Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas dari
Keperawatan Anak
DISUSUN OLEH :
(P07120219002)
1. Rahajeng Anggraini
(P07120219003)
2. Karunia Kurotu Aeni
(P07120219031)
3. Wanda Fauziah
4. Sayyidah Fatimah (P07120219042)
Azzahra
(P07120219049)
5. Rekha Amelia Putri
(P07120322068)
6. Muhamad Wahyudi
A. Latar Belakang
Bullying berasal dari kata bully merupakan suatu kata yang merujuk
kepada adanya suatu bentuk "ancaman" yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain yang umumnya lebih lemah atau "rendah" dari perilaku, yang dapat
bully atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik
atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah
diri, depresi, cemas dan lainnya (Kurniawan & Pranowo, 2018). Sedangkan
juga bisa dikategorikan dalam verbal bullying yaitu bullying yang menggunakan
kata-kata untuk membuat seseorang berada di dalam tekanan dan membuat orang
kekuatan. Seseorang yang melakukan bullying dapat melakukan hal- hal seperti:
dan mengancam keselamatan orang lain. Perilaku tersebut perlu diwaspadai oleh
guru, orang tua dan masyarakat, karena memiliki dampak yang negatif pada
anak. Perilaku bullying memiliki dampak seperti memberi rasa tidak aman dan
nyaman, membuat para korban bullying merasa takut dan terintimidasi, rendah
diri serta tidak berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak tergerak untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya, pribadi yang tidak percaya diri dan sulit
berkomunikasi, selain itu dampak lebih berat adalah dapat berujung ke tindakan
berbagai sebab, 25% dibully karena penampilan fisiknya, 25% karena jenis
kelamin, dan 25% karena etnis atau negara asal mereka. Hasil survey yang
(KPAI) mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 2.473
laporan kejadian bullying didunia pendidikan maupun sosial media dan trennya
juga merupakan tempat yang berbahaya bagi anak-anak jika ragam kekerasan
bullying di tiga kota besar Indonesia, yaitu Yogyakarta, Jakarta dan Surabaya.
67,9% dan 66,1% terjadi di tingkat SMP. Kategori kekerasan psikologis berupa
pengucilan pada tingkat SMP sebesar 41,2% dan SMA sebanyak 43,7%. Tercatat
sebesar 41,2% melakukan kekerasan sesama siswa untuk tingkat SMP sedangkan
mengakui adanya tindakan kekerasan pada tingkat SMP sebesar 77,5%, kota
bersifat kekerasan secara fisik. Tindakan kekerasan secara fisik dan verbal yang
mereka terima sering menjadi faktor trauma untuk jangka pendek dan jangka
korban menjadi putus asa, malu, menyendiri, tidak mau bergaul, tidak
sosial yang buruk juga gangguan psikologis (Darmayanti et al., 2019). Sejalan
dengan penelitian Sufriani & Sari (2017) menyatakan bahwa kekerasan pada
anak akan berpengaruh pada psikologi tumbuh dan kembang anak, dimana anak
pelaku tindak kriminal. Pelaku bullying juga akan kesulitan bersosialisasi dan
apabila ini berlangsung hingga dewasa maka akan menimbulkan dampak yang
melalui adalah peran serta dari seluruh pihak, baik pemerintah, guru, tenaga
kesehatan, orangtua, peran seorang konselor dari tenaga kesehatan dan peran
lingkungan masyarakat serta dari dalam diri anak tersebut sendiri. Sejauh ini,
yang memiliki tujuan membangun serta membekali siswa sebagai generasi emas
guru dan tidak semua guru mempunyai waktu untuk menangani masalah perilaku
bullying. Tidak adanya waktu seorang guru untuk menangani masalah perilaku
mengajar dan partisipasi dalam kegiatan sekolah. Untuk itu diperlukan tindakan
yang nyata dalam menangani perilaku bullying agar dapat mencegah dampak
untuk anak-anak, orang tua, guru, dan komunitas yang terkait dengan tindakan
dan upaya pencegahan, maupun upaya mengatasi trauma atas tindakan bullying
(Riantika, 2020). Perawat berperan sebagai konselor dapat bekerja sama dengan
B. Rumusan Masalah
perilaku bullying?
C. Tujuan
bullying
D. Manfaat
1. Secara teoritis
a. Bagi Guru
bertingkah laku dan bersosialisasi dengan teman dengan cara yang baik
dan aktif, agar guru lebih peka dengan perilaku yang ditunjukkan oleh
b. Bagi Sekolah
A. Landasan Teori
1. Pengertian Bulliying
Bullying adalah kejadian yang sering dijumpai di lingkungan remaja,
yang apat memunculkan dampak bagi korban berupa gangguan
mental ,fisik dan kesehatan psikososial lainnya (Amalia et al., 2019).
Bullying juga didefinisikan prilaku tidak baik yang dilakukn dengan
sengaja dan dilakukan terus menerus untuk melukai secara fisik dan mental
yang dilakukan satu orang atau kelompok sehingga mengakibatkan ketidak
seimbangan kekuasan atau kekuatan (Aini, 2018). Bullying sendiri juga
diartikan sebagai prilaku yang dilakukan secara berulang – ulang dengan
berprilaku agresi dan mengincar anak yang lemah menurut pelaku, dengan
memberikan ancaman ataupun menggangu hingga korban terkena
gangguan psikis(Francisco, 2018).
Bullying adalah prilaku yang bermaksud untuk melukai baik secara
langsung atau tidak langsung yang dilakukan oleh pihak yang kuat ke pihak
yang lemah secara terus menerus (Kartianti, 2017). Bullying juga suatu
tindakan yang dilakukan terus menerus yang melibatkan ketidak
seimbangan seperti kelompok yang kuat melawan kelompok yang lemah
(Putri, 2016). Sementara menurut penelitian (Yuliani, 2019) bullying
merupakan serangan agresif baik secara psikologis, verbal, sosial maupun
fisik yang dilakukan hanya untuk kepuasan tersendiri. Bullying juga
diartikan sebagai sekelompok remaja maupun individu yang
menyalahgunaan kekuasaan yang menimbulkan korban (Sosial, 2015).
2. Peran – Peran Kelompok Bulliying
Menurut penelitian Fransisco (2018) ada peran- peran kelompok
bulliying :
a. Bully adalah murid yang terlibat aktif dan berinisiatif dalam hal
bullying dan dikategorikan sebagai pemimpin
b. Rinfocer juga termasuk orang yang ikut menertawakan korban,
memprofokasi dan ikut menyaksikan, mengajak murid yang lain untuk
ikut serta.
c. Asisten bullying merupakan murid yang terlibat dalam hal bullying dan
bersifat aktif, namun dia hanya mengikuti arahan bully.
d. Outsider merupakan orang yang juga mengetahui tindakan bullying
namun dia hanya diam dan tidak melakukan apapun, seolah-olah semua
baik-baik saja.
e. Defender adalah orang yang ikut memantu korban dan membela dan
tidak jarang juga mereka akhirnya menjadi korban juga.
3. Tipe Bulliying
Bentuk Bulliying menurut penelitian Wibow (2019) yaitu :
a. Bullying fisik
Bullying fisik adalah kekerasan fisik seperti mendorong, menendang,
mencubit, mencakar, memukul dan mengunci orang disuatu ruangan,
merusak barang – barang milik orang lain dan juga termasuk memeras.
b. Bullying verbal
Bullying verbal adalah intimidasi menggunakan kata - kata seperti
mengacam, merendahkan, mempermalukan , memanggil dengan nama
(name-calling), mengejek/mencela, menyebarkan gosip dan memaki.
c. Bullying non verbal langsung
Bullying non verbal langsung adalah bentuk bulying yang seperti
menunjukan ekspresi muka seperti mengejek, mengancam dan
merendahkan (biasanya disertai bullying verbal atau visik).
d. Bullying non verbal tidak langsung (Relational Bullying)
Bullying non verbal tidak langsung adalah bentuk prilaku yang tidak
mengajak bicara seseorang, meretakan suatu persahabatan, sengaja
tidak merespon atau mengucilkan seseorang, mengirimkan teror seperti
surat kaleng.
e. Cyberbullying
Cyberbullying merupakan bahaya yang dilakukan secara sengaja dan
berulang-ulang yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial atau
pesan eletronik. Pelaku cyberbullying dapat bersembunyi dibalik
komputer, dengan kata lain pelaku cyberbullying dapat melakukan
penyamaran saat melakukan perilaku bullying.
f. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual kadang termasuk kekerasan verbal atau fisik.
4. Faktor Penyebab Bulliying
a. Keluarga
Sebagian besar pelaku bullying berasal dari keluarga yang tidak
harmonis, dimana dikarakteristikkan dengan kurangnya kasih sayang,
dan dukungan penuh dari keluarga (Rigby, 2002). Ketidakhadiran ayah,
atau ibu dalam keluarga, dan kurangnya komunikasi antar orang tua dan
anak dapak meningkatkan resiko terjadinya perilaku bullying
(Permatasari, 2016).
b. Teman sebaya
Remaja akan berusaha untuk memposisikan diri agar tetap berada
dalam lingkungan pertemanannya. Apabila tidak dapat setara dengan
kelompoknya akan terjadi kesenjangan dan berisiko terjadi perilaku
bullying (Surilena, 2016). Dendam dan iri hati antar teman, merasa
ingin menjadi yang terbaik dalam kelompok, dan usaha untuk tetap
diterima dalam lingkungan sosial pada remaja (Amalia, 2010).
c. Media sosial
Kekerasan melalui televisi atau film, serta video game memicu
terjadinya bullying baik dalam kurun waktu pendek maupun lama.
Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku bullying mulai dari
yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menyebabkan korban
jiwa (Rigby, 2002). Bullying melalui media sosial banyak terjadi pada
aplikasi pertemanan yang berupa penyebaran berita bohong, saling
mengejek, dan juga memberikan komentar negative pada seorang
individu (Petrie, 2012).
5. Dampak Bulliying
Magfirah dan Rachmawati (2009) menyebutkan bahwa dampak dari
perilaku bullying ini sendiri sangat banyak terutama bagi para korbannya
antara lain :
a. Menjadi penghambat besar bagi seorang anak untuk
mengaktualisasikan diri, karena korban merasa bahwa hal apapun yang
ia lakukan akan salah dalam pandangan orang-orang terutama bagi
para pelaku bullying tersebut.
b. Bullying tidak memberi rasa aman dan nyaman, membuat para korban
bullying selalu merasa dibayangi rasa takut akan terintimidasi
c. Merasa rendah diri serta tak berharga di lingkungan masyarakat akibat
perlakuan bullying yang diterimanya
d. Perasaan takut karena selalu menerima perlakuan bullying
menyebabkan korban yang merupakan seorang siswa akan sulit
berkonsentrasi dalam belajarnya.
e. Korban yang selalu merasa takut dan cemas menyebabkan ia tidak
mampu untuk bersosialisasi secara baik dengan lingkungannya.
f. Perilaku bullying yang terjadi di sekolah menyebabkan para korban
merasa enggan bersekolah untuk menghindari perilaku tersebut terjadi
kembali padanya.
g. Korban bullying biasanya akan menjadi pribadi yang tertutup sehingga
ia akan tidak percaya diri dan sulit berkomunikasi dalam
lingkungannya
h. Para korban bullying akan kehilangan rasa percaya diri kepada
lingkungan yang banyak menyakiti dirinya.
Berdasarkan uraian dampak dari perilaku bullying di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa para korban adalah pihak yang sangat dirugikan dalam
sebuah tindakan bullying. Dampak yang diterima para korban tidak hanya
membekas saat terjadinya perilaku bullying tersebut, tetapi akan terus
membekas sepanjang hidupnya.
6. Upaya Pencegahan Bulliying
Cara atau upaya untuk mencegah terjadinya penindasan ataupun
kekerasan di lingkungan sekolah perlu dibentuk, untuk melindungi dan
mencegah terjadinya bullying pada siswa yang lemah. Sekolah juga
beperan dalam pembentukan karakter, sekolah harus lebih terbuka dan
tidak menutupi bila ada kejadian kekerasan atau bullying di sekolah, bila
sekolah terbuka akan semakin mudah untuk di cegah. Perlunya ada
pembekalan bagi siswa agar tidak melakukan kekerasan ataupun bullying,
guru harus menolong siswa yang sedang membutuhkan pertolongan atau
anak yang terkena bullying untuk melapor terhadap guru. Bullying dapat
diselesaikan dengan mencari sumber masalah dan alasan siswa melakukan
bullying hal ini dapat digunakan untuk menjalani hubungan yang lebih
baik tehadap korban ataupun pelaku bullying (Putri, 2016).
Seperti yang kita tau, dengan adanya kasus bullying di lingkungan
sekolah membuat sekolah menjadi tempat yang kurang nyaman untuk
perkembangan siswa baik secara akademik ataupun nonakademik.
Bullying menciptakan ke tidak seimbangan kekuasaan dari yang lemah
akan semakin tertindas dan yang kuat akan semakin berkuasa.(Francisco,
2018). Oleh karena itu guru sangat berperan penting dalam hal pencegahan
bullying di sekolah, baik melalu layanan konseling di BK ataupun respon
dan sikap pedulu atar siswa (Kartianti, 2017).
