Anda di halaman 1dari 16

OUTLINE PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN GANGGUAN

MENTAL EMOSIONAL PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI

DAERAH PESISIR PANTAI SAYANGHEULANG

Disusun Oleh :

Pajwah Siti Nurbayinah

NIM: C1814201105

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2021
A. Masalah Penelitian

Apakah terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan gangguan mental

emosional pada anak usia pra sekolah di daerah pesisir pantai

Sayangheulang?

B. Judul

Hubungan pola asuh orang tua dengan gangguan mental emosional pada

anak usia pra sekolah di daerah pesisir pantai Sayangheulang.

C. Latar Belakang

Usia prasekolah merupakan masa periode emas proses tumbuh

kembang pada anak. Kemampuan motorik baik, dapat

mengkomunikasikan keinginan, pikiran dengan menggunakan bahasa

secara lisan merupakan kemampuan yang harus dimiliki pada anak usia

prasekolah dengan perkembangan yang normal (Poerwanti & Widodo,

2002). Perkembangan mental emosional bagi anak dengan usia prasekolah

merupakan perkembangan dasar karena potensi otaknya dalam masa ini

akan mempengaruhi kejiwaan anak.

Gangguan mental emosional dan perilaku pada anak merupakan

gangguan yang cukup serius karena berdampak terhadap kualitas hidup

mereka. Gangguan mental dan emosional adalah salah satu jenis gangguan

perkembangan pada anak. Gangguan ini merupakan semua gangguan

mental yang dapat terdiagnosis dan berawal pada masa kanak-kanak,

meliputi attentiondeficit/ hyperactivity disorder (ADHD), Tourette

syndrome, gangguan perilaku, gangguan mood dan kecemasan, gangguan


spektrum autisme, gangguan pemakaian substansi, dan lain-lain (CDC,

2013). Gangguan mental emosional merupakan suatu kondisi dimana

perilaku dan emosional anak berbeda jauh dengan perilaku dan emosional

anak-anak lainnya dengan umur dan latar belakang yang sama yang

mampu menyebabkan penurunan interaksi dan hubungan sosial, perawatan

diri, serta proses belajar dan tingkah laku dikelas (Maria S, 2015).

Beberapa penelitian menyebutkan gangguan yang muncul pada saat

dewasa justru paling sering bermula pada saat masa kanak-kanak dan

remaja (Merikangas dkk, 2009) (CDC, 2013).

Prevalensi gangguan mental emosional pada anak usia prasekolah

cukup tinggi. Nasional Institute of Mental Health (NIMH) menyebutkan

bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada anak usia prasekolah

sekitar 10-15% di dunia (KMHO, 2019). Laporan Riskesdas Indonesia

Tahun 2018 menyebutkan bahwa angka gangguan mental emosional di

Indonesia sebesar 9,6%. Angka tersebut mengalami peningkatan

dibandingkan hasil tahun 2013 yaitu sebesar 6,0%.

Gangguan mental emosional yang tidak ditangani akan

memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak, terutama

terhadap pematangan karakternya, hal ini mengakibatkan terjadinya

gangguan mental emosional yang dapat berupa perilaku berisiko tinggi

(Farida, 2014). Gangguan emosional dan perilaku menyebabkan timbulnya

disabilitas fungsional pada anak. Penyebab gangguan mental emosional

secara umum ada dua faktor yaitu faktor anak itu sendiri dan faktor sosial
lingkungan (Bayer, 2011). Dalam lingkungan keluarga, anak akan

mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya

kemudian. Karakter dipelajari anak melalui memodel para anggota

keluarga yang ada di sekitar terutama orang tua (Lidyasari, 2013). Model

perilaku orang tua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari

dan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur

kata, mengekspresikan harapan, tuntutan, dan kritikan satu sama lain,

menanggapi dan memecahkan masalah, serta mengungkapan perasaan dan

emosinya. Model perilaku yang baik akan membawa dampak baik bagi

perkembangan anak demikian juga sebaiknya.

