Anda di halaman 1dari 16

BULLYING TERHADAP SISWA SAAT DI KELAS ATAU DI

LINGKUNGAN SEKOLAH

Oleh
Nikita Ananta
2111201303131

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI KALIMANTAN


TIMUR TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Melimpahkan berkah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran.penulis berharap agar
makalah ini dapat berguna bagi semua orang Penulis menyadari makalah bertema ''bulying
terhadap siswa saat di kelas maupun di lingkungan sekolah''ini masih perlu banyak
penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran
pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.Demikian yang dapat penulis
sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana cara mengatasi agar kasus bullying di sekolah tidak terjadi lagi
B. Apa peran guru terhadap bullying siswa
C. Apa saja solusi kasus bullying siswa di sekolah

TUJUAN

A.Mengetahui cara mengatasi kasus bullying siswa


B.mengetahui peran guru
C.mengetahui solusi kasus bullying siswa
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................
PENYUSUNAN.................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
RUMUSAN MASALAH.....................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................
BAB ll PEMBAHASAN........................................................................................
A.bullying psikologis atau mental.........................................................................
B.kasus bullying Yang terjadi secara verbal..........................................................
C.orang yang telah menjadi korban bullying verbal .............................................
D.cara menghadapi bullying verbal .......................................................................
E.Bagemana cara mengatasi agar kasus bullying di sekolah tidak terjadi lagi ......
F.peran guru terhadap bullying siswa .....................................................................

BAB lll PENUTUP..................................................................................................


A.kesimpulan………………………………………………………………………
B.saran……………………………………………………………………………..
C.daftar pustaka........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat
dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar
batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di
dalam maupun di luar lingkungan sekolah (Yusuf & Fahrudin, 2012). Perilaku
remaja sangat di pengaruhi oleh lingkungan sekitar, terutama ketika di sekolah
remaja yang minim pengawasan berperilaku tidak sesuai dengan norma atau
aturan yang berlaku. Siswa-siswa melakukan tindakan yang di larang di
lingkungan sekolah misalnya seperti bertengkar, mengolok-olok siswa satu sama
lain, pemalakan bahkan mengancam teman-teman sekolahnya.
Murid-murid sekolah berani melanggar peraturan sekolah yang berkaitan dengan disiplin
seperti; merokok, minum alkohol, merusak fasilitas sekolah, mencuri, berkelahi, bolos
sekolah, menganggu pelajaran di kelas, tidak mematuhi arahan guru bahkan membullying
kawan sekelas atau adik kelas salah satu perilaku negatif yang potensial untuk ditiru
siswa adalah bullying. Bullying merupakan tindakan menyakiti orang lain yang
lebih lemah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata, ataupun perasaannya. Bullying
berpeluang besar untuk ditiru karena perilaku negatif ini banyak dilakukan oleh
siswa. Siswa cenderung melakukan bullying setelah mereka sendiri pernah disakiti oleh
orang yang lebih kuat, misalnya oleh orang tua, kakak kandung, kakak kelas,
ataupun teman sebaya yang lebih dominan. Jika jumlah siswa yang melakukan bullying
banyak, atau bullying dilakukan oleh siswa yang berpengaruh di kelas,
maka siswa lain kemungkinan besar akan ikut melakukan bullying juga, atau
setidaknya menganggap bullying sebagai hal wajar.
Hasil penelitian tentang bullying di tiga kota besar di Indonesia (Sejiwa
dalam Keliat dkk,2015) menunjukan bahwa guru menganggap ada permasalahan
serius jika ada siswa yang terluka secara fisik. Jadi, penanganan yang lebih serius
dan keras akan di lakukan jika anak melakukan kekerasan fisik di banding jika ia
melakukan kekerasan verbal atau psikologis. Hal ini terjadi karena kurangnya
pemahaman pihak sekolah tentang dampak bullying.
Fenomena bullying telah menjadi bagian dari dinamika sekolah.
Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti “penggencetan”,
“pemalakan”, “pengucilan”, intimidasi dan lain-lain. Istilah bullying sendiri
memiliki makna lebih luas, mencakup berbagai bentuk penggunaan kekuasaan
atau kekuatan untuk menyakiti orang lain, sehingga korban merasa tertekan
trauma dan tidak berdaya.
Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidian di indonesia
memang kian memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan
Sekolah Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di indonesia
ada kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan psikologis/mental. Contoh
bullying verbal seperti membentak, meneriaki, memaki, menghina,
mempermalukan, menolak, mencela, merendahkan, memaki, atau mengejek.
BAB 11
BULLYING PSIKOLOGIS ATAU MENTAL

