Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN

BICARA DAN BAHASA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PADANG CERMIN KAB. PESAWARAN

TAHUN 2021

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh

ANGGUN SULISTIAWATI
142012017228

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2021
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN

BICARA DAN BAHASA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PADANG CERMIN KAB. PESAWARAN

TAHUN 2021

Laporan Tugas Akhir


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pedidikan
pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Oleh :

ANGGUN SULISTIAWATI
142012017228

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN REGULAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Masa balita merupakan periode dimana memerlukan perhatian, kasih sayang,

gizi, perlindungan, keamanan dan pemantauan tumbuh kembang yang

optimal. Pada masa ini anak balita memiliki perkembangan, pertumbuhan

sangat pesat dan merupakan periode krusial serta fundamental bagi kehidupan

selanjutnya. Selain itu, masa balita disebut sebagai golden period karena pada

fase ini perkembangan kognitif, bahasa, psikologis atau emosional, sosial dan

motorik berkembang pesat (Santoso, 2017).

Anak balita pada tahapan perkembangan awal memerlukan perhatian khusus

diantaranya yaitu perkembangan motorik halus dan kasar. Hal tersebut dapat

berguna untuk mendeteksi secara dini gangguan keterlambatan atau

peyimpangan perkembangan, sehingga upaya pencegahan preventif, promotif,

dan kuratif dapat dilakukan segera. Gangguan tumbuh kembang anak apabila

tidak dilakukan penanganan segera dan tepat dapat menyebabkan

terhambatnya perkembangan selanjutnya serta menurunkan kualitas sumber

daya manusia dimasa depan (Andriyani, 2017).

Berdasarkan data UNICEF populasi anak usia dini secara global lebih dari

200 juta (Santoso, 2017) dan WHO melaporkan 5-25% anak mengalami

gangguan perkembangan difungsi otak minor, motorik halus (Andriyani,

1
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
2

2017). Di Indonesia populasi anak pada tahun 2018 mencapai 79,55 juta atau

30,1% dari total penduduk 264,14 juta jiwa dan total populasi usia balita

dibawah lima tahun sebesar 21,9 juta jiwa 27,6% dari total penduduk usia 0-

17 tahun (BPS, 2018). Gangguan perkembangan pada usia balita di Indonesia

diantaranya motorik kasar sebesar 8,8%, motorik halus 6,2%, sedangkan di

Provinsi Lampung gangguan perkembangan pada anak balita berdasarkan

hasil Stimulus Deteksi Dini Tumbuh Kembang balita didaptkan gangguan

perkembangan motorik kasar sebesar 19,7% dan motorik halus 16,2%

(Rosmiyati, 2017).

Perkembangan anak dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor internal

diantaranya keturunan, kesehatan, kecukupan nutrisi, kesempatan berlatih dan

motivasi. Sedangkan faktor eksterna yaitu pengetahuan, sikap, perilaku,

pendidikan orang tua, keluarga sosial ekonomi, budaya, lingkungan anak,

petugas kesehatan dan pola asuh orang tua (Soetjiningsih, 2013). Pola asuh

merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua dan cara orang tua

dalam memberikan bimbingan, mengarahkan, menasehati, memberikan

semangat, dorongan, dukungan kepada anak dalam kehidupan sehari-hari.

Pengasuhan orang tua merupakan salah satu foktor yang erat kaitanya dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak (Yulita, 2014).

Pola asuh orang tua kepada anak terbagi kedalam tiga kelompok yaitu pola

asuh demokratis, otoriter dan permisif. Pola asuh demokratis yaitu orang tua

memberikan kebebsan kepada anak untuk mengekspresikan kemampuanya

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


3

sesuai dengan aturan orang tua, selain itu mengutamakan dukungan kasih

sayang, emosional dengan struktur dalam membimbing dan membesarkan

anak. pola asuh demokratis membuat anak lebih mandiri, mempunyai

hubungan yang positif dengan keluarga dan lingkungan sosialnya serta lebih

percaya diri pada potensi yang dimiliki. Sedangkan pola asuh otoriter yaitu

orang tua membuat berbagai aturan yang harus di patuhi oleh anak sehingga

anak tidak mampu mengembangkan dirinya secara maksimal. Pola asuh

permisif yaitu pola asuh orang tua yang tidak perduli dengan anak, pola asuh

ini membuat anak menjadi manja, suka menuntutu, kurang percaya diri, dan

mudah frustasi. Tujuan utama dari pola asuh yaitu untuk menguatkan,

mempertahankan dan menigkatkan kehidupan fisik, lingkungan sosial anak

dan kesehatan khususnya membantu anak mencapai tumbuh kembang sesuai

dengan usianya dengan normal (Supartini, 2012).

Anak yang mendapatkan pola asuh yang baik dari orangtuanya dengan

mendapatkan kasih sayang penuh, ciuman, pelukan, mendapatkan pujian,

melatih emosi, mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motorik halus,

motorik kasar dan personal sosialnya (Soetjiningsih, 2012). Sejalan dengan

penelitian (Andriyani, 2017) menyampaikan bahwa orangtua terutama ibu

yang menerapkan pola asuh yang baik terutama pola asuh demokratis pada

anaknya sebesar 89,6% perkembangan anak baik motorik halus dan kasar

sesuai dengan tahapan usianya. Penelitian dilakukan (Santoso,2017)

mengemukakan bahwa pola asuh orang tua yang positif yaitu dengan

memberikan dukungan, motivasi, memberikan keluasaan anak dalam

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


4

berkespresi sesuai dengan aturan moral dan agama mempunyai dapak besar

terhadap ketepatan perkembangan dan pertumbuhan anak balita, hasil

penelitian ini menunjukan 65,6% orang tua memberikan pola asuh positif dan

sesuai perkembangan anak sebesar 65,6%, nilai statistik yang didapat p-value

0,006.

Hasil penelitian (Fatimah, 2012) menginformasikan bahwa pola asuh orang

tua demokratis dapat memaksimalkan perkembangan anak dan pola asuh

otoriter mempunyai dampak negatif pada anak saat remaja memiliki tingkat

prestasi kurang memuaskan, namun disisi positifnya anak dengan pengasuhan

otoriter jauh lebih disiplin. Hasil penelitian ini menyampaikan orang tua

dengan pola asuh buruk mempunyai anak dengan perkembangan normal

14,3%, meragukan 85,75%, pola asuh sedang dengan perkembangan anak

normal 80%, meragukan 20% sedangkan pola asuh baik perkembangan anak

normal 86,4% dan meragukan 18,6%. Menurut (Tricia, 2010) mengemukakan

bahwa pola asuh orang tua akan membentuk karakter dan kepribadian dalam

perkembangan anak. perilaku anak merupakan cerminan atau reaksi perilaku

yang ditunjukan oleh orang tua kepada kepada anak. Pengasuhan orang tua

yang seimbang antara demokratis, otoriter dan permisif dapat membantu anak

memaksimalkan perkembangan dan pertumbuhanya sesuai usianya.

