Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

PENATALAKSANAAN BULLYING PADA ANAK (BULLYING


VERBAL)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi salah satu tugas dari
Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH :

(P07120219002)
1. Rahajeng Anggraini
(P07120219003)
2. Karunia Kurotu Aeni
(P07120219031)
3. Wanda Fauziah
4. Sayyidah Fatimah (P07120219042)
Azzahra
(P07120219049)
5. Rekha Amelia Putri
(P07120322068)
6. Muhamad Wahyudi

PRODI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bullying berasal dari kata bully merupakan suatu kata yang merujuk

kepada adanya suatu bentuk "ancaman" yang dilakukan oleh seseorang terhadap

orang lain yang umumnya lebih lemah atau "rendah" dari perilaku, yang dapat

menimbulkan gangguan psikologis maupun fisik pada korban (korban disebut

bully atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik

atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan, rendah

diri, depresi, cemas dan lainnya (Kurniawan & Pranowo, 2018). Sedangkan

menurut Smokowski (dalam Suciartini dkk :2018) mengatakan bahwa ”bullying

juga bisa dikategorikan dalam verbal bullying yaitu bullying yang menggunakan

kata-kata untuk membuat seseorang berada di dalam tekanan dan membuat orang

yang melakukan verbal bullying menjadi lebih superior”.

Menurut Faeni (2016) menjelaskan bahwa bullying adalah perilaku

agresif yang disengaja yang menggunakan ketidakseimbangan kekuasaan atau

kekuatan. Seseorang yang melakukan bullying dapat melakukan hal- hal seperti:

memukul, menendang, mendorong, meludah, mengejek, menggoda, penghinaan

dan mengancam keselamatan orang lain. Perilaku tersebut perlu diwaspadai oleh

guru, orang tua dan masyarakat, karena memiliki dampak yang negatif pada

anak. Perilaku bullying memiliki dampak seperti memberi rasa tidak aman dan

nyaman, membuat para korban bullying merasa takut dan terintimidasi, rendah

diri serta tidak berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak tergerak untuk

bersosialisasi dengan lingkungannya, pribadi yang tidak percaya diri dan sulit
berkomunikasi, selain itu dampak lebih berat adalah dapat berujung ke tindakan

bunuh diri (Muhammad, 2016; Sinuko, 2016).

Prevalensi kejadian bullying berdasarkan hasil riset dari United Nations

Children's Fund (UNICEF) (2017), pada 100.000 anak di 18 negara

menunjukkan bahwa 67% anak mengatakan pernah mengalami bullying dengan

berbagai sebab, 25% dibully karena penampilan fisiknya, 25% karena jenis

kelamin, dan 25% karena etnis atau negara asal mereka. Hasil survey yang

dilakukan Pusat Pencegahaan Perilaku bullying menunjukkan bahwa pada tahun

2016 ada sekitar 20,8% siswa melaporkan di intimidasi. Prevalensi perilaku

bullying dilaporkan sebesar rata-rata 35% mendapatkan perilaku bullying secara

langsung dan 15% di dunia maya (Pacer’s, 2017).

Menurut hasil Konsultasi Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 2.473

laporan kejadian bullying didunia pendidikan maupun sosial media dan trennya

terus meningkat, kemudian di 18 provinsi Indonesia menunjukkan bahwa sekolah

juga merupakan tempat yang berbahaya bagi anak-anak jika ragam kekerasan

disitu tidak diantisipasi. Sebanyak 50% remaja usia 13 sampai 15 tahun di

Indonesia pernah mengalami tindakan bullying (UNICEF, 2017).

Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) telah melakukan penelitian tentang

bullying di tiga kota besar Indonesia, yaitu Yogyakarta, Jakarta dan Surabaya.

Hasil penelitian tersebut, yaitu terjadinya kekerasan di tingkat SMA sebesar

67,9% dan 66,1% terjadi di tingkat SMP. Kategori kekerasan psikologis berupa

pengucilan pada tingkat SMP sebesar 41,2% dan SMA sebanyak 43,7%. Tercatat
sebesar 41,2% melakukan kekerasan sesama siswa untuk tingkat SMP sedangkan

sebanyak 43,7% oleh tingkat SMA. Gambaran kekerasan di Yogyakarta

mengakui adanya tindakan kekerasan pada tingkat SMP sebesar 77,5%, kota

Surabaya 59,8%, dan Jakarta 61,1% (Wiyani, dalam Azwar, 2017).

