Anda di halaman 1dari 3

Teori Sistem Keluarga

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam kajian keluarga adalah
pendekatan teori sistem. Teori sistem pertama kali dicetuskan oleh Minuchin (1974), yang
mengajukan skema konsep yang memandang keluarga sebagai sebuah sistem yang bekerja
dalam konteks sosial dan memiliki tiga komponen. Pertama, struktur keluarga berupa sistem
sosiokultur yang terbuka dan transformasi. Kedua, keluarga senantiasa berkembang melalui
sejumlah tahap yang mensyaratkan penstrukturan. Ketiga, keluarga beradaptasi dengan
perubahan situasi kondisi dalam usahanya untuk mempertahankan rutinitas dan
meningkatkan pertumbuhan psikososial tiap anggotanya.
Struktur keluarga adalah serangkaian tuntutan fungsional tidak terlihat
mengorganisasi cara-cara anggota keluarga dalam berinteraksi. Pengulangan transaksi
membentuk pola bagaimana, kapan, dan dengan siapa berelasi, dan pola tersebut menyokong
sistem.
Menurut teori sistem, keluarga dianggap sebagai sebuah sistem yang memiliki bagian-
bagian yang berhubungan dan saling berkaitan. Randal D. Day (2010) mengungkapkan
bahwa keluarga sebagai sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Keseluruhan (the family as awhole). Memahami keluarga tidak dapat dilakukan tanpa
memahaminya sebagai sebuah keseluruhan. Dalam pendekatan keluarga sebagai sistem,
perhatian utama justru diberikan pada bagaimana kehidupan keluarga, baru kemudian
memberikan fokus pada individu.
b.      Struktur (underlying structures). Suatu kehidupan keluarga berlangsung berdasarkan suatu
struktur, misalnya pola interaksi antara anggota keluarga yang menentukan apa yan terjadi
didalam keluarga. Bila Freud mencoba mengungkapkan hal-hal yang melandasi pikiran
manusia, seseorang peniliti atau terapis keluarga akan berusaha mengungkapkan pola-pola
didalam keluarga dengan mengamati bagaimana keluarga memecahkan masalah, bagaiman
anggota keluarga anggota berkomunikasi satu sama lain, dan bagaimana keluarga
mengalokasikan sumber dayanya.
c.       Tujuan (families have goals). Setiap keluarga memiliki tujuam yang ingin mereka raih,
tetapi untuk mengungkapkan tujuan keluarga ini seorang peniliti atau terapis perlu memiliki
keterampilan observasi yang memadai untuk dapat melihat pola-pola yang berulang didalam
keluarga sebelum tema atau tujuan terungkap. Tujuan keluarga ini memiliki rentang yang
luas dan bervariasi dari satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Selain itu efektivitas
pencapaian tujuan suatu keluarga tergantung seberapa besar sumbangan masing-masing
anggota keluarga terhadap upaya pencapaian tujuan.
d.      Keseimbangan (equilibrium). Sebuah sepeda motor, sebagai sebuah sistem yang tertutup
dan mekanistik, mungkin suatu saat dapat mogok karena kehabisan bensi. Untuk
membuatnya berjalan lagi, kita tidak perlu bersusah-susah, cukup mengisi tangki bensinnya.
Tidak demikian hal nya dengan keluarga yang merupakan sistem terbuka dan bersifat
dinamis. Dalam menggapai tujuannya keluarga akan menghadapi situasi dan kondisi diluar
dirinya yang berubah dan berkembang.
e.       Kelembaman (morphostatis). Selain berusaha mencapai keseimbangan dengan berbagai
perubahan situasi dan kondisi, keluarga juga mempertahankan aturan dan menjaga
kelangsungan kehidapan sehari-hari agar berlangsung dengan baik.
f.       Batas-batas (boundaries). Setiap sistem-sistem memiliki batas-batas terluarnya yang
membuatnya terpisah atau berbeda dengan sistem yang lain. Batas-batas ini muncul manakala
dua atau lebih sistem atau subsistem bertemu, berinteraksi, atau bersama-sama. Beberapa
sistem memiliki batas-batas yang kukuh dan kuku, sementara yang lainnya mungkin memiliki
batas-batas yang mudah tembus. Apabila batas-batasnya mudah tembus berarti keluarga
memiliki batas-batas yang tidak rapat. Pada kenyataannya ada keluarga yang batas-batasnya
sangat mudah tembus seperi saringan, sementara keluarga yang lain sangat protektif dan sulit
ditembus seperti dinding-dinding istana.
g.      Subsistem. Didalam keluarga terdapat unit-unit subsistem, misalnya subsistem pasangan
suami istri, subsistemrelasi orang tua-anak, subsistem peran orang tua. Salah satu tugas utama
dari subsistem keluarga adalah menjaga batas-batas keluarga.
h.      Equifinality dan equipotentiality. Secara sederhana gagasan tentang equinality berarti
bahwa berbagai permulaan dapat membawa pada hasil akhir yang sama, sementara suatu
permulaan yang sama dapat pula membawa pada hasil akhir yang berbeda. Sebagai contoh,
berbagai kajian tentang interaksi orang tua anak memperlihatkan bahwa keterlibatan yang
berlebihan (overinvolvement) dari orang tua dapat menyebabkan hasil yang berbeda. Sikap
orang tua yang sangat tanggap (over-responsive) dapat menyebabkan sebagian anak menjadi
berprestesi  (overachieve) dan dapat pula menyebabkan sebagian anak yang lain menjadi
kurang berprestasi (underachieve). Contoh lainnya adalah anak-anak yang memiliki orang tua
yang pecandu alkohol dapat menyebabkan anak ikut mencandu alkohol atau bersikap anti-
alkohol. Demikian juga pasangan orang tua dapat semakin meningkat kebersamaanya oleh
sebab kelahiran atau kematian anaknya. Adapun equipotentiality berarti bahwa suatu psebab
dapat menghasilkan suatu akibat sangat terkait dengan proses apa yang berjalan mengikuti
sebab tersebut.
Pendekatan teori sistem memandang keluarga sebagai kelompok yang memiliki sistem
hierarki (Hendry, 1994), yang artinya bahwa terdapat subsistem-subsistem yang membuat
kualitas keluarga ditentukan oleh kombinasi dari kualitas individu dan relasi dua
pihak (dyadic). Proses saling mempengaruhi antarabagian didalam keluarga dapat terjadi
secara langsung dan tidak langsung (Shaffer, 2002). Pengaruh langsung (indirect effect) dapat
berupa pengaruh satu pihak terhadap hubungan dua pihak yang lain, atau pengaruh hubungan
dua pihak terhadap pihak yang lain.
Dengan pendekatan teori sistem, para peneliti dan terapis keluarga akan memberikan
fokus perhatian pada tindakan yang dapat dilakukan dalam menanggapi suatu peristiwa dari
pada memerhatikan penyebab suatu peristiwa.

Anda mungkin juga menyukai