Berdasarkan prasurvey yang dilakukan peneliti didapatkan data 958 Anak

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Cermin Kabupaten Pesawaran

tahun 2021, peneliti melakukan wawancara kepada 15 ibu yang mempunyai

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


5

anak usia balita didapatka 10 (66,7%) orang dari 15 orang diantaranya

mengatakan anaknya belum dapat berbicara dan bahasa. 5 dari 15 responden

mepunyai anak usia 3-5 tahun mengatakan anaknya belum dapat meragkai

kata-kata 3-5 kata menjadi kalimat dan baru bisa berbicara 2 sampai 3 kata.

Sedagkan 2 dari 15 responden mempunyai anak usia 4-5 tahun anaknya sudah

mampu meragkai kata menjadi kalimat dan sudah mampu diajak berbincag-

bincang.

Dampak pemberian pola asuh yang salah terhadap anak, jika anak dipaksa

untuk melakukan sesuatu yang menurut si anak bosan atau membosankan

maka anak melakukan sesuatu tindakan yang negative. Berdasarkan uraian

latar belakang mengenai permasalahan perkembangan pada anak balita maka

peneliti tertarik dan akan melakukan penelitian tentang “Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Terhadap Perkembangan Bicara Dan Bahasa Anak Balita ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka masalah yang diteliti dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Perkembangan Bicara Dan Bahasa Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Padang Cermin Kab. Pesawaran Tahun 2021?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


6

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Bicara Dan

Bahasa Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Cermin Kab.

Pesawaran Tahun 2021

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan

dan pekerjaan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan perkembangan

bicara dan bahasa anak balita

c. Mengetahui distribusi frekuensi respon bicara dan bahasa pola asuh

orangtua

d. Mengetahui hubungan pola asuh orang tua terhadap perkembangan

bicara dan bahasa anak balita

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian sebagai berikut.

1. Lingkup Materi

Pada penitian ini adalah hubungan pola asuh orang tua terhadap

perkembangan bicara dan bahasa anak balita

2. Lingkup Sasaran

Sasaran dalam penelitian ini adalah anak usia balita.

3. Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan diwilayah kerja puskesmas padang cermin kab.

pesawaran

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


7

4. Lingkup Waktu

Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret s.d Mei tahun

2021 ini dilakukan selama 3 hari.

5. Lingkup Metode

Penelitian ini menggunakan Jenis penelitian dalam metode deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai

hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan balita dan dapat

menjadikan penemuan baru untuk membuat hak paten, poster dan leaflet.

2. Bagi Responden

Diharapkan responden dapat mengetahui tentang hubungan pola asuh

orang tua dengan perkembangan balita agar nantinya dapat menagani

permasalahan perkembangan anak terutama masalah motorik halus dan

motrik kasar pada anak.

3. Bagi Institusi pendidikan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk

mengembangan penelitian hubungan pola asuh orang tua dengan

perkembangan balita dalam lingkup keperawatan anak.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


8

Diharapkan penelitian ini dapat memperdalam pengetahuan dan wawasan

tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan balita, serta

penelitian selanjutnya dapat meneliti dengan variable berbeda.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Anak Balita

1. Definisi Anak Balita

Anak balita adalah individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga usia remaja. Masa anak

merupakan masa tumbuh kembang yang dimulai dari usia neonatus (0-28

hari), bayi (1-12 bulan), toddler (1-3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun).

Anak balita merupakan individu yang rentan karena mengalami masa

pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks terjadi sepanjang masa

kanak-kanak, dalam perkembangan anak memiliki ciri fisik (berat badan

dan tinggi badan), kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial

(Andriana, 2017).

2. Tumbuh Kembang Anak Balita

Tumbuh kembang anak balita berlangsung secara teratur, saling

berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak masa konsepsi sampai

dengan dewasa. Setiap anak akan mengalami suatu pola tertentu yang

merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan, ciri-ciri

pertumbuhan dan perkembangan anak diantaranya (Moersintowarti,

Sularyo, Hariyono, & Ranuh, 2012).

8
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
9

a. Tahapan pertumbuhan

Anak balita pada masa ini pertumbuhan berlangsung stabil, terjadi

perkembangan dengan aktifitas jasmani, keterampilan yang

meningkat, dan proses berfikir. Pertumbuhan merupakan perubahan

dalam bentuk individu yang dapat di ukur seperti berat (gram, pon,

kilogram), ukuran panjang (cm), jumlah, besar, umur tulang, tingkat

sel, organ dan keseimbangan metabolik serta perkembangan adalah

kemampuan yang menigkat baik secara kognitif (daya ingat,

kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah), motorik,

keterampilan, kemampuan fungsi tubuh dan organ (Nurleni, 2017)

b. Tahap perkembangan anak

Anak balita mempunyai tahap dan tugas perkembangan diantaranya ;

keterampilan motorik halus (menggambar, menulis, memegang

benda, melempar, menangkap dan melambai), motorik kasar

(berjalan, berlari, keseimbangan dan kordinasi), bahasa dan sosial.

Selain itu anak mempunyai keinginan untuk bermain tinggi,

melakukan latihan dengan kelompok sebayanya, senang bertanya,

menciptakan dan meniru sesuatu, melakukan penjelajahan serta

terjadi masa transisi emosi antara anak pra sekolah dengan orang tua

(Setiyaningrum, 2017).

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


10

3. Ciri-Ciri Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita

Menurut (Cahyaningsih, 2011) ciri-ciri pertumbuhan dan perkembanan

anak balita sebagai berikut :

a. Pertumbuhan

1. Perubahan ukuran

Bertambahnya umur anak akan terjadi pula penambahan berat

badan, tinggi badan, lingkar kepala, dada, abdomen, dan organ

tubuh akan bertambah besar sesuai kebutuhan tubuh.