Korban bullying juga mengalami kekerasan fisik, untuk bullying yang

bersifat kekerasan secara fisik. Tindakan kekerasan secara fisik dan verbal yang

mereka terima sering menjadi faktor trauma untuk jangka pendek dan jangka

panjang. Dampak dari prilaku bullying yang dilakukan dapat mengakibatkan

korban menjadi putus asa, malu, menyendiri, tidak mau bergaul, tidak

bersemangat, bahkan berhalusinasi. Gangguan tersebut meliputi penyesuaian

sosial yang buruk juga gangguan psikologis (Darmayanti et al., 2019). Sejalan

dengan penelitian Sufriani & Sari (2017) menyatakan bahwa kekerasan pada

anak akan berpengaruh pada psikologi tumbuh dan kembang anak, dimana anak

akan menjadi berkepribadian keras dimasa depan. Anak pelaku bullying

berpotensi menjadi pelaku kenakalan remaja, pelaku tindak kekerasan serta

pelaku tindak kriminal. Pelaku bullying juga akan kesulitan bersosialisasi dan

apabila ini berlangsung hingga dewasa maka akan menimbulkan dampak yang

sangat luas, bahkan mengalami permasalahan dalam hubungan sosial, kondisi

ekonomi yang memburuk, dan rendahnya well-being ketika menginjak usia 50

tahun (Patras & Sidiq, 2017).

Upaya pencegahan untuk memutus mata rantai bullying telah dilakukan

melalui adalah peran serta dari seluruh pihak, baik pemerintah, guru, tenaga

kesehatan, orangtua, peran seorang konselor dari tenaga kesehatan dan peran
lingkungan masyarakat serta dari dalam diri anak tersebut sendiri. Sejauh ini,

Pemerintah sudah mengeluarkan sebuah kebijakan berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguat Pendidikan Karakter (PPK)

yang memiliki tujuan membangun serta membekali siswa sebagai generasi emas

Indonesia Tahun 2045 dengan karakter religius, jujur, toleran, disiplin,

komunikatif, cinta damai, peduli sosial dan bertanggung jawab sehingga

diharapkan siswa tidak melakukan tindakan yang menyimpang. Menurut Adnan

(2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa guru belum intensif dalam

menangani permasalahan perilaku bullying. Hal ini disebabkan oleh kekurangan

guru dan tidak semua guru mempunyai waktu untuk menangani masalah perilaku

bullying. Tidak adanya waktu seorang guru untuk menangani masalah perilaku

bullying kepada siswa dikarenakan guru tersebut disibukkan dengan persiapan

mengajar dan partisipasi dalam kegiatan sekolah. Untuk itu diperlukan tindakan

yang nyata dalam menangani perilaku bullying agar dapat mencegah dampak

buruk yang di timbulkanya.

Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional dapat berkolaborasi dengan

sekolah, Perawat dapat menjalankan perannya sebagai pendidik dan advokat

untuk anak-anak, orang tua, guru, dan komunitas yang terkait dengan tindakan

dan upaya pencegahan, maupun upaya mengatasi trauma atas tindakan bullying

(Riantika, 2020). Perawat berperan sebagai konselor dapat bekerja sama dengan

stakeholder dalam mengembangkan program-program edukasi terkait bullying,

dan sebagai pendidik dapat melakukan pendidikan kesehatan terkait bullying

pada anak sebagai upaya pencegahan.


Berdasarkan fenomena tersebut, artikel ini bertujuan untuk meninjau atau

melakukan review literature yang berkaitan dengan intervensi pencegahan

bulling pada anak berbasis sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana memberikan gambaran pemahaman dan pengetahuan tentang

perilaku bullying?

2. Bagaimana konsekuensi dari dampak psikologis yang ditimbulkan?

3. Bagaimana penatalaksanaan verbal bullying pada anak?

4. Bagaimana peran guru dalam mencegah perilaku bullying di sekolah?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, secara umum penelitian ini bertujuan :

1. Untuk memberikan gambaran pemahaman dan pengetahuan tentang perilaku

bullying

2. Untuk mengetahui konsekuensi dampak psikologis yang ditimbulkan

3. Untuk mengetahui penatalaksaan verbal bullying pada anak

4. Untuk mengetahui peran guru dalam mencegah perilaku bullying di sekolah

D. Manfaat

1. Secara teoritis

Dari segi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat memberikat

sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam

bidang psikologi pendidikan dan perkembangan.