Keberhasilan pembentukan karakter pada anak ini salah satunya

dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua terbagi menjadi

tiga macam yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif. Masing-masing pola

asuh ini mempunyai dampak bagi perkembangan anak.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di lingkungan

masyarakat di pesisir pantai Sayangheulang, orang tua cenderung

memarahi anak jika anak menangis atau merengek saat meminta sesuatu.

Bahkan tidak jarang orang tua yang mencubit atau memukul anak jika

anak rewel atau menangis. Perilaku dari anak pesisir pantai pun kurang

menunjukkan sopan santun dan tidak memiliki budi pekerti yang sesuai

dengan norma yang berlaku. Hal ini disebabkan karena orang tua

membiarkan anaknya berperilaku bebas tanpa adanya aturan dan

penjelasan mana hal yang baik dan yang buruk.


Wilayah pesisir merupakan daerah yang masuk kedalam faktor

risiko sosial lingkungan karena memiliki karakter penduduknya yang

cenderung keras dan temperament. Sifat yang cenderung keras dan

temperament ini mempengaruhi kemampuan regulasi emosi anak. Anak

akan mencontoh sikap dan tindakan orang tua mereka sehari-hari (Fama,

2016; Masri, 2017). Anak daerah pesisir memiliki karakter yang negatif

yaitu perilaku kurang sopan santun, suka menjahili, dan menganggu

temannya (Ningtyas, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susilowati (2020),

menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitiannya

mempunyai pola asuh demokratis dan anak tidak mengalami gangguan

emosional. Penelitian lain juga dilakukan oleh Ferika (2017) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang

tua dengan penyimpangan mental emosional anak usia pra sekolah di TK

Uswatun Hasanah Kwarasan Sleman. Penelitian yang dilakukan oleh Nani

(2019) menunjukkan bahwa sebesar 57,1% anak mengalami gangguan

mental emosional di daerah pesisir. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa anak yang mengalami gangguan mental emosional lebih banyak

dari pada anak yang sesuai perkembangan. Faktor risiko terjadinya

gangguan mental emosional pada daerah pesisir antara lain adalah anak

yang temperament, jenis kelamin anak, orang tua yang keras/ketat,

pendapatan rendah, pendikan rendah, dan jumlah saudara anak (Bayer,

2011; Kemenkes, 2016; Masri, 2017; Ningtyas, 2014).


Penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan

gangguan mental emosional pada anak usia pra sekolah dan penelitian

mengenai gambaran keadaan mental emosional anak usia prasekolah

didaerah pesisir sudah pernah dilakukan. Namun, penelitian mengenai

hubungan pola asuh orang tua dengan gangguan mental emosional pada

anak usia pra sekolah di daerah pesisir belum pernah dilakukan.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengetahui

apakah terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan gangguan

mental emosional anak usia prasekolah didaerah pesisir.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa hubungan antara pola asuh orang tua dengan

gangguan mental emosional anak usia prasekolah didaerah pesisir.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pola asuh orang tua di daerah pesisir pantai

Sayangheulang

b. Mengetahui gangguan mental emosional pada anak usia pra sekolah

di daerah pesisir pantai Sayangheulang

E. Jenis Penelitian dan Jenis Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah metode analitik korelasi dengan rancangan

cross sectional. Studi analitik korelasi adalah teknik yang digunakan untuk

menganalisis hubungan variabel independent dan dependent (Lapau,


2013). Varibel independent dalam penelitian ini adalah pola asuh orang

tua. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah gangguan mental

emosional. Tujuannya untuk mendeteksi sejauh mana variabel pada suatu

faktor berkaitan dengan variabel pada faktor lainya berdasarkan koefisien

korelasi dan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti. Cross

sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari kolerasi antara faktor-

faktor resiko dengan cara pendekatan atau pengumpulan data sekaligus

pada satu saat tertentu saja (Ariani, 2014).

F. Populasi, Sampling, dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 4-6 tahun di daerah

pesisir pantai Sayangheulang.

Sampel dalam penelitian ini adalah orang tua anak usia prasekolah (4-6

tahun) dan anak usia prasekolah (4-6 tahun) di daerah pesisir pantai

Sayangheulang yang memenuhi kriteria yang ditentukan penelitian yaitu:

1. Orang tua:

a. Orang tua (ibu) yang memiliki anak usia prasekolah (4-6 tahun)

b. Orang tua yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian

2. Anak Usia prasekolah:

a. Anak usia prasekolah yang saat dilakukan penelitian berusia 4-6

tahun

b. Anak usia prasekolah (4-6 tahun) yang tinggal 1 rumah dengan

orang tua
Penentuan Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling, yaitu dengan pertimbangan tertentu atau seleksi khusus.

G. Rencana Analisis

1. Analisis Univariat

Univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Tujuan analisa

univariat adalah menyampaikan masing-masing variabel dependen dan

independen (Saryono, 2009). Analisa univariat ini hanya distribusi dan

frekuensi tiap-tiap variabel yaitu pola asuh orang tua dan gangguan

mental emosional anak usia pra sekolah.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan dua variabel

menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95 %.

H. Daftar Pustaka

ASHARTIWI, F. (2017). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA

DENGAN PENYIMPANGAN MENTAL EMOSIONAL ANAK USIA

PRASEKOLAH DI TK USWATUN HASANAH KWARASAN

SLEMAN (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ALMA ATA).

Ningtyas, A. R. (2014). Karakter anak usia dini yang tinggal di daerah

pesisir pantai. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 8(2), 207-218.

Subekti, N., & Nurrahima, A. (2020). GAMBARAN KEADAAN

MENTAL EMOSIONAL ANAK USIA PRASEKOLAH DI

DAERAH PESISIR. Jurnal Ilmu Keperawatan Komunitas, 3(2),

10-15.
Suharno, B., & Tristanti, L. (2019). Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Perkembangan Mental Emosioal Anak Usia Pra Sekolah (4-6

Tahun). MIKIA: Mimbar Ilmiah Kesehatan Ibu dan Anak

(Maternal and Neonatal Health Journal), 3(1).

Susilowati, E., & Surani, E. (2020). HUBUNGAN POLA ASUH

DENGAN PERKEMBANGAN MENTAL EMOSIONAL ANAK

USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN GEBANGSARI

KECAMATAN GENUK KOTA SEMARANG. Jurnal Kesmas

(Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 7(2), 54-61.

Suwanti, I., & Suidah, H. (2016). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan

Mental Emosional Pada Anak Usia Prasekolah (4-6

Tahun). Jurnal Keperawatan, 9(2), 10-10.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian pola asuh menggunakan menggunakan kuesioner

(tabel 1.2) dan penelitian gangguan mental emosional menggunakan

KMME (Koesioner Masalah Mental Emosional). Kuisioner Masalah

Mental dan Emosional (KMME) adalah 12 pertanyaan (tabel 1.2) untuk

deteksi dini masalah mental dan emosional, tiap 6 bulan. Cara

pelaksanaannya adalah menanyakan pada orangtua / pengasuh, lalu

mencatat jawaban “Ya”atau “Tidak”, setelah itu menghitung jumlah

jawaban “Ya” lalu menginterpretasikannya (DEPKES RI, 2013)


LEMBAR KUISIONER

Judul Penelitian: hubungan pola asuh orang tua dengan gangguan mental

emosional pada anak usia pra sekolah di daerah pesisir pantai

Sayangheulang

Peneliti: Pajwah Siti Nurbayinah

Inisial Responden:

Usia Responden:

Hubungan dengan anak:

Pendidikan:

Pekerjaan:

A. Petunjuk Pengisian

1. Pilih salah satu jawaban yang Bapak/Ibu yakini paling benar

dengan memberikan tanda silang (X).:

Keterangan :

STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju

S = Setuju

SS = Sangat Setuju

2. Isilah jawaban sesuai dengan pendapat dan keadaan yang

sebenarnya.

3. Tanyakan jika ada hal yang kurang jelas atau kurang mengerti.

B. Kuisioner Pola Asuh

1. Pola Asuh Otoriter


No. Pertanyaan STS TS S SS

1. Orang tua selalu memaksakan

kehendak dirinya, karena mereka

lebih mengetahui mana yang

terbaik untuk anak tanpa

merundingkannya terlebih dahulu.

2. Orang Tua berhak memarahi

bahkan memukul anaknya bila anak

melakukan kesalahan.

3. Orang Tua tidak memberikan

kesempatan pada anaknya untuk

menjelaskan kesalahan yang telah

ia lakukan

4. Orang tua tidak suka mendengar

anak membatah perkataan yang ia

bicarakan

5. Semua keputusan berada di tangan

orang tua.

6. Orang tua tidak suka membicarakan

masalah yang terjadi kepada

anakanya, karena merasa anak tidak

mengerti apa-apa.

7. Anak harus selalu patuh terhadap


peraturan yang dibuat orang tua

meskipun anak tidak menyukainya.

8. Memarahi anak bahkan memukul

anak adalah hal yang wajar

dilakukan orang tua.

9. Mengharuskan anak untuk selalu

belajar setiap hari meski anak tidak

menginginkannya

2. Pola Asuh Demokrasi

No. Pertanyaan STS TS S SS

1. orang tua memberikan kesempatan

pada anak utuk membicarakan

tentang apa yang ia inginkan.

2. Merundingkan segala hal yang

terjadi kepada anak dan keluarga

3. Mengarahkan anak ketempat yang

ia inginkan, walau orang tua tidak

menyukainya

4. Salah satu tugas orangtua adalah

memberikan jadwal harian anak

untuk belajar.

5. Menjelaskan pada anak tentang

perbuatan baik dan perbuatan


buruk, agar anak dapat menentukan

perbuatan mana yang akan ia pilih

6. Sebagai orangtua kita harus

mengingatkan anak setiap waktu,

untuk belajar.

7. Sebagai orang tua kita harus selalu

bertanya tentang apa yang anak

lakukan di sekolah.

8. Setiap anak memiliki tugasnya

masingmasing. Sehingga orangtua

harus bersikap adil.

9. Menemani anak belajar membantu

anak lebih memahami pelajaran.

10. Memberikan pujian bila anak

berprilaku baik dan menegur anak

bila ia melakukan kesalahan.

3. Pola Asuh Permisif

No. Pertanyaan STS TS S SS

1. Sebagai orangtua kita tidak perlu

membatasi pergaulan anak

2. Bila anak melakukan kesalah itu

dianggap wajar, karena anak-anak

masih belum mengerti apa-apa.


3. Memperbolehakan anak untuk

bergaul dengan siapapun

4. Membiarkan anak bebas memilih

apa yang ia ingin lakukan dan

kerjakan.

5. Sebagai orang tua kita tidak berhak

mengatur anak.

6. Anak mengerti apa yang ia lakukan,

sehingga orang tua tidak perlu

bertanya atau melarang anak untuk

melakukan hal yang ia inginkan.

7. Memberikan apa yang diinginkan

anak, merupakan salah satu cara

menunjukan kasih sayang.

8. Dengan sendirinya anak akan

memahami mana yang baik dan

yang buruk tanpa harus diberitahu

orangtua.

9. Selalu menuruti kemauan anak

meski orang tua tidak menyukainya

merupakan salah satu cara oran tua

menunjukan kasih sayang.


C. Kuisioner Masalah Mental Emosional

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah anak sering terlihat marah?

2. Apakah anak sering menghindar dari

teman-teman?

3. Apakah anak sering berperilaku merusak

dan menentang lingkungan?

4. Apakah anak sering merasa takut atau

kecemasan berlebihan?

5. Apakah anak sulit berkonsentrasi?

6. Apakah anak sering merasa dan terlihat

kebingungan?

7. Apakah anak mengalami perubahan pola

tidur?

8. Apakah anak mengalami perubahan pola

makan?

9. Apakah anak mengalami sakit kepala, sakit

perut, keluhan fisik?

10. Apakah anak sering merasa putus asa?

11. Apakah anak mengalami kemunduran

perilaku?
12. Apakah anak sering melakukan perbuatan

yang diulang-ulang?

Anda mungkin juga menyukai