Anda di halaman 1dari 6

Karakteristik Anak Usia Dini

a. Perkembangan Fisik/Motorik
Laju pertumbuhan fisik di masa anak usia dini (3-7 tahun) tidak secepat pada
masa infancy, pertambahan lemak tubuh berkurang sehingga terlihat lebih kurus,
pertumbuhan otak masih berkembang pesat sampai usia 3 tahun, walau setelahnya
tidak terlalu pesat namun di akhir masa anak usia dini besar otak sudah 95%
ukuran otak dewasa (Papalia Et al, 2015: 233; Santrock, 2011: 240-241).
Tulang-tulang dan otot-otot lebih kuat, serta kapasitas paru-paru yang lebih
besar (Papalia et al, 2015: 234),sehingga ketika berusia 3 tahun, anak usia dini
gemar melakukan aktivitas fisik sederhana seperti melompat dan berlari; pada usia
4 tahun, kemampuannya bertambah dengan pandai memanjat; di usia selanjutnya
kemampuan-kemampuan motorik kasarnya semakin berkembang dengan baik.
Sedangkan pada aspek motorik halus, usia 3 tahun meski masih kaku mereka sudah
dapat menjumput objek-objek kecil, membangun menara yang tinggi, namun masih
kasar. Seiring berjalannya waktu koordinasi jari dan mata semakin harmoni
(Santrock, 2011: 242).
Terdapat beberapa kategori fungsi keterampilan motorik yang harus dikuasai
oleh anak usia dini, yakni: a) keterampilan bantu diri, seperti keterampilan makan,
berpakaian, mandi dan merawat diri; b) keterampilan bantu sosial, seperti
membantu pekerjaan rumah, melakukan tugas sekolah; c) keterampilan bermain,
yakni bermain bola, berlari, melompat, manipulasi alat permainan; dan d)
keterampilan sekolah, yaitu melukis, memegang alat tulis, menggambar, mewarnai,
menggunting, menempel, menari, melakukan kegiatan olah raga (Hurlock,
2013:163).
Perkembangan fisik dan motorik pada fase anak usia dini dapat dikatakan
sangat pesat. Anak usia dini dapat mengalami masa pertumbuhan fisik dan motorik
yang optimal, jika lingkungan memberikan simulasi yang tepat.

b. Perkembangan Kognitif
Karakteristik perkembangan kognitif pada fase anak usia dini berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu tahap praoperasional. Pada masa ini,
anak usia dini mulai merepresentasikan dunianya melalui kata-kata (Setiyaningsih
& Syamsudin, 2019), bayangan, gambar, dan pemikiran simbolik yang melampaui
koneksi-koneksi sederhana dari informasi sensoris dan aksi fisik (Nurtaniawati,
2017). Mereka mulai membentuk konsep yang stabil dan mulai bernalar, aspek
kognitif pada masa anak usia dini didominasi dengan egosentris dan keyakinan
magis (Santrock, 2011: 248).
Dengan kata lain tahap praoprasional juga ditandai dengan perluasan
pemikiran simbolis, namun anak usia dini belum dapat menggunakan logikanya.
Fungsi simbolis memudahkan kanak-kanak mencerminkan orang, objek, dan
peristiwa-peristiwa yang secara fisik tidak ada. Selain itu pada anak usia dini,
individu sudah dapat membuat penilaian akurat mengenai hubungan spasial. Anak
usia dini juga sudah dapat menghubungkan sebab akibat dengan kondisi keluarga,
memahami konsep identitas, mengategorikan, membandingkan jumlah, dan
memahami prinsip berhitung (Papalia et al, 2015: 244).
Pada fase ini, kemampuan kognitif anak usia dini sedang mengalami
perkembangan pesat dan dapat menyerap informasi dengan sangat baik, maka
arahan dan pendidikan yang tepat sangat diperlukan agar mereka mendapat
stimulasi yang tepat.

c. Perkembangan Bahasa
Anak di bawah dua tahun memiliki perkembangan bahasa yang sangat pesat,
sudah dapat membangun kalimat yang terdiri dari tiga sampai lima kata,
mengucapkan kalimat yang kompleks (Santrock, 2011: 263). Anak usia 3 - 4 tahun
rata-rata menggunakan 15.000 kata. Kosakata yang dimiliki anak usia 3 - 5 tahun
yaitu 900 - 2100 kata (Hurlock, 2013:189-190). Selama masa kanak-kanak,
kosakata meningkat tajam dan sintaksis menjadi lebih baik, anak usia dini menjadi
lebih kompeten dalam pragmatik (Papalia et al, 2015: 269).
kompetensi pragmatik dapat dilihat dari kemampuan anak usia dini dalam
mempelajari secara kultur peran tertentu suatu percakapan dan kesopanan dalam
perspektif orang lain, sehingga mereka dapat lebih sopan ketika berbicara dengan
orang dewasa (Santrock, 2012: 265).
Perkembangan bahasa anak pada fase ini berkembang sangat pesat, maka
diperlukan stimulasi dan didikan yang tepat agar bahasa anak berkembang dengan
baik sesuai tahapan usianya.
d. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar
(Susanti, 2018). Emosi umum yang timbul pada anak usia dini adalah kemarahan
dan ketakutan, selain itu emosi lain yang muncul adalah kecemburuan, duka cita,
keingintahuan, kegembiraan, dan kasih sayang (Hurlock, 2013: 244; Nurmalitasari,
2015; Hidayati, 2010).
Dalam suatu penelitian, anak usia dini diberi sebuah cerita dalam dua versi,
pertama saat orang tua melihat dan yang kedua saat tidak ada seorang pun yang
melihat. Kemudian mereka ditanya bagaimana perasaan mereka dan orang tua
mereka di berbagai situasi. Anak usia 4-5 tahun tidak mengatakan bahwa mereka
merasa bangga atau malu, namun mereka menggunakan istilah khawatir atau takut
dan gembira atau senang. Anak usia 5-6 tahun, menyatakan orang tua akan merasa
malu dan bangga, namun mereka tidak mengenali perasaan mereka sendiri. Anak
usia 6-7 tahun akan merasa malu dan bangga hanya pada saat mereka diamati
(Papalia et al, 2015: 276).
Pada fase ini, anak belajar mengenal emosi dan menyikapinya dengan wajar.
Bimbingan yang tepat dari lingkungan akan membuatnya tumbuh berkembang
dengan baik.

