Oleh :
Kelompok 6
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa. Atas
berkat rahmatnya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “Hubungan
Kondisi Kerukunan Keluarga dengan Prestasi Belajar Siswa disekolah di SD
GALAXY Kelas ” ini dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan dan Konseling di SD. Selain itu, kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa anak pada usia Sekolah Dasar merupakan usia yang paling
efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Pada
masa ini pola pertumbuhan dan perkembangannya baik perkembangan
fisik, perkembangan sosial, perbembangan emosional maupun
perkembangan kognitif sudah berkembang secara optimal. Perkembangan
kognitif anak pada usia 7-12 tahun berada pada tahapan operasi konkrit
yaitu anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda
konkrit.
Oleh karena itu orang tua dan guru memiliki peran yang sangat
penting dalam membantu mengembangkan potensi-potensi yang ada pada
diri anak. Perkembangan potensi harus disesuaikan dengan kemampuan
dan karakteristik tiap anak. Pada umumnya anak usia Sekolah Dasar
adalah usia anak yang masih berada pada tahap belajar sambil bermain
(learning by doing). Pada hakikatnya siswa dalam proses pembelajaran
mengalami kesulitan atau kendala, kesulitan belajar matematika
merupakan salah satu bentuk kesulitan yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran.
Prestasi belajar merupakan puncak hasil belajar yang dapat
mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar
yang telah ditetapkan”. Prestasi belajar dapat digolongkan menjadi tiga
ranah, yaitu: ranak kognitif, afektif dan psikomotor. Prestasi siswa dapat
dicapai dengan baik manakala guru sebagai pengajar dapat menjalankan
tugasnya dengan sungguh-sungguh dan orang tua sebagai pendidik di
rumah dapat memberikan perhatian yang penuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara kerukunan keluarga dengan
prestasi belajar di SD Kelas 6.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kerukunan keluarga dengan prestasi belajar di SD Kelas 6.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan literatur di bidang psikologi belajar dan
psikologi perkembangan mengenai hubungan antara kerukunan
keluarga dengan prestasi belajar di SD Kelas 6.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
orangtua, sekolah, dan remaja akhir mengenai kaitan antara faktor
eksternal yaitu kerukunan keluarga dengan prestasi belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
B. PRESTASI BELAJAR
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana
proses belajar yang dialami oleh siswa.
Menurut Winkel (1996) belajar adalah “suatu aktivitas mental/
psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif konstan.
Selanjutnya menurut Slameto (2003), belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
belajar adalah suatu kegiatan aktif yang dilakukan oleh seseorang
untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, pengetahuan, ketrampilan
dan sikap yang bersifat permanen.
2. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan siswa untuk mencapai target
yang telah ditetapkan dalam suatu program pendidikan. Prestasi itu
dapat diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa baik melalui ujian
maupun tes (Syah, 2004). Sedangkan menurut Azwar (2007),
keberhasilan siswa dalam belajar ditunjukkan oleh prestasi belajar
siswa melalui tes hasil belajar yang diberikan dan dinilai oleh guru,
baik pada pertengahan maupun akhir periode belajar.
Sementara menurut Winkel (2007) prestasi belajar merupakan
suatu hasil dari suatu proses belajar yang terjadi pada anak sekolah
yang hasilnya berupa ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Prestasi belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama
dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru
untuk melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian
hasil belajar siswa (Arifin, 1991).
Dari berbagai macam pengertian prestasi belajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh
anak didik setelah melalui kegiatan belajar yang ditunjukkan dengan
nilai tes yang diberikan guru.
3. Kriteria Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil
belajar, sementara evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan
penentuan pencapaian tujuan suatu program. Adapun tujuan penilaian
meliputi:
1. Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu.
2. Menentukan kebutuhan pembelajaran.
3. Membantu dan mendorong siswa.
4. Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5. Menentukan strategi pembelajaran
6. Akuntabilitas lembaga
7. Meningkatkan kualitas pendidikan
Faktor – faktor diatas dapat saling berkaitan satu sama lain dalam
hubungannya dengan prestasi belajar yang diperoleh seseorang.
Berikut ini akan dijabarkan faktor – faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa:
a. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam individu sendiri meliputi
dua aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan
aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
1) Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot)
yang menandai tingkat kebugaran organ – organ tubuh dan
sendi – sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ
tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing – pusing
kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta
(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang
atau tidak berbekas. Kondisi organ – organ khusus siswa,
seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera
penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menyerap informasi dan pengetahuan.
2) Aspek Psikologis
a) Inteligensi
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan
cara yang tepat (Reber, 1988). Tingkat kecerdasan
atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi,
sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa.
b) Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap
objek, orang, barang, dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif
maupun negatif terutama kepada guru dan mata
pelajaran yang disajikan dapat mempengaruhi
proses belajar siswa tersebut dan kemudian akan
mempengaruhi prestasi belajarnya.
c) Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin,
1972; Reber, 1988). Dalam perkembangan
selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya
pendidikan dan latihan. Siswa yang berbakat di
suatu bidang, akan jauh lebih mudah menyerap
informasi, pengetahuan, dan ketrampilan yang
berhubungan dengan bidang tersebut. Oleh sebab
itu, bakat akan dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang –
bidang studi tertentu.
d) Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap
suatu bidang studi akan memusatkan perhatiannya
lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian,
karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap
materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk
belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi
yang diinginkan.
e) Motivasi
Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal
organisme (manusia ataupun hewan) yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam
pengetian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk
bertingkah laku secara terarah (Gleitman, 1989;
Reber, 1988). Dalam perkembangan selanjutnya,
motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar, seperti perasaan
menyenangi materi tertentu. Motivasi eksrinsik
adalah hal dan keadaan yang datang dari luar
individu siswa yang juga mendorongnya untuk
melakukan kegiatan belajar, seperti pujian dan
hadiah.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni: faktor
lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang terdapat disekitar individu
seperti keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga,
dan staff pengajar dapat mempengaruhi proses belajar
seseorang. Lingkungan sosial yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar adalah orangtua dan
keluarga siswa itu sendiri. Sifat – sifat orang tua, praktik
pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi
keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak
baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil
yang dicapai oleh siswa.
2) Lingkungan Non-Sosial
Faktor – faktor yang termasuk lingkungan non
sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat – alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
Faktor – faktor ini dipandang turut menentukan tingkat
keberhasilan seseorang.
3) Faktor Pendekatan
Belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai
segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam
menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran
materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat
langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa
untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar
tertentu.
C. KERUKUNAN/KEHARMONISAN KELUARGA
1. Pengertian Keharmonisan Keluarga
Menurut Gunarsa (2004), keharmonisan keluarga ialah bilamana
seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh
keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang
meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang serasi dan
seimbang di dalam keluarga, saling memuaskan kebutuhan anggota
lainnya serta memperoleh pemuasan atas segala kebutuhannya
(Nurzainun, 2006). Sedangkan menurut Hawari (1997), keharmonisan
keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam
keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya dan
tetap berpegang teguh pada nilai- nilai agama kita, maka interaksi
sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat
diciptakan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang bahagia, serasi
dan seimbang sehingga masing – masing anggota keluarga merasa
puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi
aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
2. Aspek-Aspek Kerukunan atau Keharmonisan Keluarga
Hawari (dalam Murni, 2004) mengemukakan enam aspek sebagai
suatu pegangan hubungan keluarga harmonis adalah:
a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan
terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini
penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika
kehidupan.
b. Mempunyai waktu bersama keluarga
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama,
menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-
keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa dirinya
dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak
akan betah tinggal di rumah.
c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
Komunikasi yang baik dalam keluarga akan dapat
membantu remaja untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapinya di luar rumah, dalam hal ini selain berperan sebagai
orangtua, ibu dan ayah juga harus berperan sebagai teman, agar
anak lebih leluasa dan terbuka dalam menyampaikan semua
permasalahannya.
d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Furhmann (dalam Murni, 2004) mengatakan bahwa
keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat
bagi setiap anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi
dan mengajarkan ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada
anak dengan lingkungan yang lebih luas.
e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi
menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga
berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan
mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga
menentukan harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu
keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota
keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan
akan kurang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN