“SINDROM NEFROTIK”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria
masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3
g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, Hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat
dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus
dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu.
Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini
didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio
neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang
mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T.
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16 tahun)
paling sering ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80%
< 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang
dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan
perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar kita sebagai mahasiswa keperawatan
mengetahui sindrom nefrotik , penyebab sindrom nefrotik, dan cara penanganan pada anak
dengan masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.
2. Tujuan Khusus
1. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data, dan merumuskan diagnosa
keperawatan yang terjadi pada anak dengan masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.
2. Memperoleh pengalaman nyata dalam merumuskan rencana asuhan keperawatan pada anak
dengan masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.
3. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan
masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.
4. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pada anak dengan masalah
sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.
C. Manfaat
Adapun manfaat Asuhan Keperawatan ini adalah untuk mengetahui penyebab-penyebab dari
penyakit sindrom nefrotik, tanda dan gejala dari penyakit sindrom nefrotik serta bagaimana cara
penanganan dan pengobatan.
1. Bagi mahasiswa
Manfaatnya untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui tentangsindrom nefrotik pada
anak.
2. Bagi institusi
Manfaatnya sebagai bentuk panduan bagi para dosen atau guru untuk memberikan ilmu
pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik pada anak kepada pelajar atau mahasiswa yang
belajar di institusi pendidikan tersebut.
Manfaatnya bagi orang tua agar orang tua mengetahui tentang penyakit yang dapat menjangkiti
anak pada khususnya sindrom nefrotik sehingga dapat mengetahui bagaimana cara menghadapi
masalah tersebut.
4. Bagi Masyarakat
Agar menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit yang ada disekitarnya sehingga
mampu membantu untuk menciptakan suasana yang sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang
lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah
dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah
vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga
waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna
bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol
ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2
atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis
inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli.
Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus,
tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus
koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2
juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat
adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 %
filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat
bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas
melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi
hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat
menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus
pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat
meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar
1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
2. Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
a. Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus
akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler
dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut
glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan
tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
b. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2,
sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit
dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
Umur Jumlah
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ±
60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein,
asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl,
Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang
diekskresi asam dan basa organik.
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu
berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan
H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).
B. Definisi
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikan
hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, proteinuri, ascites dan penurunan keluaran urine.
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang
terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (lebih dari 50
mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak
disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
C. Etiologi
Peristiwa awal pada kebanyakan kasus merupakan reaksi antigen-antibodi pada glomerulus yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus, proeinuria masif dan
hipoalbuminemia. Pada sindroma nefrotik sebagian besar eksresi protein adalah albumin.
Hipoalbuminemia terjadi melalui penurunan tekanan koloid osmotik, cenderung menimbulkan
transudasi cairan dari ruang vaskuler ke dalam intertisium. Hal ini merupakan penyebab
langsung terjadinya edema. Selain itu, hipovolemia akibat penurunan aliran plasma ginjal dan
GFR (Glomerulus Filtrating Rate) mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin. Akibatnya terjadi
peningkatan kadar aldoateron serta peningkatan produksi ADH (Anti Diuretik Hormon). Garam
dan air diretensi oleh ginjal, sehingga memperberat edema. Hiperlipidemia terjadi oleh karena
beberapa mekanisme yang belum jelas, tetapi diduga peningkatan produksi lipoprotein oleh hati
memegang peranan utama, walaupun penurunan katabolisme lipis mungkin ikut berperan. Hati
meningkatkan sintesis LDL, VLDL dan lipoprotein (a) oleh adanya hipoalbuminemia.
D. Klasifikasi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk
penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4
kelompok :
E. Patofisiologi
2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin - angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan
menyebabkan edema.
3. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
4. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria)
5. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
Pathway
↑ permeabilitas glomerulus
↓ albumin plasma
↓
Proteinuria massif
Hipopoteinemia
intestisial
↓
↓ volume plasma
↓ volume urine
↓
↓ curah jantung
Edema anasarka
↓
Retensi Na+
↓
Gangguan integritas kulit
Lipoprotein, peningkatan sinteza lipid, trigliserida.
Komplikasi
pnrnan nfs makan mudah lelah iritabilitas ↑ kebutuhan cairan
3. Manifestasi Klinis
Edema anasarka
Asites
Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun à edema pada mukosa usus
Azotemia
4. Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
b. Darah
5. Komplikasi
5. Penatalaksanaan
a) Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari.
b) Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari),
selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
c) Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney
Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60
mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
d) Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.
e) Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000).
BAB III
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001)
1. Pengumpulan data
Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang pasien. Data
yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spiritual atau data
yang berhubungan dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah pasien (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).
2. Riwayat Keperawatan
i. Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
ii. Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, terpapar bahan kimia.
iii. Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,konstipasi,
diare, urine menurun.
iv. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
v. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
vi. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
1. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
2. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
3. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin
beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan
ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.
4. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
5. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
6. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes
bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan
kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
7. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
g. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah
dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 %
(gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
h. Riwayat Persistem
1. Sistem pernapasan.
2. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg,hipertensi ringan bisa dijumpai.
3. Sistem perkemihan.
4. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii.
5. Sistem integumen.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan :
INTERVENSI RASIONAL
Kriteria Hasil:
d. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan elektrolit) dalam rentang normal.
Intervensi:
R/ Kebiasaan makan klien sangat perlu untuk diketahui dalam rangka penyesuaian dalam
pemberian diet.
R/ Makanan yang hangat meningkatkan nadsu makan melalui rangsangat indra penciuman dan
pengecapan.
R/ Sebagai monitor perkembangan status nutrisi dan efek terapi yang telah diberikan.
R/ Masing-masing kondisi penyakit mempunnyai jenis kebutuhan akan nutrisi yang berbeda-
beda.
l. Kolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B
kompleks; Antiemetik
Tujuan:
mentoleransi AKSI yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan
energi, dan perawatan diri AKSI, ditandai dengan
Kriteria Hasil:
a. Penghematan energi
d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang ringan( AKS) walau dengan beberapa
bantuan.
Intervensi:
R/ Pada klien dengan gangguan tidur, biasanya akan muncul berbagai gejala, antara lain
kelemahan.
R/ Dengan mengetahui penyebab lain adanya keletihan, dapat meminimalkan pengeluaran energi
tersebut.
R/ Istirahat yang adekuat, selain dapat mempercepat kesembuhan, juga dapat memulihkan
keletihan.
R/ Dibutuhkan untuk aktivitas yang tidak dapat ditolerir dan meminimlakan penggunaan energi.
R/ Meningkatkan harga diri klien, sehingga tidak menambah beban yang memicu muncullnya
stressor baru. Karena tekanan secara kejiwaan akan banyak menguras energi klien.
Tujuan: Klien dapat mencapai kebutuhan tidurnya baik secara kualitas dan kuantitasnya,
ditandai dengan:
Kriteria hasil:
a. Jam tidur 8-9 jam/ hari (sesuaikan dengan kebiasann jumlah jam tidur klien sebelumnya).
c. Klien melaporkan waktu terjaga dengan waktu yang sesuai (seperti biasa).
Intervensi:
a. Kaji kebiasaan sebelum, selama dan setelah klien bangun dari tidur.
b. Bantu klien untuk mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menyebabka kurang tidur,
seperti ketakutan, masalah yang tidak terselesaikan, atau konflik.
f. Yakinkan klien bahwa irritabilitas dan perubahan mood adalah konsekwensi umum yang
menyebabkan deprivasi tisur.
g. Ajarkan klien untuk menghindari makan dan minum pada waktu jam tidur.
i. Njurkan klien untuk mengurangi tidur di siang hari an aktivitas 2 jam sebelum tidur.
k. Ajarka klien dan keluarga tentang faktor-faktor (misalnya fisiologis, psikologis, gaya
hidup, perubahan sihft kerja, perubahan zona awaktu, kerja berlebih, dll) dapat berpengaruh pada
gangguan pola tidur.
Kriteria Hasil:
a. Status nutrisi adekuat:asupan makanan dan cairan antara intake dan output
Intervensi:
a. Observasi TTV
R/ Kelebihan atau kekurang cairan, serta kesalahan pemilihan jenis cairan akan memperberat
kondidi klien.
R/ Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh
yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
D. Evaluasi
Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada kriteria hasil
dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada
masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang
massif (Donna L. Wong, 2004).
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk
penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4
kelompok :
B. Saran
Dalam melakukan tulisan dan menjelaskannya kepada orang lain harus mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dari seharusnya. Begitu juga dalam
penulisan Asuhan keperawatan harus dapat dimengerti dan menjelaskan secara lengkap apalagi
menyangkut penyakit yang berbahaya.
Tulisan yang baik harus didasari atas kemampuan intelektual dan jiwa seni dalam menulis
sehingga pembaca dapat mengerti dari maksud dan tujuan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Masjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Media Aesculapius : Jakarta.
Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta
Santosa, Budi. 2005. Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth,
Edisi 8. EGC : Jakarta.