e. Perkembangan Sosial
Pada fase anak usia dini, individu belajar melakukan hubungan sosial dan
bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak
usia sebaya (Rohayati, 2013; Utami, 2018). Individu belajar menyesuaikan diri dan
bekerja sama dengan kegiatan bermain (Kusumaningtyas, Ersta, 2012). Sikap dan
perilaku sosial yang terbentuk biasanya menetap dan hanya mengalami perubahan
sedikit (Hurlock, 2013: 261). Anak usia dini yang mengikuti pendidikan
prasekolah biasanya melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibanding
dengan anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan pendidikan prasekolah (Susanti &
Widuri, 2013) karena, individu dipersiapkan lebih baik untuk melakukan
partisipasi yang aktif dalam kelompok (Hurlock, 2013: 261). Anak usia dini
memilih teman bermain dan teman yang menyukai mereka dan yang memiliki
pengalaman positif (Papalia et al, 2015: 304).
Belajar bersosialisasi melalui kegiatan menyenangkan yang mengasah nilai-
nilai sosial akan membuat anak tumbuh menjadi insan yang lebih baik. Sikap
senang berbagi, mau bermain bersama, berkolaborasi harus ditanamkan sejak usia
dini.

f. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak usia dini, sangat erat kaitannya dengan
perkembangan kognitif, dalam hal ini kemampuan melakukan penilaian moral dan
perilaku yang sesuai dengan standar sosial mengikuti pola yang dapat diramalkan
yang berkaitan dengan urutan tahapan dalam perkembangan kognitif (Ayriza,
2019). Menurut Piaget (Hurlock, 2015:79 - 80) perilaku anak usia dini ditentukan
oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Anak
usia dini menilai suatu tindakan benar atau salah berdasarkan konsekuensinya
bukan berdasarkan motivasi di belakangnya (Hermuttaqien & Mutatik, 2018).
Sedangkan menurut Kohlberg (Hurlock, 2015: 80), tahap perkembangan moral
pada fase anak usia dini dinamai moralitas prakonvensional, dimana perilaku anak
usia dini tunduk pada kendali eksternal (Ismawaty, 2017).
Perkembangan moral anak sangat berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh
keluarga, sekolah dan masyarakat. Maka pendidikan mengenai moral menjadi
penting bagi anak usia dini agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang berahklak
mulia.

Referensi
Ayriza, Y. (2019). Teori-teori Dasar Perkembangan Moral Pada Usia Dini: Suatu

Perspektif Psikologi. 1–14. Retrieved from

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/.

Hermuttaqien, B. P. F., & Mutatik, M. (2018). Penanaman Nilai-Nilai Moral Pada

Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 3(1), 39–45.

https://doi.org/10.21067/jmk.v3i1.2645
Hidayati, N. (2010). Bermain Khayal untuk Mengembangkan Dimensi Sosioemosi Anak-

Anak Prasekolah. Insan, 12(02), 104–112. Retrieved from

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/5-12_2.pdf

Hurlock, EB. (2015). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ismawaty, Q. (2017). Pengembangan Nilai Moral Anak Usia Dini melalui Metode

Pembiasaan di RA Al-Jabbar Kota Batam. Islamic Early Chilhood Education, 2.

Retrieved from http://www.journal.pps-pgra.org/index.php/Ijiece/article/view/85

Kusumaningtyas, Ersta, L. (2012). Membentuk Sikap Sosial Anak Tk Melalui Permainan

Kelompok. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 1(1). https://doi.org/10.22146/jps.v1i1.23892

Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia Prasekolah. Buletin

Psikologi, 23(2), 103. https://doi.org/10.22146/bpsi.10567

Nurtaniawati, N. (2017). Peran Guru dan Media Pembelajaran dalam Menstimulasi

Perkembangan Kognitif pada Anak Usia Dini. Tunas Siliwangi : Jurnal Program Studi

Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 3(1), 1–20. Retrieved from

http://www.e-journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/tunas-siliwangi/article/view/315

Papalia, DE. Et al. (2015). Menyelami Perkembangan Manusia. Experience Human

Development. Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Rohayati, T. (2013). PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI.

Cakrawala Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1). Retrieved from

https://ejournal.upi.edu/

Santrock, JW. (2011). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:

Erlangga.

Susanti, A., & Widuri, E. L. (2013). Penyesuaian Diri Pada Anak Taman Kanak-Kanak.

EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 1(1), 16–30. Retrieved from

https://www.neliti.com/publications/241567/
Susanti, R. (2018). Perkembangan Emosi Manusia. Jurnalteknodik.Kemdikbud., 4(15), 170.

https://doi.org/10.32550/teknodik.v4i15.389

Utami, D. T. (2018). Pengaruh Lingkungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sosial Anak

Usia 5-6 Tahun. Generasi Emas, 1(1), 39.

https://doi.org/10.25299/ge.2018.vol1(1).2258

Anda mungkin juga menyukai