Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ners Indonesia, Vol.7 No.

2, Maret 2017

ANALISIS KONDISI BULLYING PADA ANAK USIA SEKOLAH


SEBAGAI UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF

Fathra Annis Nauli1, Jumaini2, Veny Elita3


1,2,3 PSIK Universitas Riau

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Jalan Pattimura No 9 Gedung G Pekanbaru Riau
Kode Pos 28131 Indonesia
email fathranauli@yahoo.com

Abstrak

Bullying merupakan masalah serius yang harus segera diselesaikan karena memberikan dampak negatif dan trauma
berkepanjangan dalam kehidupan seorang individu. Kasus bullying di sekolah banyak ditemukan di Indonesia maupun
internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi bullying pada anak usia sekolah di Pekanbaru
dengan desain penelitian deskriptif dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 236 responden berusia 9-12
tahun yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dengan teknik purposive sampling. Instrumen pengukuran yang
digunakan adalah kuesioner “Peer interaction in primary school” terdiri dari 22 item pertanyaan dengan 12 item terkait
pertanyaan korban bullying dan 10 item pertanyaan yang berkaitan dengan pelaku bullying. Data dianalisis dengan
menggunakan analisis univariat distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas jenis kelamin responde n
laki-laki sebanyak 124 orang (52,5%), sebanyak 178 (75,4%) responden melakukan bullying kategori ringan, Sebanyak
176 orang (75,6%) responden menyatakan pelaku bullying adalah kakak kelas sebanyak 131 orang (55,5%) responden
tidak menjadi pelaku bullying. Diharapkan pihak sekolah bersama dengan orang tua bekerjasama untuk melakukan
upaya pencegahan bullying pada siswa, memberikan tindakan kepada siswa yang melakukan bullying dan yang menjadi
korban bullying serta berupaya membentuk sekolah anti-bullying.

Kata kunci: analisis, anak usia sekolah, bullying

Abstract

Bullying is a serious problem for the children in the school. Cases of bullying in school has been widely found in the
International and in Indonesia. This study aims to analyze and identify the condition of bullying at school-age children
in Pekanbaru with descriptive research design and cross sectional approach. The samples were 236 respondents aged 9-
12 years who were taken based on inclusion criteria using purposive sampling technique. Measuring instrument used
was a questionnaire Peer interaction in primary school quesionare consisting of 22 items of questions with 12 items
related question victim of bullying and 10 items of questions related to bullying. Data were analyzed using univariate
analysis of the frequency distribution. The results showed the majority of research respondents’ gender male sex as
many as 124 people (52.5%), the majority of respondents get light bully with the number of 178 (75.4%). Bullies in the
majority of survey respondents seniors, as many as 176 people (74.6%). Respondents were 100 people (42.4%) were
categorized into bullying bullies at a low level and 131 people (55.5%) did not become an actor. School with the parents
collaboration to disseminate prevention of bullying on students and provide education about what actions to take
students who experience bullying and promote school anti-bullying.

Keywords: Analysis , Bullying, children of school age

PENDAHULUAN pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.


Upaya kesehatan merupakan serangkaian Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dalam
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi, bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,
dan berkesinambungan untuk memelihara dan preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.
bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, Pelayanan kesehatan Promotif adalah suatu kegiatan

11
Fathra Annis Nauli, Jumaini, Veny Elita, Analisis Kondisi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya
Promotif dan Preventif

dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan berulangkali oleh seseorang/ anak yang
yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat memiliki kekuatan lebih terhadap anak yang lemah
promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif baik secara fisik maupun psikologis (Astuti, 2008).
adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu Bullying merupakan fenomena yang sudah ada didunia
masalah kesehatan/penyakit. Salah satu bentuk sejak tahun 1970 diawali di Skandinavia dan menurut
tindakan dari upaya promotif dan preventif terhadap Rudi (2010) mulai beberapa tahun terakhir menjadi
bullying adalah melakukan analisis kasus atau perhatian peneliti, pendidik, organisasi perlindungan
insiden bullying yang terjadi di sekolah. dan tokoh masyarakat. Bully secara harfiah dalam
Masa usia sekolah adalah periode yang sangat bahasa Indonesia berarti penggertak, orang yang suka
menentukan kualitas seorang manusia dewasa mengganggu yang lemah. Bila melihat dari kata
nantinya dengan harapan sehat secara fisik, tersebut terkadang perilaku bullying dianggap sebagai
mental, sosial, dan emosi (Permono, 2013). Pada perilaku yang normal dalam kehidupan sehari-hari.
masa inilah perkembangan anak terlihat khususnya Perilaku bullying merupakan ”Learned Behaviour”,
perkembangan mental dan psikososial. suatu perilaku yang tidak bisa diterima secara sosial
Perkembangan psikososial anak yang terpenuhi dan merupakan perilaku yang tidak normal dan tidak
akan mempengaruhi kesehatan mental yang baik, sehat (Rudi, 2010). Bullying adalah tindakan negatif
namun jika tidak terpenuhi akan menimbulkan dan sering agresif/manipulatif atau serangkaian
masalah pada kesehatan dan perkembangan anak. tindakan yang dilakukan oleh satu atau lebih terhadap
Children’s Defense Fund (CDF) tahun 2010 orang lain selama periode waktu dan didasarkan karena
menyatakan masalah kesehatan mental adanya ketidakseimbangan kekuasaan (Sullivan,
mempengaruhi jutaan anak-anak seperti gangguan Cleary & Sullivan, 2005). Bullying tidak dapat terlepas
emosi, perilaku dan mental. dari adanya beberapa faktor pemicu.
Salah satu bentuk masalah atau gangguan
terhadap perilaku yaitu kekerasan dan bullying. Faktor- faktor yang memicu terjadi bullying
WHO global champaign for violence prevention antara lain adalah: perbedaan kelas (senioritas),
menjelaskan bahwa 1,6 juta penduduk dunia ekonomi, agama, gender; tradisi senioritas;
kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan dan keluarga yang tidak rukun; situasi sekolah yang
terjadi 57000 kematian karena tindak kekerasan tidak harmonis atau diskriminatif; karakter
pada anak dibawah usia 15 tahun (Hamid, 2009). individu/ kelompok seperti: dendam/iri hati,
Berdasarkan pusat data dan informasi Komisi adanya semangat ingin menguasai korban dengan
Perlindungan Anak Indonesia tahun 2012 kekerasan kekuatan fisik, meningkatkan popularitas pelaku
terhadap anak sudah mencapai angka 2637 kasus dikalangan teman sepermainannya; persepsi nilai
dimana kekerasan fisik mencapai 31,06%, kekerasan yang salah atas perilaku korban (Astuti, 2008).
seksual 40,77% dan kekerasan psikis 28.18%. Kejadian bullying biasanya tidak terlepas dari
(Komnas, 2013). Indonesia saat ini dalam kondisi adanya tiga pihak yang terlibat yaitu pelaku
darurat kekerasan terhadap anak, dalam kurun waktu (bullies), korban (victims) dan orang yang berada
5 tahun dari 21.689.987 kasus pelanggaran terhadap dilokasi atau didekat korban (bystander).
Anak yang tersebar di 33 Provinsi dan 202 Berdasarkan penelitian Nauli, Jumaini, Elita dan
Kabupaten dan Kota (Komnas, 2013). Lembaga Dewi (2016) pada 176 remaja usia 15-17 tahun di
Perlindungan Anak memonitor 58 persen dari kasus beberapa sekolah yang ada di Pekanbaru didapatkan
anak merupakan kekerasan seksual, untuk itulah sebanyak (50,6%) memiliki perilaku bullying tinggi
Komnas Anak sejak 2013 menyatakan Indonesia dan iklim sekolah merupakan salah satu faktor yang
berada dalam situasi Darurat Kekerasan Seksual mempengaruhi terjadinya perilaku bullying tersebut.
(Steve, 2015). Kekerasan yang terjadi selama ini Penelitian terkait tentang perilaku bullying pada
semua berawal dari perilaku agresif yang sering salah satu SMP di Pekanbaru yang dilakukan oleh
mereka lihat dan lakukan bahkan sejak usia dini. Eninta, Nauli dan Woferst tahun (2016) didapatkan
Bullying merupakan bagian dari tindakan agresif sebanyak (50,5%) memiliki perilaku bullying tinggi.