A. apa itu psikologis mental


bullying psikologis/mental yaitu seperti memandang sinis, memelototi,
mencibir, hingga mendiamkan. school bullying merupakan masalah serius di Indonesia
dan memerlukan perhatian dari para ilmuwan dari berbagai latar belakang pengetahuan
yang berbeda untuk menemukan solusinya.
Sekolah dengan bullying melibatkan perilaku agresif yang di anggap seperti biasa
di kalangan muda. Sebuah studi melaporkan bahwa 67% siswa di kota-kota besar
di Indonesia menyatakan bahwa bullying terjadi di sekolah mereka. Banyak
laporan bahwa korban bullying mengalami dampak negatif, seperti trauma yang
berkepanjangan, luka, dan kematian.
Bullying menjadi isu yang hangat dibicarakan di Indonesia, terutamabullying di
lingkungan sekolah (school bullying), Menurut hasil survey Komisi
Perlindungan Anak Nasional (KPAN), yang dirilis pada bulan April 2012,
sebanyak 87,6% dari 1.026 responden mengaku pernah mengalami kekerasan
fisik, verbal maupun mental. Dan 42,1% responden yang mengalami bullying
mengatakan bahwa bullying dilakukan oleh teman sekolah, disusul oleh guru
sebanyak 29,9%, kemudian oleh non pengajar sebanyak 28%. Hal ini
membuktikan bahwa perilaku bullying masih dianggap normal di masyarakat
Indonesia. Penelitian terbaru oleh Sejiwa di tahun 2013 kepada 500 mahasiswa
yang berasal dari SMA di 89 kota maju di Indonesia menunjukkan bahwa 65,3%
siswa SMA pernah terlibat dalam perilaku bullying, baik sebagai pelaku, korban
maupun saksi bullying, dimana 86% partisipan memiliki sikap yang cenderung
setuju terhadap perilaku bullying. Kasus bullying juga terjadi pada siswi SD. Nurul
Fatimah, seorang siswi Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) setingkat SD
Keunaloi, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar meninggal setelah dirawat di
Rumah Sakit
Umum dr Zainoel Abidin Banda Aceh. Dia meninggal setelah diduga dianiaya
oleh teman-temannya di dalam ruang kelas MIN Keunaloi pada Rabu 16 September
2015. Nurul baru menceritakan penyiksaan saat dirawat di Puskesmas atas desakan
tetangga yang membesuknya. "Tangannya dipelintir dan dicekik
dengan jilbab," ujar Dian Sikha, kakak kandung Nurul Fatimah di rumah duka,
Selasa (29/9/2015). Nurul Fatimah menghembuskan napas terakhir pada Sabtu 26
September 2015 malam dalam perawatan intensif (Phagta, 2015).Sekolah memiliki
pengaruh yang besar bagi anak-anak dan remaja. Pengaruh sekolah sekarang ini lebih
kuat di bandingkan pada generasi-generasi
sebelumnya karena lebih banyak individu yang lebih lama menghabiskan
waktunya di sekolah. Peran lingkungan sosial di harapkan mampu menanamkan
nilai-nilai positif dan memberikan pembekalan religius kepada anak-anak dan
remaja.Peneliti telah melakukan wawancara pada guru BK (Bimbingan
Konseling) di SMP Muhammadiyah 4 Surakarta pada hari Kamis, 28 April 2016.
Berdasarkan hasil wawancara pada guru BK menyebutkan bahwa :
“Ada beberapa siswa yang melakukan tindakan bullying dan biasanya
siswa kelas VIII yang melakukan tindakan tersebut. Siswa kelas VIII lebih sering
melakukan perilaku bullying seperti mendorong, melabrak adik tingkat, memaki,
mengejek, bahkan menendang, di karenakan sudah lebih akrab dengan teman-temannya
dan sudah mengenal lingkungan sekolah, sehingga menjadikan siswa mudah berlaku
semena-mena terhadap teman sebayanya yang di anggapnya lebih
lemah maupun adik tingkatnya, karena mereka menganggap dirinya lebih senior. Awal
tahun 2016, siswa kelas VIII berinisial B berjenis kelamin laki-laki telah melakukan
tindak bullying secara fisik terhadap teman sebayanya berinisial A berjenis kelamin laki-
laki pada waktu istirahat sekolah. Kejadian ini bermula ketika siswa B memanggil teman
sekelasnya dengan nama ejekan, awalnya hanya bercanda namun ejekan tersebut
berujung pada perilaku saling mendorong dan berujung pada perkelahian yang
mengakibatkan siswa A mengalami luka memar di bagian tangan akibat benturan meja.
Menurut data yang ada, siswa kelas VII belum di temukan yang melakukan perilaku
bullying terhadap teman sebaya karena mayoritas siswa kelas VII mesih mentaati
