Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL

ANAK SEKOLAH DASAR

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Karakteristik Peserta Didik
yang dibina oleh Dr. M. Ramli, M.A.

Oleh Offering B Kelas B


Kelompok 2
1. Hasan Basri Hadiwijayanto (192103752872)
2. Tyas Hanifatul Zada (192103752865)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
S-2 PENDIDIKAN DASAR
NOVEMBER 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya makalah kami yang berjudul “Perkembangan Sosial Emosional
Anak Sekolah Dasar” ini. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Karakteristik Peserta Didik. Selain itu, dimaksudkan pula untuk menjelaskan pada
mahasiswa tentang sudut pandang idealis di dalam pendidikan.

Penyusunan makalah ini tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini, tak lupa kami ucapkan
terima kasih kapada :
1.Dr. M. Ramli, M.A. sebagai dosen pengampu mata kuliah Karakteristik Peserta
Didik.
2.Serta berbagai pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak.
Demikian makalah ini kami susun, semoga
khususnya bagi mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Dasar, Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.

Malang, November 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................................1
Rumusan Masalah........................................................................................... 2
Tujuan...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
Perkembangan Sosial........................................................................................3
Perkembangan Emosional...............................................................................10
BAB III PENUTUP

Kesimpulan.....................................................................................................17

Saran................................................................................................................18

DAFTAR RUJUKAN....................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup seorang diri tanpa bantuan yang
lain. Sejalan dengan bertambahnya umur manusia akan mengenal lingkungan
yang heterogen dan kompleks yang akan di bawa ke arah kehidupan bersama,
bermasyarakat atau kehidupan sosial. Dalam perkembangannya setiap oranng
akhirnya mengetahui bahwa manusia saling membantu dan di bantu, memberi dan
diberi. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi
suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Selama masa kanak-kanak menengah dan akhir, kehidupan sosial dan
emosional anak-anak mengalami banyak perubahan. Mereka mengalami
transformasi dalam berelasi dengan orangtua dan kawan-kawan sebaya, dan
sekolah juga memperkaya kehidupan akademik mereka, di samping itu mereka
juga mengalami perkembangan yang penting dalam bidang konsepsi diri,
penalaran moral, dan perilaku moral. Berdasarkan orientasi tugas mereka yang
utama untuk dapat bekerja dan berinteraksi secara efektif dengan teman
sebayanya, karena siswa yang gagal dalam membangun hubungan yang positif
dengan temannya yang disebabkan penilaian diri dan pencapaian yang kurang di
sekolah. Sehingga dimungkinkan mereka akan menghadapi masalah di masa
depannya.
Disinilah peran guru dan orangtua untuk mengontrol perkembangan pribadi
dan ketrampilan sosialnya dalam rentang usia lima sampai delapan tahun.
Menurut penelitian menyatakan bahwa campur tangan orangtua dapat membantu
secara efektif perkembangan anak dalam keberhasilan hubungan sosial dengan
teman sebayanya. Orangtua tetap berperan penting dalam perkembangan mereka

1
2

dan gaya pengasuhan yanng otoritatif cenderung memberikan hasil positif bagi
anak-anak. Di masa kanak-kanak awal, relasi dengan kawan-kawan sebaya
mengambil peran signifikan sejalan dengan meluasnya dunia sosial anak-anak.
Bermain menjadi aspek spesial dalam kehidupan anak-anak dan sebagai konteks
yang penting bagi perkembangan kognitif dan sosio emosi.
Semakin meningkat pengalaman bersosial seorang anak, maka mereka juga
akan menyadari pentingnya mengendalikan dan menngelola emosi mereka agar
sesuai dengan standar sosial. Masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak
mengemabangkan pemahaman dan regulasi diri terhadap emosi. Berdasarkan teori
perkembangan sosial dan emosi, maka guru seyogyanya mempunyai kepedulian
untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan atau
kondusif  demi terciptanya proses belajar siswa secara efektif.
Manfaat lain yanng dapat diperoleh dengan memahami perkembangan
sosial anak adalah memberikan landasan Konseptual dalam menentukan alternatif
perlakuan pendidikan terhadap anak didik yang sesuai dengan perkembangannya ,
dengan demikian guru diharapkan bisa menjadi fasilitator perkembangan sosial
anak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan sosial pada anak sekolah dasar?
2. Bagaimana perkembangan emosional pada anak sekolah dasar?

C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan sosial pada anak sekolah dasar?
2. Mengetahui perkembangan emosional pada anak sekolah dasar?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sosial
1. Pengertian Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-
orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan
bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat
sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin
dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh
manusia.

3
4

2. Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar


Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial, makhluk yang saling
membutuhkan satu sama lainnya. Untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus
berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia lain.
Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial disebut sosialisasi. Loree
(1970:86) menjelaskan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama
tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan.
Perkembangan sosial, dapat diartikan sebagai sekuence dari perubahan yang
berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang
dewasa. Carlote Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial dalam
kesadaran hubungan subjektif-objektif.
1. Masa kanak-kanak awal (0-3)    : subjektif
2. Masa krisis I (3-4)                      : trotz alter (anak-degil)
3. Masa kanak-kanak akhir (4-6)   : subjektif menuju objektif
4. Masa anak sekolah (6-12)          : objektif
5. Masa krisis II (12;13)                 : pre-puber (anak tanggung)
6. Masa remaja awal (13-16)          : subjektif menuju objektif
7. Masa remaja akhir (16-18)         : objektif
Berdasarkan perkembangan sosial menurut Carlote Buhler, anak sekolah
dasar khususnya di kelas rendah mempunyai perkembangan sosial yang
menganggap dirinya itu sebagai objek atau pusat dari sosialisasi. Sehingga anak di
kelas rendah perkembangan sosialnya mempunyai sifat yang egois, menganggap
dirinya sentral sosial.

3. Macam Perilaku Sosial Pada Anak Sekolah Dasar


Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar
memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk
tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1) Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi
terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak
5

sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan
negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah
“independent” (bersikap mandiri).
2) Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan
lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak
dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua
menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3) Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap
atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau
direbut mainannya.
4) Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan
serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5) Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice  (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun,
semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
6) Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua
atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat
sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak
6

sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun
sikap ini berkembang dengan baik.
7) Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.
8) Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak
ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan
menangis, menjerit atau marah-marah.
9) Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Pada Anak


Sekolah Dasar
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa
perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan
keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan
oleh keluarga.
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
7

lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu,


kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan
sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak
langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan
itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan
ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial
keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial
yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi
“terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit
dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa
yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma
kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
8

5.Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi


Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik.
Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan
modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh
remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok
umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa)
tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
Selain kelima faktor yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar
keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam
rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku
anak. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman
awal yang diterima anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku
kepribadian selanjutnya.
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan
sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-
anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu
masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah
aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan
hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat
dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara
bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk
belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian
9

terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan


melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran.

5. Dampak Kekerasan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar


Kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan
kerugian atau bahaya terhadap anak secara fisik maupun emosional. Sedangkan
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih
dalam kandungan (UUPA No. 23 tahun 2002). istilah kekerasan terhadapan anak
meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku dari tindakan ancaman fisik secara
langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai pada penelantaran
kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
Jadi kekerasan terhadap anak merupakan perilaku secara langsung dengan
tujuan untuk merusak, melukai, merugikan anak dilakukan oleh orang yang lebih
dewasa atau lebih kuat. Apapun jenis kekerasanya yang dilakukan, tetaplah
sebuah kekerasan yang bisa berdampak terhadap anak. Kekerasan dapat
menyebabkan anak kehilangan hal-hal paling mendasar dalam kehidupannya dan
pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari,
antara lain :
1. Cacat tubuh permanen
2. Kegagalan belajar
3. Pasif dan menarik diri dari lingkungan takut membina hubungan baru dengan
orang lain
4. Agresif dan kadang - kadang melakukan tindakan kriminal.
5. Menjadi penganiaya ketika dewasa.
6. Menggunakan obat - obatan ketika dewasa.
7. Kematian
Dampak kekerasan korban biasanya akan merasakan berbagai emosi
negative,  seperti marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman,
terancam, tetapi tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang, kondisi ini
dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. Bahkan tak jarang
ada yang ingin pergi dari rumah.
10

6. Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak


Peran penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan
bimbingan sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir
kelas yang kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
a. Rasa turut memiliki kelompok, ditandai dengan identifikasi diri, loyalitas, dan
berorientasi pada pemenuhan kewajiban kelompok.
b. Partisipasi kelompok, ditandai dengan kerjasama, bersikap membantu, dan
mengikuti aturan main.
c. Penerimaan terhadap keragaman individual dan kelompok, serta menghargai
kelebihan orang lain.

B. Perkembangan Emosional
1. Pengertian Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah
dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan
dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,
emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga
dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995). Dalam
kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Misalnya,
seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua
pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut
menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati dengan
makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk
emosi.
11

Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena
tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana
batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan
(feeling) seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang
membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat
senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena
adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu
yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin
tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain.
Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk
adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang
makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam
kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan
untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi
perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan
saat melihat film atau sinetron dramatis.

2. Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar


1. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
2. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial
dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain.
Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar
apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi
agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
3. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang
norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi
bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal.
Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat
12

diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa
emosi mereka juga makin beragam.

3. Macam Ekspresi Emosional Pada Anak Sekolah Dasar


Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa
takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu,
gembira/senang, cinta dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
1) Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa
takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a. Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
yang terdapat pada objek.
b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.
c. Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari
bahaya.
2) Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri
dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3) Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap
manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu
daam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak
dikenal atau orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti
biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang
lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung
merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious
distress).
4) Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah
tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran
anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi
13

berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada


masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik
sekalipun.
5) Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit
yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh
seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan
buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan
masalah yang dicapai.
6) Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa
kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena
rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini
anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk
memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7) Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang
nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8) Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang
disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
10) Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak.
Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka,
termasuk diri sendiri.
11) Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan
keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas
kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai
batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur
14

yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosional Pada


Anak Sekolah Dasar
Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adlah
sebagai berikut.
1. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan
pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang
mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang
perkembangan emosi antara lain:
a. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam
bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi
kepuasan.
b. Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi
orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-
orang yang diamati.
c. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan
yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang
ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan
emosional yang kuat dengannya.
d. Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi
emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan
15

mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar,
mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi
terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap
rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan
dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3. Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase
perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak
tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-
gangguan emosi.
4. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai
bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama
kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan
dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan
oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning
and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar
selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan
keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi
positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan
emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah
marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan
emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).
16

5. Dampak Kekerasan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar


Berikut ini beberapa dampak dari perilaku guru yang disarankan dan tidak
disarankan dalam memperlakukan anak-anak didiknya. Sebagai pesan penting,
ikutilah petunjuk yang disampaikan oleh Dorothy Law dalam  buku Children
Learn What The Live With:
1. Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan
2. Jika anak banyak dimusuhi, ia akan merasa tertantang
3. Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas
4. Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasipnya
5. Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa penjadi pemalu
6. Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah.
Selain yang pernyataan yang disebutkan di atas maka adapun yang termasuk
dalam dapat posistif terdapat emosional anak sekolah dasar yang antara lain
sebagai berikut:
1. Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar
2. Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri
3. Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa dihargai
4. Jika anak diterima di lingkungannya, ia akan terbiasa disayangi
5. Jika anak diperlakukan dengan jujur, dia akan terbiasa kebenaran
6. Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadila
7. Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian
7. Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Perkembangan sosial anak merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ;
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perkembangan sosial, dapat diartikan sebagai sekuence dari perubahan yang
berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang
dewasa. Kemudian macam-macam perilaku social pada anak adalah
pembangkangan, agresi, berselisih, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah
laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati. Sedangkan factor yang
mempengaruhinya adalah keluarga, kematangan, pendidikan, status ekonomi dan
mental emosional intelegensi.
Perkembangan emosional anak merupakan dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri
individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis. Kemudian perkembangan emosional anak
adalah: Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikanrasa malu dan bangga. Anak usia 9-10 tahun anak dapat
mengatur ekspresi emosi. Pada usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-
buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di
usia kanak-kanak awal. Selanjutnya factor yang mempengaruhi perkembangan
emosional adalah a) Keadaan Anak, b) Faktor Belajar yang terdiri belajar dengan
coba-coba, belajar dengan meniru, belajar dengan mempersamakan diri, belajar
melalui pengondisian. c) Konflik dalam Perkembangan, 4) Lingkungan Keluarga.

17
18

B. Saran
Setelah memahami perkembangan sosial dan emosional di Sekolah Dasar
sebagai mahasiswa tentunya harus dapat membandingkan teori dari para pakar
sebagai sarana pembelajaran kita dan Pemahaman tentang implikasinya pada
pembelajaran SD dapat menjadi acuan bagi kita dalam mengajar dan berinteraksi
dengan siswa pada semua jenjang usia.
DAFTAR RUJUKAN

Budiamin, A., Hafidz, D. dan Daim. 2006. Perkembangan Peserta Didik.


Bandung: UPI Press
Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Alfabeta.
Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD. Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media.
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.
Goleman, Daniel. 2002. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Hurlock, B. Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Prawitasari, J.E. 1995. Aspek Sosio-Psikologis Usia Lanjut. Buletin Psikologi, 1.
227-34.
Suyadi, dan Ulfah Maulidya. 2013. Konsep Dasar PAUD. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

19

Anda mungkin juga menyukai