12
Jurnal Ners Indonesia, Vol.7 No.2, Maret 2017

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Wiyani 9-12 tahun yang diambil berdasarkan kriteria inklusi
(2012) dalam fenomena bullying yang dialami menggunakan teknik purposive sampling. Alat ukur
anak di rumah dan di sekolah, menunjukan bahwa yang digunakan adalah kuesioner Peer interaction in
anak-anak dibawah umur 12 tahun sangat rawan primary school quesionare yang telah diuji validitas
akan tindakan kekerasan oleh orangtua maupun dan reabilitasnya yang terdiri dari 22 item
guru. Perilaku bullying cenderung memunculkan pertanyaan dengan 12 item pertanyaan terkait korban
perilaku agresif dan saat ini lebih banyak bullying dan 10 item pertanyaan terkait pelaku
mendominasi di dunia pendidikan. bullying. Penelitian ini menggunakan analisis
Penelitian di Indonesia terkait bullying telah univariat distribusi frekuensi.
dilakukan oleh Juwita (2009) dalam Rudi (2010)
menyatakan bahwa Yogyakarta memiliki angka HASIL PENELITIAN
tertinggi mengenai kasus bullying dibandingkan
dengan di Jakarta dan Surabaya, tercatat 70,65 Tabel 1
% kasus bullying terjadi di SMP dan SMA di Distribusi Karakteristik Responden
Yogyakarta. Plan dan Sejiwa (2008) yang telah
No Karakteristik Jumlah Persentase
melakukan survey dengan melibatkan 1500 pelajar
SMP dan SMA di tiga kota besar yaitu Jakarta, reponden (n) (%)
Yogyakarta dan Surabaya membuktikan bahwa
1 Usia
67% pelajar SMP dan SMA menyatakan tindakan
bullying pernah terjadi di sekolah mereka. − 8 Tahun 5 2,1
Bullying di lingkungan sekolah pada tahun 2011 − 9 Tahun 86 36,4
terdapat 139 kasus dan tahun 2012 baru ditemukan − 10 Tahun 99 41,9
36 kasus (Sejahtera, 2012). Melihat angka tersebut − 11 Tahun 44 18,6
bullying saat ini harus menjadi perhatian utama − 12 Tahun 1 0,4
bagi seluruh masyarakat Indonesia. − 13 Tahun 1 0,4
Kejadian bullying sebenarnya sudah terjadi di Total 236 100
sekolah dasar (SD) sebagai contohnya pada tanggal 2 Jenis Kelamin
15 Juli 2005 siswa SD yaitu Fifi yang berusia 13 Laki-laki 124 52,5
tahun yang melakukan tindakan bunuh diri karena Perempuan 112 47,5
merasa malu dan frustasi akibat sering diejek oleh Total 236 100
teman-temannya (Wiyani, 2012). Berdasarkan
survey bahwa anak yang berusia antara 9 sampai 13 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa umumnya
tahun mengakui melakukan bullying (Borba, 2009). responden berada pada usia 10 tahun, yaitu sebanyak
Survey yang dilakukan di salah satu Sekolah Dasar 99 orang (41,9%) dan responden yang berada pada
di Kota Pekanbaru menunjukkan 6 dari 10 orang usia 9 tahun sebanyak 86 orang (36,4%). Jenis
siswa pernah menjadi korban bullying yang kelamin responden penelitian mayoritas berjenis
dilakukan temannya dan 4 dari 10 siswa menyatakan kelamin laki-laki yaitu sebanyak 124 orang (52,5%).
pernah melakukan perilaku bullying kepada
temannya baik secara verbal maupun fisik. Melihat Tabel 2
angka kejadian tersebut maka angka kejadian Gambaran Pelaku Bullying Distribusi Responden
bullying cukup tinggi dan memiliki dampak yang Berdasarkan Pelaku Bullying
cukup serius bagi masa depan anak-anak. Pelaku
No Jumlah Persentase
Bullying
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan 1 Kakak Kelas 176 74,6
menggunakan pendekatan cross sectional dan 2 Teman 60 25,4
menggunakan analisa univariat distribusi frekuensi. Total 236 100
Penelitian dilakukan pada 236 responden berusia

13
Fathra Annis Nauli, Jumaini, Veny Elita, Analisis Kondisi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya
Promotif dan Preventif

Pada tabel 2 diketahui bahwa pelaku bullying Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa mayoritas
pada responden penelitian mayoritas kakak kelas responden mendapatkan tindakan bullying kategori
yaitu sebanyak 176 orang (74,6%). ringan dengan jumlah 178 orang (75,4%).

Tabel 3 Tabel 6
Distribusi Frekuensi Gambaran Kejadian Bullying Distribusi frekuensi responden berdasarkan
Yang Diketahui tingkatan perilaku bullying yang dilakukan
Diketahui Guru/ Tingkatan
No Jumlah Persentase No Persentase
Orang tua Bullyin g
1 Ya 160 67,8 1 Tidak melakukan 131 55,5
2 Tidak 76 32,2 2 Rendah 100 42,4
Total 236 100 3 Cukup 5 2,1
Total 236 100
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa
gambaran kejadian Bullying dari mayoritas Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa
responden yang mengalami bullying diketahui responden yang mendapatkan tindakan bullying
guru/orang tua yaitu sebanyak 160 orang (67,8%) . mayoritas tidak termasuk dalam pelaku bullying
yaitu sebanyak 131 orang (55,5%) dan responden
Tabel 4 yang berada pada tingkatan pelaku bullying rendah
Distribusi frekuensi responden berdasarkan yaitu sebanyak 100 orang (42,4%).
tindakan yang dilakukan terhadap bullying
PEMBAHASAN
Tindakan yang A. Karakteristik Responden
No dilakukan Jumlah Persentase Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data
terhadap bullying
bahwa dari total 236 orang responden yang berasal
1 Diam Saja 21 8,9 dari tiga sekolah dasar negeri di Kecamatan Sail
2 Lapor Guru 175 74,2 Kota Pekanbaru, paling banyak berusia 10 tahun
3 Lapor Orang tua 36 15,3 berjumlah 99 orang (41,9%), diikuti usia 9 tahun
4 Tidak Tau 4 1,7 sebanyak 86 orang (36,4%) dan 11 tahun sebanyak
Total 236 100 44 orang (18,6%). Secara sosial peserta didik anak
usia MI/SD kelas VI berada pada masa transisi
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa antara industry versus inferiority dengan identity
mayoritas responden melapor kepada guru di versus identity confusing. Fase ini dijelaskan oleh
sekolah jika mengetahui tindakan bullying yaitu Erickson bahwa fase industry vs inferiority
sebanyak 175 orang (74,2%). memiliki karakteristik rajin, tekun, produktif dan
sebaliknya inferioty memiliki karakteristik rendah
Tabel 5 diri, tidak percaya diri, antisosial, menyendiri dan
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan lain-lain (Santrock, 2007). sedangkan identity
gambaran kondisi bullying yang dialami memiliki karakteristik kepemilikan peserta didik
anak usia diri pada perannya masing-masing
No Kondisi Bullying Jumlah Persentase
misalnya peran sebagai laki-laki, perempuan,
1 Tidak Ada 3 1,3 sebagai ketua kelompok, anggota kelompok, anak
2 Ringan 178 75,4 pintar, anak populer, anak diabaikan atau yang
3 Sedang 46 19,5 lainnya. Adapun identity confusing adalah
4 Berat 8 3,4 kebingunan peran terjadi apabilah peserta didik
5 Sangat Berat 1 0,4 tidak dapat memenuhi peran identitas di atas.
Total 236 100

14
Jurnal Ners Indonesia, Vol.7 No.2, Maret 2017

Menurut Gunarsa (2008), anak usia sekolah laki melakukan bullying karena perilaku bullying
rentan terhadap perilaku kekerasan yang dikenal dipersepsikan sebagai suatu mekanisme dalam
dengan istilah bullying. Tingginya angka kejadian menjalin interaksi dengan teman sebayanya,
bullying pada anak usia sekolah ditunjukkan dari berbeda dengan perempuan yang mengganggap
hasil survei yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) bahwa bullying merupakan tindakan yang
terhadap 300 orang murid SD, SLTP, dan SLTA di membahayakan bagi orang lain sehingga
dua kecamatan di daerah Bogor yang menemukan cenderung memilih untuk menghindari perilaku
sebanyak 15,3 persen siswa SD, 18 persen siswa tersebut (Silva, M. A., Pereira, B., Mendonca, D.,
SLTP, dan 16 persen siswa SLTA sering mengalami Nunes, B., & de Oliveira, W. A, 2012).