peraturan yang berlaku di sekolah dan masih takut berurusan dengan guru BK, selain itu
siswa kelas VII masih menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Kemudian hasil
wawancara yang di lakukan oleh peneliti di dapatkan data bahwa di kelas IX setidaknya
ada tiga siswa berjenis kelamin perempuan yang sering menjadi pelaku bullying., karena
memiliki huruf depan yang sama pada masing-masing namanya, maka ketiga siswi ini
menyebut dirinya dengan sebutan 3N. Pada awal tahun 2016 ketiga siswi ini terlibat
pertengkaran dengan siswi kelas lain yang berisial B. Awalnya mereka hanya adu mulut,
saling mengejek satu sama lain, tetapi karena
tidak terima akhirnya siswi B membalas ejekan tersebut dan terjadi pertengkaran. Dari
kasus di atas bahwa masa remaja (adolescence) adalah masa
perkembangan yang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa.Masa ini
dimulai sekitar pada usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 21 tahun
(Laura, 2012). Usia tersebut rentan dengan perilaku bullying, perilaku bullying ialah
penyalahgunaan kuasa, perilaku agresi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, ataupun
psikologis, biasanya dilakukan secara berulang-ulang dari seseorang atau sekelompok
orang yang lebih senior, lebih kuat, lebih besar terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih junior, lebih lemah, lebih kecil, dan perilaku ini menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang yang di bully merasa menderita baik secara fisik,
maupun psikis. Remaja yang melakukan bullying atau yang menjadi korban bullying
tidak memikirkan efek jangka panjang atau dampak yang akan terjadi bagi pelaku
maupun korban bullying itu sendiri.Berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak
berkembang menjadi pembuli. Faktor-faktor tersebut termasuk faktor biologi dan
temperamen, pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan. Penelitian membuktikan bahwa
gabungan faktor individu, sosial, resiko lingkungan, dan perlindungan berinteraksi dalam
menentukan etiologi perilaku buli (Verlinden, dalam Levianti 2008). Perilaku ini selain di
dasari oleh faktor lingkungan juga di pengaruhi oleh faktor lain seperti jenis kelamin.
Menurut Hayniedkk (Egan dalam Damantari,2011) bullying dan victimization lebih
sering terjadi pada anak laki-laki. Hal yang sama juga di sebutkan bahwa perilaku
bullying lebih menonjol terjadi pada kalangan Pelajar Faktor penyebab bullying atau
perundungan cukup beragam. Selain karena minimnya rasa empati, masalah ini dapat
diakibatkan hubungan anak dengan orangtua yang buruk, memiliki saudara kandung yang
abusif, hingga tidak percaya diri. Waspadalah, dampak buruk bullying bisa bersifat
jangka Panjang..
B. Kasus bullying yang terjadi secara verbal
Bullying verbal adalah tindakan penghinaan dan pelecehan secara verbal yang dilakukan
kepada orang lain. Saat ini, sering terjadi melalui media sosial juga. Bullying verbal juga
tidak terbatas pada anak-anak di sekolah. Orang dewasa sering kali menjadi pelaku
bullying karena melakukan intimidasi verbal yang kejam.Penindasan verbal, terlepas dari
usia si penindas dan yang ditindas, dapat dimulai hal remeh – seperti ejekan atau hinaan
kecil. Tapi ini bisa dengan cepat meningkat menjadi kekerasan verbal hingga intimidasi
fisik yang menyebabkan kerugian serius bagi korbannya. Perlu diwaspadai jika pelaku
bullying sering memilih lebih dari satu jenis perilaku intimidasi untuk menargetkan
korbannya.misalnya anak-anak yang memang punya kehidupannya diketahui oleh teman-
teman atau ada anaknya yang orang tua ada di penjara.“Ini yang digunakan oleh teman-
temannya yang suka bullying untuk kemudian menjadi bahan mem-bully,” ujarnya.Ada
juga yang masalah orang tuanya berpisah, kemudian masalah orang tua diketahui oleh
teman-temannya, mereka menggunakan itu untuk mengejek, misalnya dengan
mengatakan bapaknya sudah pergi dengan perempuan lain, akhirnya anak itu malu dan
minta pindah.Kepala Bidang Perempuan dan Anak Dinas Sosial, Kependudukan,
Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Josefintje Wandosa
mengatakan kasus bullying masih sering terjadi di kalangan pelajar di Kota Jayapura.
Pelaku perlu diberikan sanksi agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.dari laporan yang
selama ini masuk ke dinas rata-rata bullying yang terjadi secara verbal, seperti mengejek
dan menghina sekitar empat kasus per tahun. Akan tetapi tidak semua dilaporankan ke
dinas karena lebih banyak telah diselesaikan pihak sekolah melalui guru bimbingan
konseling maupun melalui polisi.Kasus bullying yang terjadi secara verbal, misalnya
anak-anak yang memang punya kehidupannya diketahui oleh teman-teman atau ada
anaknya yang orang tua ada di penjara.“Ini yang digunakan oleh teman-temannya yang
suka bullying untuk kemudian menjadi bahan mem-bully,” ujarnya.Ada juga yang
masalah orang tuanya berpisah, kemudian masalah orang tua diketahui oleh teman-
temannya, mereka menggunakan itu untuk mengejek, misalnya dengan mengatakan
bapaknya sudah pergi dengan perempuan lain, akhirnya anak itu malu dan minta
pindah“Ada pula yang sampai tidak masuk sekolah karena takut pada teman-teman yang
suka menghina, membicarakan kekurangan di depan teman yang lain, itu ada yang
sampai begitu,” katanya.Menurut Wandosa pelaku bullying cenderung melakukan dengan
berkelompok, bisa sampai lima orang yang memang anak-anak sebaya, seumur yang
memiliki kesenangan yang sama. Namun ada anak-anak yang memang memiliki
pertahanan diri kuat atau secara kelompok bisa melawan sehingga mereka tidak berani
mengganggu. Tapi ada anak-anak yang senang sendiri atau memiliki kekurangan yang
kebetulan diketahui oleh kelompok, anak seperti ini yang rawan.“Biasanya memang ada
anak-anak yang bawaannya pendiam, kalem, lembut, begitu memang senang jadi usilan
yang lain, memang yang mem-bully rata-rata tidak bermaksud sampai menyakiti, tapi
mereka sekadar jadi bahan candaan, tapi yang terima ini kan sakit karena di rumah tidak
diperlakukan begitu,” ujarnya.Menurut Wandosa anak-anak yang menjadi korban
biasanya yang di rumah mengalami diskriminasi, disudutkan oleh orang tua, anak-anak
yang di dalam rumah juga dibuat tidak berdaya.Sehingga ketika keluar dari rumah ketika
ia berhadapan dengan orang lain tidak bisa apa-apa untuk melindungi dirinya. Juga
biasanya anak-anak dari keluarga ‘broken’ atau dari korban kekerasan rumah tangga yang
malu dengan kondisi keluarga yang bermasalah di sekolahnya sehingga menjadi pendiam
dan menjadi korban bully-ing.“Untuk orang tua harus berani bercerita kepada anak
bahwa semakin tinggi pendidikan tantangan untuk lingkungan makin besar, dia akan
banyak berhadapan dengan banyak teman yang berbeda dengan dia, ada yang bisa sopan,
ada yang bisa menerima dia punya kekurangan dan kelebihan, dan belum tentu ada yang
menerima, ada yang memang bisa iseng,” katanya.Kemudian, lanjutnya, ada juga
sebaliknya, anak korban KDRT cenderung keluar menjadi pelaku. Ia yang kemudian
menjadi lebih agresif, lebih menjadi emosional dan melampiaskan kekesalan di rumah
terhadap teman-teman di sekolah.“Jadi itu hal-hal yang sebenarnya para orang tuanya
tidak sadar, ketika suasana rumah begitu akan menghasilkan anak-anaknya kemudian
seperti itu,” ujarnya.Korban, kata Wandosa, butuh pendampingan dan itu amanat undang-
undang, di mana anak-anak korban bully-ing, korban kekerasan, perlu didampingi untuk
mengembalikan kepercayaan dirinya dan menyakini anak korban bullying sehingga bisa
kembali bersekolah. “Tapi memang guru juga harus diberikan akes, kemudian memang
benar-benar menjaga jangan sampai ruang gerak kelompok bullying ini semakin leluasa
di sekolah,” katanya.Dari dinas, tambah Wandosa, sejauh ini gencar melakukan
sosialisasi terkait undang-undangan perlindungan anak kepada siswa-siswa di sekolah.
Juga membantu memediasi jika dari pihak sekolah meminta bantuan karena ada kasus
antara anak, kemudian orang tua terlibat, akhirnya orang tua ikut berkonflik.“Nah, itu
baru dilaporkan ke kita karena sekolah sulit menangani kalau sudah orang dewasa,”
ujarnya Menurut Wandosa sanksi terhadap pelaku tergantung kasusnya. Jika kasusnya
kemudian berat pasti harus ada sanksi supaya jangan sampai ada korban berikutnya.
Karena sangat tidak mudah memperbaiki anak-anak korban bullying secara psikis.Untuk
itu di kampung-kampung yang sudah ada Pusat Perlindungan Terpadu Berbasis
Masyarakat Bagi Anak, masyarakat di sekitar kampung atau sekolah diajak juga untuk
kemudian melindungi anak-anak di sekolah sekitar masyarakat itu berada.Guru
Bimbingan Konseling SMA YPPK Teruna Bakti Waena Felisia Roswita juga
menyampaikan informasi yang sama bahwa kasus bullying banyak terjadi di sekolah.
Menurutnya sehari bisa sampai lima dan enam kasus yang dilakukan secara
individu.“Sebenarnya banyak kasus, tapi karena sering dijadikan bahan candaan akhirnya
tidak dikasih sanksi, karena korban dan pelaku merasa itu hanya candaan yang masih
dalam batas wajar, jadi bahan bullyng itu dijadikan bahan candaan,” ujarnya.Menurut
Roswita kasus yang sering terjadi di SMA Teruna Bakti paling banyak itu “bullying
verbal” dan “cyber bullying”. Bullying verbal, biasanya ada yang mengatangatai
temannya sehingga membuat korban meminta supaya pindah kelas karena merasa tidak
nyaman.
C. Orang yang telah menjadi korban bullying verbal
sering kali menemukan citra diri dan harga diri mereka rusak lebih parah daripada patah
tulang. Efek bullying verbal dapat mempengaruhi kehidupan seseorang selama bertahun-
tahun.Bullying verbal, dengan hinaan dan ejekan, akan menghilangkan rasa harga diri
seorang anak. Mereka kehilangan perasaan berkuasa atas hidup mereka. Mereka mulai
mempercayai penghinaan dan melihat diri mereka sebagai sesuatu yang kurang dari siapa
mereka sebenarnya.Ketika intimidasi datang dari dalam keluarga atau lingkaran teman
dekat, mereka mungkin merasa seolah-olah tidak ada cara untuk melarikan diri dan tidak
ada jalan keluar. Segalanya menjadi gelap dan dunia menjadi tempat yang dingin dan
tidak bersahabat yang dipenuhi dengan bahaya dan serangan yang tak henti-
hentinya.Perasaan tidak mampu dan rasa sakit itu sering menyebabkan depresi, baik pada
anak-anak maupun orang dewasa. Jika dibiarkan, korban emosional dari bullying verbal
bahkan telah menyebabkan upaya bunuh diri, karena korban menyerah begitu saja.
D. cara menghadapi bullying verbal
Seseorang korban bullying verbal yang diintimidasi membutuhkan perawatan,
kenyamanan, dan dukungan sebanyak yang Anda bisa. Mulailah dengan mengamati dan
benar - benar mengamati. Ketika Anda melihat anak yang biasanya aktif dan ceria mulai
tumpul dan menjauhkan diri – inilah saatnya untuk mendekati secara personal. Mulailah
dengan mendengarkan. Jika ada tanda-tanda pelecehan di rumah yang menyebabkan
masalah, segera bertindak sesuai dan melibatkan pihak berwenang. Jika masalah berasal
dari intimidasi di sekolah atau lingkungan pergaulan, tindakan terbaik Anda adalah
menawarkan saran dan bantuan dengan segala cara yang Anda bisa. Dorong mereka
untuk mengabaikan si penindas. Bantu mereka mendapatkan kembali kekuatan mereka
atas si penindas dengan tidak menggunakan kekasaran atau ketakutan. Beri tahu mereka
bahwa ada orang lain yang tepercaya untuk membantu mereka. Terakhir, bantu mereka
memahami bahwa dengan berfokus pada hal-hal positif dalam hidup mereka, agar mereka
dapat mengalahkan si penindas dan mengabaikannya.
E. bagemana cara mengatasi agar kasus bullying di sekolah tidak terjadi lagi Yaitu
membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta
mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialiasi. Mengajarkan etika terhadap
sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap menghargai), berikan teguran mendidik jika
anak melakukan kesalahan Ada beberapa cara mengatasi kasus bullying yaitu:
a.Memberikan Sosialisasi Terkait Bullying
b.Memberikan Dukungan Pada Korban
c.Membuat Peraturan yang Tegas tentang Bullying
d.Memberikan Teladan atau Contoh yang Baik
e. Mengajarkan Siswa untuk melawan bullying.
F. .peran guru dalam kasus bullying siswa
Peran guru terhadap kasus bullying siswa yaitu sebagai orang yang membimbing Atau
yang memberi nasehat atau membina siswa sehingga dapat mengatasi kasus dan masalah
yang terjadi.mengenai bullying yang terjad agar dapat meminimalisir bullying yang
terjadi di sekolah.
BAB lll
Penutup

1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneulisan dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bullying adalah bentuk


tindakan atau perilaku negatif, agresif seperti mengganggu, menyakiti atau
melecehkan yang dilakukan secara sadar, sengaja dengan cara berulang-ulang oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk menyebabkan ketidaksenangan
atau menyakiti orang lain secara berulang kali. Dan bullying ini sifatnya
mengganggu orang lain karna dampak dari perilaku negatif yang kini sedang
popular dikalangan masyarakat ini adalah ketidaknyamanan orang lain atau
korban bullying.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Bullying meliputi faktor keluarga menjadi


penyebab timbulnya perilaku bullying dikalangan peserta didik, sebab
keluarga khususnya pelaku bullying tidak mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari orang tuanya. Mereka cenderung mendapatkan perlakuan yang
tidak baik dari orang tua. Sehingga mereka mencontoh apa yang mereka lihat
dari orang tua. Faktor teman sebaya juga memiliki peran yang besar sebagai
penyebab bullying karena sebagian besar waktu yang mereka miliki
dihabiskan bersama teman-temannya.Lingkungan pergaulan pelaku bullying memiliki
peran penting dalam tindakan bullying yang ia lakukan, karena pelaku cenderung
mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya.faktor
media massa Tayangan yang sering dinikmati oleh pelaku didalamnya banyak
mengandung unsur-unsur kekerasan sehingga mempengaruhi perilaku si anak.
1.2. Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat diajukan beberapa saran sebagai beirkut:
1. Bagi sekolah, hendaknya lebih menambah pengawasan dengan berkeliling sekolah di
jam-jam tertentu dan temppat-tempat tertentu yang berpotensi terjadinya bullying.
2. Bagi guru, hendaknya lebih tanggap terhadap perilaku bullying dalam bentuk yang kecil
ataupun besar agar tidak sampai menimbulkan korban.
3. Bagi guru BK, hendaknya mencatat setiap kasus-kasus bullying yang terjadi disekolah
sebagai catatan untuk penanganan tindakan yang tepat dalam menangani kasus-kasus
tersebut.
4. Bagi orang tua hendaknya menjadi panutan yang bersifat positif bagi anak serta
menciptakan hubungan yang hangat antar keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, E. & Braithwaite, V. (2004). Bullying and victimization: Cause for


concern for both families and schools. Social Psychology of Education,
7(1) 35-54.
Assegaf, A.R. (2004) Pendidikan Tanpa Kekerasan. Tipologi kondisi, Kasus dan
Konsep. Yogyakarta : Tri Wacana
Ates A.D. dan Yagmurlu B. (2010) Examining Victimization in Turkish Schools
Europan Journal of Educational Studies 2(1)31-37
Azwar, S. (2009). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Berzonsky, D.M. (2001). Moral Development. Child development. USA: The
MacMillan Psychology Reference Series.
Burns, D.D. (2010). Konsep Diri, Teori Pengukuran Perkembangan dan Perilaku. (penerjemah:
Eddy). Jakarta : Arcan.

Anda mungkin juga menyukai