OLEH :
KELOMPOK 3
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hikmah, hidayah, kesehatan, serta umur yang panjang sehingga makalah yang
berjudul “Penyesuaian Emosi Pada Masa Dewasa Lansia” dapat terselesaikan. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan doa, dukungan, dan saran sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dalam makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen
pengampu MK Psikologi Perkembangan Dewasa Lansia yang telah membimbing kami dalam
membuat makalah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................................
B. Saran ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah melalui fase remaja, seorang individu akan mengalami fase selanjutnya,
yakni fase dewasa. Istilah dewasa/ adult berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh
menjadi dewasa (Putri, 2019). Usia dewasa merupakan lanjutan dari usia bayi, kanak-
kanak, dan remaja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dewasa merupakan
keadaan sampai umur, akil baligh (bukan anak-anak atau remaja lagi). Kata yang
digunakan untuk hal kedewasaan ialah “telah mencapai kematangan” dalam aspek fisik,
psikologis, kelamin, pikiran, dan pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil keputusan
(Iswati, 2018). Menurut Harlock, fase dewasa terbagi menjadi 3 yaitu fase dewasa awal
(18-40 tahun), dewasa tengah (40-60 tahun), dan dewasa akhir (60-wafat).
Di fase dewasa, individu juga mengalami kemtangan pada aspek emosi. Emosi
merupakan suatu keadaan biologis dan psikologis berupa perasaan yang meluap-luap
seperti pikiran, perasaan, nafsu, dan kecenderungan untuk bertindak (Putri, 2020). Dalam
dunia psikologi, emosi meliputi perasaan, kesedihan, kemarahan, kebahagiaan, rasa takut
dan lain-lainnya. Menurut Mappiare (2003 dalam Agustina, 2020) kematangan emosional
merupakan keadaan di dalam diri seseorang telah berada pada tingkat kedewasaan,
sehingga individu dapat mengkontrol emosi yang kuat dan pengutaraan emosinya dapat
diterima oleh orang lain maupun diri sendiri.
Menurut Data National Institude of Mental Health, mental illness yang paling
sering terjadi pada usia lanjut ialah gangguan depresif, gangguan kognitif, phobia dan
gangguan stabilitas emosional (Anggraini et.al, 2022). Menurut data dari World Health
Organization di tahun 2019 menunjukan adanya 20% dari orang dewasa yang berusia 60
tahun telah mengalami gangguan mental emosional dari 6.6% hingga 17,4%. Berdasarkan
data dari Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018 menyebutkan data statistik bahwa
masalah yang ada pada gangguan kesehatan mental emosional yang berdasarkan kelompok
umur memiliki jumlah presentase tertinggi pada usia 65 hingga 75 tahun keatas sebanyak
28,6%, diikuti dengan kelompok usia 55 hingga 64 tahun sebanyak 11%.
Pengendalian emosi lansia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status perkawinan. Terdapat bentuk
upaya pengendalian emosi yang untuk para lansia diantaranya yakni, pengendalian pikiran
yang muncul akibat adanya emosi negatif, kemudian pada aspek agama lebih mendekatkan
diri pada sang pencipta, menghindari stress dengan cara mengalihkannya dengan
berkumpul bersama orang-orang disekitar (keluarga), berinteraksi sesama lansia dengan
mengikuti terapi relaksasi dan turut berpartisipasi dalam kegiatan fisik kebugaran jasmani
(Nadhiroh, 2017).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyesuaian sosioemosi di Masa Dewasa Awal?
2. Bagaimana penyesuaian sosioemosi di Masa Dewasa Tengah?
3. Bagaimana penyesuaian sosioemosi di Masa Dewasa Akhir (Lansia)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian yang dialami individu di Masa Dewasa
Awal.
2. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian yang dialami individu di Masa Dewasa
Tengah.
3. Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian yang dialami individu di Masa Dewasa
Akhir (Lansia).
BAB 2
PEMBAHASAN
Orang dewasa yang berada pada usia paruh baya dapat mengembangkan
generativitas melalui sejumlah cara. Bentuk dari generativitas biologis adalah memilki
keturunan. Bentuk dari generativitas pengasuhan adalah mengasuh dan membimbing
anak-anak. Bentuk dari generativitas kerja adalah mengembangkan keterampilan yang
bisa diteruskan pada orang lain. Dan melalui budaya, generativitas adalah menciptakan,
memperbaharui, atau memelihara beberapa aspek dari budaya. Orang dewasa
mengembangkan dan membimbing generasi berikutnya. Hal ini dilakukan dengan
mengasuh, mengajar, memimpin, melakukan hal-hal yang dapat menguntungkan
komunitas. Salah satu parisipan dalam sebuah studi mengenai lanjut usia mengatakan
sebagai berikut, "Dari usia 20-an hingga 30-an tahun, saya belajar bagaimana caranya
agar dapat bergaul dengan orang lain secara baik. Dari usia 30-an hingga 40-an, saya
belajar bagaimana agar bisa sukses dalam pekerjaan saya. Dari usia 40-an hingga 50-
an, saya kurang mengkhawatirkan diri sendiri dan lebih banyak memikirkan anak-
anak". Orang dewasa generatif berbuat sesuatu untuk kelanjutan dan kemajuan
masyarakat secara keseluruhan yang ditempuh dengan cara menjalin koneksi dengan
generasi selanjutnya. Orang dewasa generatif mengembangkan sebuah warisan yang
positif dari dirinya yang kemudian ditawarkan untuk diberikan pada generasi
selanjutnya (Santrock, 2012).
2. Masa kehidupan manusia dari Levinson
Dari usia 28 hingga 33 tahun, seseorang mengalami transisi di mana ia harus
menghadapi pertanyaan yang lebih serius yang menyangkut penentuan tujuannya. Di
usia 30-an., ia biasanya berfokus pada keluarga dan pengembangan karier. Di tahun
tahun selanjutnya dalam periode ini, a memasuki sebuah tahap yang disebut fase
Becoming One's Own Man (atau BOOM, demikian Levinson menjulukinya). Pada usia
40, la telah mencapai karier yang stabil, telah menjadi lebih besar dari sebelumnya,
usahanya untuk belajar menjadi seorang dewasa sudah lebih melemah, dan kini harus
memandang ke depan untuk memilih kehidupan yang akan dijalani. Menurut Levinson,
transisi menuju dewasa menengah berlangsung selama lima tahun (usia 40 hingga 45)
dan menuntut pria dewasa untuk mengatasi empat konflik utama yang telah ada dalam
kehidupannya sejak remaja: (1) menjadi tua versus menjadi muda, (2) menjadi
destruktif versus menjadi konstruktif, (3) menjadi maskulin versus menjadi feminin,
(4) menjadi dekat ke orang lain versus menjadi terpisah dari orang lain. 70 hingga 80
persen pria yang diwawancarai Levinson menemukan bahwa transisi di usia paruh baya
itu menggemparkan dan secara psikologis menyakitkan, karena ada begitu banyak
aspek dari kehidupan mereka yang dipertanyakan (Santrock, 2012).
2. Teori Aktivitas
Teori aktivitas (Activity Theory) adalah teori yang menjelaskan bahwa kehidupan
masa lalu seorang lansia berefek besar pada kehidupan sekarangnya. Menurut teori ini
semakin besar aktivitas dan keterlibatan mereka maka semakin puas juga mereka
terhadap kehidupannya yang sekarang. Para peneliti menemukan bahwa apabila orang
lansia memiliki kebiasaan aktif, energik, dan produktif maka mereka akan lebih baik
dalam menghadapi masa tua dan lebih bahagia dibandingkan jika dahulu mereka
dijauhkan dari masyarakat. Jadi menurut teori ini banyak lansia yang akan mencapai
kepuasan hidupnya apabila mereka melanjutkan peran atau aktivitasnya yang dulu
terjadi di masa dewasa tengah. Lalu bagaimana dengan lansia yang kehilangan aktivitas
serta perannya saat masa dewasa menengah? Jawabannya adalah dengan cara
memberikan peran atau aktivitas-aktivitas penggantu sehingga mereka tetap merasa
aktif dan terlibat (Santrock, 2012).
Teori selektivitas ini memiliki 2 fokus utama yaitu pengetahuan dan emosi. Teori
ini menjelaskan bahwa motivasi untuk memperoleh pengetahuan cenderung tinggi di
usia awal lalu mencapai puncak di masa remaja dan masa dewasa awal lalu kemudian
menurun di masa dewasa menengah dan dewasa akhir. Sedangkan untuk emosi teori
ini menjelaskan bahwa emosi cenderung tinggi di masa bayi dan masa kanak-kanak
awal lalu menurun pada masa kanak-kanak pertengahan hingga masa dewasa awal dan
kemudian meningkat lagi di masa dewasa menengah sampai masa dewasa akhir
(Santrock, 2012).
Adapun riset lain menjelaskan bahwa orang lansia yang melakukan olahraga rutin
khususnya olahraga aerobik kemungkinan menderita depresi lebih kecil sementara
orang lansia yang kesehatannya buruk maka kemungkinan mengalami depresi lebih
besar. Depresi sangat berbahaya karena tidak hanya mengakibatkan kesedihan namun
juga bisa mengakibatkan bunuh diri seperti hasil riset yang menjelaskan bahwa hampir
20% individu yang melakukan upaya bunuh diri di Amerika Serikat adalah mereka
yang berusia 65 tahun ke atas biasanya mereka berasal dari orang yang merasa kesepian
karena tinggal sendirian, telah kehilangan pasangannya, dan kesehatannya melemah
(Santrock, 2012).
2. Demensia
Demensia adalah istilah umum untuk semua gangguan neurologis yang gejala
utamanya meliputi kemunduran fungsi mental hal ini tentu wajar dialami oleh lansia.
Individu yang mengalami demensia seringkali kehilangan kemampuan untuk merawat
dirinya sendiri sehingga dapat menyebabkan kehilangan kemampuan untuk mengenali
dunia sekitar dan orang orang yang sudah biasa dikenalnya. Dalam sebuah penelitian
diperkirakan bahwa 23% dari individu yang berusia 80 tahun sampai 85 tahun
kemungkinan terkena Demensia (Santrock, 2012).
3. Alzheimer
Alzheimer merupakan salah satu bentuk dari demensia. Alzheimer merupakan
kerusakan otak yang bersifat progresif pnyakit ini termasuk penyakit yang tidak dapat
dipulihkan kembali secara total. Biasanya Alzheimer ditandai dengan memburuknya
memori, penalaran, bahasa dan bahkan fungsi fungsi fisik secara bertahap makanya
biasa pada umumnya orang lansia sering mengalami kepikunan baik dari segi bahasa
atau penalaran lainnya. Sejauh ini Alzheimer cenderung disebabkan oleh berbagai
faktor termasuk bagaimana gaya hidup seseorang dimasa muda apakah sehat atau
sebaliknya karena telah dibuktikan bahwa lansia yang dulunya memiliki gaya hidup
sehat seperti sering diet, senam dan kegiatan mengontrol berat badannya kecil
kemungkinan mereka mengalami penyakit tersebut (Santrock, 2012).
Sejauh ini penanganan dan obat untuk penyakit Alzheimer ada tiga obat yaitu
donepezil, rivastigmine, dan galantamine. Ketiga obat ini dirancang hanya untuk
meningkatkan memori dan fungsi-fungsi kognitif lainnya artinya obat-obatan ini tidak
secara langsung menyembuhkan namun hanya mampu memperlambat atau mencegah
pemburukan pada pasien Alzheimer. Adapun cara merawat individu yang menderita
penyakit Alzheimer salah satunya yaitu pemberian perhatian yang besar dengan
menjadi satu sistem pendukung (Santrock, 2012).
Keterbatasan fisik pada lansia menyebabkan munculnya perasaan ketakutan yang besar
bagi mereka terutama saat mereka berada disekitar orang asing. Bagi beberapa lansia
ketakutan akan kejahatan menjadi salah satu penghambat mereka untuk berpergian,
mengikuti kegiatan sosial serta pencarian gaya hidup yang aktif yang tentunya ketiga hal
ini sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka seperti yang dijelaskan pada Activity Theory
(Santrock, 2012).
Pada perkembangan sosioemosi dimasa dewasa amal biasnya terjadi Stabilitas dan
Perubahan yang berlangsung dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa yang
meliputi Tempramen yang terdiri dari 3 tipe yaitu easy child, difficult child, dan slow
to warm up child dan juga kelekatan yang terdiri dari 4 fase. Tidak hanya itu pada masa
dewasa awal ini juga menjelaskan keintiman sebagi proses peleburan diri dengan orang
lain. Dimasa dewasa awal kita juga mendengarkan tentang Quarter Life Crisis.
Pada perkembangan sosioemosi dimasa dewasa tengah biasanya terjadi tahap
generativitas yang merujuk pada hasrat vs stagnasi yang dikenal dengan proses
tengggelam pada diri sendiri. Pada masa dewasa tengah biasa terjadi transisi dimana
yang dulu dia belum bisa memastikan tujuan hidupnya menjadi mampu memutuskan
segala sesuatu yang menyangkut kehidupan pribadinya. Dimasa tengah ini biasa terjadi
stress yang terdiri dari 3 konteks yaitu hostoris, gender, dan budaya.
Pada perkembangan sosioemosi dimasa dewasa akhir biasanya terjadi 2
kemungkinan dasar yaitu integritas atau despair yang berarti penyesalan hal ini terjadi
tergantung masing masing bagaimana individu memanfaatkan kehidupannya. Pada
masa ini juga terjadi bagiamana kepuasan aktivitas masa lalu digantikan dengan masa
lansia. Masa ini juga ada kejadian dimana seorang lansia menarik diri dari kehidupan
orang asing dengan tujuan mengindari emosi negatif. Selanjutnya penyikit mental yang
sering dialami lansia antara lain depresi, demensia dan alzhaimer.
B. Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak terdapat kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca. Sehingga
makalah-makalah yang akan disusun selanjutnya lebih mudah di pahami dan
dimengerti oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2020. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Interaksi Sosial Pada Dewasa
Awal. Undergraduate thesis. Universitas 17 Agustus 1945 : Surabaya
Anggraini, Y. W., Priasmoro, D. P. & Aminah, T. 2022. Gambaran Pengendalian Emosi Lansia
dalam Lingkungan Padat Penduduk Perum Gardenia Kabupaten Malang. Nursing Information
Journal, 1(2), 42-47
Iswati. 2018 . Karakteristik Ideal Sikap Religiusitas Pada Masa Dewasa. At-Tajdid, 2(1), 58-71
Priasmoro, D. P., Yulanda W. A., & Tien A. (2022). Gambaran Pengendalian Emosi Lansia dalam
Lingkungan Padat Penduduk Perum Gardenia Kabupaten Malang. Nursing Information Journal,
1(2), 42–47. https://doi.org/10.54832/nij.v1i2.211
Putri, D. T. 2020. Kematangan Emosional Terhadap Siswa Disiplin di Sekolah. Jurnal Psikologi
Konseling, 17(2), 733-746