2. Secara Praktis

a. Bagi Guru

Memberi wawasan bagi guru untuk dapat mengarahkan anak dalam

bertingkah laku dan bersosialisasi dengan teman dengan cara yang baik

dan aktif, agar guru lebih peka dengan perilaku yang ditunjukkan oleh

anak terutama perilaku-perilaku agresif yang dapat membahayakan diri

anak dan membahayakan terhadap lingkungan disekitarnya.

b. Bagi Sekolah

Untuk dijadikan pedoman dalam menanggulangi masalah bullying

yang dilakukan antara anak yang terjadi di sekolah.

c. Bagi Orang tua

Memberikan pemahaman kepada orang tua untuk lebih

memberikan perhatian kepada putra dan putrinya serta mengawasi

lingkungan pergaulannya serta bagaimana cara menghindari anak agar

tidak mengalami atau melakukan bullying.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian Bulliying
Bullying adalah kejadian yang sering dijumpai di lingkungan remaja,
yang apat memunculkan dampak bagi korban berupa gangguan
mental ,fisik dan kesehatan psikososial lainnya (Amalia et al., 2019).
Bullying juga didefinisikan prilaku tidak baik yang dilakukn dengan
sengaja dan dilakukan terus menerus untuk melukai secara fisik dan mental
yang dilakukan satu orang atau kelompok sehingga mengakibatkan ketidak
seimbangan kekuasan atau kekuatan (Aini, 2018). Bullying sendiri juga
diartikan sebagai prilaku yang dilakukan secara berulang – ulang dengan
berprilaku agresi dan mengincar anak yang lemah menurut pelaku, dengan
memberikan ancaman ataupun menggangu hingga korban terkena
gangguan psikis(Francisco, 2018).
Bullying adalah prilaku yang bermaksud untuk melukai baik secara
langsung atau tidak langsung yang dilakukan oleh pihak yang kuat ke pihak
yang lemah secara terus menerus (Kartianti, 2017). Bullying juga suatu
tindakan yang dilakukan terus menerus yang melibatkan ketidak
seimbangan seperti kelompok yang kuat melawan kelompok yang lemah
(Putri, 2016). Sementara menurut penelitian (Yuliani, 2019) bullying
merupakan serangan agresif baik secara psikologis, verbal, sosial maupun
fisik yang dilakukan hanya untuk kepuasan tersendiri. Bullying juga
diartikan sebagai sekelompok remaja maupun individu yang
menyalahgunaan kekuasaan yang menimbulkan korban (Sosial, 2015).
2. Peran – Peran Kelompok Bulliying
Menurut penelitian Fransisco (2018) ada peran- peran kelompok
bulliying :
a. Bully adalah murid yang terlibat aktif dan berinisiatif dalam hal
bullying dan dikategorikan sebagai pemimpin
b. Rinfocer juga termasuk orang yang ikut menertawakan korban,
memprofokasi dan ikut menyaksikan, mengajak murid yang lain untuk
ikut serta.
c. Asisten bullying merupakan murid yang terlibat dalam hal bullying dan
bersifat aktif, namun dia hanya mengikuti arahan bully.
d. Outsider merupakan orang yang juga mengetahui tindakan bullying
namun dia hanya diam dan tidak melakukan apapun, seolah-olah semua
baik-baik saja.
e. Defender adalah orang yang ikut memantu korban dan membela dan
tidak jarang juga mereka akhirnya menjadi korban juga.
3. Tipe Bulliying
Bentuk Bulliying menurut penelitian Wibow (2019) yaitu :
a. Bullying fisik
Bullying fisik adalah kekerasan fisik seperti mendorong, menendang,
mencubit, mencakar, memukul dan mengunci orang disuatu ruangan,
merusak barang – barang milik orang lain dan juga termasuk memeras.
b. Bullying verbal
Bullying verbal adalah intimidasi menggunakan kata - kata seperti
mengacam, merendahkan, mempermalukan , memanggil dengan nama
