Abstrak
Penelitian ini bertujuan memberikan deskripsi persepsi guru taman kanak-kanak Islam (TKI)
terhadap pendidikan seksual anak usia dini berdasarkan teori Health-Belief Model (HBM).
Penelitian dilakukan di TKI XYZ menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
kuesioner dan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara. HBM mengandung berbagai
persepsi individu yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan dalam
penelitian ini adalah penerapan pendidikan seksual anak usia dini. Hasil data kuantitatif
menunjukkan sebagian besar guru memiliki persepsi netral dalam setiap variabel HBM yaitu
50% guru pada Perceived Susceptibility, 62.5% guru pada Perceived Severity, 62.5% guru
pada Perceived Benefit, 68.75% guru pada Perceived Barrier, 62.5% guru pada Cues to
Action, 81.25% guru pada Self-Efficacy, dan 56.25% guru pada Perilaku Kesehatan. Data
kualitatif menunjukkan guru TKI XYZ belum melakukan Perilaku Kesehatan secara
komprehensif. Informasi terkait pendidikan seksual yang disampaikan pada siswa tidak
sistematis, bersifat situasional, belum merata kepada seluruh siswa, dan belum dapat di
evaluasi keefektifannya. Hal ini disebabkan pemahaman guru yang kurang mengenai
kekerasan seksual, perkembangan seksual, dan pendidikan seksual anak usia dini. Hambatan
guru dalam menerapkan Perilaku Kesehatan adalah kemampuan diri, faktor budaya, dan
persetujuan orangtua siswa.
Kata Kunci: persepsi, guru, health-belief model, pendidikan seksual, anak usia dini
Abstract
The study aims is to describe Islamic kindergarten teacher’s perspective of early childhood
sexual education based on Health-Belief Model (HBM) theory. The methods in this study are
quantitative (questionnaire) and qualitative (interview) in XYZ Islamic kindergarten. HBM
contains several individual’s perceptions that related to health behaviour. Health behaviour
in this study is teaching sexual education for early childhood. Quantitative result shows that
most of teachers have neutral perceptions on every HBM variables, which is 50% teachers on
Perceived Susceptibility, 62.5% teachers on Perceived Severity, 62.5% teachers on Perceived
Benefit, 68.75% teachers on Perceived Barrier, 62.5% teachers on Cues to Action, 81.25%
teachers on Self-Efficacy, and 56.25% teachers on Health Behavior. Qualitative result shows
XYZ Islamic kindergarten teachers’ have not yet conducted a comprehensive sexual
education. Information relating to sexual education delivered to students unsystematically
based on situational event, uneven to all students, and cannot be evaluated for effectiveness.
This is due to a poor teacher’s understanding of sexual violence, sexual development, and
sexual education of early childhood. Teachers’ barriers in applying Health Behavior are self-
ability, cultural factors, and parental consent.
71
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
72
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
maka kekerasan seksual pada anak dapat mengontrol suatu kondisi penyakit.
diminimalisir seiring dengan Konsep ini termasuk persepsi kerentanan
meningkatkan kesadaran guru akan terhadap suatu penyakit (perceived
pentingnya pendidikan seksual anak usia susceptibility), keseriusan/keparahan
dini. Hal ini juga berkaitan dengan dampak dari suatu penyakit (perceived
bagaimana guru mempersepsikan severity), manfaat akan suatu perilaku
pendidikan seksual bagi siswanya. kesehatan yang akan diambil (perceived
Persepsi guru menjadi penting karena benefit), dan hambatan dalam melakukan
hasil persepsi terhadap lingkungannya perilaku kesehatan tersebut (perceived
akan mempengaruhi pikiran, perilaku, dan barrier). Jika masyarakat
sikap dalam kehidupan sehari-hari mempersepsikan mereka rentan terhadap
(Salkind, 2008).. suatu kondisi penyakit, percaya bahwa
Pelaksanaan program pendidikan kondisi tersebut memiliki konsekuensi
seksual anak usia dini termasuk dalam serius, percaya bahwa terdapat
melakukan perilaku kesehatan, karena serangkaian langkah/tindakan
tujuan dari program tersebut salah satunya menguntungkan yang dapat dilakukan
merupakan tindakan pencegahan terhadap untuk menurunkan kerentanan atau
suatu penyakit, baik fisik maupun keseriusan suatu kondisi, dan percaya
psikologis. Menurut Conner (2002), bahwa keuntungan tersebut melebihi
perilaku kesehatan adalah suatu tindakan hambatannya, maka mereka kemungkinan
yang diambil dengan tujuan akan mengambil tindakan perilaku
penccegahan/mendeteksi suatu penyakit kesehatan yang dipercaya dapat
atau meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko tersebut (Glanz,
kesejahteraan. Suatu model teori Rimer, & Viswanath, 2008).