Langkah awal yang muncul untuk melakukan pencegahan
kekerasan disekolah yaitu diawali dari orang tua, kepala sekolah, staf dan
guru mereka bertanggung jawab dan berperan untuk menciptakan
lingkungan yang nyaman untuk siswa agar dapat melakukan pencegahan
bullying di lingkungan sekolah, diantaranya yaitu :
a. Orang tua siswa harus memastikan bahwa pencegahan bullying juga
terjadi diluar sekolah. Contohnya : orang tua juga ikut serta dalam
pencegahan bullying, orang tua wajib mengetahui dan memastikan
bahwa anaknya terhindar dari prilaku bullying.
b. Kepala /Wakil berperan penting dalam hal pembuatan perarturan
pencegahan terjadinya bullying. Contohnya : kepala sekolah membuat
peraturan tentang pencegahan bullying, agar peraturan dapat
diterapkan sehingga terciptanya lingkungan sekolah yang terhindar
dari prilaku bullying.
c. Guru/staf juga berperan dalam pelaksanaan dan menegakan peraturan
pencegahan. Contohnya : diharapkan guru dan staf yang ada
dilingkungan sekolah iku serta dalam pencegahan bullying dan
menegakan peraturan yang sudah di buat oleh keala sekolah.
d. Siswa sangat berperan penting untuk melapor dan mencegah terjadinya
bullying. Contohnya : siswa ikut serta dalam pencegahan bullying
dilingkungan sekolah sehingga saat siwa melihat terjadi bullying siswa
dapat melaporkan hal tersebut.
e. Mengajarkan prilaku yang baik dari sejak kecil, agar mereka dapat
berprilaku yang baik saat berada diluar rumah.
f. Dapat membentuk kepribadian anak dari kecil sehingga dapat
berkepribadian dengan kuat dan mampu beradaptasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. (2016). Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Bullying
Siswa (Studi SMP X Kretek Bantul). Tesis. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Atmojo, B. S. R., & Wardaningsih, S. (2019). Peran Guru Dalam Mencegah
Perilaku Bullying. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-
Journal), 10(2), 17-17.
Dewi, C. F., Sema, N., & Salam, S. (2020). Upaya edukasi pencegahan bullying
pada siswa sekolah menengah atas di kabupaten Manggarai Ntt. Randang
Tana-Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(3), 120-129.
Darmayanti, K. H. K., Farida, K., & Situmorang, D. D. D. (2019). Bullying di
sekolah: Pengertian, Dampak, Pembagian dan Cara Menanggulanginya.
Pedagogia, 17(1), 55-66.
https://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia/article/view/13980
Faeni. (2016). HypnoParenting. Jakarta: PT Mizan Publika
Gini G, Pozzoli T, 2009. Association Between Bullying and Psychosomatic Problems: A
Meta-analysis. Pediatrics ; 123: p.1059-1065 www.pediatrics.org
KPAI. (2017). Buku Panduan Pelayanan Bullying. Jakarta. KPAI
Kurniawan, D. E., & Pranowo, T. A. (2018). Bimbingan Kelompok dengan
Teknik Sosiodrama Sebagai Upaya Mengatasi Perilaku Bullying di
Sekolah. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan, 2(1). DOI:
10.30598/jbkt.v2i1.235
Muhammad. (2016). Aspek Perlindungan Anak Dalam Tindak Kekerasan
(Bullying) Terhadap Siswa Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di
SMK Kabupaten Banyumas). Jurnal Dinamika Hukum, 9 (3)
Patras, Y. E., & Sidiq, F. (2017). Dampak Bullying bagi Kalangan Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan, 5(1), 12-24.
10.30598/pedagogikavol5issue1page12-24
Pacer’s. (2017). Bullying Statistics. Diakses pada tanggal 09 Juni 2023 dari
http://www.pacer.org/bullying/resourc es/stats.as
Putri. (2016). Strategi Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying Di Smp Negeri
1Mojokerto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1 (4).
Suci, I. S., Ramdhanie, G. G., & Mediani, H. S. (2021). Intervensi Pencegahan
Bullying pada Anak Berbasis Sekolah. Jurnal Keperawatan
Silampari, 4(2), 643-653.
Suciartini, A, N, N, dan Sumartini, U, P, L, N. (2018). Verbal Bullying Dalam
Media Sosial Ditinjau dari Perpektif Penyimpangan Prinsip Kesatuan
Berbahasa. Jurnal Pendidikan, 19 (2), 152-171
Sufriani, S., & Sari, E. P. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Bullying pada Anak
Usia Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Idea
Nursing Journal, 8(3), 1-10. https://doi.org/10.52199/inj.v8i3.9678
Sinuko. (2016). Jateng Zona Merah Kekerasan pada Perempuan dan Anak.
Jakarta : Balai Pustaka