswa.

2. Hasil hitung uji t diperoleh -2,815 pada taraf signifikan α = 0.05 dengan derajat

kebebasan (dk) = 58 seharga Ttabel = 2,002. H0 diterima karena Thitung< Ttabel (-2,815

< 2,002) yang berarti tidak terdapat pengaruh negatif bullying terhadap tingkat

percaya diri siswa.

3. Faktor internal seperti konsep diri, harga diri dan kondisi fisik dan faktor eksternal

seperti pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalamana hidup lebih

berpengaruh terhadap percaya diri seseorang dibandingkan bullying.

4. Jenis bullying yang paling sering dilakukan di SDN Jati Jaya adalah bullying sosial.

Jenis bullying sosial seperti menguncilkan, menyebarkan rumor, dan

mempermalukan seseorang di depan kelas. Dan lokasi yang paling sering menjadi

tempat kejadian bullying yaitu di dalam kelas.

B. Implikasi

Dalam kegiatan belajar mengajar, terjadilah interaksi antara guru dengan siswa dan

siswa dengan siswa lain. Interaksi ini dilakukan guna menciptakan rasa persaudaraan,

persahabatan, kasih sayang, memahami dan untuk menghindari terjadinya tindakan

bullying di sekolah. Bullying bisa menurunkan tingkat percaya diri siswa. Untuk

mencegah terjadinya bullying di sekolah, ada 3 model pencegahan yang bisa di terapkan

di sekolah. Pertama model transteori yang merupakan model penyadaran bahaya

bullying yang
bersifat ajakan, mudah dipahami, bertahap namun relatif cepat dan aman, bagi orang tua,

guru ataupun anak, korban maupun pelaku.

Kedua, model jaringan pendukung yang berfungsi untuk membantu jalannya

tahapan Transteori. Support network adalah program untuk melakukan upaya komunikasi

antara pihak sekolah dan komunitasnya. Dalam upaya pencegahan bullying, support

network perlu dilakukan terlebih dahulu, yakni dengan menggalang berkumpulnya

seluruh komunitas sekolah untuk disatukan pemahaman dan keterlibatan mereka secara

bersama mengenai bullying.

Dan yang ketiga program sahabat, dengan dasar-dasar nilai kasih sayang, harmoni,

baik budi, dan tanggung jawab adalah contoh program yang mengandung nilai nilai

sosial paling mendasar yang memudahkan kedua model diatas dapat dilaksanakan secara

nyata, terkontrol, individual maupun berkelompok/bersama-sama, terorganisasi, dan

efektif dalam mencegah bullying melalui pelatihan perbaikan perilaku anak-anak.

Ketiga model diatas saling berintegrasi satu dengan yang lainnya. Untuk

mendukung program TTM sebagai alat ukur atau membantu peran serta orang tua yang

secara proaktif ikut menanggulangi masalah bullying disekolah anak, maka diciptakan

program SAHABAT yang intinya memperkenalkan nilai-nilai etika dan metode

organisasional. Nilai-nilai etika ini meliputi kasih sayang, harmonis, kebaikan hati dan

tanggungjawab siswa di sekolah. Sementara metode organisasional meliputi penciptaan

struktur dan fungsi organisasi, antara lain melalui organisasi jaringan pendukung

(support network).
C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menyampaikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan guru tentang bullying di

sekolah dan bisa lebih memperhatikan dan aktif berinteraksi dengan anak didiknya

supaya tidak menjadi korban maupun pelaku bullying, karena baik korban maupun

pelaku sama-sama memberikan dampak yang tidak baik untuk anak didik.

2. Bagi Sekolah

Diharapakan sekolah mampu menjalankan program seperti ketiga model

pencegahan bullying dalam menanggulangi tindakan bullying di sekolah, sehingga

bisa mengurangi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya bullying di sekolah.

Ketiga model tersebut adalah model transteori, support network dan program

SAHABAT.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan membaca penelitian ini diharapkan mendapat informasi untuk melanjutkan

penelitian dengan tema yang sama di tempat yang berbeda atau dengan

menggunakan metode yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Astuti, Ponny Retno. 2008. Merendam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan
pada Anak. Jakarta: PT. Grasindo.
Ibrahim, Nini. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: UHAMKA Press.
Kusdiwelirawan, A. statistika pendidikan. 2014. Jakarta: UHAMKA Press.
Lie, Anita. 2003. Menjadi Orang Tua Bijak, 101 Cara Menumbuhkan Rasa Percaya Diri.
Jakarta: Gramedia.
Olweus, Dan. 1996. Bullying at School. Oxford UK and Cambridge USA: Blackwell.
Pearce, John. 1990. Kekhawatiran dan Ketakutan. Jakarta: Binarupa Nusantara.
Priyatna, Andri. 2010. Let’s End Bullying. Jakarta: PT. Alex Media Komputido.
Puspitarini, Henni. 2013. Membangun Rasa Percaya Diri Anak. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo.
Sudjana. 2005.Metoda statistika. Bandung: Tarsito
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta
Syaifullah, Ach. 2010. Tips Bisa Percaya Diri. Yogjakarta: Garailmu.
Wiyani, Novan Ardy. 2012. Save Our Children from School Bullying. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Websites:
2015. Patologi Sosial. Diunduh pada tanggal 13 April 2015, dari
http://id.m.wikipedia.org.html
Dewi Silvia Zega. 2014. Penelitian Ex-Post Facto. Diunduh pada tanggal 17 April 2015 dari
http://yudistiadewisilva.wordpress.com.html
Hadi, Didik Singgih. 2014. Pendidikan untuk Peradaban yang Unggul. Diunduh pada tanggal
5 Maret 2015 dari http://badandiklat.jatengprov.go.id.html
Muhabar. 2014. Gara-Gara Sering Diejek, Vivi Gantung Diri. Diunduh pada tanggal 13 April
2015, dari http://m.liputan6.com.html
Mustajib, Ajib. 2013. Karakteristik Orang yang Memiliki Rasa Percaya Diri. Diunduh pada
tanggal8 April 2015, dari http://www.agarpercayadiri.com.html
Scanned by CamScanner

Anda mungkin juga menyukai