Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL MINI

Usulan Judul I

Nama Mahasiswa : Nopi Andriani

Nim : 200620119

Nama DPA : Widi Astuti, S.Psi., M.Psi, Psikolog

JUDUL SKRIPSI YANG DIUSULKAN :

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OVER PROTECTIVE ORANG TUA


TERHADAP PENYESUAIAN DIRI REMAJA DI SMA NEGERI 1 BIREUEN

LATAR BELAKANG

Anak merupakan anggota penting dalam keluarga, kehadiran anak di tengah-


tengah keluarga sangat di nanti-nantikan. Ketika anak hadir di tengah tengah keluarga
orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang secara normal, sehingga
orang tua mempunyai cara tersendiri dalam memperlakukan anak (Rumini dkk, 2004:
244).

Pertama kali seorang anak bergaul adalah dengan orang tua, sehingga perilaku
orang tua kepada anak menjadi penentu bagi perkembangan anak, baik perkembangan
fisik maupun psikisnya. Menurut Kartono (2000: 71) perilaku orang tua yang over
protective di mana orang tua terlalu banyak melindungi dan menghindarkan anak
mereka dari macam-macam kesulitan sehari-hari dan selalu menolongnya, pada
umumnya anak menjadi tidak mampu mandiri, tidak percaya dengan kemampuannya,
merasa ruang lingkupnya terbatas dan tidak dapat bertanggung jawab terhadap
keputusannya sehingga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.
Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang saling membutuhkan
sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari bahwa
manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial,
individu diharapkan mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menempatkan diri sesuai
dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut
mampu menguasai kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya


kesehatan jiwa atau mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak
mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam
menyesuaikan diri, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan di dalam
masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang yang stress
dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri
dengan kondisi yang penuh dengan tekanan (dalam Mu’tadin, 2002).

Salah satu potensi yang harus dimiliki oleh seorang individu supaya dapat diterima di
lingkungan dan dapat berkembang sebagaimana mestinya adalah ia harus mampu
menyesuaikan diri di lingkungannya. Menurut Sobur (2003: 527) penyesuaian diri
adalah kemampuan individu untuk membuat hubungan yang memuaskan antara orang
dan lingkungan. Mencakup semua pengaruh kemungkinan dan kekuatan yang
melingkungi individu, yang dapat mempengaruhi kegiatannya untuk mencapai
ketenangan jiwa dan raga dalam kehidupan. Lingkungan di sini salah satunya adalah
lingkungan sosial di mana individu hidup, termasuk anggota-anggotanya, adat
kebiasaannya dan peraturan- peraturan yang mengatur hubungan masing-masing
individu dengan individu lain.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMA Negeri 12


Pekanbaru, melalui observasi dan wawancara terhadap siswa, pada tanggal 09 dan 10
Desember 2009, dapat terlihat dari beberapa fenomena seperti, , mereka kelihatan
tidak mandiri, sulit menerima orang lain, kurang mampu mengendalikan emosi,
mengaku sulit dalam bergaul dengan teman-temannya, sulit mempercayai orang
temannya, sehingga mereka sering kelihatan menarik diri dari pergaulan dengan
teman-temannya. Mereka juga sering kelihatan sensitif dan mudah tersinggung
terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. Hal ini menyebabkan mereka kurang
bisa menyesuaiakan diri dengan baik di lingkungannya. Berdasarkan pemaparan
diatas bahwa ada indikasi bahwa mereka memiliki penyesuaian diri yang rendah dan
hanya sedikit memiliki penyesuain diri yang tinggi. Pada siswa yang memiliki
penyesuaian diri yang tinggi ditunjukan dengan adanya kemampuan mereka dalam
bergaul dengan teman-teman dan kemampuan berkomunikasi dengan guru, mampu
berinteraksi dan berkomunikasi yang baik.

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
perilaku overprotective orang tua terhadap penyesuaian diri pada remaja di SMA
NEGERI 1 BIREUEN

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif, dengan jenis
metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu desain yang menjelaskan,
meringkas kondisi situasi dan variabel yang muncul dimasyarakat yang menjadi
objek penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode survery (kuesioner) dengan menggunakan metode skala.
DAFTAR PUSTAKA

Mappier, A (1982) “Psikologi remaja”, (Surabaya: Usaha Nasional).

Mu’tadin. (2002). Penyesuaian diri remaja. Internet: http://www.e_psikologi. Com

Arbas, B. (2010). Hubungan antara perilaku over protective orangtua dengan


penyesuaian diri remaja (studi pada siswa kelas II SMA Negeri 12
Pekanbaru).Skripsi. Pekanbaru: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Pekanbaru.

Adhisty. (2015). Hubungan antara over protective orang tua terhadap penyesuaian
diri remaja di SMA N 5 Balikpapan. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Soegijapranata Semarang.

Fatoni, R. (2006) . Hubungan antara perilaku over protective orang tua dengan
penyesuaian diri remaja ( penelitian pada siswa kelas I SMA Negeri 1
Semarang tahun ajaran 2005/2006) . Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Fahmi, Mustafa. (1982). “Penyesuaian diri, pengertian dan peranan dalam kesehatan
mental”. Bulan bintang: Jakarta
Usulan Judul II

Nama Mahasiswa : Nopi Andriani

Nim : 200620119

Nama DPA : Widi Astuti, S.Psi., M.Psi, Psikolog

JUDUL SKRIPSI YANG DIUSULKAN :

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN


KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMK NEGERI 1 BIREUEN

LATAR BELAKANG

Menuruti Santrocki (2007)i masai remajai merupakani periodei transisii


perkembangani antarai masai kanak-kanaki dengani masai dewasa,i yangi
melibatkani perubahani biologis,i kognitif,i dani sosioemosional,i yangi dimulaii darii
rentangi usiai 10i hinggai 13i tahuni dani berakhiri padai usiai sekitari 18i hinggai 22i
tahun.i Perubahani biologisi yangi terjadii diantaranyai adalahi pertambahani tinggii
tubuhi yangi cepat,i perubahani hormonal,i dani kematangani alati reproduksi.i Padai
kognitif,i perubahani yangi terjadii sepertii meningkatnyai kemampuani berpikiri
abstrak,i idealistik,i dani logis.i Sementara,i perubahani sosioemosionali yangi
dialamii remajai sepertii kemandirian,i keinginani untuki lebihi seringi meluangkani
waktui bersamai temani sebaya,i dani mulaii munculi konfliki dengani orangi tua.

Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peran startegis dan mempunyain ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.

Perkembangan anak menjadi dewasa, harus melewati fase masa remaja.


Berlangsungnya fase remaja anatara usia 12-21 tahun. Remaja memiliki masa awal
pada usia 12-15 tahun, masa pertengahan usia remaja pada 15-18 tahun, dan masa
akhir remaja pada usia 18-21 tahun. Dalam ilmu psikologi terdapat berbagai istilah
tentang remaja diantaranya seperti puberteit, adolescene, dan youth. Fase remaja
merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali
dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.

Hurlock (2012) menyatakan bahwa remaja yang hubungan keluarganya kurang


baik dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang yang diluar
rumah, apabila didukung dengan lingkungn yang kurang kondusif dan kepribadian
kurang baik maka akan memicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan
perbuatanperbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma di masyarakat11
karena anak tersebut akan menganngap bahwa rumah merupakan suatu tempat yang
nyaman sehingga akan semakin sedikit masalah yang kemungkinan terjadi dengan
keluarga mereka. Begitu juga sebaliknya, jika anak menganggap bahwa keluarganya
kurang harmonis, maka ia akan merasa dibebani dengan masalah yang dihadapi
keluarganya. Sehingga mereka cenderung melampiaskan beban tersebut dengan cara
melakukan penyimpangan.

Menurut Kartono ( Saputra, 2017) menyatakan keluarga merupakan lembaga


pertama dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai
makluk sosial. Keluarga itulah, pada umumnya seorang anak berada dalam hubungan
interaksi yang intim. Segala sesuatu yang dilakukan anak akan mempengaruhi
keluarga, dan begitu juga sebaliknya. Keluargapun memberikan dasar pembentukan
tingkah laku, kepribadaian, moral dan pendidikan bagi anak. Pengalaman interaksi di
dalam keluarga juga akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain
dalam masyarakat. Berhasil tidaknya sebuah keluarga dalam menjalankan fungsi-
fungsi yang ada dalam keluarga tersebut, memberikan pengaruh yang relatif besar
pada perilaku anak.

Ratnasari (2011) menjelaskan bawa terdapat 5 keberfungsian keluarga yaitu


Fungsi biologis, fungsi psikologi, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi maka, dari
keempat fungsi keluarga tersebut jika terlaksana dengan baik di dalam sebuah
keluarga maka anak tersebut akan merasa mempunyai keluarga yang utuh dan hal
tersebut akan mempengaruhi mereka dimana mereka didik dengan baik sesuai aturan
norma-norma yang ada dimasyarakat serta tidak akan melakukan kenakalan yang
melanggar norma-norma yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan penelitian Saputra (2017) dengan judul “ Hubungan Keberfungsian


Keluarga dan Kenakalan Remaja di SMKN 4 Pekanbaru” menunjukkan adanya
hubungan negatif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan
remaja. Artinya tinggi keberfungsian keluarga yang dimiliki semakin rendah seorang
remaja untuk melakukan kenakalan, demikian semakin rendah keberfungsian
keluarga semakin tinggi kenakalan remaja.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa keluarga merupakan salah satu faktor


penting yang mempengaruhi kenakalan remaja seperti cara keluarga memberikan
arahan dan didikan pada remaja tersebut akan mempengaruhi baik buruknya perilaku
remaja dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut disebabkan karena pada masa
remaja, remaja akan menghadapi berbagai lingkungan pergaulan yang lebih luas yang
membutuhkan perhatian dari keluarga dengan baik agar dapat menyesuaikan diri
dengan baik dalam lingkungan sosial tersebut. Keluarga yang merupakan lingkungan
terdekat dari remaja memiliki fungsi primer sebagai wadah pembentukan anggota
keluarganya yang termasuk didalamnya adalah kenakalan remaja.
TUJUAN PENELITIAN

Tujuani dalam penelitiani inii adalahi untuk mengetahui hubungan antara


keberfungsian keluargai dengan kenakalan remaja pada siswa SMK NEGERI 1
PEUSANGAN.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian


kuantitatif, dengan jenis metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
desain yang menjelaskan, meringkas kondisi situasi dan variabel yang muncul
dimasyarakat yang menjadi objek penelitian. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survery (kuesioner) dengan
menggunakan metode skala. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan
penelitian dengan sampel yang besar, dimana tekni analisisnya menekankan pada
data-data kuantitatif atau yang berupa angka hasil pengumpulan melalui prosedur
pengukuran dan diolah dengan menggunakan metode analisis statistika. Semua
variabel yang terlibat harus jelas dan terukur (Azwar, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J.W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Bungin, Burhan.( 2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenadamedia.

Unayah, Sabarisman. (2015). Fenomena Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Jurnal


Empati, 1 (2), 2-6.
Amanah, Rusli, & Tanzil. (2016). Hubungan Kenakalan Remaja Dengan Fungsi
Sosial Keluarga. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 1 (1), 4-
9.

Andriyani. 2016. Korelasi Peran Keluarga Terhadap Penyesuaian Diri Remaja. Jurnal
Al Bayan, 22 (34), 4-7.

Hafsah. (2016). Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Kenakalan Remaja


Di SMKN 1 Koto Gasib. Universitas Islam Riau. Fakultas Psikologi.
Pekanbaru: Universitas Islam Riau.

Herawaty. 2013. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan Daya Juang Dengan
Belajar Berdasar Regulasi Diri Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 9 (2), 3-7.

Mursafitri, Helima & Safri. 2015. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan
Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, 2 (2), 19-23.

Nurjanah, A. (2016). Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dengan Self


Regulated Learning Siswa Di SMP Islam Pekanbaru. Universitas Islam
Riau. Fakultas Psikologi. Pekanbaru: Universitas Islam Riau.

Anda mungkin juga menyukai