Anda di halaman 1dari 12

Pelatihan Empati untuk mencegah Perilaku Bullying di kalangan Siswa

Sekolah Dasar
Anggi Tas Maya bin Fajar
1800013153
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
anggi1800013153@webmail.uad.ac.id

Abstrak
Bullying berasal dari bahasa Inggris, yang asal katanya bully jika diartikan dalam
bahasa Indonesia berarti menggertak atau mengganggu. Dampak bullying bagi
korban dapat berupa dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak
bullying dalam jangka pendek pada korban dapat menyebabkan muncul perasaan
tidak aman, perasaan harga diri yang rendah, menderita stres, kehilangan nafsu
makan, mengalami phobia sosial, menutup diri dan mengalami kesulitan untuk
bergaul dengan teman sebaya. Dampak jangka panjang akan memunculkan
masalah emosional dan perilaku yang tidak seharusnya dilakukan bahkan bunuh
diri. Perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dapat dicegah melalui
pelatihan empati yang bisa diterapkan oleh pihak sekolah. Bentuk preventif yang
dapat diterapkan adalah dengan menanamkan sikap empati pada siswa dasar
karena menyangkut pada salah satu tugas perkembangan anak yaitu pada tahap
belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis.
Kata kunci: perilaku bullying, siswa dan sekolah dasar.

Pendahuluan

Sekolah dasar menggambarkan jenjang pembelajaran paling dasar pada


pembelajaran resmi di Indonesia yang mempunyai peranan dalam
keberlangsungan proses pembelajaran berikutnya. Perihal ini sejalan dengan
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 yang melaporkan
jika pendidikan dasar mempunyai tujuan buat meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, karakter, akhlak mulia dan keahlian untuk hidup mandiri serta
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sesuatu yang mendasar bisa dimaksud sebagai
pondasi, dimana pondasi yang dibentuk bisa menunjang seluruh suatu yang
terletak diatasnya.

Pendidikan dasar di Indonesia adalah pondasi bagi jenjang pendidikan


selanjutnya yang berperan dalam membentuk kepribadian anak khususnya
peserta didik. Namun, apabila pondasi dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan
yang berdampak pada pembentukan karakteristik anak tidak kuat, maka nantinya
anak tersebut akan mudah dipengaruhi dengan hal-hal negatif. Pada era modern
ini kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya dalam hal mendidik anaknya
kepada pihak sekolah karena adanya tuntutan dunia kerja yang mempengaruhi
banyak waktu orang tua terhadap anaknya sendiri. Peran pihak sekolah akan jauh
lebih berat dengan adanya perbedaan pola asuh yang diterapkan jika tugas
pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah (Damayanti, 2019).

Pada dasarnya guru sebagai pendidik yang harus mengembangkan potensi


dasar siswa secara optimal sehingga menciptakan suasana kelas yang kondusif
untuk proses belajar mengajar yang aman dan nyaman, membimbing siswa agar
dapat menciptakan hubungan yang baik dengan menghindari perselisihan serta
konflik di dunia pendidikan. Bentuk penyimpangan perilaku yang terjadi pada
siswa SD tidak hanya berbentuk kekerasan. Namun, hal-hal yang dipandang
sebagai perilaku yang wajar tetapi sebenarnya perilaku tersebut adalah bentuk
perilaku penyimpangan yang dilakukan anak usia SD seperti mengejek temannya,
memukul, mencubit, menjambak dan menjegal temannya saat berada di sekolah.
Fenomena perilaku bullying tidak dianggap serius oleh guru karena beranggapan
bahwa perilaku tersebut adalah sebuah proses dari perkembangan siswa dan hal
yang paling mengkhawatirkan adalah belum adanya tindak lanjut dari guru untuk
mengatasi permasalahan perilaku bullying di kalangan sekolah (Sidiq, 2017).