2. Perubahan proposi

Proposi tubuh seorang bayi baru lahir sangat berbeda

dibandingkan tubuh anak ataupun orang dewasa. Titik pusar tubuh

bayi baru lahir dan balita kurang lebih setinggi umbilicus,

sedangkan orang dewasa titik pusar tubuh terdapat kurang lebih

setinggi simphisis pubis.

3. Adanya ciri-ciri baru seperti reflex primitive dan gigi susu.

4. Kecepatan pertumbuhan yang teratur

5. Masing-masing organ mempunyai pola pertumbuhan yang

berbeda

b. Perkembangan

Perkembangan terjadi secara stimultan dengan pertumbuhan.

Pertumbuhan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf

pusat dengan organ yang dipengaruhinya antara lain meliputi

perkembangan sisitem neuromuskuler, bicara, emosi dan sosial. Ciri-

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


11

ciri perkembangan diantaranya ; perkembangan melibatkan perubahan,

perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya,

mempunyai pola yang tetap, memiliki tahapan yang berurutan,

mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda, berkorelasi

dengan pertumbuhan (Cahyaningsih, 2011).

Perkembangan pada anak usia dibawah lima tahun atau balita sebagai

berikut :

1. Perkembangan motorik kasar dan halus

Perkembangan motorik merupakan perkembangan kontrol

pergerakan badan melalui koordinasi aktivitas saraf pusat, saraf

tepi, dan otot. Perkembangan motorik kasar merupakan aspek

perkembangan lokomosi (gerakan) dan postur (posisi tubuh).

motorik halus merupakan koordinasi halus pada otot-otot kecil

yang menyebabkan suatu peran utama, kemampuan motorik halus

dipengaruhi oleh matangnya fungsi motorik, dan koordinasi

neuromuskular yang baik, fungsi visual yang akurat, dan

kemampuan intelek nonverbal (Muamanah, 2018).

Tabel 2.1
Perkembangan motorik kasar berdasarkan kelompok umur
Usia Kemampuan Perkembangan
1. Berbalik dari telungkup ke telentang
3-6
2. Mengangkat kepala setinggi 90º
bulan
3. Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
1. Duduk sendiri (dalam sikap bersila)
6-9 2. Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian
bulan berat badan
3. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
9-12 1. Mengangkat badannya ke posisi berdiri
bulan 2. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


12

kursi
3. Dapat berjalan dengan dituntun
1. Berdiri sendiri tanpa berpegangan
12-18 2. Membungkuk untuk memungut mainan kemudian
bulan berdiri Kembali
3. Berjalan mundur 5 langkah
18-24 1. Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
bulan 2. Berjalan tanpa berhuyung-huyung
24-36 1. Jalan menaiki tangga sendiri
bulan 2. Dapat bermain dengan menendang bola kecil
1. Berdiri dengan satu kaki selama 2 detik
36-48
2. Melompat dengan kedua kaki diangkat
bulan
3. Mengayuh sepeda roda tiga
1. Berdiri pada satu kaki selama 6 detik
48-60
2. Melompat-lompat dengan satu kaki
bulan
3. Menari
60-72 1. Berjalan lurus
bulan 2. Berdiri dengan satu kaki selama 11 detik
Sumber : Lipkn. Motor Development and Disfunction, (2009)
dalam Soetjiningsih (2016).

Tabel 2.2
Milestone perkembangan motorik halus dan red flag
Umur Rata Red Flag
Keterampilan Motorik Halus
Rata (Bulan) (Bulan)
Mencoret-coret 17,5
Menumpuk 3 kubus keatas 21,3 24
Membangun rangkaian balok secara
22,3
horisontal
Melempar horizontal dan vertikal 25,1
Membangun rangkaian balok secara
29,6
vertikal
Membangun jembatan dengan 3 kubus 31,1
Menggambar lingkaran 32,6
Menggambar orang dengan kepala
35,7
ditambah 1 bagian
Sumber : Lipkn. Motor Development and Disfunction, (2009)
dalam Soetjiningsih (2016).

2. Berbicara dan berbahasa

Perkembangan bicara dan bahasa adalah suatu perkembangan

yang keberlanjutan, terus menerus dan kualitasnya semakin lama

semakin baik. Pembagian perkembangan bicara dibagi menjadi

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


13

beberapa periode yaitu priode pra lingual atau praverbal, periode

lingual dini atau awal verbal, periode diferensiasi, dan periode

pematangan (Palupi, 2015).

Menurut (Febrida, 2018) perkembangan bicara anak dibawah lima

tahun sebagai berikut :

a. Egosentric Speech

Fase ini terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana anak

berbicara kepada dirinya sendiri atau monolog. Pada akhir

tahun ke dua anak sudah dapat mengucapkan kalimat yang

terdiri dari dua atau tiga kata, selain itu anak mampu

mengikuti intruksi sederhana dan menggulang kata-kata yang

didegarnya. Perkembangan berbicara anak dalam hal ini

sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan

berpikirnya.

b. Usia akhir tahun ke tiga

Pada fase ini anak sudah mampu mengikuti intruksi dengan

dua atau tiga langkah. Selain itu anak sudah bisa

mengidentifikasi kata dan mengenali benda umum atau

gambar sederhana serta sudah bisa berbicara dengan baik dan

jelas saat Bersama orang diluar keluarga.

c. Akhir tahun ke empat

Fase ini anak sudah mampu melemparkan pertanyaan abstrak

mengapa? dan sudah mengerti sama dan berbeda. Selain itu

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


14

anak sudah mampu Menyusun kalimat dengan tata bahasa

yang benar, namun sering kali pada usia ini anak sering salah

dalam mengucapkan kata.

d. Socialized speech

Fase ini terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya

atau pun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan adaptasi sosial anak.

Berkenaan dengan hal tersebut terdapat 5 bentuk socialized

speech yaitu:

1. Saling tukar informasi untuk tujuan bersama

2. Penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain

3. Perintah, permintaan, ancaman

4. Pertanyaan

5. Jawaban

Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Bahasa dan Bicara Pada Balita

Tingkatan Usia Kemampuan


Pra bicara 0-10 - Perkembagan suara persepsi dan hasil.
bulan - Perkembangan isyarat.
- Penambahan persepsi suara; bicara bayi
merupakan hasil menangis dan keributan;
bermain dengan suara termasuk
mengulang bicara dengan orang lain
yang dimulai usia 3 bulan ; antara enam
sampai sepuluh bulan dapat
menggunakan konsonan dan huruf vocal
terbatas.

Kata pertama 10-13 - Pengertian kata tunggal.


memunculkan bulan - Menghasilkan kata tunggal.
nama - Perbedaan individual dalam penggunaan
kata tunggal.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


15

- Fungsi isyarat sebagai kata.


- Perhatian dapat diarahakan dengan nama
obyek lihat anjing, Ami, anjing; mulai 13
bulan menerima kosakata dari 17 sampai
dengan 97 kata
Kombinasi 18-24 - Penggunaan satu kata tunggal dengan arti
kata bulan kompleks untuk ungkapan multi kata.
Contoh: “susu” artinya dapat minta susu
atau meminta ASI.
- Penggunaan kombinasi kata untuk
kalimat, contoh: mama kue maksudnya
mama minta kue.
Tata bahasa 20-30 - Kecepatan memperoleh morfem.
bulan - Perkembangan bahasa yang unik pada
usia ini, seperti mulai menggunakan kata
ganti saya, kita, dia, kamu.
- Penggunaan kalimat dalam pola dan
aturan yang teratur.

Penggunaan 4-6 - Rata-rata dapat menggunakan 900-1000


kalimat tah kosa kata yang berbeda.
un - Menggunakan 4-5 kata dalam satu
kalimat yang dapat berbentuk kalimat
pernyataan, negatif, tanya, dan perintah.
- Anak usia 5 tahun sudah mulai
menggunakan kalimat yang beralasan
seperti “saya menangis karena sakit”.
- usia 6 tahun pembicaraan mereka mulai
berkembang dimana kosa kata yang
digunakan lebih banyak dan rumit.
Sumber : (Palupi, 2015).

3. Perkembangan Perilaku Emosi

Perkembangan perilaku emosional berhubungan dengan seluruh

aspek perkembangan anak. Perkembangan emosi merupakan

dasar perkembangan kepribadian di masa yang akan datang.

Setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, kesal

dalam menghadapi lingkungan sehari-hari. Masing-masing anak

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


16

menujukan ekspresi yang berbeda sepanjang perkembangannya

(Ahmad Susanto, 2011). Salovey dalam Ahmad Susanto (2011),

membagi lima aspek kecerdasan emosional sebagai berikut:

a. Kesadaran diri, berarti mengenali perasaan sewaktu perasaan

ini terjadi yang merupakan dasar kecerdasan emosional.

b. Mengelola emosi, berarti menangani perasaan agar perasaan

dapat diungkapkan dengan tepat yang merupakan kecakapan

yang tergantung pada kesadaran diri.

c. Memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan menata emosi

sebagai alat untuk mencapai tujuan.

d. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri

emosional, merupakan keterampilan bergaul.

e. Membina hubungan, memiliki pemahaman dalam kemampuan

untuk menganalisa hubungan dengan orang lain.

4. Keterampilan sosial dan menolong diri sendiri

Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentunya dasardasar

kepribadian manusia, kemampuan pengindraan, berfikir,

keerampilan bahasa dan berbicara, dan bertingkah laku sosial.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial

anak usia dini yaitu (Muamanah, 2018) :

b. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang yang

ada disekitarnya dengan berbagai usia dan latar belakang.

c. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


17

d. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain yang

biyasanya menjadi midel untuk anak.

e. Adanya kemampuan komunikasi yang baik yang dimiki anak.

f. Mengembangkan empati dan kepedulian. Anak yang

mempunyai kemampuan empati cenderung lebih sosial dan

mudah bergaul dengan teman-temannya tidak terlalu agresif

serta, tidak pemalu dan tidak pemarah, tidak mudah cemas dan

khawatir, serta selalu merasa bahagia.

g. Pemecahan masalah. Sering kali orang tua tidak memberi

kebebasan kepada anak untuk menyelesaikan masalahnya

sendiri. Akibatnya, anak cenderung manja dan frustasi jika

keinginannya tidak segera diberikan.

h. Motivasi diri. Motivasilah yang nantinya akan menumbuhkan

sikap optimistis, antusiasme, percaya diri, dan tidak mudah

menyerah.

b. Faktor-Faktor Mempengaruhi Perkembangan Balita

Perkembangan bayi dan balita dipengaruhi oleh berbagai faktor

genetik dan faktor lingkungan seperti lingkungan pranatal, perinatal, dan

postnatal. Lingkungan pranatal meliputi riwayat gizi ibu saat hamil,

mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunisasi,

anoksia embrio. Pada lingkungan perinatal faktor asfiksia, trauma lahir,

hipoglikemia, hiperbilirubinemia, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


18

infeksi dapat mempengaruhi perkembangan bayi dan balita (Sajedi F,

Doulabi, Vameghi, & Baghban, 2016).

a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Perkembangan batita sangat dipengaruhi oleh kondisi berat

badan pada saat lahir. Anak yang lahir dengan BBLR berisiko untuk

mengalami permasalahan dalam perkembangannya. Hal tersebut

disebabkan karena bayi dengan berat badan lahir

rendah lebih rentan terhadap penyakit infeksi sehingga akan

berdampak terhadap proses tumbuh kembangnya (Soetjiningsih &

Ranuh, 2015).

b. Status Gizi

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang

anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena

makanan bagi anak, selain untuk aktivitas sehari-hari, dibutuhkan

juga untuk pertumbuhan. Ketahanan makanan (food security)

keluarga mempengaruhi status gizi anak. Satu aspek yang penting

yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan (food safety) yang

mencakup pembebasan makanan dari berbagai "racun" fisika, kimia

dan biologis, yang kian mengancam kesehatan (Soetjiningsih &

Ranuh, 2015).

Malnutrisi pada masa anak-anak mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan sel otak sehingga jumlah sel otak menurun.

Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh kekurangan gizi selama

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


19

kehamilan sampai usia 5 tahun. Anak-anak yang menderita

kekurangan gizi sejak usia dini umumnya mengalami kesulitan

menghadapi masa depan dan berpotensi memiliki kemampuan fisik

dan intelektual yang rendah serta produktivitas rendah (Warsito,

Khomsan, Hernawati, & Anwar, 2012).

c. Pekerjaan/pendapatan keluarga (orangtua)

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua

kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder

(Soetjiningsih & Ranuh, 2015). Status sosial ekonomi keluarga yang

rendah dapat dilihat dari pendapatan keluarga yang rendah.

Pendapatan yang rendah berpengaruh terhadap penyediaan makanan

oleh keluarga terhadap anak. Ketersediaan makanan sehat untuk anak

menjadi kurang terpenuhi. Pengentasan kemiskinan dapat

meningkatkan status gizi anak, khususnya balita. Status sosial

ekonomi rendah berhubungan secara signifikan dengan

perkembangan anak balita, status sosial ekonomi rendah memiliki

peluang yang tinggi perkembangan anak balita tidak sesuai dengan

tahapan usianya dibandingkan dengan responden yang status sosial

ekonominya tinggi (IDAI, 2013).

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


20

d. Pendidikan orang tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting

dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik,

maka orang tua dapat menerima segala informasi dari Iuar terutama

tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga

kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya. Faktor

pendidikan orangtua terutama ibu sangat berpengaruh dalam

perkembangan anak balita, karena seorang ibu adalah subjek utama

dalam pengasuhan anak. Seorang ibu dengan pendidikan rendah tidak

mudah mengerti dan memahami kebutuhan anak dalam mendukung

perkembangan anak sesuai tahapan usianya. Berbeda dengan

orangtua yang berpendidikan tinggi, atau pengetahuan yang luas

maka orangtua memahami bagaimana harus memposisikan diri

dalam tahapan perkembangan anak (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).

e. Jumlah Saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial

ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan

kasih sayang yang diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu

dekat. Pada keluarga yang sosial ekonominya kurang, jumlah anak

yang banyak dapat menyebabkan kurangnya kasih sayang dan

perhatian pada anak, selain kebutuhan dasar anak juga tidak

terpenuhi (Soetjiningsih & Ranuh, 2015).

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


21

c. Penyimpangan Pertumbuhan Masa Balita

Penyimpangan perkembangan pada anak usia balita dapat berupa

ganagguan emosi dan perilaku, keterlambatan berbicara dan berbahasa,

keterampilan sosial dan menolong diri sendiri, keterlambatan

perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Penyimpangan

perkembangan dapat dilakukan skrining dengan menggunakan alat dever

decelotmental screening test dan emotional quotient, intelligence

quotient, social quotient alat ini digunakan untuk mengetahui dan

menetapkan batas-batas kemampuan kurang, normal, atau berbakat pada

anak sehingga penyimpangan perkembangan dapat di tatalaksanan

dengan tepat sesuai dengan penyimpangan perkembangan yang dialami

anak (Irwanto et al,. 2015).

B. Konsep Pola Asuh

1. Definisi Pola Asuh

Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku

orang tua dan anak dalam berinteraksi, bekomunikasi selama mengadakan

kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang

tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukuman,

serta tanggapan terhadap keinginan anaknya (Rahmawati, 2016). Pola

asuh orangtua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri

adalah upaya orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan

lingkungan fisik, lingkungan sosial internal dan eksternal, pendidikan

internal dan eksternal, dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis,

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


22

sosiobudaya, perilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya pertemuan

dengan anak-anak, kontrol terhadap perilaku anak-anak, dan menentukan

nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan kepada

anak-anak (Shochib, 2010).

2. Klasifikasi Pola Asuh

Pola asuh orang tua menurut (Tridhonanto & Agency, 2014) dibedakan

menjadi tiga jenis yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola

asuh laissez-faire, yaitu :

a. Pola Asuh Otoriter (Authoritarian Parenting)

Pola asuh otoriter adalah pola asuh orang tua yang lebih

mengutamakan membentuk kepribadian anak dengan cara

menetapkan standar mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan

ancaman-ancaman. Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua

2. Pengontrolan orang tua terhadap perilaku anak sangat ketat

3. Anak hampir tidak pernah memberi pujian

4. Orang tua yang tidak mengenal kompromi dan dalam

komunikasi biasanya bersifat satu arah.

Pola asuh otoriter lebih banyak menerapkan pola asuhnya dengan

aspek-aspek sebagai berikut : Orang tua mengekang anak untuk

bergaul dan memilih-milih orang yang menjadi teman anaknya.

Orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk berdialog,

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


23

mengeluh dan mengemukakan pendapat. Anak harus menuruti

kehendak orang tua tanpa peduli keinginan dan kemampuan anak.

Orang tua menentukan aturan bagi anak dalam berinteraksi baik di

rumah maupun di luar rumah. Aturan tersebut harus ditaati oleh anak

walaupun tidak sesuai dengan keinginan anak. Orang tua

memberikan kesempatan pada anak untuk berinisiatif dalam

bertindak dan menyelesaikan masalah. Orang tua melarang anaknya

untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Orang tua menuntut

anaknya untuk bertanggung jawab terhadap tindakan yang

dilakukannya tetapi tidak menjelaskan kepada anak mengapa anak

harus bertanggung jawab

Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter, anak memiliki

sifat dan sikap, seperti: mudah tersinggung, penakut, pemurung dan

merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak

mempunyai arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat.

b. Pola Asuh Demokrasi (Authoritative Parenting)

Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan

perlakuan kepada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak

dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap

rasional atau pemikiran-pemikiran. Pola asuh demokrasi mempunyai

ciri-ciri, yaitu:

1. Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan

kontrol internal

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


24

2. Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan

dalam pengambilan keputusan

3. Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Saat

orang tua menggunakan hukuman fisik, dan diberikan jika

terbukti anak secara sadar menolak melakukan apa yang telah

disetujui bersama, sehingga lebih bersikap edukatif

4. Memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu

mengendalikan mereka

5. Bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap

yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak

6. Memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan

melakukan suatu Tindakan

7. Pendekatannya kepada anak bersifat hangat

Pola asuh demokratis menerapkan pola asuhannya dengan aspek-

aspek sebagai berikut :

1. Orang tua acceptance dan mengontrol tinggi

2. Orang tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak

3. Orang tua mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau

pertanyaan

4. Orang tua memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan

yang baik dan yang buruk

5. Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


25

6. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih

dan melakukan suatu Tindakan

7. Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi anak

8. Orang tua hangat dan berupaya membimbing anak

9. Orang tua melibatkan anak dalam membuat keputusan

10. Orang tua berwenang untuk mengambil keputusan akhir dalam

keluarga, dan

11. Orang tau menghargai disiplin anak

Dampak dari pola asuh ini bisa membentuk perilaku anak seperti :

memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat, mampu

mengendalikan diri (self control), bersikap sopan, mau bekerja sama,

memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan atau

arah hidup yang jelas, berorientasi terhadap prestasi.

c. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh irang tua yang tidak peduli

kepada anaknya, apapun yang dilakukan oleh anak orang tua

memperbolehkanya. Dampak dari pola asuh tipe ini anak menjadi

manja, sangat menuntut, tidak percaya diri, dan mudah frustasi

(Andriyani, 2017). Ciri-ciri pola asuh permisif menurut Diana

Baumrinde yaitu: (1) kekuatan orang tua diperoleh dari anak; (2)

mengutamakan perasaan anak, bukan prilakunya; (3) terlalu percaya,

bahwa anak dapat mengatur diri dan menjalankan hidupnya; (4)

cenderung serba membolehkan, mengiyakan; (5) selalu menyediakan

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


26

dan melayani kebutuhan anak; (6) terlalu peduli dan mudah

menyediakan fasilitas kepada anak walaupun tidak sesuai kebutuhan;

dan (7) nyaris tak pernah ada hukuman (Rosyadi, 2013). Gaya

pengasuhan permisif memiliki ciri-ciri orang tua sangat terlibat

dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali

atas mereka, orang tua cenderung membiyarkan anak-anak

melakukan apa saja yang mereka inginkan (Yudrik Jahja, 2011).

3. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pola Asuh

a. Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.

pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu

untuk menghasilkan perubahanperubahan yang tetap atau permanen

di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang

sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan

lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan

perkembangan yang normal (Rahmawati, 2016).

b. Lingkungan

Lingkungan memberikan kontribusi yang signifikan pola pengasuhan

orang tua kepada anaknya. Orang tua dapat mencontoh

berbagaimacam pola asuh yang diberikan sanak saudara, tetangga

kepada anaknya masing-masing. Sehingga orang tua mencontoh pola

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


27

asuh yang diangap baik untuk diterapkan kepada anaknya

(Rahmawati, 2016).

c. Budaya

Budaya memiliki peranan penting dalam pengasuhan anak, sering

kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat

dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya

dalam mengasuh anak. Pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam

mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak

anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu

kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh

terhadap anaknya (Rahmawati, 2016).

C. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan rangkuman dari tinjauan pustaka yang digunakan

untuk mengidentifikasi setiap variabel yang akan diteliti berkaitan dengan

konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka


Faktor yang mempengaruhi 1. Pertumbuhan
tumbuh kembangkonsep
: penelitian . Kerangka teori dalam penelitian ini sebagai berikut :
- Peningkatan berat
1. Faktor internal bdan, tinggi badan,
- Keturunan - Tulang, tingkat sel,
- Kesehatan organ
- Gizi - Keseimbangan
- Motivasi dan Gambar 2.1 metabolik
kesempatan berlatih Kerangka Teori
2. Pekembangan
2. Faktor Eksternal - Perkembangan
- Pendidikan dan motorik halus dan
pengetahuan orang Pertumbuh dan perkembang kasar
tua anak balita - Berbicara dan
- Jumlah keluarga berbahasa
- Sosial ekonomi Jenis pola asuh orang tua - Perkembangan
- Budaya Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Perilaku Emosi
- Lingkungan 1. Pola asuh otoriter - Keterampilan sosial
- Petugas kesehatan 2. Pola asuh demokratis dan menolong diri
- Pola asuh 3. Pola asuh permisif sendiri
28

Faktor yang mempengaruhi


pola asuh orang tua

1. Pendidikan orang tua


2. Lingkungan
3. Budaya

Sumber : (Cahyaningsih, 2011), (Sajedi F, Doulabi, Vameghi, & Baghban, 2016),


(Soetjiningsih & Ranuh, 2015), (Tridhonanto & Agency, 2014),
(Rahmawati, 2016).

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah uraian yang saling berkaitan antara konsep satu

dengan konsep lainnya atau variabel satu dengan variabel lainnya dari

masalah yang akan di teliti . Penyusunan kerangka konsep penelitian ini

sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen


Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Perilaku Emosi

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


29

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

atau sebuah steatment prediksi sementara yang menghubungkan

variable independen dan dependen . Berdasarkan kerangka konsep

tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ha : Ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan

Bicara Dan Bahasa Anak di wilayah kerja Puskesmas Padang

Cermin Kab. Pesawaran Tahun 2021

Ho : Tidak ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Perkembangan Bicara Dan Bahasa Anak di wilayah kerja

Puskesmas Padang Cermin Kab. Pesawaran Tahun 2021

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan penelitian untuk

melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya

penelitian. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif, penelitian yang

akan peniliti lakukan yaitu dengan menggunakan survey analitik yaitu peneliti

yang menilai hubungan antara variable-variabel yang diteliti. Rancangan

penelitian menggunakan cross sectional yaitu dimana peneliti mengambil data

terhadap beberapa variabel penelitian dilakukan pada satu waktu .

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi

antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian.

Variabel penelitian dikembangkan dari konsep atau teori dan hasil penelitian

terdahulu sesuai dengan fenomena atau masalah penelitian. Pada variabel

penelitian ada variabel bebas atau variabel independen dan variabel yang

terikat atau variabel dependen (Dharma, 2011). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah pola asuh orangtua dan variabel dependen perkembangan

bicara dan bahasa anak.

C. Definisi Operasional

23
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
24

Definisi operasional merupakan uraian mengenai batasan dari variable

penelitian yang menjadikannya lebih konkrit dan mudah untuk diukur (Darma,

2013). Berdasarkan uraian diatas, maka definisi operasional penelitian ini

adalah :

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variable Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Independen
Pola Asuh Tindakan Kuesioner Mengisi 1. Demokratis : Ordinal
orangtua dalam kueioner jika nilai skor
memberikan jawaban 24–39
asuhan kepada kuesioner
anaknya. pernyataa 2. Otoriter : jika
n dengan nilai skor 40-55
skala
Likert 3. Primisif: jika
dengan 3 nilai skor 56-72
pilihan
jawaban

Dependen
Perkembangan Peningkatan Kuesioner Mengisi 1. Perkembangan Ordinal
bicara dan bicara dan kuesioner bicara dan
bahasa anak berbahasa atau jawaban bahasa anak
kemampuan anak kuesioner baik jika score
untuk melakukan pernyataa ≥ mean/median
tugasnya sesuai n dengan
dengan usia anak skala 2. Perkembangan
guttman. bicara dan
ya diberi bahasa anak
skor 1 kurang baik jika
dan score ≤
pernyataa mean/media
n tidak
diberi
skor 0

D. Populasi dan Sampel

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


25

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau subjek yang diteliti (S.

Arikunto, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah orangtua yang

memiliki anak usia balita diwilayah kerja Puskesmas Padang Cermin

Kabupaten Pesawaran.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteritis yang dimiliki oleh

populasi bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu

maka dapat menggunakan sampel dari populasi tersebut, untuk itu sampel

yang diambil dari populasi yang akan diambil sebagai sampel (Nursalam,

2013). Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik

purposive sampling.

Berdasarkan keterangan diatas untuk menentukan sampel terdapat dua

kriteria yaitu:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Responden yang memiliki kelompok anak balita

2) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Kelompok anak balita yang mengalami sakit atau gangguan

kesehatan

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


26

2) Kelompok anak yang bukan kelompok usia balita

E. Tempat dan WaktuPenelitian

1. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Padang Cermin


kab.Pesawaran

2. Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini waktu pengambilan data di lakukan pada bulan April

2021

F. Etika Penelitian

Etika penelitian artinya hak subjek penelitian dan yang lainya harus dilindungi.

Beberapa prinsip dalam pertimbangan etik meliputi, bebas eksplorasi,

kerahasiaan, bebas penderita, bebas menolak jadi responden, dan perlu surat

persetujuan (Nursalam, 2013).

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Sebelum penelitian peneliti memberikan lembar persetujuan ini akan

diberikan kepada setiap responden yang menjadi subjek penelitian dengan

memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika

responden bersedia atau pun tidak bersedia diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan.

2. nonymity (Tanpa Nama)

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


27

Peneliti merahasiakan nama responden dan tidak mencantumkan nama pada

lembar pengumpulan data namun hanya nama inisial.

3. Right to Privacy (Hak Menjaga Kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan untuk merahasiakan informasi yang diberikan

oleh responden.

4. Respect for justice an inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan)

Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama,

enis, dan sebagainya. Prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan

prosedur penelitian.

5. Blancing harm and benefits (Memperhitungkan manfaat dan Kerugian

yang ditimbulkan).

6. Asas kemanfaatan

Penelitian yang dilakukan mempertimbangkan manfaat dan resiko yang

mungkin terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat yang diperoleh

lebih besar daripada resiko/dampak negative yang akan terjadi.

7. Menghormati

Penelitian ini menjunjung tinggi martabat seseorang (subjek

penelitian).Dalam melakukan penelitian, hak asasi subjek harus dihargai.

(Notoatmodjo, 2010).

G. Instrument dan Metode Pengumpulan Data

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


28

1. Instrument

Instrumen penelitian merupakan cara atau alat untuk mengobservasi

mengukur, menilai dan mengumpulkan data dalam penelitian, instrument

penelitian ini sebagai berikut :

a. Kuesioner

Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara memberikan

daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis dengan beberapa pilihan jawaban

kepada responden terhadap setiap item pertanyaan yang diajukan metode

kuesioner tidak mengharuskan peneliti untuk bertatap muka langsung

dengan responden (Dharma, 2011). Kuesioner yang digunakan pada

penelitian ini adalah menggunakan kuesioner variabel pola asuh yang

terdiri dari 24 peryataan dengan membubuhi tanda checklist ( √ ) pada

salah satu kotak jawaban dengan keterangan: SL : selalu, KK : kadang-

kadang, TP : Tidak Pernah. Sedangkan pada variabel berbicara dan

bahasa menggunakan kuesioner yang berisi

b. Validitas

Validitas adalah pengukuran yang berarti prinsip keandalan instrumen

dalam pengumpulan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Uji validitas alat pengumpulan data

menggunakan pearson product moment (r), dasar pengambilan keputusan

adalah valid jika r dihitung > r tabel dengan taraf signifikan 5%.

c. Uji Reabilitas

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


29

Reabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran. Reabilitas

menunjukan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsistensi jika

instrument digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2011). Kriteria

penukuran uji reabilitas dengan membandingkan nilai r table dengan

hasil r hasil (Cronbach Alpha), dan jika Cronbach Alpha lebih besar

dibandingkan dengan nilai r table, maka pertanyaan ditanyakan reliable.

Proses analisa tersebut menggunakan program SPSS for window

(Statistical Program for sosial Science).

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013). Pengumpulan data ini dengan jenis data

primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran langsung pada subyek

sebagai sumber informasi yang dicari (S. Notoatmodjo, 2010).

Sebelum pengambilan data, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan

maksud tujuan yang akan dilakukan selanjutnya peneliti mengklarifikasi

terlebih dahulu calon responden apakah sudah pernah menjadi responden

dalam penelitian ini sebelumnya dan menyesuaikan dengan identitas

responden, jika belum pernag menjadi responden makadicatat dalam daftar

dan peneliti melakukan observasi menggunakan lembar checklist.

a. Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian

ini

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


30

b. Peneliti meminta kesediaan dan persetujuan dalam inform concent

c. Peneliti memberikan lembar kuesioner yang harus diisi oleh reponden

d. Responden mulai untuk mengisi lembar kuesioner dan didampingi oleh

peneliti

e. Peneliti mengecek kembali lembar kueioner yang telah diisi oleh

responden

f. Peneliti menfalidasikembali atas pernyataan-pernyataan yang telah disi

oleh responden

H. Metode Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data perlu diolah

terlebih dahulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu

proses dengan tahapan sebagai berikut (Sumantri, 2011) :

a. Editing

Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian lembar

kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di tempat

pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera

dilengkapi.

b. Coding

Yang dimaksud coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaaban

atau hasil-hasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan

denganjalan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa

centang, kemudian dimasukkan dalam lembar table kerjaguna

mempermudah membacanya.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


31

c. Scoring

Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang

diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penelitian yang telah

ditentukan.

d. Tabulating

Kegiatan memasukan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai

kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai dengan kuesioner.

e. Cleaning

Pengecekan kembali datayang telah dimasukkan ke dalam komputer.

Peneliti tidak mendapati kesalahan data yang telah dimasukan dalam

komputer. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis melakukan sendiri,

jadi tidak melibatkan observer.

I. Analisis Data

Analisa data adalah cara atau upaya yang digunakan untuk mengolah data

menjadi suatu informasi sehingga karakteristik data tersebut dapat di pahami

dan dimengerti serta bermanfaat terutama yang berkaitan dengan penelitian

(Nursalam, 2013), analisis data dalam penelitian adalah :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk mengetahui persentase, dari hasil setiap

variabel ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi (Notoadmodjo,

2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah hubungan pola

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


32

asuh orangtua sedangkan variabel dependen nya yaitu perkembangan anak

balita.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digambarkan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Untuk menguji variabel bebas dan

variabel terikat pada penelitian ini menggunakan uji statistic chi square

karena menggunakan tingkat kemaknaan bila nilai p (P-valeu) < 0,05

maka Ha diterima, yang berarti adanya hubungan bermakna antara variabel

Independen dengan variabel dependen. Sedangkan bila nilai p (P-value) >

0,05 maka Ho ditolak, yang berarti tidak hubungan yang bermakna antara

variabel independen dan variabel dependen (Dharma, 2011).

J. Jalannya Penelitian
Penelitian merupakan urutan karya atau langkah-langkah yang dilakukan

selama penelitian dari awal hingga penelitian berakhir. Jalannya penelitian

yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasarnya adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Persiapan merupakan rancangan yang berfungsi sebagai kerangka awal

dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu :

a. Melakukan perizinan kepada pimpinan Universitas

Muhammadiyah Pringsewu Lampung Fakultas Kesehatan dan

kepala pekon desa

b. Melakukan prasurvey ditempat penelitian

c. Penyusunan dan pengumpulan proposan penelitian

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


33

d. Proses bimbingan proposal skripsi

e. Perbaiki sidang proposal

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan surat izin penelitian

b. Menentukan responden

c. Melakukan pengambilan data

d. Mengolah data

e. Menganalisis data

f. Proses bimbingan skripsi

g. Ujian sidang hasil

h. Perbaikan sidang hasil

3. Proses pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan

langkah-langkah :

a. Meminta surat izin penelitian dari institusi

b. Membuat surat peretujuan responden

c. Menyerahkan surat ketempat penelitian

d. Membagikan kuesioner kepada responen

e. Pengambilan data kuesioner

f. Pengolahan data melalui :

1) Penyuntingan data (Editing)

2) Memberi kode (Coding)

3) Memasukan data (Entry)

4) Mengecek kembali data (Cleaning)

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


34

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


DAFTAR PUSTAKA

Ahmat Susanto. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam


Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana.
Andriyani, S. Y. M. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan

Perkembangan Anak Prasekolah di R.A Almardiyah Rajamandala Bulan

Juli 2016. SNIJA.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta

Rineka Cipta

BPS. (2018). Potret Pemenuhan Hak-Hak Anak Indonesia. Kompaspedia.

Dian Adriyana. (2017). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak Edisi 2.

Pererbit Salemba Medika, Jagaraksa Jakarta Selatan.

Dharma, K. K. (2011 ). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur:

Trans Info Jakarta

Dharma, K. K. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan Jakarta: Trans Info

Media.

Dwi Sulistyo Cahyaningsih. (2011). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan

Remaja. Penerbit : Cv Trans Info Media, Jakarta Timur.

Erna Setiyaningrum, S.S.T.,M.M.,M.Pd.K. (2017). Buku Ajar Tumbuh Kembang

Anak Usia 0-12 Tahun. Penerbit : Indomedia Pustaka ISBN 978-602-6417-

11-4.

Fatimah, L. (2012). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak

di R.A Darussalam Desa Sumber Mulyo Jogoroto Jombang. D-III

Kebidanan FIK UNIPDU Jombang.

34
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
35

Febrida, M. (2018). Bicara Anak di Lima Tahun Pertama. haibunda.com.


H.A Rahmat Rosyadi. (2013). Pendidikan Islam Anak Usia Dini (Konsep praktik
PAUD Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
IDAI. (2013). Mengenal Keterlambatan Umum pada Anak. 2013.

Irwanto et al,. (2015). Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak. Naskah Lengkap

Continuing Education, Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita selekta Ilmu

Kesehatan Anak VI.

Moersintowarti B. Narendra, Titik S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno, Ig.

N. Gede Ranuh. (2012). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Buku Ajar

Edisi Revisi, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Penerbit Cv. Sagung Seto,

Jakarta.

Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta

Nurleni. (2017). Pengaruh Edukasi Mengatasi Ketidak Mauan Anak Untuk

Makan. Fakultas Kesehatan , UMP, 2017.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

Rahmawati Setiya Wulandari. (2016). Pola Asuh Anak Usia Dini” (Studi Kasus

Pada Orang Tua Yang Mengikuti Program Bina Keluarga Balita (Bkb) Di

Kelurahan Kutoarjo Kabupaten Purworejo). Pendidikan Luar Sekolah

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Rosmiyati, A., Susilawati,. (2017). Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan

perkembangan motorik pada bayi usia 6 bulan di BPS Maria Suroso

Bandar Lampung Tahun 2017. Jurnal Dunia Kesmas, Volume 6, Nomor 4,

Oktober 2017.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


36

Palupi, Y. (2015). Perkembangan Bahasa pada Anak. Proseding Seminar


Nasional PGSD UPY.
Sajedi F, Doulabi M, Vameghi R, Baghban AA. (2016). Development of Children

in Iran : A Systematic Review and ;8(8):145–61.

Santoso, S. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Anak

Usia Prasekolah di TK IT Al-Muhajirin Sawangan Magelang. Naskah

Publikasi.

Shochib, M. (2010). Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta.

Siti Muamanah. (2018). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan
Sosial Emosional Anak Usia 4-5 Tahun Di Desa Bandar Abung
Kecamatan Abung Surakarta, Kabupaten Lampung Utara.
Soetjiningsih, 2016. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Soetjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak (Laboratorium Ilmu Kesehatan

Anak). Surabaya : Universitas Airlangga.

Soetjiningsih & Ranuh. (2015). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Soetjiningsih. (2013). Tumbuh Kembang Anak Jakarta : EGC.

Supartini. (2012). Buku Ajaran Konsep Dasar Keperawatan Anak Jakarta : EGC.

Swarjana, I. K. (2015). Metodelogi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi).

Penerbit : Cv. Andi Offset, Yogyakarta.

Tridhonanto, Al. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Tricia, N., Rand, Conger, Laura, Scaramella & Lenna L. Ontai,. (2010).

Intergenerational Continuity In Parenting Behavior : Mediating Patways

and Chil Effects. PMC2748920.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu


37

Warsito O, Khomsan A, Hernawati N, Anwar F. (2012). Relationship Between

Nutritional Status, Psychosocial Stimulation, and Cognitive Development

in Preschool Children in Indonesia. Nutr Res Pract. 2012;6(5):451–7.

Yulita. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak

Balita di Posyandu Sakura Ciputat Timur Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Yudrik Jahja. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Anda mungkin juga menyukai