tindak kekerasan di sekolahnya. Tindak kekerasan Remaja laki-laki lebih cenderung mengalami
tersebut dilakukan oleh guru 14,7 persen dan sesama bullying dan melakukan tindakan bullying terutama
teman sekolah 35,3 persen. Kemudian, menurut hasil dengan agresi secara fisikal (Priyatna, 2010).
survei KPAI (2012) di 9 propinsi terhadap lebih dari Remaja laki-laki umumnya lebih dominan
1000 orang siswa siswi baik tingkat Sekolah Dasar/ melakukan bullying karena mereka menunjukkan
MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA diketahui 87,6 kekuatan mereka, mereka memiliki permasalahan
% siswa mengaku mengalami tindak kekerasan, pribadi di rumah maupun di sekolah yang membuat
baik kekerasan fisik maupun psikis, seperti dijewer, mereka cenderung depresi dan merasakan amarah
dipukul, dibentak, dihina, diberi stigma negatif selain itu mereka mencari perhatian dari teman
hingga dilukai dengan benda tajam. Sebaliknya 78,3 sebayanya sehingga akan merasa bahwa keberadaan
% anak juga mengaku pernah melakukan tindak mereka dianggap oleh lingkungannya terutama
kekerasan mulai dari bentuk yang ringan hingga teman sebayanya (Beran, 2008).
yang berat. Survey yang dilakukan oleh Workplace Bullying
Rahmadara (2012) melakukan penelitian sebanyak Institute (2014) menunjukkan perilaku bullying
30 anak usia 6 tahun sampai 15 tahun, pernah dominan terdapat pada laki-laki sebesar 69% dan
melakukan atau mencoba bunuh diri. Tahun 2010 sisanya 31% perilaku bullying pada perempuan.
Komisi Nasional Indonesia untuk perlindungan anak Masykouri (2007) menemukan bahwa perilaku agresif
mencatat 2.339 kasus kekerasan fisik, psikologis, dan lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan
seksual terhadap anak, yang 300 adalah mengalami perempuan dan perbandingannya adalah 5 : 1 yang
intimidasi. Dari 2011 hingga Agustus 2014, terdapat artinya laki-laki 5 kali lipat lebih bersikap agresif
369 pengaduan terkait masalah bullying dan sekitar dibandingkan anak perempuan. Selanjutnya, penelitian
25% dari total pengaduan adalah di bidang pendidikan Saliman (2010) mengungkapkan bahwa anak laki-laki
yaitu sebanyak 1.480 kasus (KPAI, 2014). KPAI yang terlibat dalam kenakalan remaja termasuk
menemukan bahwa anak mengalami bullying di bullying ada 27 responden, sementara perempuan
lingkungan sekolah sebesar (87.6%). Peristiwa perilaku hanya 3 responden. Berdasarkan uraian diatas, maka
bullying akan mulai menurun sejalan dengan dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying lebih
pertambahan usia, rentang usia 12-16 diyakini lebih didominasi oleh siswa laki-laki dibanding perempuan.
rentan akan perilaku bullying. Di rentang usia ini
perilaku bullying anak akan mulai muncul (Slonje, R.
& Smith, P.K, 2008) B. Gambaran Pelaku bullying dan Pihak yang
Selanjutnya, karakteristik responden berdasarkan mengetahui Perilaku Bullying
jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan terdapat Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
jumlah yang hampir berimbang antara responden laki- mayoritas pelaku bullying adalah kakak kelas yaitu
laki dan perempuan dimana laki-laki berjumlah sebanyak 176 responden (74,6%) dan tindakan
sebanyak 124 orang (52,5%) dan perempuan berjumlah bullying yang terjadi sebagian besar diketahui oleh
112 orang (47,5%). Menurut penelitian Damantari orang tua atau guru yaitu dilaporkan oleh sebanyak
(2011), anak laki-laki lebih dominan memiliki perilaku 160 responden (67,8%). Menurut Sulivan (2000) dan
bullying tinggi dibandingkan perempuan. Rahmadara (2012), seseorang dapat menjadi pelaku
Kecenderungan anak laki- bullying karena keluarga, kejadian di dalam

15
Fathra Annis Nauli, Jumaini, Veny Elita, Analisis Kondisi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya
Promotif dan Preventif

kehidupan, pengaruh peer group, iklim sosial di berdaya, korban bully ini memilih untuk diam, dan
sekolah, karakteristik personal, maupun kombinasi menghindar dari teman pelaku bully. Rasa tidak
antara faktor-faktor tersebut. aman ia rasakan ketika akan masuk ke lingkungan
Selanjutnya, hasil penelitian Rahmadara (2012) sekolah, walaupun tindakan ini belum
menjelaskan bahwa keluarga, sekolah, kepribadian, menunjukkan dampak yang nyata.
serta emosi, secara bersamaan dapat menjadi pemicu Deutsch (2012) mengidentifikasi keluarga dan
untuk tingkah laku bullying. Disamping itu, factor sekolah sebagai dua institusi terpenting yang
lain yang menyebabkan bullying atau agresi adalah mempengaruhi predisposisi anak untuk mencintai
bentuk tertentu dari pengasuhan dan masalah atau membenci teman. Berdasarkan hasil
keluarga (Sullivan, 2005 & Rahmadara, 2012). penelitiannya, ia menyatakan bahwa sekolah perlu
Bullying akan terus terjadi di sekolah-sekolah mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan
apabila orang dewasa tidak dapat membina permasalahan siswa tanpa memakai pendekatan
hubungan saling percaya dengan siswa, tidak kekerasan (nonviolent problem solving). Sekolah
menyadari tingkah laku yang masuk dalam memiliki salah satu peran untuk bermain bagi
kategori bullying, tidak menyadari luka yang anak, karena mereka penting dalam membentuk
disebabkan oleh bullying, tidak menyadari dampak perkembangan dan perilaku anak seperti di dalam
bullying yang dapat merusak kegiatan belajar keluarga (Maliki, 2009). Peran sekolah sangat
siswa, dan tidak adanya campur tangan secara penting dalam upaya pencegahan kekerasan yang
efektif dari pihak sekolah (Levianti, 2008). ada di sekolah. Para pemimpin sekolah yang telah
Dari 2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat mengetahui dan memahami tentang bullying serta
369 pengaduan, 25% dari total pengaduan terjadi dampak yang dapat terjadi terhadap anak didiknya
dalam bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. perlu melakukan sosialasi tentang bullying yang
Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk sedang marak terjadi kepada guru, karyawan
kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, sekolah, anak didik, serta orang tua (SEJIWA,
diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan 2008). Menurut Safe Schools Action Team Ontario
liar (Republika, 2014). (2005), guru dan staf sekolah berada di garis
depan pencegahan bullying, baik dalam interaksi
C. Gambaran Tindakan yang Dilakukan sehari-hari dengan siswa, dan dalam menegakkan
Terhadap Bullying pencegahan bullying di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa
tindakan terbanyak yang dilakukan yang dilakukan D. Gambaran Kondisi Bullying yang dialami
terhadap bullying adalah melaporkan kepada guru, Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
yang dilaporkan oleh sejumlah 175 responden mayoritas responden mengalami bully ringan, yaitu
(74,2%), sisanya 36 responden (15,3%) melaporkan sebanyak 178 responden (75,4%), diikuti dengan
kepada orang tua, 21 responden (8,9%) diam saja bully sedang sebanyak 46 responden (19,5%), 8
dan 4 orang responden (1,7%) diam saja atau tidak responden (3,4%) mengalami bully berat, dan 1
tau hendak melakukan apa. Dewi (2014) dalam responden (0,4%) mengalami bully sangat berat.
penelitiannya menjelaskan hasil wawancara Papalia, Olds, dan Feldman (2009) mengatakan
mendalam yang dilakukannya dengan seorang siswi bahwa usia kanak-kanak madya atau MI/SD adalah
dari sekolah dasar mengungkap bahwa siswi tersebut waktu utama untuk terjadinya bullying. Selama masa
menyebutkan dirinya menjadi korban bullying secara kanak-kanak madya, anak-anak menjadi lebih
verbal oleh teman di lingkungan sekolahnya. menyadari kekuatan kata-kata yang dapat melukai
Tindakan tersebut sebenarnya membuatnya tertekan, orang lain (Sheras, 2002). Berdasarkan hasil survey
namun ia tidak mampu berbuat apapun. Jika ia yang pernah dilakukan oleh Khairani (2006) yang
melapor kepada guru di sekolahnya, maka ia tidak melakukan survey terhadap kejadian bullying yang
akan mendapatkan respon, karena dianggap hal yang dilakukan pada dua sekolah dasar di Depok terhadap
biasa, dan jika melapor ke orang tuanya, tindakan 95 siswa menunjukan hasil bahwa 31,8% siswa
tersebut dikatakan perilaku ”iseng”. Merasa tidak pernah mengalami bullying, dan jenis yang paling

16
Jurnal Ners Indonesia, Vol.7 No.2, Maret 2017

banyak 77,3% mengalami bullying nonverbal, anak yang lain. Sejalan dengan pendapat di atas,
40,1% mengalami bullying verbal dan 36,1% Ardiyansyah (2008) menyatakan bahwa selain itu
mengalami bullying fisik. Berdasarkan survey pelaku juga tidak 81 mendapatkan konsekuensi
bahwa anak yang berusia antara 9 sampai 13 tahun negatif dari pihak sekolah seolah mendapatkan
mengakui melakukan bullying (Borba, 2009). reward atas perilakunya.

E. Gambaran Tingkatan Pelaku Bullying SIMPULAN


Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa responden yang mendapatkan tindakan bahwa responden berada pada rentang usia 8 – 13
bullying mayoritas tidak termasuk dalam pelaku tahun, jenis kelamin responden penelitian mayoritas
bullying yaitu sebanyak 131 orang (55,5%) dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 124 orang
responden yang berada pada tingkatan pelaku (52,5%), mayoritas responden mendapatkan bully
bullying rendah yaitu sebanyak 100 orang (42,4%). ringan dengan jumlah 175 orang (74,2%). Pelaku
Berbagai alasan melatarbelakangi mengapa bullying pada responden penelitian mayoritas kakak
seseorang menindas teman yang lain. Alasan yang kelas yaitu sebanyak 176 orang (74,6%) dan
paling jelas seseorang menjadi pelaku bullying sebagian besar kejadian bullying, yaitu 160 orang
karena rasa senang, puas dan bangga ketika melihat (67,8%) diketahui orang tua dan guru. Tindakan
temannya tunduk dan takut kepadanya. Menurut yang dilakukan sebagian besar responden setelah
Sejiwa (2008), keinginan anak untuk balas dendam, mendapat bullying adalah melaporkan kepada guru,
mendapatkan pengakuan serta menunjukkan yaitu sebanyak 175 orang (74,2%). Sebagian besar
eksistensi dirinya di kalangan teman sebayanya juga responden, yaitu 178 orang (75,4%) mengalami
dapat merubah seorang anak menjadi pelaku bully ringan dan sebanyak 131 orang (55,5%) tidak
bullying. Adanya perasaan berhak untuk menghina, menjadi korban bullying. Untuk pelaku bullying
mencederai, dan menindas teman juga kerap kali berada pada tingkatan bullying rendah yaitu
menjadi alasan seseorang menjadi pelaku bullying. sebanyak 100 orang (42,4%).
Dari penjelasan diatas tampak jelas bahwa setiap
individu beresiko menjadi pelaku bullying.
SARAN
Perilaku bullying yang terjadi di sekolah
Diharapkan kepada pihak sekolah bekerja
bagaikan lingkaran rantai yang sulit diputus. Pada
sama dengan orang tua untuk dapat melakukan
kenyataannya korban, teman sekelas hingga guru
sosialisasi pencegahan tindakan bullying pada
tanpa disadari turut mengambil peranan dalam
siswa dan memberikan edukasi tentang tindakan
memelihara aksi bullying yang dilakukan Si Pelaku.
yang harus dilakukan siswa yang mengalami
Djuwita (Ardiayansyah, 2008) menyatakan bahwa
bullying serta siapa saja yang dapat dihubungi
terjadi bullying di sekolah merupakan dinamika
untuk meminta pertolongan.
proses kelompok, dimana secara tidak langsung
terjadi pembagian peran. Terdapat Reinforcer yang DAFTAR PUSTAKA
ikut menyaksikan, menertawakan korban, menyoraki Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara
pelaku untuk terus melakukan bullying. Pihak efektif mengatasai kekerasan pada anak.
outsider seperti guru, siswa, orang tua tidak
Jakarta: Grasindo
melakukan suatu tindakan untuk mencegah bullying
Annisa. (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Ibu
justru bersikap acuh juga menyebabkan semakin
maraknya aksi bullying yang dilakukan pelaku. Dengan Perilaku Bullying Remaja. Fakultas Ilmu
Menurut O Connell (Annisa, 2012), guru dan pihak Keperawatan. Skripsi. Universitas Indonesia.
sekolah yang bersikap tidak peduli terhadap Ardiyansyah, A.A (2008). Faktor-Faktor Yang
kekerasan yang dilakukan oleh para siswa dapat Mempengaruhi Bullying Pada Remaja.Naskah
meningkatkan perilaku bullying si sekolah karena Publikasi. Universitas Islam Indonesia.
bagi si pelaku, hal ini seperti penguatan terhadap Bagus Kurniawan. (2011). Kasus Kekerasan di
perilaku mereka untuk melakukan intimidasi kepada Sekolah Kian Meningkat. Diakses dari http://

17
Fathra Annis Nauli, Jumaini, Veny Elita, Analisis Kondisi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Sebagai Upaya
Promotif dan Preventif

news.detik.com/read/2011/05/21/165046/1643 Dasar.Tesis master Universitas


957/10/kasuskekerasan-di-semakin- Indonesia.Tidak dipublikasikan
meningkat/ http. Pada tanggal 19 Februari Komnas. (2013). Pusat data dan informasi komisi
2015, jam 20.40 WIB. perlindungan anak Indonesia tahun 2012.
Beran, T. (2008). Consequences of being bullied at Maliki, A.E., Asagwara, C.G., & Ibu, J.E. (2009).
school. In D. Pepler & W. Craig (Eds.), Bullying problems among school children.
Understanding and Addressing Bullying: An Journal HumEcol, 25 (3): 209-213.
International Perspective (pp. 44-66). Measurring bullying victimization, perpetration,
Bloomington, IN: Authorhouse and bystander experiences: A compendium of
Borba, M. (2010). The big book of parenting Assessment tools.(2011). Atlanta: National
solutions. (Juliska Grasinia & Yanuarita center for injury prevention and control,
Fitriyani, penerjemah). Jakarta: PT.Elex Division of violence prevention.
Media Komputindo Nauli F.A, Jumaini, Elita V, Dewi S. (2016). Faktor–
Catshade. (2007). Bullying dalam dunia pendidikan. faktor yang berhubungan dengan perilaku
Jurnal psikologi popular. bullying Pada remaja di kota pekanbaru.
Children’s Defense Fund. (2010). Mental health Prosiding Konferensi Nasional Keperawatan
fact sheet. Washington DC: CDF Kesehatan Jiwa XIII. IPKJI Medan
Damantari. (2011). Perilaku Bullying Pada Remaja Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009).
di Sekolah Ditinjau dari Jenis Kelamin (Skripsi Human development, Ed. X. perkembangan
tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi manusia. Jakarta: Salemba Humanika
Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Permono, H. (2013). Peran orangtua dalam
Dewi, K. S. (2012). Buku ajar kesehatan mental. optimalisasi tumbuh kembang anak untuk
Semarang: UPT UNDIP Press membangun karakter anak usia dini.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian Diperoleh pada tanggal 1 Februari 2016 dari
keperawatan: Panduan melaksanakan dan http//www. publikasiilmiah.ums.ac.id
menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Putri, H, Nauli, FA, Novayelinda, R. (2015).
Info Media. Faktor-faktor yang berhuubungan dengan
Donnellan, C. (2006). Bullying. (Issues Series). perilaku bullying pada remaja. PSIK UR:
England: Independence Educational Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau.
Publishers Cambridge Priyatna, A. 2010. Let’s End Bullying : Memahami,
Efendi, F. & Makhfudli. (2009). Keperawatan Mencegah, dan. Mengatasi Bullying. Jakarta:
kesehatan komunitas: teori dan praktik PT Elex Media Komputindo.
keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Rahmadara, B. (2012). Hubungan antara polaasuh
orang tua dan peran-peran dalam perilaku
Eninta M, Nauli F.A, Woferst R. Hubungan tipe bullying pada siswa sekolah Dasar. (Skripsi
kepribadian dan komformitas kelompok dengan tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Depok.
perilaku bullying pada Siswa SMP PGRI
Republika.com. (2014). Tawuran pelajar
Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa (JOM). memprihatinkan. Diperoleh pada tanggal 14
Vol 1, No 3 (2017) Januari 2015 dari http://lipsus.kompas.
Hallford, A., Borntrager, C. & Davis, J. L. (2006). com/topikpilihanlist/2082/1/tawuran.pelajar.
Evaluation of a bullying prevention program. memprihatinkan
Journal of research in childhood education, Rudi, T. (2010). Informasi perihal bullying. 8 Januari
2006, Vol. 21, No.1. 2013. bigloveadagio. files.wordpress.com/.../
Hamid, A.Y. (2009). Bunga rampai asuhan informasi_perihal_bullying.pdf
keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC Safe Schools Action Ontario. (2005). Shaping
Khairani,A. (2006). Modul program pendidikan: safer schools: A bullying prevention action
Pencegahan perilaku bullying di Sekolah plan. The Honourable Gerard Kennedy, MPP

18
Jurnal Ners Indonesia, Vol.7 No.2, Maret 2017

Minister of Education.Toronto Sari Pediatri. (2013). Gambaran Bullying dan


Sanders, C.E & Phye, G. (2004). Bullying: Hubungannya dengan Masalah Emosi dan
Implications for the classroom. California Perilaku pada Anak Sekolah Dasar.Jurnal
USA: Elsievier Academic Press. Ilmu Kesehatan Anak dan Psikiatri. Vol. 15.
Sejahtera. (2012). Atasi Kasus Bullying; Sekolah No. 3. Oktober 2013. 175.
Harus Lebih Aktif Bangun Sistem Sejiwa. (2008). Bullying : Mengatasi kekerasan di
Komunikasi. 8 januari 2013. sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta:
http://www.partaidamaisejahtera. org PT Grasindo.
Sejiwa. (2008). Mengatasi kekerasan di sekolah dan Silva, M. A., Pereira, B., Mendonca, D., Nunes, B.,
lingkungan sekitar anak. Jakarta: PT. Grasindo. & de Oliveira, W. A. (2013). The involvement
Selekman, J & Vessey, J. (2004). Bullying: It isn’t of girls and boys with bullying: an analysis of
what it used to be. Pediatric Nursing Proquest. gender differences. Int J Environ Res Public
May-Jun 2004. 30(3), 246-249 Health, 10(12), 6820-6831. doi: 10.3390/
Sheras, P. (2002). Your child: Bully or victim? ijerph10126820
Understanding and ending school l yard Slonje, R. & Smith, P.K. (2008). Cyberbullying:
tyranny. New York, NY: Skylight Press. Another Main Type of Bullying?.
Sullivan, K., Cleary, M., & Sullivan, G. (2005). Scandinavian Journal of Psychology.
Bullying in Secondary Schools. California: Wiyani, N. A. (2012). Save Our Children from
Corwin Press Inc. School Bullying. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Steve (2015). Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait: Workplace Bullying Institute (WBI). 2014. U.S.
Kejahatan Luar Biasa Anak Memprihatinkan. Workplace Bullying Survey.
http://www.beritaekspres.com/2015/12/22/43 workplacebullying. org
Santrock, W. (2007). Perkembangan anak Ed. XI,
Jilid I. Jakarta: Erlangga.

19

Anda mungkin juga menyukai