Anda di halaman 1dari 10

Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Perilaku Pelaku

Bullying di Sekolah Dasar


1
Rustiya, 2Rosmerina, 3Resti Monika, 4Vivi Yuvita
1
Faculty of Social Science, Universitas Negeri Padang, Indonesia
2
Teacher Madrasah Tsanawiyah Swasta Menaming, Riau, Indonesia
3
Faculty of Economics and business, Universitas Riau, Indonesia
4
Faculty of Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia
rustiya@student.unp.ic.id

Abstrak: Kasus bullying menjadi fenomena yang sering terjadi di lingkungan pendidikan.
Tindakan ini sekarang sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa terjadi, padahal bullying
merupakan perbuatan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan baik dari segi agama maupun aturan
bernegara. Hal ini disebabkan banyaknya dampak buruk yang diperoleh dari bullying tersebut.
Penelitian bertujuan untuk menemukan bagaimana upaya yang dilakukan guru Pendidikan Agama
Islam dalam mencegah perilaku pelaku bullying di sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data diambil kepada tiga orang
informan, yaitu guru Pendidikan Agama Islam dengan cara wawancara yang dipilih menggunakan
teknik purposive sampling. Untuk memperkuat data penulis juga melakukan observasi secara
langsung kepada guru. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat upaya guru Pendidikan
Agama Islam dalam mencegah perilaku pelaku Bullying di sekolah dasar yaitu: i) Penanaman
ajaran agama, ii) Melakukan pendekatan dan komunikasi terhadap anak, iii) Memberi teladan lewat
sikap dan perilaku, iv) Menjalin kerjasama dengan orang tua siswa. Hasil Penelitian ini dapat
dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat terkait penanganan kasus bullying ini.

Kata kunci : Pendidikan, Bullying, guru Pendidikan Agama Islam

Pendahuluan (Introduction)
Kekerasan dalam dunia pendidikan merupakan fakta yang saat ini sudah tidak asing
di Indonesia Damanik, (2019). Istilah ini kerap disebut dengan Bullying. Kita sering
melihat aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok, atau mendorong teman. Perilaku
tersebut sampai saat ini dianggap hal yang biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar
anak saja, padahal hal tersebut sudah termasuk perilaku bullying (Rachman, 2016).
Praktik-praktik bullying dapat dikelompokan ke empat kategori yaitu Bullying Fisik,
Bullyin verbal/ Non-fisik, Bullying mental Psikologis dan cyberbullying. Data yang
diperoleh dari National Center for Educational Statistic pada tahun 2016 menyebutkan
bahwa lebih dari satu dari setiap lima (20,8%) siswa melaporkan ditindas. Data dari
International Center for Research on Women (ICRW) melaporkan bahwa 84% anak
Indonesia mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Data ini menunjukkan angka yang
sangat memprihatinkan, mengingat sekolah adalah tempat menimba ilmu sehingga dapat
dikatakan kondisi ini sangat mencoreng dunia pendidikan. Data yang didapatkan dari
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di tahun 2018, ditemukan kasus dibidang
pendidikan sebanyak 161 kasus, 36 (22,4%) merupakan kasus dengan anak korban
kekerasan dan bullying, sedangkan kasus anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41
(25,5%) (Eliasa, 2017).
Kasus ini sangat bertentangan dengan hak-hak asasi yang ada di Indonesia
terkhusus di dunia sekolah seperti yang tercantum dalam Undang-undang pasal 4 Nomor
23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menjelaskan bahwa “setiap anak berhak

1
untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”. Dalam UU No. 23 tahun 2002 pasal 54 juga menjelaskan tentang
perlindungan anak menyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib di
lindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman
temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainya. Dengan
kata lain, peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan di lingkungan yang
aman dan bebas dari rasa takut (Yulianto, 2016).
Perilaku bullying perlu mendapatkan perhatian khusus dari berbagai kalangan.
Perhatian ini tidak hanya ditujukan kepada korban namun juga untuk pelaku. Disebabkan
banyaknya dampak yang diperoleh akibat bullying ini (Abdullah & Ilham, 2023). Korban
yang mengalami tindakan bullying atau perundungan akan memiliki ingatan yang buruk
seperti pelecehan melalui kata-kata, rasa sakit yang dirasakan di sekujur tubuh jika
mengalami bullying secara fisik yang membuat korban malas dan takut untuk pergi ke
sekolah. Hal ini berdampak kepada psikologis dan kesehatan mentalnya. Contohnya anak
menjadi pendiam, tidak mau bersosialisasi dengan orang disekitarnya dan yang lebih
berbahaya anak menjadi depresi dan stres yang berlebih sehingga memicu untuk
melakukan bunuh diri (Nurlelah, 2019; Harahap & Saputri, 2019).
Sedangkan dampak bagi pelaku, National Youth Violence Prevention
mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang
tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang
pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi
yang rendah terhadap frustasi. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan
bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa
intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa
kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya (Soedjatmiko et al., 2016).
Disinilah peran orang dewasa seperti orang tua ataupun guru menjadi sangat
penting untuk mengawasi, mengidentifikasi dan mengontrol tindakan-tindakan yang
mengarah pada perilaku bullying (Abdullah & Ilham, 2023). Orang tua sebagai guru
pertama dan utama perlu melatih kebiasaan terhadap anak dalam aspek beragama (Kaputra
et al., 2021). Karna lingkungan keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan dan juga pertumbuhan anak (Framanta, 2020). Anak akan meniru berbagai
nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan
perilaku yang ia lakukan. Kurangnya edukasi dan didikan dari orang tua membuat anak
mempunyai jiwa yang temperamental, sehingga diperlukannya pengawasan dari orang tua
dalam memahami kondisi anak (Islamoglu et al., 2022).
Selain itu peran guru di sekolah juga memiliki peranan penting dalam mengatasi
kasus bullying di sekolah, hal ini disebabkan karna guru merupakan orang tua kedua bagi
peserta didik (Firmansyah, 2022). Disinilah guru Pendidikan Agama Islam yang
mempunyai peran penting sebagai murabby (pendidik, pemerhati, pengawas), mu’alim
(pengajar) dan mu’addib (penanam nilai) sangat dibutuhkan. Yang mana memiliki
keterkaitan yang erat dengan pendidikan yang berlandaskan Islam dengan menanamkan
nilai-nilai moral spiritual sehingga peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik (Ali,
2022; Faishol et al., 2021; Abbas et al., 2022).
Dalam sekolah guru Pendidikan Agama Islam memegang peranan penting yang
sangat strategis sebab ia bertanggung jawab mengarahkan anak didiknya dalam menguasai
ilmu dan penerapannya dalam kehidupan serta memberikan ketauladanan yang baik kepada
anak didiknya yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam (Abbas et al., 2022). Guru
Pendidikan Agama Islam tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu pengetahuan semata
tetapi jauh lebih penting yaitu mengarahkan dan membentuk perilaku atau kepribadian
anak yang lebih baik serta menanamkan nilai-nilai Islami kedalam diri agar memiliki
pengetahuan, akhlak yang kuat, serta memiliki tuntunan hidup yang sesuai dengan ajaran
Islam (Kasmar et al., 2019).
Seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya pada bagian pendahuluan bahwa
bullying merupakan tindakan asusila kekerasan yang memiliki dampak yang sangat besar
bagi pelaku maupun korban. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana
terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang. Perilaku bullying
cenderung dilakukan oleh individu yang memiliki tingkat neurotism dan extraversion
tinggi dan rendah dalam agreebelness dan conscientiousness (Fithria & Auli, 2016).
Maraknya kasus bullying yang terjadi di sekolah hendaknya menjadi perhatian bagi
pengelola pendidikan ataupun sekolah untuk segera mengatasi kasus bullying yang terjadi
demi melindungi anak dari bullying yang terjadi khususnya di sekolah.
Perilaku bullying pada anak disebabkan banyak hal, menurut Mc Dougall dalam
diri setiap orang terdapat instink untuk menyerang dan berkelahi. Dorongan dari naluri ini
yaitu rasa marah karena suatu hal terutama karena merasa terancam atau kebutuhannya
tidak terpenuhi. Jadi ia melakukan bullying untuk melepaskan emosi yang ia pendam
(Zakiyah et al., 2017). Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan yang dilakukan anak atas tingkah
laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model, yang biasanya
adalah orang terdekat di lingkungannya seperti orang tua.
Orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan akan membuat
potensi anak menjadi negative, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan
permusuhan (Zen et al., 2022). Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati
konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap
teman-temannya. Keluarga adalah tempat bagi anak untuk belajar berperilaku dan
membina hubungan interpersonal. Hubungan anak dengan keluarga dapat memprediksi
perilaku bullying . Hal ini disebabkan orang tua menjadi guru pertama bagi anaknya, pola
asuh dari orang tua menjadi pembentuk karakter utama serang anak (Devita & Dyna,
2018).
Selanjutnya hasil peneliti menyatakan pengaruh media sosial yang saat ini mulai
berkembang dan lingkungan pertemanan juga menjadi faktor utama seorang anak
melakukan bullying (Wirmando et al., 2021; Arista, 2015). Apalagi di zaman yang
semakin canggih ini, hamper setiap anak memiliki handphone masing-masing yang
memudahkan ia dalam mengakses berbagai informasi. Berita kekerasan yang ia lihat secara
bebas di televisi maupun media sosial dapat memberikan mereka contoh perilaku
kekerasan yang akan ia praktekkan di sekolah. Terlebih pertemanan yang mendominasi
karakter seseorang. Banyak peserta didik yang meniru apa yang dilakukan oleh temannya
(Herawati & Deharnita, 2019). Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu
pengetahuan, menjadi sebab utama terjadinya kasus bullying yang saat ini marak terjadi.
Hal tersebut perlu menjadi acuan bagi guru dalam melakukan pendekatan.
Pendekatan guru sangatlah berpengaruh kepada siswa dalam mengubah sikap dan perilaku,
dengan menggunakan pendekatan modifikasi perilaku guru mengarahkan siswa mengubah
sikap untuk menjadi lebih baik. Dalam pendekatan tersebut guru memberi pengarahan agar
siswa memiliki pemahaman bahwa perilaku bullying itu merupakan tindakan yang tidak
baik dengan menjelaskan sebab akibat dan dampak terburuk yang di timbulkan akibat

3
perilaku bullying (Zain, 2017). Selain itu guru juga dapat melakukan pendekatan individu
kepada peserta didiknya, dengan cara mengajak mereka bercerita secara langsung,
menanyai tempat tinggal mereka, pekerjaan orang tua mereka, yang berguna agar guru
mengetahui latar belakang peserta didiknya (Fauziyah et al., 2021).
Dari beberapa faktor diatas dapat diketahui bahwa peran guru sangat penting
dalam mengatasi hal tersebut. Hal ini karna guru merupakan orang yang mendidik dan
memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Apabila peserta didik tersebut
melakukan kesalahan, maka tugas guru menahasehati serta membimbingnya. Pendidikan
agama juga bisa menyadarkan seluruh peserta didik agar bisa menjauhi perilaku atau sikap
yang kurang baik termasuk sikap bullying, karena Pendidikan agama Islam saling
berhubungan dengan akhlak. Karena akhlak merupakan bagian dari keimanan diri manusia
(Mansir, 2021; Adiyono et al., 2022).

Metode (Method)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenolgi merupakan cara yang digunakan dalam membedah sebuah
fenomena yang terjadi menggunakan teori dalam melakukan elaborasi hasil temuan
dengan pembahasan penelitian (Yusanto, (2020). Sumber data diambil dari tiga orang
informan melalui wawancara mendalam yang dipilih menggunakan teknik purposive
sampling, adapun informan yang dipilih telah memenuhi empat kriteria yaitu memahami
dengan baik permasalahan yang diteliti, masih aktif dalam bidang yang diteliti, mempunyai
waktu untuk memberikan informasi kepada peneliti, dan memberikan informasi sesuai
dengan fakta yang terjadi di lapangan (Lenaini, 2021). Untuk memenuhi kriteria sebagai
seorang informan tersebut, maka seluruh informan merupakan guru agama Islam. Setelah
wawancara selesai diambil kepada semua informan maka dilakukan proses transkrip,
kemudian penulis mengambil tema-tema yang sesuai dengan keperluan penelitian.
Hasil dan Pembahasan (Findings and Discussion)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada tiga orang informan yang
terdiri dari tiga orang guru (informan 1, informan 2 dan informan 3) di Sekolah Dasar,
hasil analisis secara nyata mendapati empat upaya yang dapat dilakukan Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Mencegah Perilaku Pelaku Bullying di Sekolah Dasar. Empat Upaya
tersebut dapat terlihat pada gambar 1 di bawah ini

Gambar 1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Perilaku Pelaku Bullying di Sekolah
Dasar
Berdasarkan gambar, dapat penulis jelaskan bahwa setelah diadakan wawancara
secara mendalam dengan informan maka terdapat empat Upaya Guru Pendidikan Agama
Islam Dalam Mencegah Perilaku Pelaku Bullying di Sekolah Dasar. Adapun upaya
tersebut adalah 1). Penanaman Ajaran Agama 2). Melakukan Pendekatan dan Komunikasi
terhadap anak 3). Memberi teladan lewat sikap dan prilaku 4). Menjalin kerjasama dengan
orang tua. Agar lebih menarik, berikut ini akan penulis deskripsikan kutipan hasil
wawancara dengan informan berdasarkan empat upaya sebagaimana telah dijelaskan di
atas. Adapun deskripsi wawancara yang akan penulis tampilkan adalah kutipan pernyataan
singkat dari informan ketika wawancara dilakukan.
Tema Pertama, Penanaman Ajaran Agama. Menurut informan, upaya ini
merupakan cara yang efektif dalam membentuk karakter seorang anak. Tema ini
disampaikan oleh tiga orang informan yaitu informan 1, informan 2 dan informan 3.
Adapun kutipan wawancaranya adalah sebagai berikut
”Langkah awal yang dapat dilakukan dalam mengatasi kasus ini adalah dengan
melakukan penanaman ajaran agama kepada anak. Karna ketika seorang anak itu sudah
paham dengan ajaran agama maka ia pasti akan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh
agama” (Informan 1). ”Ajaran agama itu akan menuntun seorang anak untuk terus
melakukan kebaikan dalam lingkungannya” (Informan 2). ”Seorang anak yang di didik
dengan iman akan membuat ia tumbuh dengan selalu mengingat Allah ” (Informan 3).
Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang berkenaan dengan
pembentukan karakter yang meliputi aspek-aspek sikap dan nilai keagamaan agar
terbentuknya moral dan akhlak yang baik (Sultanik et al., 2022). Pendidikan islam
memiliki pengaruh yang besar bagi para peserta didik terhadap isu kekerasan sosial yang
ada di sekolah. Adapun tujuan pendidikan agama islam disekolah yakni membina manusia
untuk mampu melaksanakan ajaran agama islam dengan baik dan sempurna sehingga
mencerminkan sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupan (Sinaga, 2017). Dalam dunia
pendidikan semua orang mengetahui bahwa tugas seorang guru Pendidikan Agama Islam
bukan hanya sekedar mengajar dan memberi ilmu pengetahuan saja kepada siswa, tetapi
lebih dari itu yakni menanamkan nilai-nilai agama Islam sehingga tercapailah kepribadian
yang berakhlakul karimah (Abbas et al., 2022).
Faktor guru terhadap agama juga merupakan salah satu penampilan kepribadian.
Guru yang acuh tak acuh kepada agama akan menunjukkan sikap yang dapat menyebabkan
anak didik terbawa pula kepada arus tersebut bahkan kadang-kadang menyebabkan
terganggunya anak didik. Disinilah peran guru sangat dibutuhkan, guru bukan hanya
sekedar mengajarkan dan menyebarkan kebaikan tetapi lebih kepada mengajak peserta
didiknya untuk melakukan kebaikan (Sulhan, 2016).
Salah satu peran nyata yang dapat dilakukan oleh seorang guru agama adalah
mengajak anak didik untuk shalat di lingkungan sekolah (Nurhasan & Fahri, 2019). Hal ini
diharapkan agar nilai-nilai agama tertanam di dalam jiwanya sehingga bisa menjadi
tameng untuk siswa agar mampu mencegah diri dari perbuatan perilaku menyimpang.
Kegiatan keagamaan yang ada didalam sekolah seperti halnya shalat dhuha, shalat dzuhur,
dan shalat ashar berjamaah disela-sela shalat berjamaah juga diberikan sedikit tausiah agar
membawa dampak positif bagi mereka semua. Anak yang diajarkan nilai-nilai agama maka
akan mempengaruhi karakter dalam diri anak tersebut. Adanya Pendidikan karakter di
dunia pendidikan Indonesia memberikan warna tersendiri meskipun faktanya pendidikan
karakter sudah ada seiring lahirnya system pendidikan islam (Mansir, 2021).
Maka dari itu dengan adanya guru Pendidikan agama Islam sangat penting untuk
membentuk akhlak seorang anak, karena akhlak merupakan bagian dari keimanan diri

5
manusia. Pendidikan agama juga bisa menyadarkan seluruh peserta didik agar bisa
menjauhi perilaku atau sikap yang kurang baik termasuk sikap bullying di sekolah.
Tema Kedua, Melakukan pendekatan dan Komunikasi terhadap anak. Menurut
informan, upaya ini dilakukan agar peserta didik menjadi terbuka kepada gurunya. Tema
ini disampaikan oleh dua orang informan yaitu informan 1 dan informan 2. Adapun
kutipan wawancaranya adalah sebagai berikut
”Komunikasi merupakan hal penting yang harus dilakukan seorang guru kepada
peserta didiknya” (Informan 1). ”Terkadang peserta didik itu ingin mendapatkan perhatian
dari gurunya, atau ada juga yang menyalurkan emosi dengan hal-hal yang tidak sesuai
tadi seperti pembullyan kepada teman, yang dilakukan untuk menarik perhatian dari
gurunya” (Informan 2).
Pada lingkungan sekolah peran guru sangatlah penting dalam mengawasi anak
dalam bersosialisasi antar teman sebayanya. Guru terkadang masih menganggap biasa
beberapa perilaku anak didiknya yang mungkin tanpa disadari hal itu merupakan salah satu
hal yang dapat memicu terjadinya bullying. Pengetahuan dan juga kesadaran dari guru
sangat dibutuhkan di dalam pencegahan terjadinya bullying ini, karna terkadang hal kecil
saja dapat berdampak besar bagi perkembangan anak kedepannya (Pratiwi & Sugito,
2021). Disinilah dibutuhkannya pendekatan yang dilakukan seorang guru kepada peserta
didiknya. Melakukan pendekatan dengan lebih memperhatikan lagi tingkah laku seorang
anak. Hal ini berupaya agar seorang guru dapat melihat atau mengetahui perubahan
tingkah laku peserta didiknya apabila tiba-tiba peserta didiknya menjadi pendiam ataupun
sebaliknya (Hidayat et al., 2020). Sebagai orang tua kedua siswa, tugas guru bukan hanya
mengajar namun guru juga perlu dalam mengawasi siswa dan peka terhadap kondisi yang
dialami siswanya.
Selanjutnya yaitu menjalin komunikasi dengan siswa. Pola komunikasi yang terjadi
antar guru dan siswa adalah pola komunikasi antar pribadi atau interpersonal
communication. Interaksi komunikasi akan mendatangkan kenyamanan siswa dan guru
disekolah sehingga mendatangkan dampak positif (Dewi, 2020). Seorang anak bisa dengan
bebas bercerita apa yang sedang ia alami kepada gurunya tanpa adanya rasa takut. Dengan
begitu guru akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami peserta didiknya.
Maka dari itu peranan guru sangat diperlukan baik itu dari segi pendidikan, norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dalam mendidik siswa agar terhindar dari
tindakan bullying (Arikarani et al., 2023). Bullying dapat dicegah dan dihentikan dengan
menjaga komunikasi yang baik serta menciptakan waktu untuk berkomunikasi, kita dapat
mengenali potensi timbulnya suatu masalah dan membantu anak dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapinya.
Tema Ketiga, Memberi teladan lewat sikap dan prilaku. Menurut informan, upaya
ini dilakukan agar peserta didik mencontoh hal-hal baik yang dilakukan gurunya. Tema ini
disampaikan oleh dua orang informan yaitu informan 2 dan informan 3. Adapun kutipan
wawancaranya adalah sebagai berikut
”Tanpa kita sadari, ada perbuatan ataupun perkataan kita yang tidak sesui dengan
fitrah seorang guru, seperti mencemeeh peserta didik lalu kemudian peserta didik yang
lain ikut mencemeeh teman-temannya” (Informan 2). ”Sebagai seorang pendidik segala
bentuk hal yang kita lakukan dan kerjakan baik itu hal kecil ataupun hal besar sering
diperhatikan oleh peserta didik kita dan mereka pun meniru hal tersebut” (Informan 3).
Keberadaan guru dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu figur yang
akan menjadi teladan untuk semua peserta didik yang berinteraksi dengannya.
Kepribadian dan keteladanan dari seorang guru tentu akan menjadi tantangan tersendiri
bagi guru, mengingat segala aktivitas apapun yang menyangkut guru akan menjadi
sorotan bagi peserta didik. Semua hal yang ada pada diri guru kerap kali dicontoh, seperti
gaya berpakaian, cara bicara maupun perbuatan lainnya. Hal ini memberikan penegasan
terhadap guru pentingnya bisa memberikan keteladanan bagi peserta didik dalam
melakukan aktivitasnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Sering ada pepatah yang menyinggung pribadi guru, yaitu sebagai figure yang
harus di contoh dan ditiru. Inilah figure ideal yang didambakan setiap bangsa. Figur inilah
yang menghendaki seorang guru perlu menjadi suri tauladan dalam aplikasi pendidikan
budi pekerti. Dalam pembinaan moral yang baik tidak didasarkan pada ajaran-ajaran yang
sifatnya perintah atau larangan semata. Akan tetapi harus berdasarkan pada pemberian
contoh yang baik dari seorang guru yang berada di lingkungan sekolah (Kandiri & Arfandi,
2021).
Tema Keempat, Menjalin kerjasama dengan orang tua. Menurut informan, upaya
ini dilakukan karna bagaimanapun orang tua lah yang paling berpengaruh dalam
membentuk pola pikir seorang anak. Tema ini disampaikan oleh tiga orang informan yaitu
informan 2 dan informan 3. Adapun kutipan wawancaranya adalah sebagai berikut
”Orang tua kan yang selalu ada setiap saat berjumpa dengan anak, jadi mereka
lah sosok yang paling penting dalam membentuk karakter seorang anak itu setelah
gurunya di sekolah” (Informan 1). ”Kita memang sebagai seorang guru terutama guru
agama dituntut untuk membentuk akhlak yang baik bagi seorang anak, namun disamping
itu kami juga perlu bekerja sama dengan orang tua murid agar tidak terjadinya perbedaan
dalam mendidik” (Informan 2). ”Bagaimanapun usaha seorang guru agama dalam
mengajarkan agama kepada peserta didiknya, tetap diperlukan kerjasama dengan orang
tua mereka” (Informan 3).
Para guru juga menyebutkan bahwa berkomunikasi dengan orang tua merupakan
salah satu kunci di dalam menentukan bagaimana cara untuk dapat meminimalisir perilaku
ini terus-terusan terjadi, karena orang tua ialah orang yang paling dekat dengan anak
(Triwardhani et al., 2020). Durasi anak di dalam bertemu dengan orang tua tentulah lebih
lama dibandingkan dengan guru di sekolah, sehingga dengan berdiskusi dengan orang tua
terkait dengan perilaku anak akan mempermudah di dalam menemukan solusi yang terbaik
(Pusitaningtyas, 2016).
Komunikasi antara guru dan orang tua harus selalu terjalin selama anak bersekolah
di sekolah tersebut (Zain, 2017). Salah satu bentuk cara komunikasi yang dapat dilakukan
oleh guru dan orang tua adalah dengan cara mengadakan parenting. Di dalam program
parenting ini, orang tua dapat mengetahui bentuk dari gaya pengasuhan yang tepat pada
anak, bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan yang sedang terjadi pada anak, dan
pada umumnya seringkali orang tua tidak mengetahui dampak perilakunya terhadap
perkembangan anak. Orang tua yang ikut terlibat di dalam proses pencegahan awal dari
perilaku bullying pada anak juga dapat ikut memainkan peran penting dalam mendukung
perkembangan pribadi anak mereka di masa yang akan datang (Triwardhani et al., 2020).

Kesimpulan (Conclusion)
Penelitian ini telah berhasil mengungkap empat upaya yang dapat dilakukan
seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mencegah perilaku pelaku bullying di
Sekolah Dasar. Melihat dan merujuk dewasa ini banyak sekali aksi anak yang tidak sesuai
dengan norma yang berlaku. Mereka kerap kali melakukan kekerasan kepada teman sebaya
tanpa peduli akan dampak yang diperoleh oleh temannya. Peran orang dewasa seperti
orang tua ataupun guru menjadi sangat penting untuk mengawasi, mengidentifikasi, dan

7
mengontrol tindakan-tindakan yang mengarah pada perilaku bullying. Hal ini tidak hanya
bertujuan untuk mengidentifikasi upaya-upaya untuk mengatasi tindakan bullying tetapi
juga memfokuskan kepada tahap preventif atau pencegahan agar kasus bullying atau
perundungan dapaat ditekan. Setidaknya penelitian ini dapat dijadikan landasan dan
rujukan bagi peneliti berikutnya untuk meneliti permasalahan ini dalam konteks dan isu
yang berbeda.

Daftar Bacaan (References)


Abbas, Z., Prasetya, B., & Susandi, A. (2022). Peran Guru PAI Dalam Meningkatkan Disiplin
Belajar Siswa di SMP Islam Hikmatul Hasanah Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten
Probolinggo. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK, 4(1), 447–458.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i1.3756
Abdullah, G., & Ilham, A. (2023). Pencegahan Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar
Melalui Pelibatan Orang Tua. Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat Dan Pengabdian, 3(1),
175–182. https://doi.org/10.37905/dikmas.3.1.175-182.2023
Adiyono, A., Irvan, I., & Rusanti, R. (2022). Peran Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying. Al-
Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(3), 649–658.
https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1050
Ali, M. (2022). Optimalisasi Kompetensi Kepribadian Dan Profesionalisme Guru Pendidikan
Agama Islam (Pai) dalam Mengajar. Ar Rusyd: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(2), 100–
120. https://doi.org/10.30868/ppai.v1i1B.331
Arikarani, Y., Yanti, H. J., & Mukmin, T. (2023). Kontrol Guru Pendidikan Agama Islam
Mengatasi Perilaku Penyimpangan Akhlak Siswa Di SMP Negeri Muara Beliti. Edification
Journal: Pendidikan Agama Islam, 5(2), 183–198. https://doi.org/10.37092/ej.v5i2.420
Arista, N. M. (2015). Studi komparasi perbandingan dampak media sosial terhadap perilaku
bullying remaja. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan, 2(2), 92–96.
https://doi.org/10.21009/JKKP.022.05
Damanik, D. A. (2019). Kekerasan dalam dunia pendidikan: Tinjauan sosiologi pendidikan. Jurnal
Sosiologi Nusantara, 5(1), 77–90. https://doi.org/10.33369/jsn.5.1.77-90
Devita, Y., & Dyna, F. (2018). Analisis hubungan karakteristik anak dan lingkungan keluarga
dengan perilaku bullying. Health Care: Jurnal Kesehatan, 7(2), 15–21.
https://doi.org/10.36763/healthcare.v7i2.24
Dewi, P. Y. A. (2020). Hubungan gaya komunikasi guru terhadap tingkat keefektifan proses
pembelajaran. Purwadita: Jurnal Agama Dan Budaya, 3(2), 71–78.
https://doi.org/10.55115/purwadita.v3i2.365
Eliasa, E. I. (2017). Budaya Damai Mahasiswa di Yogyakarta. JOMSIGN: Journal of Multicultural
Studies in Guidance and Counseling, 1(2), 175–190.
https://doi.org/10.17509/jomsign.v1i2.8286
Faishol, R., Fadlullah, M. E., Hidayah, F., Fanani, A. A., & Silvia, Y. (2021). Peran Guru
Pendidikan Agama Islam Sebagai Motivator Dalam Membentuk Akhlak Siswa di MTs An-
Najahiyyah. JPPKn (Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 5(2), 43–
51. https://doi.org/10.36526/jppkn.v6i1.1657
Fauziyah, A. L., Mugara, R., & Lestari, R. H. (2021). Upaya Guru Dalam Menangani Kasus
Bullying Verbal Anak usia Dini. CERIA (Cerdas Energik Responsif Inovatif Adaptif, 4(2),
119–124. https://doi.org/10.22460/ceria.v4i2.p%25p
Firmansyah, F. A. (2022). Peran Guru Dalam Penanganan Dan Pencegahan Bullying di Tingkat
Sekolah Dasar. Jurnal Al-Husna, 2(3), 205–216. https://doi.org/10.18592/jah.v2i3.5590
Fithria, F., & Auli, R. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku bullying. Idea
Nursing Journal, 7(3), 9–17. https://doi.org/10.52199/inj.v7i3.6440
Framanta, G. M. (2020). Pengaruh lingkungan keluarga terhadap kepribadian anak. Jurnal
Pendidikan Dan Konseling (JPDK, 2(1), 126–129. https://doi.org/10.31004/jpdk.v2i1.654
Harahap, E., & Saputri, N. M. I. (2019). Dampak psikologis siswa korban bullying di SMA Negeri
1 Barumun. RISTEKDIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 4(1), 68–75.
https://doi.org/10.31604/ristekdik.v4i1.68-75
Herawati, N., & Deharnita, D. (2019). Gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku
bullying pada anak. NERS Jurnal Keperawatan, 15(1), 60–66.
https://doi.org/10.25077/njk.15.1.60-66.2019
Hidayat, W., Suryana, Y., & Fauziah, F. (2020). Manajemen Bimbingan Dan Konseling Dalam
Pendidikan Karakter Peserta Didik. Jurnal Pendidikan UNIGA, 14(2), 346–354.
https://doi.org/10.52434/jp.v14i2.1004
Islamoglu, M., Utami, W. T., Azizah, N. N., Diyaulmuhana, D., & Fernando, G. R. R. (2022).
Islamic Education Values on Nussa and Rara Youtube Channels in the Educate of Early
Childhood. Khalifa: Journal of Islamic Education, 6(2), 173–195.
https://doi.org/10.24036/kjie.v6i2.196
Kandiri, K., & Arfandi, A. (2021). Guru Sebagai Model Dan Teladan Dalam Meningkatkan
Moralitas Siswa. Edupedia: Jurnal Studi Pendidikan Dan Pedagogi Islam, 6(1), 1–8.
https://doi.org/10.35316/edupedia.v6i1.1258
Kaputra, S., Engkizar, E., Akyuni, Q., Rahawarin, Y., & Safarudin, R. (2021). Dampak Pendidikan
Orang Tua Terhadap Kebiasaan Religius Anak dalam Keluarga Jama’ah Tabligh. Al-
Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 12(2), 249–268 3.
https://doi.org/10.24042/atjpi.v12i2.9979
Kasmar, I. F., Amnda, V., Mutathahirin, M., Maulida, A., Sari, W. W., Putra, S., & Engkizar, E.
(2019). The Concepts of Mudarris, Mu’allim, Murabbi, Mursyid, Muaddib in Islamic
Education. Khalifa: Journal of Islamic Education, 3(2), 107–125.
https://doi.org/10.24036/kjie.v3i2.26
Lenaini, I. (2021). Teknik pengambilan sampel purposive dan snowball sampling. Historis: Jurnal
Kajian, Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Sejarah, 6(1), 33–39.
https://doi.org/10.31764/historis.v6i1.4075
Mansir, F. (2021). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kekerasan Peserta
Didik di Madrasah. Intiqad: Jurnal Agama Dan Pendidikan Islam, 13(2), 186–203.
https://doi.org/10.30596/intiqad.v13i2.8164
Nurhasan, M. S. D., & Fahri, M. (2019). Staregi Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Meningkatkan Karakter Religius Siswa di SMP Negeri 14 Bogor. Jurnal Penelitian
Pendidikan Sosial Humaniora, 4(2), 537–542. https://doi.org/10.32696/jp2sh.v4i2.335
Nurlelah, N. (2019). Dampak bullying terhadap kesehatan mental santri (studi kasus di pondok
pesantren darul muttaqien parung. Fikrah: Journal of Islamic Education, 3(1), 72–86.
https://doi.org/10.32507/fikrah.v3i1.448
Pratiwi, N., & Sugito, S. (2021). Pola Penanganan Guru dalam Menghadapi Bullying di PAUD.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1408–1415.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1784
Pusitaningtyas, A. (2016). Pengaruh komunikasi orang tua dan guru terhadap kreativitas siswa.
Proceedings of the ICECRS, 1(1), 1 1–632. https://doi.org/10.21070/picecrs.v1i1.632
Rachman, A. (2016). Peranan Konselor Sekolah dalam Meminimalisir Perilaku Bullying di
Sekolah. Jurnal Bimbingan Dan Konseling Ar-Rahman, 2(2), 24–28.
https://doi.org/10.31602/jbkr.v2i2.1041
Sinaga, S. (2017). Problematika pendidikan agama islam di sekolah dan solusinya. WARAQAT:
Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 2(1), 14–14. https://doi.org/10.51590/waraqat.v2i1.51
Soedjatmiko, S., Nurhamzah, W., Maureen, A., & Wiguna, T. (2016). Gambaran bullying dan
hubungannya dengan masalah emosi dan perilaku pada anak Sekolah Dasar. Sari Pediatri,
15(3), 174–80. https://doi.org/10.14238/sp15.3.2013.174-80
Sulhan, N. (2016). Guru yang Berhati Guru: Mendidik Dengan Inspirasi Al-Qur’an Mengajar
Dengan Hati Untuk Indonesia Cerdas. Zikrul Hakim Bestari. Surakarta.
https://books.google.co.id/books?
id=ZkgpEAAAQBAJ&lpg=PA1&ots=h90X7LvdMW&dq=Sulhan%2
Sultanik, D., Japeri, J., Taufan, M., & Efendi, E. (2022). Implementing Character Values to

9
Learners in Didikan Subuh Program. International Journal of Islamic Studies Higher
Education, 1(1), 68–79. https://doi.org/10.24036/insight.v1i1.110
Triwardhani, I. J., Trigartanti, W., Rachmawati, I., & Putra, R. P. (2020). Strategi Guru dalam
membangun komunikasi dengan Orang Tua Siswa di Sekolah. Jurnal Kajian Komunikasi,
8(1), 99–113. https://doi.org/10.24198/jkk.v8i1.23620
Wirmando, W., Anita, F., Hurat, V. S., & Korompis, V. V. N. (2021). Dampak Penggunaan Media
Sosial Terhadap Perilaku Bullying Pada Remaja. Nursing Care and Health Technology
Journal (NCHAT, 1(3), 117–122. https://doi.org/10.56742/nchat.v1i3.19
Yulianto, A. (2016). Pendidikan Ramah Anak Studi Kasus SDIT Nur Hidayah Surakarta. At-
Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam, 1(2), 137–156.
https://doi.org/10.22515/attarbawi.v1i2.192
Yusanto, Y. (2020). Ragam Pendekatan Penelitian Kualitatif. Journal of Scientific Communication
(Jsc, 1(1). https://doi.org/10.31506/jsc.v1i1.7764
Zain, N. L. (2017). Strategi komunikasi persuasif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
Jurnal Nomosleca, 3(2). https://doi.org/10.26905/nomosleca.v3i2.2034
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang mempengaruhi remaja dalam
melakukan bullying. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2).
https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14352
Zen, A. R., Zalnur, M., Munawir, K., Pratiwi, Y., & Rambe, A. A. (2022). Parenting Model and the
Effects Toward Children’s Akhlaq: An Ethnographic Study of Coastal Community in Padang
West Sumatera. International Journal of Islamic Studies Higher Education, 1(1), 30–41.
https://doi.org/10.24036/insight.v1i1.112

Anda mungkin juga menyukai