Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang ,Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya , yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Perkembanga Sosial Pada Anak
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagi pihak sehigga dapat memperlancarpebuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurang dalam penyusunan dalam kalimat maupun tatabahasanya .Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima saran dan keritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
ataupun terhadap pembaca .

Jambi,1 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Pengertian Perkembangan Sosial ................................................................. 2
B. Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar ................................................... 2
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak ............................ 6
D. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku ........................... 9
E. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak SD............................................ 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan sosiak pada anak-anak Sekolah Dasar mengalami perluasan
hubungan, selain dengan keluarga, mereka juga memulai suatu hubungan atau
ikatan baru dengan teman sebayanya sehingga ruang gerak sosialnya semakin luas.
Kemampuan bersosialisasi pada anak harus terus diasah karena kemampuan
bersosialisasi pada anak akan membuat anak memiliki banyak relasi sehingga anak
dapat meniti kesuksesannya. Banyaknya teman membuat anak tidak mudah stress
karena anak dapat lebih leluasa untuk bercerita. Bersosialisasi pada dasarnya
merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial.
Kemampuan berhubungan sosial, bekerja dalam kelompok teman sebaya dan
belajar menjadi pribadi yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan
yang harus dicapai oleh anak siswa sekolah dasar (Hurlock, 1997:10).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas ditetapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud perkembangan sosial?
2. Apa perilaku sosial anak usia Sekolah Dasar?
3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak?
4. Apa pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui yang dimaksud perkembangan sosial.
2. Mengetahui bentuk-bentuk perilaku sosial anak.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak.
4. Mengetahui pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Sosial


Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-
orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa
sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan
kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang
didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan
sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh
manusia.

B. Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar


Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar
memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk
tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi
terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak

2
sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan
negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan
anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent”
(bersikap mandiri).
2. Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa
karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak
dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua
menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau
perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut
mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan
serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun,
semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
6. Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau
tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap
“self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai
menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini
berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.

3
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak
ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan
menangis, menjerit atau marah-marah.
9. Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psikoanalisis
mengidentifikasi perkembangan sosial anak:

1. Trust vs Mistrust ( Percaya & Tidak Percaya, 0-18 bulan)

Karena ketergantungannya, hal pertama yang akan dipelajari seorang anak


atau bayi dari lingkungannya adalah rasa percaya pada orang di sekitarnya,
terutama pada ibu atau pengasuhnya yang selalu bersama setiap hari. Jika
kebutuhan anak cukup dipenuhi oleh sang ibu atau pengasuh seperti makanan dan
kasih sayang maka anak akan merasakan keamanan dan kepercayaan.
Akan tetapi, jika ibu atau pengasuh tidak dapat merespon kebutuhan si anak,
maka anak bisa menjadi seorang yang selalu merasa tidak aman dan tidak bisa
mempercayai orang lain, menjadi seorang yang selalu skeptis dan menghindari
hubungan yang berdasarkan saling percaya sepanjang hidupnya.

2. Otonomi vs Malu dan Ragu – ragu (Autonomy vs Shame and Doubt, 18 bulan –
3 tahun)
Kemampuan anak untuk melakukan beberapa hal pada tahap ini sudah mulai
berkembang, seperti makan sendiri, berjalan, dan berbicara. Kepercayaan yang
diberikan orang tua untuk memberikannya kesempatan bereksplorasi sendiri
dengan dibawah bimbingan akan dapat membentuk anak menjadi pribadi yang
mandiri serta percaya diri.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu membatasi dan bersikap keras kepada
anak, dapat membentuk sang anak berkembang menjadi pribadi yang pemalu dan
tidak memiliki rasa percaya diri, dan juga kurang mandiri. Anak dapat menjadi
lemah dan tidak kompeten sehingga selalu merasa malu dan ragu – ragu terhadap
kemampuan dirinya sendiri.

4
3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah, 3 – 6 tahun)
Anak usia prasekolah sudah mulai mematangkan beberapa kemampuannya
yang lain seperti motorik dan kemampuan berbahasa, mampu mengeksplorasi
lingkungannya secara fisik maupun sosial dan mengembangkan inisiatif untuk
mulai bertindak.
Apabila orang tua selalu memberikan hukuman untuk dorongan inisiatif anak,
akibatnya anak dapat selalu merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk
mengambil tindakan. Namun, inisiatif yang berlebihan juga tidak dapat dibenarkan
karena anak tidak akan memedulikan bimbingan orang tua kepadanya. Sebaliknya,
jika anak memiliki inisiatif yang terlalu sedikit, maka ia dapat mengembangkan rasa
ketidak pedulian.

4. Industry vs Inferiority ( Tekun vs Rasa Rendah Diri, 6-12 tahun)


Anak yang sudah terlibat aktif dalam interaksi sosial akan mulai
mengembangkan suatu perasaan bangga terhadap identitasnya. Kemampuan
akademik anak yang sudah memasuki usia sekolah akan mulai berkembang dan
juga kemampuan sosialnya untuk berinteraksi di luar keluarga.
Dukungan dari orang tua dan gurunya akan membangun perasaan kompeten
serta percaya diri, dan pencapaian sebelumnya akan memotivasi anak untuk
mencapai pengalaman baru. Sebaliknya kegagalan untuk memperoleh prestasi
penting dan kurangnya dukungan dari guru dan orang tua dapat membuat anak
menjadi rendah diri, merasa tidak kompeten dan tidak produktif.

5. Identity vs Role Confusion ( Identitas vs Kebingungan Peran, 12-18 tahun)


Pada tahap ini seorang anak remaja akan mencoba banyak hal untuk
mengetahui jati diri mereka sebenarnya, dan biasanya anak akan mencari teman
yang memiliki kesamaan dengan dirinya untuk melewati hal tersebut.
Jika anak dapat menjalani berbagai peran baru dengan positif dan dukungan
orang tua, maka identitas yang positif juga akan tercapai. Akan tetapi jika anak
kurang mendapat bimbingan dan mendapat banyak penolakan dari orang tua terkait
berbagai peranannya, maka ia bisa jadi akan mengalami kebingungan identitas serta
ketidak yakinan terhadap hasrat serta kepercayaan dirinya.

6. Intimacy vs Isolation ( Keintiman vs Isolasi, 18-35 tahun)


Tahap pertama dalam perkembangan kedewasaan ini biasanya terjadi pada
masa dewasa muda, yaitu merupakan tahap ketika seseorang merasa siap
membangun hubungan yang dekat dan intim dengan orang lain. Jika sukses

5
membangun hubungan yang erat, seseorang akan mampu merasakan cinta serta
kasih sayang.

Pribadi yang memiliki identitas personal kuat sangat penting untuk dapat
menembangkan hubungan yang sehat. Sementara kegagalan menjalin hubungan
bisa membuat seseorang merasakan jarak dan terasing dari orang lain.

7. Generativity vs Stagnation ( Bangkit vs Stagnan, 35-64 tahun)


Ini adalah tahap kedua perkembangan kedewasaan. Normalnya seseorang
sudah mapan dalam kehidupannya. Kemajuan karir atau rumah tangga yang telah
dicapai memberikan seseorang perasaan untuk memiliki suatu tujuan. Namun jika
seseorang merasa tidak nyaman dengan alur kehidupannya, maka biasanya akan
muncul penyesalan akan apa yang telah dilakukan di masa lalu dan merasa
hidupnya mengalami stagnasi.

8. Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan, 65 tahun keatas)


Pada fase ini seseorang akan mengalami penglihatan kembali atau flash back
tentang alur kehidupannya yang telah dijalani. Juga berusaha untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang sebelumnya tidak terselesaikan. Jika berhasil melewati
tahap ini, maka seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan, namun jika gagal
mereka bisa menjadi putus asa.
Menurut piaget (1998) menyebutkan bahwa ciri-ciri perkembangan social anak
pada umur 4-6 tahun adalah:

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak


Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa
perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga,
dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan
budaya anak.

6
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan
oleh keluarga.
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk manpu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu,
kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu
bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang
fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan
sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak
langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
4. Dari pihak anak itu sendiri,
perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah
ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial
anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal
tertentu, maksud “menjaga Keluarga
5. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa
yang akan datang. Pendidikan alam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan
anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan.
Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta
didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
6. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu

7
kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan
sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan
modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh
remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok
umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa)
tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
7. Faktor Lingkungan Luar Keluarga
Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam
rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku
anak. Sedangkan menurut Hurlock (1978:44) menambahkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang
diterima anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian
selanjutnya.
8. Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas
untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun
dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi
sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana
bermain.
9. Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya
bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik
selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal
mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya
yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa
ke arah prilaku yang negatif.
10. Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi
prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang
anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media
massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif.

8
11. Sekolah
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap
sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak
menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat
kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang
menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan
sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah
dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam
belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan
bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk
penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap
lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui
keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran.

Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain :


(1) Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut,
(2) Peran aktif orang tua,
(3) Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak,
(4) Peran aktif anak,
(5) Pendidikan orang tua.

D. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku


Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan
orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil
pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan
mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana
yang semestinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis
yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.

9
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang
lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi
pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja
sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik
(Sunarto dan Hartono, 2006:133-135).

E. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak SD


Menurut Hurlock (1978:44) mengemukakan ada beberapa pola perilaku
dalam situasi sosial pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama,
persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati,
ketergantungan, sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan.
1. Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah
laku yang dapat diterima oleh kelompok,
2. Membantu anak mengembangkan nilai-nilai sosial lain diluar nilainya,
dan
3. Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan
mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan.
Perkembangan sosial yang di alami anak adalah proses penerimaan social.
Berkenan dengan penerimaan sosial Hurlock (1978:46) mengemukakan beberapa
tahapan (stage) dalam penerimaan kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut:
1. Reward Cost Stage
stage ini ditandai adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan
kedekatan.
2. Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilik nilai yang sama, sikap terhadap aturan,
dan sanksi yang diberikan biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3. An Emphatic Stage
Pada Stage ini di miliknya pengertian, pembagian minat, self disclosure
adanya kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan sosial diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi
satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perilaku sosial anak usia sekolah dasar diantaranya yaitu pembangkangan
(negativisme), agresi (agression), berselisih/bertengkar (quarreling), menggoda
(teasing), persaingan (Rivaly), kerja sama (cooperation), tingkah laku berkuasa
(ascendant behavior), mementingkan diri sendiri (selffishness), dan simpati
(Sympathy)
Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu keluarga,
kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, dan kapasitas mental, emosi, dan
intelegensi serta lingkungan luar keluarga.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z.,
2000. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Budiamin, Amin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Sunarto dan Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

12

Anda mungkin juga menyukai