Perilaku bullying dapat berupa perkataan baik secara langsung maupun


tidak langsung dan perlakuan atau sikap yang sengaja secara berulang-ulang kali.
Kasus bullying harus ditindak secara tegas karena bullying merupakan sebuah
perilaku yang menyimpang dan dapat menyebabkan terjadi hal buruk terhadap
korbannya. Hal ini didukung oleh data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
yang mengindentifikasi kasus yang mengacu pada klaster perlindungan anak dari
tahun 2011 hingga 2016 yang memiliki total kasus sebanyak 253 kasus perilaku
bullying. Jumlah tersebut terdiri dari 122 anak yang menjadi korban dan 131 anak
yang menjadi pelaku. Hal ini menjelaskan bahwa kasus bullying di Indonesia
merupakan masalah sosial yang sangat serius.
Besarnya angka pelaku bullying dibandingkan angka korban bullying
menandakan bahwa perilaku bullying sangat rentan terjadi di kalangan sosial
siswa seperti di dalam kelas, lingkungan sekolah dan di rumah. Hal ini didukung
oleh salah satu media online kompas dalam riset Programme for International
Students Assessment (PISA) pada tahun 2018 mengungkapkan sebanyak 41,1%
siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan dan hal ini
menempatkan negara Indonesia menduduki posisi ke-5 dari 78 negara lainnya
yang memiliki kasus siswa mengalami perundungan paling banyak.

Menurut Zakiyah (2017) bullying adalah perilaku kekerasan yang terjadi


pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih lemah. Pelaku bullying yang didefinisikan adalah seseorang atau
sekelompok yang memiliki kekuatan (power) untuk melakukan apa saja terhadap
korbannya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa masa anak merupakan wahana
pendidikan yang sangat baik dengan berbagi sesama teman, saling mengasihi
dan menjaga antara satu sama yang lain. Kebanyakan kasus bullying yang terjadi
cenderung pada karakteristik anak yang pendiam, tertutup dan mudah takut
karena perkembangan sosial dan emosional anak tersebut terganggu. Hal ini
didukung dengan data yang dilansir dari media online Tribunnews (2021)
memberitakan peristiwa kasus bullying di Cilacap, Jawa Tengah yang melibatkan
4 anak pelaku bullying terhadap salah satu siswa SMP di kabupaten Cilacap
dalam bentuk sebuah video yang menayangkan 4 anak pelaku perempuan
tersebut melakukan kekerasan fisik terhadap seorang anak hingga menangis.
Perilaku yang dilakukan dalam video tersebut adalah menjambak rambut siswa
tersebut dan mencela-cela nama baiknya tanpa adanya belas kasihan dari pelaku.
Pengunggahan video tersebut disebarluaskan melalui media sosial instagram.

Tindak kekerasan atau bullying ini dapat memberikan dampak negatif untuk
jangka waktu yang pendek dan panjang. Pengaruh jangka pendek yang
ditimbulkan adalah korban bullying akan mengalami depresi karena mendapatkan
penindasan, menurunnya minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang
diberikan oleh guru dan menurunkan minat untuk mengikuti kegiatan sekolah.
Selain itu, pengaruh jangka panjang bagi korban bullying adalah mengalami
kesulitan dalam menjalin hubungan baik dengan teman sebaya dan selalu
memiliki kecemasan terhadap perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-
temannya (Dewi, 2020).

Melihat luasnya permasalahan mengenai penyimpangan perilaku seperti


bullying membuat penulis tertarik untuk mencari solusi dalam mengurangi perilaku
bullying terhadap siswa sekolah dasar.

Tinjauan Pustaka

Bullying berasal dari bahasa Inggris, yang asal katanya bully jika diartikan
dalam bahasa Indonesia berarti menggertak atau mengganggu. Menurut Olweus
(1994) mendefinisikan bullying merupakan suatu perilaku negatif berulang yang
bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain,
baik satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak
mampu melawannya.

Bullying merupakan aksi penggunaan kekuasaan guna menyakiti


seseorang ataupun sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun mental
sehingga korban merasa tertekan, trauma serta tidak berdaya. Perilaku bullying
selalu diujarkan dengan sebutan bully. Seorang bully tidak memahami gender
ataupun umur. Apalagi bullying telah sering terjadi di sekolah serta dilakukan oleh
para anak muda. Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Sullivan (2010)
bahwa perlakuan bullying adalah perbuatan agresi atau manipulasi yang disadari
dan memiliki tujuan dengan sengaja menyakiti orang lain, baik secara fisik
maupun psikologis untuk mendapatkan kepuasan karena merasa lebih berkuasa,
sehingga target biasanya adalah orang yang lebih lemah dan tidak cukup memiliki
dukungan sosial untuk melawan.

Berdasarkan penjelasan di atas, perilaku bullying sangat mempengaruhi


mental maupun emosi korban bullying karena membuat korban akan merasa lebih
minder, ketakutan, menyendiri bahkan dapat menyebabkan bunuh diri. Penulis
akan memaparkan dampak perilaku bullying terhadap anak usia sekolah dasar
dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengurangkan angka kasus bullying yang
terjadi di Indonesia kalangan siswa sekolah dasar karena kategori bullying ringan
sering terlihat di kalangan tersebut.

Fenomena bullying sangat diprihatinkan sehingga memberi dampak negatif


terhadap korban bullying yang mempengaruhi emosi dan psikis. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita Mahriza, Meutia Rahmah dan Nani
Endri Santi pada tahun 2021 yang berjudul “analisis kesadaran dan tindakan
preventif guru pada anak pra sekolah dengan melakukan gerakan stop bullying
yang melibatkan siswa dari pendidikan anak usia dini di Kota Langsa yaitu TK
Pembina Kota Langsa, RA Al-Ashriyah dan RA Marhamah”. Subjek penelitian
adalah guru dan anak usia pra-sekolah 5-6 tahun dan teknik pengumpulan yang
digunakan adalah metode observasi dan wawancara. Analisis data yang
diterapkan adalah analisis domain, analisis taksonomi dan analisis komponensial.
Hasil penelitian yang disimpulkan adalah sering terjadi tindakan bullying yang
tanpa disadari oleh siswa maupun guru yang dikategorikan sebagai ringan. Hal ini
seperti kejadian di TK Pembina Kota Langsa yang ditemukan siswa yang berinisial
M mengganggu siswa inisial A dengan cara mencolek pada saat belajar melipat
baju dan menarik-narik baju sehingga rusak. Pencegahan yang dilakukan oleh
guru adalah dengan menegur siswa berinisial M sebagai peringatan awal agar
berhenti mencolek dan mengganggu siswa inisial A serta perlakuan bullying ini
diselesaikan dengan meminta siswa M untuk meminta maaf pada siswa A.
Tindakan guru tersebut dikategorikan sebagai tindakan rasional nilai dan tindakan
preventif dengan cara menegur dan meminta siswa untuk meminta maaf.

Berdasarkan penjelasan kasus di atas, dapat dikatakan tindakan guru


tersebut bersifat umum dan bentuk pencegahan bullying masih sama setiap kali
terdapat kejadian bullying tingkat ringan seperti itu. Hal ini akan menjadi
kebiasaan siswa dan guru karena tindakan tersebut merupakan stimulus awal bagi
pelaku bullying untuk menjadi kriminal bullying dan hal yang lebih dikhawatirkan
adalah perilaku tersebut dianggap suatu kebiasaan dalam proses perkembangan
anak usia dini. Berdasarkan pejelasan berikut, hal ini selaras dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ambarini (2018) dimana bullying dapat terjadi di lingkungan
sekolah karena perlakuan ini dapat muncul pada anak usia dini yang berusia 3
tahun. Namun, banyak guru kurang akan kesadaran tentang anak usia dini bisa
terlibat dalam tindakan bullying karena guru masih beranggapan perlakuan
tersebut merupakan hal yang lumrah tanpa perlu pencegahan yang lebih
mendalam.

Pembahasan

Bullying dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi korban


dan juga bagi pelakunya di kalangan siswa sekolah dasar yang mempengaruhi
emosi dan fisik secara mental dan psikologis serta menghambat proses
perkembangan anak tersebut. Hal ini didukung oleh Coloroso (2010)
mengungkapkan pelaku bullying akan terperangkap dalam peran sebagai pelaku
bullying yang menghambat dalam mengembangkan hubungan yang sehat, kurang
perhatian dalam memandang sesuatu dari perspektif lain, tidak memiliki rasa
empati serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat
mempengaruhi pola hubungan sosial di masa yang akan datang.

Dampak yang ditimbulkan dari perlakuan bullying secara garis besar dapat
mempengaruhi keadaan mental anak dan menghambat fokus anak untuk belajar
bersosialiasi yang menjadi tugas perkembangan anak. Hal ini juga akan
menimbulkan trauma tersendiri bagi korban karena sering dilecehkan dan dihina
secara verbal maupun fisik. Namun, perlakuan bullying ini dapat dicegah dengan
mengembangkan jasa bimbingan konseling yang terdapat di sekolah. Hal ini
selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Agrianur Rahman, Farida Aryani
dan Abdullah Sinring pada tahun 2018 tentang “pengembangan media video
bimbingan konseling untuk mengurangi perilaku bullying”. Hasil penelitian
dinyatakan layak untuk diterapkan dalam memberikan implikasi kepada berbagai
pihak terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, pemecahan masalah
pendidikan, pengembangan kelembagaan dan penelitian lebih lanjut. Penelitian
dilakukan pada 10 siswa SMAN 5 Makassar dengan diberikan penanyangan
media video dalam melakukan bimbingan konseling. Namun, perilaku bullying ini
masih berleluasa di lingkungan sekolah karena kurangnya bentuk pencegahan
guru yang lebih intens.
Berdasarkan uraian di atas, dampak bullying yang mempengaruhi bagi
korban dan juga pelaku terbagi menjadi dua, yaitu dampak bullying dalam jangka
pendek dan dalam jangka panjang. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan Dian Novita Sari (2020) tentang dampak bullying terhadap mental anak
panti asuhan Ibadurrahman kota Jambi. Dalam penelitian ini dijelaskan dampak
bullying dalam jangka pendek pada korban dapat menyebabkan muncul perasaan
tidak aman, perasaan harga diri yang rendah, menderita stres, kehilangan nafsu
makan, mengalami phobia sosial, menutup diri dan mengalami kesulitan untuk
bergaul dengan teman sebaya. Sedangkan, dalam jangka panjang akan
memunculkan masalah emosional dan perilaku yang tidak seharusnya bahkan
sampai bunuh diri.

Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat beberapa dampak jangka pendek


yang disebabkan dari perlakuan bullying (Sari, 2020), yaitu:

a. Menimbulkan rasa tidak aman – suasana hati yang cenderung


menimbulkan rasa cemas yang berlebihan sehingga mempengaruhi
mental serta menghambat dalam merasa kenyamanan diri ketika
belajar, selalu berpikir negatif dan memunculkan sikap menghindar.
b. Menimbulkan tekanan emosi (stres) – emosi yang didapatkan oleh
tekanan secara berterusan terhadap korban bullying karena keseringan
dibuli dan akan menyebabkan korban kesulitan dalam menyampaikan
pendapat karena terlalu takut dan kesulitan menyelesaikan
permasalahan yang timbul seperti terhambat mengerjakan tugas
sekolah.
c. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya – sulit berkomunikasi
dengan teman sebaya dan sulit menciptakan lingkup pertemanan yang
baru karena merasa tidak percaya diri dan kesulitan menerima
kenyataan bahwa setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-
beda.
d. Kecenderungan menutup diri – korban bullying akan cenderung menjadi
anak yang pendiam dan tidak mempedulikan lingkungan.
e. Kehilangan motivasi – rasa tidak adanya dorongan dalam hidup yang
bisa keluar dalam keterpurukan, mencari solusi setiap menghadapi
masalah serta kemampuan untuk memaafkan kesalahan orang lain.

Perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dapat dicegah melalui


pelatihan empati yang bisa diterapkan oleh pihak sekolah. Hal ini sejalan dengan
definisi empati dari Hurlock (1999) menyatakan empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. Kemampuan
untuk empati ini dapat dimiliki oleh seseorang ketika menduduki masa akhir anak-
anak (usia 6 tahun) dan hal ini membuktikan semua individu memiliki dasar
kemampuan untuk dapat berempati tetapi yang membedakan antara individu
dengan individu lainnya adalah pada tingkat kedalaman dan cara
mengaktualisasikannya.

Berdasarkan penerangan tersebut pelatihan empati merupakan istilah yang


digunakan peneliti. Pelatihan ini dikembangkan berdasarkan pada aspek-aspek
empati yang meliputi dua komponen penting yaitu, komponen kognitif dan
komponen afektif. Pemaknaan secara psikologis dalam pelatihan empati adalah
pada komponen empati kognitif, psiko-edukasi empati dapat dilakukan dengan
cara memberikan pengetahuan tentang empati berbentuk video yang
mengandungi pemahaman tentang teknik empati dan partisipan tayangan
mengenai beberapa gambar ekspresi perasaan. Selain itu, pada komponen
empati afektif, psiko-edukasi empati diberikan melalui tayangan film atau role-play
melalui lembar kerja (Kusheriyanti, 2018)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tumon (2017) pelatihan empati


dikembangkan melalui pendekatan afeksi, kognitif dan psiko-motorik. Kandungan
materi yang disediakan oleh peneliti menyesuaikan kebutuhan partisipan, tidak
hanya metode ceramah dan penugasan rumah melainkan penggunaan media
video yang mengandungi contoh nyata perilaku bullying dan implementasi materi
menggunakan role-play.

Pelatihan empati meliputi dua komponen, yaitu komponen kognitif yang


dilakukan dengan cara menyampaikan pengetahuan dan pemahaman mengenai
empati dalam bentuk video. Selain itu, komponen afektif adalah suatu bentuk
terapan yang diberikan setelah diberikan pemahaman tentang empati seperti role-
play. Terdapat tiga tahap prosedur yang akan dilakukan, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan dan tahap pengambilan data, dijelaskan seperti berikut:

1. Tahap persiapan yang meliputi:


a. Melakukan interaksi interpersonal dengan siswa sekolah dasar
b. Mempersiapkan alat instrumen yang digunakan yaitu skala perilaku
bullying.
c. Mempersiapkan pelatihan empati sebagai perlakuan yang meliputi
penayangan video tentang dampak perilaku bullying, role-play, permainan
games dan diskusi bersama.
d. Mempersiapkan lembar pre-test sebagai acuan sebelum melakukan
perlakuan terhadap siswa sekolah dasar
2. Tahap pelaksanaan yang meliputi:
a. Mengklarifikasikan siswa sekolah dasar dengan membagikan kepada dua
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
b. Memberikan pre-test yang mengandungi skala perilaku bullying.
c. Setelah dibagi menjadi 2 kelompok selanjutnya, kelompok ekperimen akan
diberikan pelatihan yang berkaitan dengan empati. Pelatihan empati akan
diberikan oleh fasilitator yang memiliki kualifikasi dan telah berpengalaman
sebagai trainer. Manakala, kelompok kontrol akan diarahkan menuju ke
ruang kelas siswa masing-masing.
d. Pelatihan yang pertama adalah pemberian materi tentang perilaku bullying
kepada kelompok eksperimen dalam teknik ceramah melalui powerpoint
lalu diberikan penayangan video pendek mengenai dampak yang diberikan
oleh bullying.
e. Kemudian, kelompok eksperimen akan dibagi dalam beberapa kelompok
untuk melakukan role-play dengan memerankan sebuah peran sesuai
petunjuk yang diberikan oleh trainer dalam penerapan untuk mencegah
perilaku bullying.
f. Selanjutnya, kelompok eksperimen akan diberikan permainan games,
berupa balon meletus dengan menuliskan perasaan yang membuat sakit
hati dan memasukkannya ke dalam sebuah balon.
g. Kelompok eksperimen akan diberikan materi berupa diskusi sesama siswa
sekolah dan fasilitator mengenai fenomena bullying.
3. Tahap pengambilan data yang meliputi:
Pelaksanaan posttest terhadap siswa sekolah setelah diberikan skala
perilaku bullying.

Kesimpulan dan Saran

Pendidikan dasar adalah bekal awal siswa dalam mencari jati diri, peran
serta seorang pengajar pendidikan sangat dibutuhkan penguatan dalam
penanganan kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Semakin maraknya
kasus bullying ini dapat mempengaruhi moral dan akreditasi instansi pendidikan
yang ada di Indonesia. Target ataupun korban dari tindakan bullying tidak
memandang baik itu perempuan ataupun laki-laki dan pada umumnya adalah
orang dikenal dan bahkan teman dekat sendiri. Bentuk preventif yang dapat
diterapkan adalah dengan menanamkan sikap empati pada siswa dasar karena
menyangkut pada salah satu tugas perkembangan anak yaitu pada tahap belajar
membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.

Dengan ini, penerapan pelatihan empati dapat mengurangi angka kasus


bullying karena apabila siswa sekolah dasar dibekalkan pelatihan empati akan
lebih memahami tentang perasaan dan emosi orang lain dengan membayangkan
diri sendiri di tempat orang lain dan hal ini seharusnya ditingkatkan oleh pihak
sekolah agar membantu menurunkan angka kasus bullying di sekolah karena
peran orang tua di lingkungan sekolah adalah guru dalam membantu proses
pembelajaran dan membantu siswa dasar dalam memenuhi tugas perkembangan
anak. Hal ini juga tertuju kepada pihak sekolah dan orang tua untuk selalu
memperhatikan anaknya dalam bertingkah laku dan meningkatkan kesadaran
tentang perilaku bullying.
Daftar Pustaka

Ambarini, Indrariani & Zahraini. (2018). Antisipasi pencegahan bullying sedini


mungkin: program anti bullying terintegrasi untuk anak usia dini. Journal of
Dedicators Community, 2(2), 64-82

Coloroso, Barbara. (2010). The bully, the bullied and the bystander: from
preschool to high school-how parents and teachers can help break the
cycle. Harper Collins

Damayanti, Reka. (2019). Dampak bullying terhadap perkembangan sosial


emosional anak. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN STS Jambi,
17-19

Dewi, Putu Yulia Angga. (2020). Perilaku school bullying pada siswa sekolah
dasar. Jurnal Edukasi Pendidikan Dasar Sekolah Tinggi Agama Hindu
Negeri Mpu Kuturan Singaraja, 1(1) 39-48

Hurlock. (1999). Perkembangan anak jilid 2. Penerjemah: Med. Meitasari


Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih edisi keenam. Erlangga

Kusheriyanti, Inneke. (2018). Pengaruh pelatihan empati terhadap perilaku


cyberbullying pada remaja. Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya Fakultas Psikologi dan Kesehatan.

Mahriza, Rita., Rahmah, Meutia., & Santi, Nani Endri. (2021). Stop bullying:
analisis kesadaran dan tindakan preventif guru pada anak pra sekolah.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1) 891-899

Olweus. (1994). Bullying at School. Blackwell.

Rahman, Agrianur., Aryani, Farida., & Sinring, Abdullah. (2018). Pengembangan


media video bimbingan konseling untuk mengurangi perilaku bullying.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, 4(2) 129-136
Sari, Dian Novita. (2020). Dampak bullying terhadap mental anak panti asuhan
Ibadurrahman kota Jambi. Skripsi Program Studi Bimbingan Penyuluhan
Islam fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thana Saifuddin
Jambi, 42

Sidiq, Fajar & Patras, Yuyun Elizabeth. (2017). Dampak bullying bagi kalangan
siswa sekolah dasar. Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan, 5(1) 13-
14

Situmorang, Dominikus David Biondi., Kurniawati, Farida., & Darmayanti,


Kusumasari Kartika Hima. (2019). Bullying di sekolah: pengertian, dampak,
pembagian dan cara menanggulanginya. Pedagogia Jurnal Ilmu
Pendidikan, 1(1) 55-66

Sullivan, K. (2010). The anti-bullying handbook. Sage.

Tumon. (2017). Pelatihan empati untuk mengurangi perilaku bullying. Tesis


Universitas Surabaya Fakultas Psikologi

Zakiyah, Ela Zain., Fedryansyah, Muhammad., & Gutama, Arie Surya. (2018).
Dampak bullying pada tugas perkembangan remaja korban bullying. Jurnal
Pekerjaan Sosial, 1(3)

Zakiyah, Sahadi Humaedi & Meilanny, Budiarti Santoso. (2017). Faktor yang
mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying. Jurnal Prosiding
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(2)

https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/20/084259871/41-persen-murid-
indonesia-alami-bully-siswa-sma-buat-aplikasi-atasi-trauma?page=all diakses
pada tanggal 2 november 2021

https://www.tribunnews.com/regional/2021/01/07/kasus-bullying-di-cilacap-4-anak-
pelaku-perundungan-ditangkap-korban-tak-hanya-1 diakses pada tanggal 2
november 2021

Anda mungkin juga menyukai