(name-calling), mengejek/mencela, menyebarkan gosip dan memaki.
c. Bullying non verbal langsung
Bullying non verbal langsung adalah bentuk bulying yang seperti
menunjukan ekspresi muka seperti mengejek, mengancam dan
merendahkan (biasanya disertai bullying verbal atau visik).
d. Bullying non verbal tidak langsung (Relational Bullying)
Bullying non verbal tidak langsung adalah bentuk prilaku yang tidak
mengajak bicara seseorang, meretakan suatu persahabatan, sengaja
tidak merespon atau mengucilkan seseorang, mengirimkan teror seperti
surat kaleng.
e. Cyberbullying
Cyberbullying merupakan bahaya yang dilakukan secara sengaja dan
berulang-ulang yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial atau
pesan eletronik. Pelaku cyberbullying dapat bersembunyi dibalik
komputer, dengan kata lain pelaku cyberbullying dapat melakukan
penyamaran saat melakukan perilaku bullying.
f. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual kadang termasuk kekerasan verbal atau fisik.
4. Faktor Penyebab Bulliying
a. Keluarga
Sebagian besar pelaku bullying berasal dari keluarga yang tidak
harmonis, dimana dikarakteristikkan dengan kurangnya kasih sayang,
dan dukungan penuh dari keluarga (Rigby, 2002). Ketidakhadiran ayah,
atau ibu dalam keluarga, dan kurangnya komunikasi antar orang tua dan
anak dapak meningkatkan resiko terjadinya perilaku bullying
(Permatasari, 2016).
b. Teman sebaya
Remaja akan berusaha untuk memposisikan diri agar tetap berada
dalam lingkungan pertemanannya. Apabila tidak dapat setara dengan
kelompoknya akan terjadi kesenjangan dan berisiko terjadi perilaku
bullying (Surilena, 2016). Dendam dan iri hati antar teman, merasa
ingin menjadi yang terbaik dalam kelompok, dan usaha untuk tetap
diterima dalam lingkungan sosial pada remaja (Amalia, 2010).
c. Media sosial
Kekerasan melalui televisi atau film, serta video game memicu
terjadinya bullying baik dalam kurun waktu pendek maupun lama.
Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku bullying mulai dari
yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menyebabkan korban
jiwa (Rigby, 2002). Bullying melalui media sosial banyak terjadi pada
aplikasi pertemanan yang berupa penyebaran berita bohong, saling
mengejek, dan juga memberikan komentar negative pada seorang
individu (Petrie, 2012).
5. Dampak Bulliying
Magfirah dan Rachmawati (2009) menyebutkan bahwa dampak dari
perilaku bullying ini sendiri sangat banyak terutama bagi para korbannya
antara lain :
a. Menjadi penghambat besar bagi seorang anak untuk
mengaktualisasikan diri, karena korban merasa bahwa hal apapun yang
ia lakukan akan salah dalam pandangan orang-orang terutama bagi
para pelaku bullying tersebut.
b. Bullying tidak memberi rasa aman dan nyaman, membuat para korban
bullying selalu merasa dibayangi rasa takut akan terintimidasi
c. Merasa rendah diri serta tak berharga di lingkungan masyarakat akibat
perlakuan bullying yang diterimanya
d. Perasaan takut karena selalu menerima perlakuan bullying
menyebabkan korban yang merupakan seorang siswa akan sulit
berkonsentrasi dalam belajarnya.
e. Korban yang selalu merasa takut dan cemas menyebabkan ia tidak
mampu untuk bersosialisasi secara baik dengan lingkungannya.
f. Perilaku bullying yang terjadi di sekolah menyebabkan para korban
merasa enggan bersekolah untuk menghindari perilaku tersebut terjadi
kembali padanya.
g. Korban bullying biasanya akan menjadi pribadi yang tertutup sehingga
