Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN

KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA

Dosen Pengampu: Mustamira Sofa Salsabila, S.Psi M.Si

PROPOSAL

Disusun Oleh :

Meriyam Tasya Zanaria


1931080332

PRODI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT atas karunia dan rahmat- Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas proposal mata kuliah Psikologi Keluarga dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Keluarga. Tentu masih banyak kekurangan dalam tugas proposal ini, baik
dari segi bahasa, analisis maupun penguasaan materi. Semoga makalah ini mampu
menambah wawasan serta pengetahuan bagi saya sendiri dan orang yang membacanya.
Tak lupa pula, saran dan kritik sangat diharapkan oleh penulis agar tugas proposal ini
menjadi lebih baik lagi. Sekian dari penulis, kurang lebihnya mohon maaf.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar Lampung, 15 Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai dengan perubahan-


perubahan fisik. Bersamaan dengan perubahan fisik perubahan psikir pun mulai
berubah. Mereka mulai melepaskan diri dari ikatan orang tua dan kemudian terlihat
perubahan-perubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup mereka untuk
menyesuaikan diri dalam masyarakat (Gunarsa, 2000). Pada masa ini, remaja mulai
meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri
sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja
adalah suatu periode yang sering dikatakan sebagai periode penuh dengan tekanan
yaitu sebagai suatu masa dimana terjadi ketegangan emosi yang tinggi yang
diakibatkan adanya perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 2004: 212). Di masa ini
remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu, karena mereka ada
dalam masa peralihan dan mereka berusaha menyesuaikan perilaku baru dari
fase-fase perkembangan sebelumnya. Gejolak ditimbulkan, baik oleh fungsi sosial
remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari identitas diri dan
memantapkan posisinya dalam masyarakat); oleh pertumbuhan fisik
(perkembangan tanda- tanda seksual sekunder), perkembangan inteligensi
(penalaran yang tajam dan kritis) serta perubahan emosi (lebih peka, cepat marah
dan agresif).

Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, yaitu berkembangnya
tanda-tanda kelamin sekunder yang akan mempengaruhi keadaan psikisnya
(Santrock, 2007). Gunarsa dan Gunarsa (2012) menyatakan bahwa rentang usia
remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun. Rentang dibagi menjadi tige periode, yaitu
remaja awal dimulai usia 12-15 tahun, remaja pertengahan berusia antara 15 - 18
tahun, remaja akhir berusia 18 – 21 tahun. Sarwono (2013) menyatakan bahwa pada
masa remaja tengah remaja sangat membutuhkan teman, menyukai banyak teman
yang memperhatikan, menyukai teman yangmempunyai sifat yang sama dengan
dirinya, dan memiliki kecenderungan mencintai diri sendiri. Selain itu remaja juga
berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu harus memilih antara peka atau
tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis,
dan sebagainya, remaja juga sedang dalam puncak-puncaknya berusaha menentukan
identitas atau jati dirinya. Remaja yang termasuk dalam periode remaja tengah
memerlukan banyak penyesuaian dengan teman-teman sebaya apalagi dengan
statusnya sebagai siswa baru di SMA.
Menurut Soesilo Wandrini (dalam Sarwono,2013) menyatakan bahwa
beberapa ciri khas remaja pada masanya: remaja awal (usia 12-17 tahun): Pertama,
Status tidak menentu. Pada masa ini, remaja dalam masyarakat tidak dapat ditentukan
atau mem- bingungkan. Pada suatu waktu ia diperlakukan seperti anak-anak, akan
tetapi bila ia berkelakuan seperti anak-anak tidak di- perkenankan oleh sekelompok
masyarakat. Kedua, Emosional. Umumnya, pada masa remaja terjadi “strum and
drung”, yang artinya suatu masa dimana terdapat ketegangan emosi dipertinggi yang
disebabkan oleh perubahan- perubahan dalam keadaan fisik dab bekerjanya kelenjar-
kelenjar yang terjadi pada masa remaja tersebut. Ketiga, Tidak stabil ke-
adaannya. Remaja memiliki emosi yang masih labil, hal itu dapat dilihat dari pola
tingkah laku remaja yang sulit untuk ditebak. Hal itu disebabkan oleh adanya
perubahan emosi pada remaja awal yang lebih cepat. Bentuk dari ketakutan emosi
bisa bermacam-macam seperti bentuk kenakalan remaja, bahkan bisa berupa
kriminalitas. Masa remaja memiliki energi yang besar, perkembangan emosi yang
belum stabil seperti marah. iri hati: kasih - saying sedih, bahagia, rasa ingin tahu
pengendalian-diri pada remaja belum bisa dikendalikan dengan baik remaja yang
masih belum bisa mengontrol emosi negative. Sedangkan pengendalian diri pada
remaja belum bisa dikendalikan dengan baik.

Remaja yang belum bisa mengendalikan emosi negatif dengan baik dapat
mengakibatkan perilaku yang muncul pada remaja berupa perilaku yang negatif.
Dalam menghadapi suatu masalah remaja cenderung dengan cara emosi, memiliki
rasa tidak aman, marah dan tidak senang. Hurlock (1980, 213) mengemukakan bahwa
petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu untuk
menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak
lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak
matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-
ubah dari satu emosi atau suasana hati yang lain.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat simpulkan bahwa kematangan emosi


adalah kemampuan seorang individu untuk merespons tanggapan emosi yang matang
dan mengendalikan serta mengendalikannya dengan menunjukkan suatu kesiapan
dalam bertindak. Individu yang memiliki kematangan emosi mampu memiliki
kompromi atau diri antara apa yang diinginkan dari kenyataan yang ia hadapi, ketika
individu mampu mengenali dirinya sendiri, maka individu tidak akan mengatasi
faktor-faktor dalam dirinya. Individu akan berusaha bersungguh-sungguh dalam
menyesuaikan diri dengan faktor-faktor tersebut untuk menghadapi sifat-sifat yang
dimiliki yang akan membantu mengurangi kelemahan-kelemahan individu tersebut.

Remaja yang mengalami ke- tegangan-ketegangan, sebagaimana di atas,


maka remaja dapat dikatakan tidak stabil keadaannya. Keempat, Mempunyai banyak
masalah. Masalah ini timbul dari berbagai aspek, dapat terjadi dari aspek
jasmaniahnya, yakni remaja sudah mulai memikirkan kondisi fisiknya, menginginkan
fisik yang diidam- idamkannya, membandingkan diri dengan tokoh idolanya dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, sangat penting bagi remaja agar Menurut
Salvicion & Celis (dalam Baron & Byrne, 2003) menyatakan keluarga “adalah
dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah hubungan
perkawinan atau pengangkatan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga rumah
tangga ber- interaksi satu sama lain dan dalam perannya, masing-masing menciptakan
serta mem- pertahankan suatu kebudayaan”.

Menurut Gunarsa & Gunarsa (2012) disebutkan bahwa keluarga merupakan


sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual
manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah gabungan dari
beberapa individu yang tergabung karena perkawinan atau hubungan darah yang
tinggal satu atap berinteraksi menjalankan perannya masing- masing. Hawari ( dalam
Kurniwanan, 2 0 0 8 ) mengemukakan enam aspek sebagai suatu pegangan hubungan
perkawinan bahagia adalah: menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga,
mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar
anggota keluarga, saling menghargai antar sesama anggota keluarga, kualitas dan
kuantitas konflik yang minim, adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota
keluarga.

Dalam kehidupan berkeluarga antara suami istri dituntut adanya hubungan


yang baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis yaitu dangan menciptakan
saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling
memenuhi kebutuhan (Anonim, 1985). Menurut Basri (1999) bahwa setiap orang tua
bertanggungjawab juga memikirkan dan me- ngusahakan agar senantiasa terciptakan
dan terpelihara suatu hubungan antara orang tua dengan anakyang baik, efektif dan
menambah kebaikan dan keharmonisan hidup dalam kelu- arga, sebab telah terjadi
bahan kesadaran para orang tua bahwaq hanya dengan hubungan yang baik kegiatan
pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya
kehidupan keluarga yang harmonis.

Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa anak yang hubungan


perkawinan orang tuanya bahagia dan mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat
yang membahagiakan untuk hidup, karena makin sedikit masalah orang tua,
semakin sedikit maslah yang di- hadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang
buruk akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang
ter- cipta adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah
sesering mungkin, karena secara emosional, sussana tersebut akan mempengaruhi
masing- masing anggota keluar- ga untuk bertengkar dengan yang lainnya.
Aspek-aspek menciptakan Keluarga Harmonis

Untuk menciptakan suatu hubungan rumah tangga yang harmonis setidaknya ada
enam aspek yang harus diperhatikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Hawari
(dalam Maria 2007):

1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

2. Mempunyai waktu bersama keluarga.

3. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

4. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.

5. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.

6. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga

Keluarga Tidak Harmonis (broken home)

a. Pengertian Keluarga Tidak harmonis (broken home) Ulwan (2002) mengatakan


bahwa yang dimaksud dengan keluarga broken home adalah keluarga yang
mengalami dis- harmonis antara Ayah dan Ibu. Pernyataan Ulwan ini dipertegas
oleh Atriel (2008) yang mengatakan bahwa “broken home” meru- pakan suatu
kondisi keluarga yang tidak har- monis dan orang tua tidak lagi dapat menjadi
tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Bisa jadi mereka bercerai, pisah ranjang
atau keributan yang terus menerus terjadi dalam keluarga.

b. Faktor penyebab terjadinya Keluarga Tidak Harmonis (broken home) Willis


(2009) me- ngatakan setidaknya ada tujuh faktor penye- bab terjadinya keluarga
broken home, ke tujuh faktor tersebut adalah:

a. Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga.

b. Sikap egosentrisme masing- masing anggota keluarga

c. Permasalahan ekonomi keluarga.

d. Masalah kesibukan orang tua.

e. Pendidikan orang tua yang rendah.

f. Perselingkuhan yang mungkin terjadi, dan

g. Jauh dari nilai-nilai Agam


B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara keharmonisan keluarga dan kematangan emosi


pada remaja?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hubungan antara keharmonisan keluarga dan kematangan


emosi pada remaja

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Peneliti melakukan penelitian ini dengan harapan dapat memberikan wawasan atau
pengetahuan tentang pentingnya kematangan emosi yang harus dimiliki oleh ramaja
dan hubungannya dengan keharmonisan keluarga kepada masyarakat umum,
khususnya kepada para orangtua.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan memberi manfaat bagi responden khusunya
orangtua untuk dapat memahami tentang hubungan keharmonisan keluarga dengan
kematangan emosi pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Winarsih, Saragih Sagat. 2016. Keharmonisan Keluarga, Konformitas Teman


Sebaya dan Kenakalan Remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 5, No.
01, hal 71 - 82

Sas Idiarni, Said Nurdin, Abu Bakar. 2018. Hubungan Antara Keharmonisan
Keluarga Dengan Kestabilan Emosi Remaja. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Bimbingan dan Konseling. Vol.3 No. 1. Hal 68-78

Della Putri Rizkyta, Nur Ainy Fardana N. 2017. Hubungan Antara Presepsi
Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan Dan Kematangan Emosi Pada remaja.
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol.6

Haryantini. 2020. Hubungan Antara Tingkat Keharmonisan Dan Kematangan


Terhadap Emosional Anak Kelas X Akutanasi Di SMK Tadika Pertiwi Cinere
Depok. Jurnal Kependidikan Islam.Vol.1 (1)

Putri Ega Riana, Sofia Lisda. 2021. Kematangan Emosi Dan Religiusitas
Terhadap Keharmonisan Keluarga Pada Dewasa Awal. Jurnal Ilmiah Psikologi.
Vol.9 no.2

Indah Pusnita. 2021. Persepsi Keharmonisan Keluarga Terhadap Kecenderungan


Kenakalan Remaja Di Desa Tanjung Raman Kecamatan Pendopo Kabupaten
Empat Lawang. Vol. 3 No.2

Yunistiati Farida, DJalall M. As,ad, Farid Muhammad. 2014. Keharmonisan


Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja. Jurnal Pskologi Indonesia.
Vol.3 No.01

Muniriyanto, Suharman.2014. Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri, dan


Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Indonesia. VOL.03 No.02

Febriyani Dina Sukma Hadi, Diana Rusmawati. 2019. Hubungan Antara


Keeharmonisan Keluarga Dengan Konsep Diri Pad Siswa Kelas XI SMA
NEGERI 1 Demak. Vol.8 No. 2

Nurhasanah,M.Pd. 2021. Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga Dengan


Konsep Diri Siswa. Perspektif Pendidikan dan Keguruan V0l.12 No.1

Anda mungkin juga menyukai