psikologis yang berkaitan dengan Konsep tambahan dalam HBM
kesehatan, persepsi individu, dan dapat adalah cues to Action dan self-efficacy.
memprediksi perilaku disebut dengan Cues to action adalah kejadian, orang,
Health-Belief Model atau HBM (Glanz, atau sesuatu yang menggerakkan individu
Rimer, & Viswanath, 2008). merubah perilakunya, secara internal
HBM adalah sekumpulan keyakinan maupun eksternal. Misalnya nasihat dari
atau persepsi yang mempengaruhi orang yang kompeten, kampanye
individu untuk menampilkan suatu bentuk kesehatan di media, atau penyakit yang
perilaku kesehatan (Brewer & Rimer, dimiliki oleh keluarga (pengalaman
2008). HBM pertama kali dikembangkan individu). Self-efficacy adalah konsep
tahun 1950 oleh psikolog-psikolog sosial yang berasal dari Albert Bandura, yaitu
untuk memahami alasan masyarakat tidak keyakinan individu dapat melakukan
menggunakan jasa pencegahan suatu perilaku kesehatan dengan sukses.
(screening) suatu kondisi penyakit. Sejak Individu biasanya tidak mencoba
itu model ini banyak sekali diadaptasi melakukan perilaku baru jika tidak yakin
untuk mengeksplorasi variasi perilaku dirinya mampu. Keduanya ditambahkan
kesehatan jangka pendek dan jangka ke dalam konsep HBM sebagai variabel
panjang, termasuk perilaku seksual yang terpisah (Glanz, Rimer, &
berisiko. HBM juga sering digunakan Viswanath, 2008).
sebagai kerangka berpikir pendidikan Konsep HBM ini dianggap tepat dan
kesehatan, termasuk di dalamnya lengkap dalam menggambarkan persepsi
pendidikan seksualitas (Glanz & Bishop, guru TK akan pendidikan seksual anak
2010). usia dini. Penelitian diambil di Taman
HBM memiliki konsep utama yang Kanak-kanak Islam (TKI) XYZ dengan
dapat membentuk perilaku seseorang mempertimbangkan berbagai alasan.
melakukan pencegahan, mendeteksi, atau Berdasarkan wawancara pendahuluan
73
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
terdapat fakta bahwa guru-guru TKI XYZ Cues to Action. Setiap pernyataan
menyadari bahwa siswanya sekarang ini memiliki empat alternatif jawaban yang
lebih kritis dan berani mengekspresikan terdiri dari “Sangat Setuju”, “Setuju”,
sesuatu. Salah satunya yang beraitan “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak
dengan pertemanan dengan lawan jenis Setuju”.
atau mengeksplorasi alat kelaminnya. Bagian kedua terdiri dari 23
Siswa pernah mempertanyakan mengenai pernyataan mengukur variabel keenam dari
seksualitas (hamil, kelahiran, alat teori HBM, yaitu Self-Efficacy. Setiap
kelamin), menunjukkan perilaku seksual pernyataan juga memiliki empat alternatif
(menggesek-gesekkan alat kelaminnya, jawaban yang terdiri dari “Sangat Percaya
bercanda dengan menyentuh area pribadi Diri”, “Percaya Diri”, “Kurang Percaya
temannya) karena ketidaktahuannya, atau Diri”, dan “Tidak Percaya Diri”. Bagian
berteman dengan lawan jenis secara ketiga terdiri dari 23 pernyataan mengukur
kurang sesuai (mencium, bergandengan Perilaku Kesehatan, yaitu penerapan
tangan karena menganggap pacar) untuk pendidikan seksual anak usia dini yang
usianya. Guru sebetulnya memiliki sudah pernah dilakukan oleh guru. Setiap
kekhawatiran terhadap perilaku siswanya pernyataan memiliki empat alternatif
tersebut, namun belum terpikirkan untuk jawaban yang terdiri dari “Sering”,
menerapkan pendidikan seksual anak usia “Kadang-kadang”, “Jarang”, dan “Tidak
dini secara komprehensif kepada siswanya. Pernah”.
Padahal anak usia dini termasuk kelompok Instrumen penelitian kualitatif
yang rentan akan kekerasan seksual. menggunakan teknik wawancara semi
Dengan mengacu pada pemaparan latar terstruktur dengan kerangka berpikir teori
belakang diatas, maka fokus penelitianini HBM. Teknik ini digunakan agar diperoleh
adalah untuk mendeskripsikan persepsi data sesuai kerangka berpikir sesuai tujuan
guru TKI XYZ terhadap pendidikan penelitian, namun wawancara dapat
seksual anak usia dini berdasarkan teori berkembang sesuai jawaban dari partisipan
Health-Belief Model. penelitian (Creswell, 2009). Pemilihan
METODE PENELITIAN partisipan untuk wawancara adalah
Penelitian ini menggunakan berdasarkan hasil data kuantitatif pada
pendekatan kuantitatifdan kualitatif. variabel Perilaku Kesehatan, yaitu masing-
Instrumen penelitian kuantitatif berupa masing perwakilan guru dari tiap
kuesioner. Kuesioner sudah melalui proses klasifikasi tinggi, sedang, dan rendah.
uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas Teknik analisis data yang dilakukan
menggunakan content validity dan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
construct validity. Uji validitas content data kuantitatif dan kualitatif. Data
validity dilakukan dengan metode expert kuantitatif diolah melalui metode statistik
judgement. Pada tahap construct validity, deskriptif dan uji korelasi Pearson.
dilakukan proses analisis item dengan Analisis data kualitatif dilakukan melalui
teknik korelasi Pearson. Uji reliabilitas coding dan content analysis. Penentuan
menggunakan metode cronbach’s partisipan penelitian menggunakan teknik
coefficient alpha, yang menunjukkan hasil purposive sampling, yaitu teknik
masing-masing variabel penelitian reliabel. pemilihan partisipan berdasarkan
Kuesioner terbagi menjadi tiga karakteristik tertentu (Berg, 2007).
bagian. Bagian pertama terdiri dari 69 Partisipan penelitian adalah sumber data
pernyataan mengukur lima variabel terbaik untuk mencapai tujuan penelitian,
persepsi guru sesuai teori Health-Belief maka partisipan penelitian yang memenuhi
Model (HBM), yaitu Perceived karakteristik tersebut adalah seluruh guru
Susceptibility, Perceived Severity, yang mengajar di TK XYZ, yaitu enam
Perceived Benefit, Perceived Barrier, dan belas orang guru.
74
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
Tabel 2. Hasil Uji Korelasi Pearson antar Variabel Persepsi dan Perilaku Kesehatan Guru
Variabel 1 2 3 4 5 6 7
1. SU r 83* -
.6 .568* .367 .139 .451
S 1 * .576**
p .004 .022 .019 .162 .607 .080
2. SE r -
.683** 1 .706** .7 046 .533*
V .391 -.
33**
p .004 .002 .001 .134 .866 .033
3. BE r .568*
.706* - .784* .445 .608*
1
N * .771** *
p .022 .002 .000 .000 .084 .012
4. BA r - -
.7 - -
R 33* 1 -.342 -.322 .573*
.576** .771**
*
p .019 .001 .000 .194 .223 .020
5. CU .539
r 1 .361
E .367 .391 .784** -.342
*
p .162 .134 .000 .194 .031 .169
6. SE r .139 -.046 .445 -.322 .539* 1 .058
p .607 .866 .084 .223 .031 .830
7. PK r .451 .533* .608* -.573* .361 .058 1
p .080 .033 .012 .020 .169 .830
*p < .05
**p < .01
Pada hasil tersebut terlihat bahwa antara Severity (r= .533; p < .05), Perceived
keempat variabel utama dalam HBM Benefit (r= .608; p < .05), dan Perceived
menunjukkan adanya hubungan yang Barrier (r= .573; p < .05). Korelasi yang
signifikan kuat dan positif, kecuali kuat dan positif ini menunjukkan jika
Perceived Barrier yang hubungannya terjadi peningkatan maupun penurunan
signifikan kuat dan negatif. Perilaku pada salah satu variabel maka akan
Kesehatan juga menunjukkan hubungan mempengaruhi peningkatan maupun
signifikan yang kuat dengan Perceived penurunan pada variabel lainnya.
75
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
76
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
mempersepsikannya pada tingkatan sedang seksual anak usia dini secara komprehensif
atau netral. Ada 3 orang guru (18.75%) pada siswanya, meskipun dalam klasifikasi
mempersepsikan manfaat pendidikan seksual variabel Perilaku Kesehatan sebagian besar
bagi siswanya tersebut pada tingkatan tinggi guru merasa telah cukup mengajarkan
atau cenderung positif, namun masih ada pendidikan seksual anak usia dini. Hal ini
juga 3 orang guru (18.75%) yang disebabkan persepsi guru yang merasa sudah
mempersepsikannya pada tingkatan rendah memberikan informasi atau mengajarkan
atau cenderung negatif. Variabel Perceived pendidikan seksual padahal hal tersebut baru
Barrier menunjukkan bahwa 11 orang guru dilakukannya sesekali. Selain itu, informasi
(68.75%) mempersepsikan hambatan dalam yang disampaikan kepada siswa tidak
menerapkan pendidikan seksual anak usia terencana/tidak sistematis, bersifat situasional
dini pada tingkatan sedang atau cenderung tergantung kejadian, belum merata pada
netral. Ada 3 orang guru (18.75%) yang seluruh siswa, sehingga belum dapat di
mempersepsikannya pada tingkatan tinggi evaluasi keefektifannya.
atau cenderung positif, namun masih ada Pada variabel Perceived Susceptibility,
juga 2 orang guru (12.5%) yang Perceived Severity, Perceived Benefit, dan
mempersepsikannya secara negatif. Perceived Barrier, terlihat bahwa
Variabel Cues to Action juga cukup pemahaman guru TKI XYZ akan kekerasan
bervariasi, nampak 10 orang guru (62.5%) seksual anak usia dini cenderung kurang
mempersepsikan sumber informasi eksternal akurat. Guru merasa siswanya rentan akan
dan internal yang dapat membantunya kekerasan seksual, namun meyakini bahwa
menjalankan pendidikan seksual anak usia kekerasan seksual tidak mungkin terjadi di
dini pada tingkatan sedang atau cenderung sekolah karena penjagaan yang ketat. Guru
netral. Ada juga 2 orang guru (12.5%) yang juga belum memahami perannya dan
memiliki persepsi pada tingkatan tinggi atau manfaat dalam menerapkan pendidikan
cenderung positif, namun masih ada 4 orang seksual anak usia dini secara komprehensif.
guru (25%) yang mempersepsikannya pada Hal ini disebabkan pengetahuan guru belum
tingkatan rendah atau cenderung negatif. menyeluruh akan kekerasan seksual,
Dalam variabel Self-Efficacy dapat terlihat perkembangan seksual, dan pendidikan
sebagian besar guru (81.25%) seksual anak usia dini. Hambatan yang
mempersepsikan kemampuan dirinya dalam dirasakan guru dalam menerapkan
mengajar pendidikan seksual anak usia dini pendidikan seksual adalah kemampuan
pada siswanya secara netral atau pada dirinya, persetujuan orangtua siswa, dan rasa
tingkatan sedang. Ada 2 orang guru (12.5%) tabu dalam mengucapkan istilah-istilah yang
yang mempersepsikannya pada tingkatan berhubungan dengan seksualitas (seperti
tinggi atau positif, namun masih ada juga 1 “vagina”, “penis”).
orang guru (6.25%) yang Variabel Cues to Action menunjukkan
mempersepsikannya secara negatif atau bahwa guru TKI XYZ sumber informasi
rendah. Variabel Perilaku Kesehatan mengenai kekerasan seksual dan pendidikan
menunjukkan 9 orang guru (56.25%) merasa seksual anak usia dini termasuk minim.
cukup atau pada tingkatan sedang dalam Guru-guru belum pernah mengikuti pelatihan
menerapkan pendidikan seksual anak usia ataupun memiliki pengalaman terkait hal
dini pada siswanya. Ada 3 orang guru tersebut. Guru hanya mengandalkan
(18.75%) merasa telah sering menerapkan pelatihan, kebijakan, dan sumber informasi
pendidikan seksual pada siswanya, namun dari sekolah sebagai dasar pengetahuannya.
masih ada 4 orang guru (25%) yang merasa Sedangkan dalam variabel Self-Efficacy, guru
jarang melakukan hal tersebut. sebenarnya merasa kurang percaya diri akan
Dari data kualitatif dengan metode kemampuannya mengajarkan materi
wawancara tergambarkan bahwa guru-guru pendidikan seksual anak usia dini. Akan
TKI XYZ belum menerapkan pendidikan tetapi, guru merasa percaya diri dalam
77
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
menghadapi dan menangani siswanya sendiri dan keseriusan dampak dari kekerasan
dengan latar belakang pengalaman yang ia seksual itu sendiri. Guru-guru juga cukup
miliki selama mengajar di TKI XYZ. meyakini manfaat pendidikan seksual dan
di sisi lain juga cukup meyakini hambatan-
Pembahasan hambatan yang dirasakan dalam
Pada hasil penelitian terlihat bahwa menerapkan pendidikan seksual anak usia
gambaran Perilaku Kesehatan berupa dini. Selain itu, guru-guru juga cukup
penerapan pendidikan seksual anak usia meyakini sumber informasi eksternal yang
dini yang dilakukan guru terhadap dapat menunjangnya melakukan
siswanya belum dilakukan secara pendidikan seksual serta memiliki cukup
komprehensif, karena sifatnya hanya keyakinan diri akan kemampuannya
situasional, tidak terencana/tidak melakukan hal tersebut. Akan tetapi,
sistematis, sehingga belum merata pada keyakinan yang cukup tersebut kurang
seluruh siswa. Gambaran perilaku ini kuat untuk guru-guru melakukan
berkaitan dengan persepsi guru terhadap pendidikan seksual anak usia dini terhadap
pendidikan seksual anak usia dini, dimana siswanya. Berdasarkan teori HBM, hal ini
faktor pengetahuan dan pengalaman guru disebabkan pengetahuan guru akan
guru merupakan indikator yang kuat dalam kekerasan seksual, perkembangan seksual,
mempengaruhi persepsi guru itu sendiri dan pendidikan seksual anak usia dini
(Safitri & Mahmudah, 2015). belum menyeluruh, sehingga pemahaman
Penelitian terdahulu yang dilakukan guru pun menjadi kurang akurat. Selain
Safitri dan Mahmudah (2015) itu, ada juga faktor budaya yang
menyebutkan bahwa guru TK memiliki mempengaruhi persepsi guru. Pengetahuan
persepsi positif terhadap pendidikan dan budaya ini dalam teori HBM termasuk
seksual anak usia dini disebabkan oleh Modifying Factors. Tingkat pengalaman
pengetahuan dasar yang cukup dan dan usia guru yang bervariasi nampak
pengalaman menghadapi perilaku seksual tidak terlalu mempengaruhi perbedaan
yang telah sesuai dengan teori. Dalam persepsi guru. Di TKI XYZ tingkat
penelitian ini lamanya pengalaman guru pendidikan dan jenis kelamin guru tidak
bekerja nampak tidak berhubungan dengan bervariasi, yaitu semuanya S1 dan berjenis
persepsi guru terhadap pendidikan seksual kelamin perempuan. TKI XYZ merupakan
anak usia dini. Hal ini berkaitan dengan sekolah beragama Islam. Hal ini
pengetahuan dan pemahaman guru TKI merupakan prinsip dasar di TKI XYZ,
XYZ yang kurang akan perannya dan suatu pendidikan berdasarkan agama lebih
manfaat dalam menerapkan pendidikan dapat diterima oleh guru-guru di TKI
seksual anak usia dini secara komprehensif. XYZ. Hal ini dapat menjadi pertimbangan
Mayoritas guru-guru TKI XYZ belum dalam memberikan intervensi, seperti
memandang positif pendidikan seksual misalnya menggunakan model pendidikan
anak usia dini. Pada semua variabel seksual anak usia dini persepktif gender
persepsi guru, sesuai teori Health-Belief dalam penelitian sebelumnya yang
Model (HBM), mayoritas guru berada pada mengandung nilai-nilai Islami
klasifikasi tingkat persepsi sedang atau (Jatmikowati, Angin, & Ernawati, 2015).
netral. Ada sebagian guru yang Variabel-variabel utama dalam HBM
memandang positif, namun masih ada juga seperti Perceived Susceptibility, Perceived
yang memandang negatif pendidikan Severity, Perceived Benefit, Perceived
seksual anak usia dini. Barrier, berdasarkan hasil uji korelasi
Persepsi guru cenderung netral antar variabel terlihat saling berkorelasi
dalam tiap variabel HBM, artinya guru- secara kuat dan berkorelasi juga dengan
guru TKI XYZ sebetulnya cukup meyakini Perilaku Kesehatan. Perceived Severity
siswanya rentan akan kekerasan seksual dan Perceived Benefit memiliki hubungan
78
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
yang signifikan kuat dan positif dengan Variabel lain yang tidak
Perilaku Kesehatan. Perceived Barrier berhubungan dengan Perilaku Kesehatan
memiliki hubungan yang signifikan kuat adalah Cues to Action. Artinya, tingkat
dan negatif dengan Perilaku Kesehatan. keyakinan guru TKI XYZ terhadap
Hal ini sesuai dengan teori HBM yang berbagai informasi eksternal (buku, artikel,
digunakan. Dalam teori HBM, Perceived seminar, pelatihan) dan internal
Susceptibility dikombinasikan dengan (pengalaman guru) mengenai kekerasan
Perceived Severity untuk membentuk seksual anak usia dini tidak berhubungan
Perceived Threat yang mempengaruhi dengan Perilaku Kesehatan yang dilakukan
Perilaku Kesehatan. Perceived guru berupa penerapan pendidikan seksual
Susceptibility memang memiliki hubungan anak usia dini pada siswanya. Pada
yang signifikan kuat dan positif dengan dasarnya, berdasarkan hasil wawancara,
Perceived Severity, namun Perceived guru-guru TKI XYZ kurang terpapar akan
Susceptibility tidak berkorelasi dengan berita dan informasi mengenai kekerasan
Perilaku Kesehatan. Artinya, persepsi guru seksual maupun pendidikan seksual anak
TKI XYZ akan kerentanan siswanya usia dini. Informasi-informasi yang guru
terhadap kekerasan seksual tidak miliki nampak hanya bersumber dari
berhubungan dengan Perilaku Kesehatan sekolah. Artikel kekerasan seksual yang
yang dilakukan guru berupa penerapan menjadi sumber guru-guru merupakan
pendidikan seksual anak usia dini pada kejadian beberapa tahun lalu yang pada
siswanya. Jika melihat data kualitatif, akhirnya memang menjadi bahan diskusi
penjelasan akan hal ini adalah guru-guru di sekolah dan membuat perubahan
TKI XYZ memandang siswanya cukup kebijakan di sekolah, yaitu adanya
rentan akan kekerasan seksual, akan tetapi penambahan office girl di toilet sekolah.
guru juga beranggapan bahwa kecil Guru-guru juga belum pernah mengikuti
kemungkinan kekerasan seksual terjadi di pelatihan selain yang diberikan oleh
sekolah karena penjagaan yang memadai yayasan di sekolah. Pelatihan pendidikan
dan selama ini belum pernah terjadi seksual anak usia dini belum pernah
kekerasan seksual di sekolah. diikuti dan belum menjadi minat sebagian
Berdasarkan penelitian terdahulu, besar guru untuk mencari tahu.
Perceived Susceptibility memang tidak Variabel terakhir yang tidak
selalu mengarahkan individu untuk berkorelasi dengan Perilaku Kesehatan
membentuk perilaku kesehatan, karena adalah Self Efficacy. Artinya, tingkat
berkaitan juga dengan pengalaman keyakinan guru TKI XYZ akan
individu terhadap kondisi tersebut kemampuan dirinya mengajar pendidikan
(Carpenter, 2010). Individu yang pernah seksual anak usia dini tidak berhubungan
mengalami langsung menjadi korban dengan Perilaku Kesehatan yang dilakukan
kekerasan seksual atau pernah guru terhadap siswanya. Hasil data
menyaksikan kekerasan seksual anak usia kuantitatif untuk variabel Self Effficacy
dini kemungkinan besar memiliki menunjukkan hampir tidak ada guru TKI
Perceived Susceptibility yang tinggi dan XYZ yang merasa kurang percaya diri
terdorong untuk mencari tahu atau dalam mengajar materi pendidikan seksual
melakukan Perilaku Kesehatan. Dalam anak usia dini. Akan tetapi, berdasarkan
konteks penelitian ini, guru memang hasil wawancara, guru-guru mengakui
belum pernah mengalami langsung atau sebetulnya ada rasa kurang percaya diri
menyaksikan langsung kekerasan seksual dan kurang meyakini cara yang sudah
pada siswanya. Apalagi guru merasa kecil dilakukannya selama ini. Dalam mengisi
kemungkinan hal tersebut terjadi di kuesioner, guru-guru menyebutkan merasa
sekolah. percaya diri karena merasa sudah sangat
mengenal siswa-siswanya, sehingga
79
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
mengajar materi apapun guru merasa penyakit yang berdampak tidak hanya
mampu dengan caranya sendiri. Guru secara fisik, namun juga secara psikologis.
merasa pasti bisa ‘mengatasi’ sikap atau Keterbatasan ketiga adalah terkait
pertanyaan-pertanyaan dari siswa dengan subyek penelitian. Hampir semua
meskipun pengetahuan guru terbatas. penelitian terdahulu yang menggunakan
Kedua variabel terakhir ini, Cues to Action Health-Belief Model meneliti mengenai
dan Self-Efficacy memang merupakan persepsi individu yang berhubungan
variabel tambahan dalam HBM. Penelitian langsung dengan dirinya dan perilaku yang
meta-analisis yang dilakukan oleh ditargetkan juga bagi dirinya sendiri.
Carpenter (2010) tidak mengikutsertakan Misalnya penelitian mengenai target
penelitian yang menggunakan kedua perilaku wanita yang melakukan
variabel tambahan ini, karena jarang mamografi, maka yang digali adalah
digunakan dalam penelitian dan dianggap persepsi wanita akan kerentanan dirinya
kurang dikembangkan sebagai elemen dan keseriusan dampak dari kanker
dalam HBM dan tidak selalu berhubungan payudara, persepsi manfaat dan hambatan
dengan Perilaku Kesehatan. yang dirasakan dalam menjalani program
Terdapat beberapa keterbatasan mamografi. Penelitian tersebut subyeknya
dalam penelitian ini. Pertama, peneliti adalah wanita pelaku langsung terhadap
tidak menggunakan HBM untuk melihat target perilaku yang diukur dan
variabel-variabel persepsi sebagai persepsinya terhadap dirinya sendiri dalam
prediktor dari perilaku, akan tetapi sebagai kaitannya melakukan target perilaku
gambaran persepsi dan hubungannya (Carpenter, 2010). Sedangkan dalam
dengan perilaku untuk memetakan penelitian ini, guru memang orang yang
kebutuhan guru dalam menerapkan suatu melakukan target perilaku, namun menjadi
perilaku kesehatan. Hal ini disebabkan pihak kedua sebagai perantara informasi
secara kuantitas, jumlah guru terlalu kebutuhan siswanya. Dampak dari
sedikit untuk menerapkan sebuah model penerapan perilaku tidak secara langsung
teori, sehingga dikhawatirkan hasilnya dirasakan manfaatnya oleh guru, sehingga
tidak menggambarkan kebutuhan guru persepsinya pun kemungkinan menjadi
yang sebenarnya. Kedua, penelitian HBM kurang kuat.
mengenai pendidikan seksual masih sangat
jarang ditemukan, khususnya di Indonesia. PENUTUP
Peneliti menemukan sejumlah penelitian Guru TKI XYZ belum melakukan
terkait pendidikan seksual yang Perilaku Kesehatan berupa pendidikan
menggunakan HBM, beberapa tidak seksual anak usia dini secara komprehensif
menggunakan keempat variabel utama pada siswanya karena sebagian besar guru-
HBM, namun hanya Perceived Benefit dan guru belum memandang secara positif
Perceived Barrier yang kemudian diteliti pendidikan seksual anak usia dini. Persepsi
bersamaan dengan variabel-variabel dari guru ini dilatarbelakangi oleh faktor
teori lain. Pada awalnya, Rosenstock pengetahuan dan pemahaman guru yang
(dalam Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008) kurang akurat.
mengembangkan Health-Belief Model Guru belum memahami perannya
untuk memprediksi perilaku individu dalam penerapan pendidikan seksual anak
dalam mencegah atau mengatasi penyakit usia dini dan manfaatnya bagi siswa secara
kesehatan yang fokusnya pada kondisi komprehensif, karena pengetahuan guru
fisik individu. Sedangkan dalam penelitian juga kurang menyeluruh. Selain itu,
ini, pendidikan seksual anak usia dini terdapat hambatan berupa persetujuan
adalah pendidikan kesehatan yang orangtua siswa dan rasa tabu dalam
fokusnya sebagai pencegahan dari menerapkan pendidikan seksual. Oleh
karena itu, guru perlu diberikan pelatihan
80
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
81
Jurnal Pendidikan Anak, Volume 6, Edisi 1, Juni 2017
82