ia akan tidak percaya diri dan sulit berkomunikasi dalam
lingkungannya
h. Para korban bullying akan kehilangan rasa percaya diri kepada
lingkungan yang banyak menyakiti dirinya.
Berdasarkan uraian dampak dari perilaku bullying di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa para korban adalah pihak yang sangat dirugikan dalam
sebuah tindakan bullying. Dampak yang diterima para korban tidak hanya
membekas saat terjadinya perilaku bullying tersebut, tetapi akan terus
membekas sepanjang hidupnya.
6. Upaya Pencegahan Bulliying
Cara atau upaya untuk mencegah terjadinya penindasan ataupun
kekerasan di lingkungan sekolah perlu dibentuk, untuk melindungi dan
mencegah terjadinya bullying pada siswa yang lemah. Sekolah juga
beperan dalam pembentukan karakter, sekolah harus lebih terbuka dan
tidak menutupi bila ada kejadian kekerasan atau bullying di sekolah, bila
sekolah terbuka akan semakin mudah untuk di cegah. Perlunya ada
pembekalan bagi siswa agar tidak melakukan kekerasan ataupun bullying,
guru harus menolong siswa yang sedang membutuhkan pertolongan atau
anak yang terkena bullying untuk melapor terhadap guru. Bullying dapat
diselesaikan dengan mencari sumber masalah dan alasan siswa melakukan
bullying hal ini dapat digunakan untuk menjalani hubungan yang lebih
baik tehadap korban ataupun pelaku bullying (Putri, 2016).
Seperti yang kita tau, dengan adanya kasus bullying di lingkungan
sekolah membuat sekolah menjadi tempat yang kurang nyaman untuk
perkembangan siswa baik secara akademik ataupun nonakademik.
Bullying menciptakan ke tidak seimbangan kekuasaan dari yang lemah
akan semakin tertindas dan yang kuat akan semakin berkuasa.(Francisco,
2018). Oleh karena itu guru sangat berperan penting dalam hal pencegahan
bullying di sekolah, baik melalu layanan konseling di BK ataupun respon
dan sikap pedulu atar siswa (Kartianti, 2017).
Langkah awal yang muncul untuk melakukan pencegahan
kekerasan disekolah yaitu diawali dari orang tua, kepala sekolah, staf dan
guru mereka bertanggung jawab dan berperan untuk menciptakan
lingkungan yang nyaman untuk siswa agar dapat melakukan pencegahan
bullying di lingkungan sekolah, diantaranya yaitu :
a. Orang tua siswa harus memastikan bahwa pencegahan bullying juga
terjadi diluar sekolah. Contohnya : orang tua juga ikut serta dalam
pencegahan bullying, orang tua wajib mengetahui dan memastikan
bahwa anaknya terhindar dari prilaku bullying.
b. Kepala /Wakil berperan penting dalam hal pembuatan perarturan
pencegahan terjadinya bullying. Contohnya : kepala sekolah membuat
peraturan tentang pencegahan bullying, agar peraturan dapat
diterapkan sehingga terciptanya lingkungan sekolah yang terhindar
dari prilaku bullying.
c. Guru/staf juga berperan dalam pelaksanaan dan menegakan peraturan
pencegahan. Contohnya : diharapkan guru dan staf yang ada
dilingkungan sekolah iku serta dalam pencegahan bullying dan
menegakan peraturan yang sudah di buat oleh keala sekolah.
d. Siswa sangat berperan penting untuk melapor dan mencegah terjadinya
bullying. Contohnya : siswa ikut serta dalam pencegahan bullying
dilingkungan sekolah sehingga saat siwa melihat terjadi bullying siswa
dapat melaporkan hal tersebut.
e. Mengajarkan prilaku yang baik dari sejak kecil, agar mereka dapat
berprilaku yang baik saat berada diluar rumah.
f. Dapat membentuk kepribadian anak dari kecil sehingga dapat
berkepribadian dengan kuat dan mampu beradaptasi.

Langkah guru mencegah terjadinya bullying di lingkungan sekolah


berdasarkan penelitian (Putri, 2016) yaitu :
a. Mencari penyebab terjadinya bullying
Untuk mencegah terjadinya bullying, guru juga harus mengetahui
alasan siswa melakukan bullying dengan begitu guru akan dengan
mudah menyelesaikan masalah.
b. Memberikan sanksi (punishment)
Sanksi juga salah satu cara mencegah terjadinya bullying, hukuman
diberikan sesuai dengan bentuk kesalahan yang sudah dilakukan
dengan begitu diharapkan dapat menjadi teguran dan pelaku tidak
mengulangi kesalahan serta dapat memotivasi belajar juga
memperbaiki prilaku (moralitas) murid.
c. Menciptakan kelompok diskusi saat belajar
Dengan terbentuknya kelompok belajar, diharapkan terciptanya
hubungan baik antar kelompok dan terciptalah kerjasama antar
teman,dan dapat bertukar pikiran agar muncul hubungan baik antar
teman serta dapat mengerti satu sama lain.
d. Pemberian layanan BK kepada pelaku dan korban bullying Pentingnya
pemberian layanan bullying untuk mengetahui resiko terjadinya
bullying baik untuk pelaku maupun korban.
e. Memberikan peringatan terhadap pelaku bullying ataupun siswa yang
beresiko menjadi pelaku bullying
Ini merupakan strategi untuk memberikan pelajaran maupun nasehat
kepada pelaku atau siswa yang menjadi penyebab terjadinya bullying,
diharapkan siswa dapat memahami secara mendalam tetang bullying
dan menghilangkan niat untuk melakukan bullying juga di jelaskannya
tentang sanski yang diberikan saat melakukan bullying
f. Melakukan program stop bullying
Dengan adanya program ini digunakan untuk mencegah terjadinya
bullying,diharapkan mampu memberikan pelajaran secara mendalam
kepada pihak sekolah baik guru, staf, kepala sekolah ataupun siswa
yang bertujuan agar tau bahwa prilaku bullying tidak dapat ditolerin
meski dalam bentuk apapun. Program ini disampaikan kepada orang
tua saat adanya rapat dan dihimbau untuk orang tua mengurangi
melihat tayangan televisi karena tayangan yang disiarkan dapat
mempengaruhi terbentuknya pribadi masyarakat. Guru juga
mengajarkan kepaada siswa ntuk peduli sesama agar dapat
menciptakan lingkugan sekolah yang nyaman.
g. Melakukan pengawasan (monitoring)
Dengan adanya pengawasan diharapkan guru dapat mengawasi setiap
perilaku siswa baik pelaku bullying maupun siswa yang lain,
pengawasan dilakukan secara terus-menerus agar dapat terhindar dari
perilaku bullying.
h. Memberikn penghargaan (rewarding)
Dengan adanya penghargaan ini diharapkan siswa mampu merubah
sikap lebih baik lagi, dari yang suka membully teman hingga merubah
sikap lebih baik dan dapat menghargai teman. Berdsarkan strategi
tersebut diharapkan siswa mampu berprilaku yang lebih baik dan tidak
saling menyakiti.

Cara pencegahan bullying berdasarkan penelitian Yuliani (2019)


yaitu :
a. Menolong siswa memahami dan mengetahui tentang bullying.
Pembelajaran tentang bullying dapat membantu anak mengenal dan
mengetahui saat bullying mengincar mereka dan orang – orang
disekitar mereka, juga bagaimana cara menghadapi dan menolong saat
terjadinya bullying. Dengan cara :
1) Menjelaskan bahwa bullying adalah prilaku tidak baik, setiap orang
wajib dihargai apapun kekurangan dan kelebihan mereka.
2) Menjelaskan dampak bullying baik bagi korban maupun orang yang
menjadi saksi bisu saat terjadinya bullying.
b. Menciptakan komunikasi dan hubungan yang baik antar satu sama lain
Pelaku akan mempermalukan atau mengancam bila korban melapor
kepada yang lain, maka dari itu korban tidak berani dan tidak bisa
berbuat apa-apa.
c. Mengajarkan bagaimana cara menghadapi bullying.
Sesudah mendalami tentang bullying dan dibekali pembelajaran cara
melawan pelaku bullying, diharapkan siswa mampu melawan tanpa
ada kekerasan dan prilaku agresif yang dapat menyebabkan keadaan
semakan panas. Cara yang digunakan misalnya : tidak mempedulikan
pelaku, menjaga jarak dengan pelaku atau menyampaikan bahwa kita
tida suka dengan prilaku pelaku bullying, berkumpul dengan orang
dewasa atau berteman dengan anak - anak yang baik.
d. Meminta kepada mereka yang melihat kejadian tidak hanya diam.
Diharapkan anak yang melihat kejadian bullying dapat membantu
korban, dengan cara :
1) Bermain dan menemani korban, membentuk suatu kelompok
bermain.
2) Menghindari pelaku yang berniat untuk melakukan bullying.
3) Mendengarkan cerita korban serta mendengarkan keluh kesahnya.
4) Bila pelaku semakin menjadi, minta bantuan atau ceritakan kepada
orang yang lebih tua dan dapat dipercaya
e. Bantu korban menemukan bakat yang dia miliki.
Diharapkan korban dapat mengembangkan bakat yang dia miliki dan
menemukan orang – orang yang memiliki bakat yang sama, dengan
begitutumbuh rasa percaya diri dan dapat terhindar dari bullying. Cara
yang diakukan untuk membantu siswa yang menjadi korban bullying
dan korban incaran baru dari pelaku bullying, yaitu :
1) Mintalah korban agar tidak berhias berlebihan.
2) Agar tidak menjadi manggsa dari pelaku bullying, berkumpulah
dengan kelompok lain dan jangan menyendiri.
3) Saat menjadi korban bullying berbuatlah seolah semua baik-baik
saja.
4) Jangan melakukan hal atau mencari masaah dengan pelaku.
5) Jadilah orang yang berani dan jangan menunjukan rasa lemah dan
takut. Ajarkan korban agar berani mengatakan kepada guru,kepala
sekolah, BK , maupun orang tua,
f. Berikan contoh prilaku yang baik
Seberapa banyak selogan bila tidak diterapkan dengan baik akan tetap
memunculkan prilaku bullying, lingkungan dan masyarakat tempat
untuk menjadi contoh.
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep

DAFTAR PUSTAKA
Adnan. (2016). Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Bullying
Siswa (Studi SMP X Kretek Bantul). Tesis. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Atmojo, B. S. R., & Wardaningsih, S. (2019). Peran Guru Dalam Mencegah
Perilaku Bullying. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-
Journal), 10(2), 17-17.
Dewi, C. F., Sema, N., & Salam, S. (2020). Upaya edukasi pencegahan bullying
pada siswa sekolah menengah atas di kabupaten Manggarai Ntt. Randang
Tana-Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(3), 120-129.
Darmayanti, K. H. K., Farida, K., & Situmorang, D. D. D. (2019). Bullying di
sekolah: Pengertian, Dampak, Pembagian dan Cara Menanggulanginya.
Pedagogia, 17(1), 55-66.
https://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia/article/view/13980
Faeni. (2016). HypnoParenting. Jakarta: PT Mizan Publika
Gini G, Pozzoli T, 2009. Association Between Bullying and Psychosomatic Problems: A
Meta-analysis. Pediatrics ; 123: p.1059-1065 www.pediatrics.org
KPAI. (2017). Buku Panduan Pelayanan Bullying. Jakarta. KPAI
Kurniawan, D. E., & Pranowo, T. A. (2018). Bimbingan Kelompok dengan
Teknik Sosiodrama Sebagai Upaya Mengatasi Perilaku Bullying di
Sekolah. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan, 2(1). DOI:
10.30598/jbkt.v2i1.235
Muhammad. (2016). Aspek Perlindungan Anak Dalam Tindak Kekerasan
(Bullying) Terhadap Siswa Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di
SMK Kabupaten Banyumas). Jurnal Dinamika Hukum, 9 (3)
Patras, Y. E., & Sidiq, F. (2017). Dampak Bullying bagi Kalangan Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan, 5(1), 12-24.
10.30598/pedagogikavol5issue1page12-24
Pacer’s. (2017). Bullying Statistics. Diakses pada tanggal 09 Juni 2023 dari
http://www.pacer.org/bullying/resourc es/stats.as
Putri. (2016). Strategi Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying Di Smp Negeri
1Mojokerto. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1 (4).
Suci, I. S., Ramdhanie, G. G., & Mediani, H. S. (2021). Intervensi Pencegahan
Bullying pada Anak Berbasis Sekolah. Jurnal Keperawatan
Silampari, 4(2), 643-653.
Suciartini, A, N, N, dan Sumartini, U, P, L, N. (2018). Verbal Bullying Dalam
Media Sosial Ditinjau dari Perpektif Penyimpangan Prinsip Kesatuan
Berbahasa. Jurnal Pendidikan, 19 (2), 152-171
Sufriani, S., & Sari, E. P. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Bullying pada Anak
Usia Sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Idea
Nursing Journal, 8(3), 1-10. https://doi.org/10.52199/inj.v8i3.9678
Sinuko. (2016). Jateng Zona Merah Kekerasan pada Perempuan dan Anak.
Jakarta : Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai