Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Remaja

Dosen Pengampu : Eka Sufartianinsih Jafar, S. Psi., M. Psi., Psikolog.

Novita Maulidya Djalal, S. Psi., M. Si., Psikolog.

PERKEMBANGAN PERAN SOSIAL PADA REMAJA

Disusun Oleh :

Kelas D Kelompok 6

Aisyah Aulia Rahmat 200701502080

Rahmat Syah 200701501146

Andi Nur Wulandari 200701501050

Andi Fatimah Azzahra 200701500036

A. Lutfi Kasmir 200701501122

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas izin, kekuatan,
petunjuk, dan Ridha Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"PERKEMBANGAN PERAN SOSIAL PADA REMAJA".

Penyusun menyadari bahwa penyusun makalah ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan
dari beberapa pihak, terutama rekan-rekan penyusun yang telah memberikan bantuan, baik
berupa ide, waktu maupun tenaga demi terselesainya makalah ini. Semoga semua amal
kebaikan dari pihak-pihak tersebut mendapat keridhoan dari Allah SWT. Saya berharap
semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya dan bernilai ibadah di hadapan
Allah SWT. Tiada gading yang retak, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kepada semua pihak, kritik dan saran yang
membangun selalu saya nantikan demi penyempurnaan pada penyusunan selanjutnya

Makassar, 1 September 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Peran Keluarga ................................................................................................. 3
B. Kawan Sebaya .................................................................................................. 5
C. Sekolah ............................................................................................................. 8
D. Budaya dan Perkembangan Remaja ................................................................. 12
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 16
B. Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang
menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Seperti halnya perkembangan
yang berlangsung di masa kanak-kanak, perkembangan di masa remaja diwarnai oleh
interaksi antara faktor-faktor genetik, bilogis, lingkungan, dan sosial. Cara berpikir
remaja menjadi lebih abstrak dan idealistik. Masa remaja dapat memiliki
kesinambungan maupun ketidaksinambungan dengan masa kanak-kanak. Remaja
awal berusia sekitar 12-15 tahun berada pada periode transisi perkembangan fisik,
kognitif, sosial, dan emosi, (Santrock, 2007; Mönks, Knoers, dan Haditono, 2004),
serta transisi dari sekolah dasar menuju ke sekolah menengah pertama (Schunk dan
Meece, 2005; Hurlock, 2004), dihadapkan dengan banyak perubahan dan tuntutan
baru (Zulkifli, 2006; Ali dan Asrori, 2004; Mönks dkk., 2004), sehingga remaja awal
harus mampu menyesuaikan diri dengan baik (Amstrong, 2011). Setiap aspek
perkembangan remaja, baik fisik, kognitif, sosial, dan emosi, satu sama lain saling
mempengaruhi. Apabila remaja mengalami gangguan pada aspek fisik, maka akan
menyebabkan gangguan pada perkembangan aspek lainnya (Yusuf dan Sugandhi,
2012).

Menjadi dewasa tidak pernah mudah. Namun demikian, remaja tidak dipandang
sebagai masa pemberontakan, krisis, penyakit, dan pembangkangan. Pandangan yang
lebih akurat tentang remaja mendeskripsikannya sebagai masa evaluasi, pengambilan
keputusan, komitmen, dan mengukir tempat kita di dunia. Sebagian besar masalah
remaja saat ini bukanlah pada diri mereka sendiri. Apa yang dibutuhkan oleh remaja
adalah akses terhadap berbagai kesempatan dan dukungan jangka panjang dari orang
dewasa yang mengasihi mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Perubahan Yang Terjadi Dalam Hubungan Remaja Dengan
Orangtuanya?
2. Bagaimana Perubahan Yang Terjadi Dalam Relasi Dengan Kawan Sebaya Di
Masa Remaja?
3. Bagaimana Perubahan Yang Terjadi Dalam Lingkup Sekolah Di Masa
Remaja?
4. Bagaimana Cara Budaya Mempengaruhi Perkembangan Remaja?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Perubahan Yang Terjadi Dalam Hubungan Remaja Dengan
Orangtuanya
2. Untuk Mengetahui Perubahan Yang Terjadi Dalam Relasi Dengan Kawan
Sebaya Di Masa Remaja
3. Untuk Mengetahui Perubahan Yang Terjadi Dalam Lingkup Sekolah Di Masa
Remaja
4. Untuk Mengetahui Cara Budaya Mempengaruhi Perkembangan Remaja
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Havighurst (Hurlock,2011), ada sepuluh tugas perkembangan remaja yang harus
diselesaikan oleh remaja dengan sebaik-baiknya, salah satunya adalah mencapai peran sosial
baik pria ataupun wanita. Teori perkembangan psikososial menganggap bahwa krisis
perkembangan pada masa remaja akan menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja
awal dimulai dengan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional serta fisik yang relatif
pada saat atau ketika hampir lulus dari SMP/SMU. Pada saat ini, remaja dihadapkan pada
krisis identitas kelompok dan pengasingan diri.

Pada periode selanjutnya, individu berkeinginan untuk mencegah otonomi dari keluarga dan
mengembangkan identitas diri sebagai awal terhadap difusi peran. Remaja pada tahap awal
harus mampu memecahkan masalah tentang hubungan dengan teman sebaya sebelum mereka
mampu menjawab pertanyaan tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga
dan masyarakat.

A. Peran Keluarga

1. Pengawasan Orangtua
Aspek dari peran pengasuhan pada masa remaja adalah memantau
perkembangan pada remaja secara efektif (Gauvain & Parke, 2010; Smetana
& lainnya, 2010). Pemantauan ini termasuk mengawasi pilihan remaja
terhadap pengaturan sosial, kegiatan, dan teman-teman, serta upaya akademis
mereka. Kurangnya pemantauan yang memadai dari orang tua dapat menjadi
faktor yang paling mungkin terkait dengan terjadinya kenakalan pada remaja.

Penelitian terbaru tentang pemantauan orang tua telah beralih dari penekanan
khusus pada peran orang tua dalam memantau keberadaan dan aktivitas remaja
menjadi memasukkan peran aktif remaja dalam mengelola akses informasi
(Keijsers & Laird, 2010; Smetana & others, 2010; Stattin & Kerr, 2000).
Remaja lebih bersedia mengungkapkan informasi kepada orang tua mereka
ketika orang tua mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada remaja dan ketika
hubungan remaja dengan orang tua memiliki tingkat kepercayaan, penerimaan,
dan kualitas yang tinggi (Daddis & Randolph, 2010; Keijsers & others, 2010).

2. Otonomi dan Kelekatan


Kemampuan remaja untuk mencapai otonomi dan mendapatkan kendali atas
perilaku mereka dapat diperoleh melalui reaksi dari orang dewasa yang sesuai
dengan keinginan mereka untuk mengontrol (Laursen & Collins, 2009;
McElhaney & others, 2009). Di awal masa remaja, rata-rata individu belum
memiliki pengetahuan dalam membuat keputusan yang tepat atau matang pada
semua bidang kehidupan. Saat remaja mendorong otonomi, orang dewasa
yang bijaksana akan melepaskan kendali pada kondisi di mana remaja tersebut
dapat membuat keputusan yang masuk akal, tetapi juga perlu untuk terus
membimbing remaja tersebut, dalam membuat keputusan yang masuk akal
pada bidang-bidang di mana pengetahuan remaja lebih terbatas. Secara
bertahap, remaja akan memperoleh kemampuan untuk membuat keputusan
yang matang sendiri.

Peran kelekatan, seperti yang diketahui salah satu aspek perkembangan sosio
emosional yang paling banyak digunakan pada masa bayi adalah pengasuh
kelekatan yang aman. Joseph Allen dan rekan-rekannya (2009) menemukan
bahwa remaja yang terikat dengan aman pada usia 14 tahun lebih mungkin
untuk melaporkan bahwa mereka berada dalam hubungan yang khusus,
nyaman dengan keintiman/kedekatan dalam hubungan, dan meningkatkan
kemandirian finansial pada usia 21 tahun.

Menyeimbangkan kebebasan dan control, seperti yang telah diketahui bahwa


orang tua memainkan/memiliki peran yang sangat penting dalam
perkembangan pada remaja (Laursen & Collins, 2009; McElhaney & lainnya;
2009). Meskipun remaja berjalan menuju kemandirian, mereka masih perlu
untuk terhubung dengan keluarga (Hair & others, 2008).

3. Konflik Orang tua-Remaja


Meskipun konflik antara orang tua dan remaja meningkat pada awal masa
remaja, itu tidak mencapai proporsi yang kacau atau parah. Tetapi, sebagian
besar konflik terjadi dengan melibatkan peristiwa sehari-hari dalam kehidupan
keluarga, misalnya menjaga kebersihan kamar tidur, berpakaian rapi, pulang
pada waktu tertentu, dan tidak berbicara terus-menerus di telepon. Konflik
jarang melibatkan dilema besar seperti narkoba atau kenakalan.

Konflik sehari-hari yang terjadi dalam hubungan orang tua-remaja sebenarnya


juga dapat memberikan fungsi perkembangan yang positif. Percakapan dan
negosiasi kecil yang terjadi dapat memfasilitasi transisi remaja dari bergantung
pada orang tua menjadi individu yang mandiri. Selain itu, mengenali konflik
dan negosiasi dapat menjadi fungsi perkembangan positif yang dapat
mengurangi permusuhan orang tua. Namun, tingkat konflik yang tinggi atau
konflik yang berkepanjangan dan intens ini dapat dikaitkan dengan berbagai
masalah remaja, seperti keluar dari rumah, kenakalan remaja, putus sekolah,
kehamilan dan pernikahan dini, keanggotaan dalam aliran sesat, dan
penyalahgunaan narkoba (Brook & lainnya, 1990).

B. Kawan Sebaya

Teman sebaya memainkan peran yang penting dalam kehidupan remaja (Brown &
Dietz, 2009; Vitaro, Boivin, & Bukowski, 2009). Dimana, relasi teman sebaya
mengalami perubahan penting pada masa remaja, termasuk perubahan dalam
persahabatan dan kelompok sebaya dan menjadi awal dari hubungan romantis.

1. Persahabatan
Menurut Sullivan, pada masa remaja, teman menjadi semakin penting
utamanya dalam memenuhi kebutuhan sosial. Secara khusus, Sullivan
berpendapat bahwa kebutuhan akan keintiman menjadi meningkat selama
masa remaja awal, yang memotivasi remaja untuk mencari teman dekat.
Apabila remaja gagal dalam membangun serta mengembangkan persahabatan
yang begitu dekat, mereka akan mengalami kesepian serta rasa harga diri yang
berkurang.

Keintiman/keakraban yang lebih besar, kesetiaan, dan berbagi dengan teman-


teman menandakan transisi menuju persahabatan seperti orang dewasa.
Remaja akan lebih mengandalkan teman daripada orang tua mereka dalam hal
keintiman dan dukungan. Keintiman dengan teman sesama jenis meningkat
selama masa awal remaja hingga pertengahan masa remaja,setelah itu biasanya
akan menurun seiring dengan tumbuhnya keintiman dengan lawan jenis
(Laursen, 1996).

Kapasitas keintiman berhubungan dengan penyesuaian psikologis dan


kompetensi sosial. Dimana, remaja yang memiliki persahabatan yang dekat,
stabil, dan suportif pada umumnya memiliki pendapat yang tinggi tentang diri
mereka sendiri, berprestasi di sekolah, mudah bergaul, dan biasanya tidak
mungkin bermusuhan, cemas, atau tertekan (Berndt & Perry, 1990;
Buhrmester, 1990; Hartup & Stevens , 1999). Remaja juga cenderung
memiliki ikatan yang kuat dengan orang tua (BB Brown & Klute, 2003).
Hubungan yang baik cenderung mendorong penyesuaian, yang pada akhirnya
akan menumbuhkan persahabatan yang baik.

2. Kelompok Kawan Sebaya


Remaja adalah anggota kelompok berdasarkan reputasi, dan mereka bisa saja
menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Banyak kerumunan disebabkan
oleh aktivitas yang dilakukan kaum oleh remaja (Brown & others, 2008).
Kerumunan berdasarkan reputasi muncul untuk pertama kalinya pada masa
remaja awal dan biasanya akan menjadi menonjol ketika memasuki masa
remaja akhir (Collins & Steinberg, 2006).

Pengaruh teman sebaya biasanya mencapai puncaknya pada usia 12-13 tahun
dan akan menurun selama masa remaja pertengahan dan akhir. Pada usia 13
atau 14 tahun, remaja yang populer mungkin terlibat dalam perilaku antisosial
ringan, seperti mencoba narkoba atau menyelinap ke bioskop tanpa membayar,
untuk menunjukkan kepada teman sebayanya tentang kemandirian mereka dari
orang tua (Allen, Porter, McFarland, Marsh, & McElhaney, 2005).

3. Pacaran dan Relasi Romantis

a. Perubahan Perkembangan dalam Kencan dan Hubungan Romantis


Tiga tahap yang mencirikan perkembangan hubungan romantis pada
masa remaja (Connolly & McIsaac, 2009), yaitu:
● Pintu masuk ke dalam daya tarik romantis dan afiliasi pada usia
sekitar 11-13 tahun. Pada tahap awal ini terjadi karena dipicu oleh
pubertas. Dari usia 11-13 tahun, remaja akan menjadi sangat
tertarik pada romansa dan mendominasi banyak percakapan dengan
teman sesama jenis. Menumbuhkan rasa suka pada seseorang
merupakan hal biasa dan rasa suka itu sering kali
dibagikan/diceritakan kepada teman sesama jenis. Remaja awal
biasanya tidak berinteraksi dengan individu yang menjadi objek
kegilaan(orang yang disukai). Ketika kencan terjadi, biasanya
terjadi dalam pengaturan kelompok.

● Menjelajahi hubungan romantis pada usia sekitar 14-16 tahun.


Pada tahap ini di masa remaja, terjadi dua jenis keterlibatan
romantis, yaitu;

i. Kencan santai akan muncul di antara individu-individu


yang saling tertarik/menyukai. Pengalaman berkencan ini
seringkali berumur pendek, paling lama akan berlangsung
beberapa bulan, dan biasanya hanya bertahan selama
beberapa minggu saja.

ii. Kencan dalam kelompok merupakan hal yang umum terjadi


dan mencerminkan keterikatan dalam konteks teman
sebaya. Teman sering bertindak sebagai fasilitator pihak
ketiga (penghubung) dari hubungan kencan dengan
mengkomunikasikan minat romantis teman mereka dan
mengkonfirmasi apakah ketertarikan antara individu
tersebut dibalas atau tidak.

● Memperkuat ikatan romantis antara dua individu pada usia sekitar


17-19 tahun. Pada akhir tahun-tahun sekolah menengah, hubungan
romantis yang lebih serius berkembang. Hal ini ditandai dengan
ikatan emosional yang kuat yang lebih mirip dengan hubungan
romantis orang dewasa. Ikatan ini seringkali terjadi lebih stabil dan
bertahan lama dibandingkan dengan obligasi sebelumnya, biasanya
dapat berlangsung selama satu tahun atau lebih.

b. Kencan pada Pemuda Gay dan Lesbian


Para peneliti telah mulai mempelajari terkait hubungan romantis antar
sejenis pada remaja, yaitu gay dan lesbian (Diamond & Savin-
Williams, 2009). Banyak remaja minoritas seksual berkencan dengan
teman sesama jenis, yang dapat membantu mereka untuk memperjelas
orientasi seksual mereka atau menyamarkannya dari orang lain (Savin-
Williams, 2007). Kebanyakan dari remaja gay dan lesbian memiliki
pengalaman seksual dengan sesama jenis, seringkali dengan teman
sebaya yang “bereksperimen”. Beberapa remaja gay dan lesbian terus
memiliki orientasi sesama jenis, sementara yang lain memiliki
orientasi terutama heteroseksual (Diamond & Savin-Willliams, 2009).
Dalam sebuah penelitian, remaja gay dan lesbian menilai sebuah
putusnya hubungan asmara saat ini sebagai masalah kedua yang paling
membuat mereka menjadi stres, setelah pengungkapan orientasi
seksual mereka kepada orang tua mereka.

c. Konteks Sosial Budaya dan Kencan


Konteks sosiokultural dipandang dapat memberikan pengaruh yang
kuat pada pola kencan bagi remaja (Crissey, 2009). Nilai-nilai,
kepercayaan agama, dan tradisi sering kali menekankan usia di mana
kencan dapat dimulai, seberapa banyak kebebasan yang diperbolehkan
dalam berkencan, apakah kencan harus didampingi oleh orang dewasa
atau orang tua, dan peran pria dan wanita dalam berkencan. Berkencan
ini dapat menjadi sumber dari timbulnya konflik dalam keluarga,
seperti apabila orang tua telah berpindah budaya yang mengharuskan
remaja mengikuti aturan yang ditekankan pada budaya yang baru,
misalnya pada budaya yang di mana kencan dimulai pada usia lanjut,
sedikit kebebasan yang diizinkan dalam berkencan, kencan ditemani
oleh orang lain, dan kencan remaja perempuan yang sangat dibatasi.
C. Sekolah

1. Transisi Dari Sekolah Dasar Ke Sekolah Menengah


Tahun pertama bagi siswa sekolah menengah biasanya menjadi hal yang sulit
bagi beberapa siswa, karena harus melakukan proses adaptasi yang baru, dan
seringkali juga terjadi penurunan kepuasan pada sekolah dan tidak menyukai
guru baru mereka.

Peralihan ke sekolah menengah pertama terjadi bersamaan dengan banyaknya


perubahan dalam diri individu, keluarga, dan sekolah. Perubahan ini termasuk
pubertas dan kekhawatiran terkait bentuk tubuh individu; munculnya beberapa
aspek pemikiran operasional formal, termasuk perubahan yang menyertainya
dalam kognisi sosial; peningkatan tanggung jawab dan pengurangan
ketergantungan pada orang tua; perubahan ke struktur sekolah yang lebih
besar dan lebih impersonal; perubahan dari satu guru ke banyak guru dan dari
sekelompok kecil teman sebaya yang homogen ke kelompok teman sebaya
yang lebih besar dan lebih heterogen; dan peningkatan fokus pada pencapaian
dan kinerja. Terlebih lagi, ketika siswa melakukan transisi ke sekolah
menengah pertama, mereka mengalami fenomena top-dog, yakni beralih dari
siswa yang sifatnya senior, terbesar, dan terkuat di sekolah dasar menjadi
siswa yang paling muda, terkecil, dan paling tidak kuat di SMP atau SMA.

Tapi disisi lain ada juga aspek positif dari transisi ke sekolah menengah
pertama. Siswa lebih cenderung merasa dewasa, memiliki lebih banyak mata
pelajaran untuk dipilih, memiliki lebih banyak kesempatan untuk
menghabiskan waktu bersama teman sebaya dan menemukan teman yang
cocok, dan menikmati peningkatan kemandirian dari pengawasan orang tua
secara langsung. Mereka juga mungkin lebih tertantang secara intelektual oleh
tugas-tugas akademis.

2. Sekolah Yang Efektif Untuk Remaja Awal


Sekolah menengah dan sekolah menengah pertama harus menawarkan
kegiatan yang mencerminkan berbagai perbedaan individu dalam
perkembangan biologis dan psikologis mereka. Sebagian besar remaja muda
yang bersekolah di sekolah besar dan umums/impersonal, dimana para siswa
diajarkan kurikulum yang tidak relevan dan tidak memiliki akses ke perawatan
kesehatan dan konseling. Sehingga ada baiknya jika dikembangkan
"komunitas" atau "rumah" yang lebih kecil untuk mengurangi sifat impersonal
dari sekolah menengah yang besar, serta memiliki rasio konselor siswa yang
lebih rendah (10 banding 1 daripada beberapa ratus banding 1), serta
melibatkan: orang tua dan pemimpin masyarakat di sekolah, mengembangkan
kurikulum baru, meminta tim guru mengajar kurikulum yang dirancang lebih
fleksibel untuk mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu, meningkatkan
kesehatan dan kebugaran siswa dengan lebih banyak program di sekolah, dan
membantu siswa yang membutuhkan perawatan kesehatan untuk
mendapatkannya.

3. Sekolah Menengah Atas


Tingkat harapan untuk sukses dan standar pembelajaran yang rendah banyak
terjadi di sekolah menengah atas. Sekolah seringkali menjadi dasar munculnya
kepasifan dalam sistem pembelajaran dan menciptakan berbagai jalan bagi
siswa untuk mencapai identitas sekolah yang diimpikan. Karena itulah umum
dijumpai siswa yang lulus dengan keterampilan membaca, menulis, dan
matematika yang tidak memadai. Sehingga banyak siswa yang lulus, tidak
melanjutkan pendidikannya dan tidak memperoleh pekerjaan yang layak
karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dari sekolah.

Dalam salah satu, hampir 50% dari anak-anak yang putus sekolah
menyebutkan bahwa alasan mereka berhenti bersekolah adalah karena tidak
menyukai sekolah, dikeluarkan atau diskors. 20% lainnya dengan karena
alasan ekonomi, dimana sepertiga siswi yang putus sekolah karena alasan
pribadi seperti menikah.

Salah satu program yang efektif untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengadakan program membaca dini, bimbingan belajar, konseling dan
pendampingan sehingga orangtua dan pihak sekolah dapat mendeteksi sejak
dini mengenai kesulitan apa saja yang berhubungan dengan sekolah anak-anak
dan membuat mereka terlibat secara positif di dalamnya.

4. Aktivitas Ekstrakurikuler
Remaja di sekolah-sekolah biasanya memiliki beragam kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat mereka ikuti di luar kegiatan pembelajaran
akademis mereka. Kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh orang dewasa ini
biasanya dilakukan pada jam-jam setelah sekolah dan dapat disponsori baik
oleh sekolah ataupun oleh masyarakat. Ekstrakulikuler ini termasuk kegiatan
yang beragam seperti olahraga, klub akademik, band, drama, dan klub
matematika. Para peneliti menemukan bahwa partisipasi dalam kegiatan
ekstrakurikuler terkait erat dengan nilai yang lebih tinggi, kemungkinan putus
sekolah yang lebih kecil, kemungkinan yang lebih baik untuk melanjutkan
studi ke perguruan tinggi, harga diri yang lebih tinggi, dan tingkat depresi,
kenakalan, dan penyalahgunaan zat yang lebih rendah (Fredricks & Eccles ,
2010; Mahoney & lainnya, 2009; Parente & Mahoney, 2009). Tentu saja,
kualitas dari kegiatan ekstrakurikuler itu sangat penting (Mahoney & sayang,
2009). Kegiatan ekstrakurikuler yang berkualitas tinggi akan mengembangkan
kemampuan dan potensi remaja yang meliputi kompetensi, dukungan mentor
dewasa, kesempatan untuk meningkatkan koneksi di sekolah, kegiatan yang
menantang dan bermakna, serta kesempatan dalam meningkatkan
keterampilan.

5. Pembelajaran Mengenai Layanan Service Learning


Service learning merupakan salah satu bentuk pendidikan yang
mengedepankan tanggung jawab sosial dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam service learning, siswa terlibat dalam kegiatan seperti bimbingan
belajar, membantu orang yang lebih tua, bekerja di rumah sakit, membantu di
pusat penitipan anak, atau membersihkan tanah kosong untuk membuat area
bermain. Tujuan penting dari service learning yakni diharapkan agar remaja
menjadi tidak egois dan lebih termotivasi untuk membantu orang lain (Sherrod
& Lauckhardt, 2009).

Service learning ini akan efektif ketika dua kondisi berikut terpenuhi (Nucci,
2006):
● memberikan siswa beberapa tingkat pilihan dalam kegiatan layanan di
mana mereka berpartisipasi.
● memberikan siswa kesempatan untuk merefleksikan partisipasi
mereka.

Beberapa manfaat dari program ini bagi perkembangan remaja/siswa


termasuk nilai yang lebih tinggi di sekolah, menetapkan tujuan harga diri yang
lebih tinggi, rasa mampu untuk membuat perbedaan bagi orang lain, dan
peningkatan kemungkinan bahwa remaja akan menjadi sukarelawan di masa
depan (Hart, Matsuba, & Atkins, 2008).

D. Budaya dan Perkembangan Remaja

1. Perbandingan Lintas Budaya


a. Kesehatan
Secara keseluruhan, ada sedikit remaja di seluruh dunia yang
meninggal karena penyakit menular dan kekurangan gizi sekarang
dibandingkan di masa lalu (UNICEF, 2009). Namun, sejumlah
perilaku yang membahayakan kesehatan remaja (terutama penggunaan
obat-obatan terlarang dan seks bebas) frekuensinya semakin
meningkat.

b. Gender
Di seluruh dunia, pengalaman remaja laki-laki dan perempuan masih
sangat berbeda (Brown & Larson, 2002: Larson, Wilson, & Rickman,
2009). Kecuali di beberapa wilayah, seperti Jepang, Filipina, dan
negara-negara Barat, laki-laki memiliki akses yang jauh lebih besar
terhadap kesempatan untuk mendapatkan pendidikan daripada
perempuan (UNICEF, 2009). Di banyak negara, remaja perempuan
memiliki lebih sedikit kebebasan dibandingkan laki-laki untuk
mengejar berbagai karir dan terlibat dalam berbagai kegiatan.
Perbedaan gender dalam ekspresi seksual tersebar luas, terutama di
India, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan negara-negara Arab di mana
jauh lebih banyak pembatasan aktivitas seksual remaja perempuan
daripada laki-laki.

c. Keluarga
Di beberapa negara, remaja tumbuh dalam keluarga yang erat dengan
kekerabatan yang luas dan masih mempertahankan cara hidup
tradisional. Misalnya, di negara-negara Arab “remaja diajari kode etik
dan kesetiaan” (Brown & Larson, 2002, hlm. 6). Namun, di negara-
negara Barat seperti Amerika Serikat, pola asuh yang sifatnya otoriter
sudah berkurang, tetapi banyak remaja yang tumbuh dalam keluarga
yang bercerai atau hidup keluarga tiri mereka.

Tetapi disisi lain, perubahan tren dunia seperti migrasi ke daerah


perkotaan atau anggota keluarga yang bekerja di luar kota dapat
mengurangi kemampuan keluarga untuk menghabiskan waktu bersama
anak-anak atau anggota keluarga mereka.

d. Teman Sebaya
Beberapa budaya menjadikan teman sebaya sebagai suatu peran yang
sangat kuat pada masa remaja daripada yang lain (Brown & others,
2008). Di sebagian besar negara Barat, teman sebaya sangat menonjol
dalam kehidupan remaja, dalam beberapa kasus, para teman sebaya ini
mengambil peran yang seharusnya diambil oleh orang tua. Misalnya
saja, para remaja yang hidup di jalanan, mengambil dan mengganti
peran keluarga untuk mendukung kelangsungan hidup dalam situasi
yang berbahaya dan penuh tekanan. Tetapi di wilayah lain di dunia,
seperti di negara-negara Arab, hubungan dengan teman sebaya
tergolong dibatasi, terutama bagi anak perempuan (Booth, 2002).

e. Alokasi Waktu Untuk Berbagai Aktivitas


Kebanyakan remaja lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan
sekolah. Dimana jika mereka diberi izin untuk melakukan suatu
aktivitas maka kebanyakan akan memilih untuk menghabiskan waktu
untuk hal yang tidak terlalu penting seperti menonton Tv. Meskipun
relaksasi dan interaksi sosial merupakan aspek penting di masa remaja,
tampaknya tidak mungkin untuk menghabiskan banyak waktu per
minggu hanya untuk kegiatan yang tidak menantang perkembangan.
Kegiatan sukarela secara terstruktur dapat memberikan lebih banyak
manfaat untuk perkembangan remaja, misalnya saja jika orang dewasa
memberikan tanggung jawab kepada remaja, menantang mereka, dan
memberikan kemampuan yang kompeten dalam suatu kegiatan
(Larson, Wilson, & Rickman, 2009; Larson

f. Ritual Peralihan Atau Rites Of Passage


Ritual peralihan adalah upacara atau ritual yang menandai transisi
individu dari satu status ke status lainnya. Sebagian besar ritus
peralihan berfokus pada transisi menuju status dewasa. Dalam
beberapa budaya tradisional, ritus peralihan adalah jalan dimana
remaja memperoleh akses ke praktik suci orang dewasa, pengetahuan,
dan seksualitas. Ritual ini sering melibatkan praktik dramatis yang
dimaksudkan untuk memfasilitasi pemisahan remaja dari keluarga
dekat, terutama ibu.

2. Etnisitas dan Status Sosial Ekonomi


Tidak semua keluarga etnis minoritas itu miskin. Namun, kemiskinan
berkontribusi pada pengalaman hidup yang penuh tekanan terhadap banyak
remaja dari etnis minoritas (Kao & Turney, 2010; McLoyd & others, 2009).
Dengan demikian, banyak remaja dari etnis minoritas mengalami kerugian
ganda: (1) prasangka, diskriminasi, dan bias karena status etnis minoritas
mereka; dan (2) efek stres dari kemiskinan.
Meskipun beberapa remaja dari etnis minoritas memiliki latar belakang
berpenghasilan menengah, keuntungan ekonomi tidak sepenuhnya
memungkinkan mereka untuk melepaskan diri dari prasangka, diskriminasi,
dan karena menjadi anggota kelompok etnis minoritas (McLoyd & others,
2009).

3. Media (Penggunaan Media dan Kehidupan Online Remaja


Budaya yang dialami remaja tidak hanya menyangkut nilai-nilai budaya, status
sosial ekonomi, dan etnis, tetapi juga pengaruh media.

a. Penggunaan Media
Sebuah studi melihat secara mendalam kebiasaan penggunaan media
anak-anak dan remaja (Rideout, Roberts, & Foehr, 2005). Studi
mensurvei lebih dari 2.200 anak-anak dan remaja dari usia 8 hingga 18
tahun, penelitian tersebut menegaskan bahwa remaja saat ini dikelilingi
oleh media. Rata-rata, mereka menghabiskan 6½ jam sehari (44½ jam
seminggu) dengan media, dan hanya menghabiskan 2¼ jam sehari
dengan orang tua serta hanya 50 menit sehari untuk pekerjaan rumah.
Terlepas dari semua teknologi yang baru dikembangkan, sebagian
besar waktu dihabiskan hanya untuk menonton TV (lebih dari 3 jam
sehari).

Menonton televisi dan bermain video game mencapai puncaknya pada


masa remaja awal dan kemudian mulai menurun di beberapa titik
sebagai tuntutan sekolah dan aktivitas sosial. (Roberts, Henriksen, &
Foehr, 2009). Saat menonton TV dan bermain video game menurun,
remaja yang lebih tua (remaja akhir) akan menghabiskan lebih banyak
waktu untuk mendengarkan musik dan menggunakan komputer.

b. Kehidupan Online Remaja


Pemuda di seluruh dunia semakin banyak menggunakan Internet,
meskipun ada variasi substansial dalam penggunaan di berbagai negara
di seluruh dunia dan dalam kelompok sosial ekonomi (Shek, Tang, &
Lo, 2008; Subrahmanyan & Greenfield, 2008). Sebagai contoh, sebuah
penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa 17 persen remaja di
Singapura terlibat dalam penggunaan Internet yang berlebihan, yang
didefinisikan sebagai 5 jam atau lebih dalam sehari (Mythily, Qui, &
Winslow, 2008). Penelitian terbaru menemukan bahwa sekitar satu dari
tiga remaja mengungkapkan diri lebih baik secara online daripada
secara langsung; yang kebanyakan dilakukan oleh remaja laki-laki
(Schouten, Valkenburg, & Peter, 2007; Valkenburg & Peter, 2009).
Sebaliknya, anak perempuan lebih cenderung merasa nyaman
mengungkapkan diri secara pribadi dan langsung. Internet adalah
teknologi yang membutuhkan orang tua untuk memantau dan mengatur
penggunaannya bagi para remaja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada suatu masa yang cukup lama dimana orang bertanya-tanya mengenai
bagaimanakah remaja-remaja itu nantinya. Remaja memiliki tugas dengan mencapai
identitas pribadi serta menghindari peran ganda. Menurut Erikson masa ini
merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang
harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti
mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.

B. Saran
Saran kami sebagai penulis berikan, yakni perlu adanya edukasi lebih lanjut dan
merata tentang psikologi perkembangan remaja di kalangan remaja,keluarga dan
sekolah agar diharapkan pendidikan serta peran remaja terpenuhi dengan baik
dikehidupan sehari hari mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John W. 2011. Life-span Development 13th Edition. USA: McGraw


Hill Higher Education.

Papalia, Diane, dkk. 2009. Human Development 11th Edition. USA: McGraw
Hill Higher Education.

Anda mungkin juga menyukai