Anda di halaman 1dari 23

Makalah Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja

Konteks Sosial Dalam Perkembangan Anak Dan Remaja

Dosen Pengampu : Rosleny Marliani, M.Si.

Oleh :
Kelompok 2 (2A)
1. Akhmad Fariz Shidqi (1206000004)
2. Farhan Pradipta Noer S (1206000059)
3. Ghina Fauziyyah Muthi (1206000067)
4. Nurhayati Novita Putri (1206000119)
5. Shofia Dinillah (1206000163)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan kemudahan kepada kami
untuk bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Konteks Sosial Dalam Perkembangan Anak
Dan Remaja” makalah ini kami susun dengan sedemikian mungkin dan kami juga menyadari
bahwa makalah yg kami susun jauh dari kata sempurna, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada allah kami mohon ampun dan kepada semua pihak
kami minta maaf apabila ada penulisan kata yang salah dalam makalah ini dan semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi usaha kita.

Bandung, 08 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN ANAK DAN


REMAJA
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1. Latar Belakang.................................................................................................1
A. Rumusan Masalah............................................................................................2
B. Tujuan..............................................................................................................2
BAB 2........................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................4
2.1 Teori Konteks Sosial........................................................................................4
2.1.1 Teori Ekologi Bronfenbrenner...................................................................4
2.1.2 Teori Perkembangan Erikson.....................................................................5
2.2 Teori Konteks Keluarga...................................................................................7
2.2.1 Jenis Pola Asuh Orang Tua........................................................................7
2. 2.2 Peran Keluarga dalam Perkembangan Karakter Anak..............................9
2.3 Konteks Teman Sebaya..................................................................................12
2.3.1 Teman Sebaya..........................................................................................12
2.3.2 Lima Jenis Status Teman Sebaya (Asher & McDonald, 2009)...............12
2.3.3 Persahabatan.............................................................................................13
2.4 Konteks Sekolah.............................................................................................14
2.4.1 Konteks Perkembangan Sosial yang Terus Berkembang di Sekolah......14
2.4.2 Pendidikan Masa Kanak-Kanak Awal.....................................................14

iii
2.4.3 Transisi ke Sekolah Dasar........................................................................15
2.4.4 Sekolah Untuk Remaja.............................................................................15
2.4.5 Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Perkembangan Kognitif.........16
BAB 3......................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................16
Simpulan...............................................................................................................16
A. Saran...............................................................................................................17
Daftar Pustaka.........................................................................................................18

iv
v
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Anak adalah seorang individu yang unik dengan segenap potensi yang dimiliki.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk
bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar cara
menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai
kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orang
tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Lingkungan keluarga adalah Pilar utama untuk membentuk baik buruknya
pribadi manusia agar berkembang dengan baik dalam beretika, moral dan akhlaknya.
Peran Keluarga dapat membentuk pola sikap dan pribadi anak, juga dapat menentukan
proses pendidikan yang diperoleh anak, tidak hanya di sekolah akan tetapi semua faktor
bisa dijadikan sumber pendidikan. Proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga lebih
berbentuk sebagai suatu system yang interaksional. Karena gaya parenting orang tua
sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0 tahun
yaitu sejak lahir sampai 6 tahun. Hurlock mengemukakan bahwa anak usia prasekolah
atau prakelompok disebut juga masa kanak-kanak dini yaitu anak yang berumur 2-6
tahun. Pada masa ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar
menyesuaikan diri secara sosial.
Masa remaja awal atau masa puber adalah periode yang unik dan khusus yang
ditandai dengan perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-
tahap lain dalam rentang kehidupan. Umumnya usia remaja awal ini berkisar antara 12
sampai dengan 14 tahun.

1
Perkembangan sosial pada remaja ditandai dengan meningkatnyaintensitas
komunikasi dengan teman sebaya. Dimana perkembangan sosial padaremaja lebih
melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan dengankeluarga. Bagi remaja,
kelompok teman sebaya merupakan referensi utamadalam hal persepsi dan sikap yang
berkaitan dengan gaya hidup dalamkehidupan sosialnya.
Melihat besarnya pengaruh teman sebaya terhadap
perkembangankepribadiaannya, remaja patut memiliki hubungan yang harmonis
denganteman-teman sebayanya, seperti memiliki rasa toleransi yang tinggi,
kemauansaling tolong menolong, mendukung satu sama lain, berkomunikasi denganbaik
agar tidak terjadi kesalah pahaman, memiliki rasa simpati dan empati, danlain-lain.
Hubungan dengan teman sebaya dibutuhkan bagi remaja untukmengembangkan
kemampuan bersosialisasinya, memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk diakui dan
diterima dalam satu kelompok, mendapatkaninformasi dan model prilaku lain yang bisa
dijadikan contoh di luar keluarga, dengan demikian mereka akan mendapatkan informasi
yang lebih luas tentanglingkungan sekitarnya.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa inti teori konteks sosial dari Teori Ekologi Bronfenbrenner dan Teori
Perkembangan Erikson?
2. Bagaimana hubungan konteks keluarga dengan pola asuh dan perkembangan
karakter anak& remaja?
3. Bagaimana hubungan konteks teman sebaya dalam perkembangan anak &
remaja?
4. Bagaimana hubungan konteks sekolah dalam perkembangan anak & remaja?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui inti Teori Ekologi Bronfenbrenner dan Teori Perkembangan
Erikson?

2
2. Untuk mengetahui hubungan konteks keluarga dengan pola asuh dan
perkembangan karakter anak perkembangan karakter anak & remaja?
3. Untuk mengetahui hubungan konteks teman sebaya dalam perkembangan anak &
remaja?
4. Untuk mengetahui hubungan konteks sekolah dalam perkembangan anak &
remaja?

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Teori Konteks Sosial

2.1.1 Teori Ekologi Bronfenbrenner


Teori Ekologi yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner (1917) focus utamanya adalah
pada konteks social dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan
anak.  Dalam teori ekologi Bronfenbrenner terdiri atas lima system lingkungan yang meliputi
dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Kelima system system itu
adalah sebagai mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.
Mikrosistem adalah setting dimana individu banyak menghabiskan waktu. Beberapa
konteks system ini adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mokrosistem ini
individu berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Menurut
teori ini murid bukan penerima informasi secara pasif, tetapi murid adalah orang yang
berinteraksi secara timbal-balik dengan orang lain dan membantu nmengkonstruksi setting
tersebut.
Mesosistem adalah kaitan antara mikrosistem.Contohnya adalah hubungan antara
pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman
sebaya. Misalnya salah satu mesosistem penting adalah hubungan antara sekolah dan keluarga.
Murid yang diberikan kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan
baik itu di keluarga atau dikelas menunjukkan inisiatif dan akademik yang lebih baik.
Eksosistem terjadi ketika pengalaman setting lain (dimana murid tidak berperan aktif)
mempengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka sendiri. Misalnya dewan
sekolah dan dewan pengawas taman dalam suatu komunitas. Mereka memegang peran kuat
dalam menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan. Keputusan
mereka bisa membantu atau menghambat perkembangan anak.
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup
peran etnis dan factor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks terluas
dimana murid dan guru tinggal, termasuk adat istiadat, nilai masyarakat. Misalnya kultur

4
beberapa Negara islam menekankan peran gender tradisional, sementara Negara AS menerima
peran gender yang lebih bervariasi. Dinegara Islam lebih mendominasikan pendidikan kepada
pria sedang di AS mendukung kesetaraan antara pia dan wanita.
Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Misalnya murid
sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang pertama (Louw, 1990). Anak-anak sekarang adalah
generasi pertama yang tumbuh dalam lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh computer dan
bentuk media baru, generasi pertama dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh
dalam kota yang semrawut, yang tidak jelas antara batas antara kota dan desa.
Mendidik anak berdasarkan teori Brefenbrenner adalah sebagai berikut:
1. Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai system lingkungan
dandipengaruhi oleh system-sistem itu. Lingkungan itu antara lain sekolah dan guru,
orang tuadan saudara kandung, komunitas dan tetangga, teman dan rekan sebaya, media,
agama dankultur.
2. Perhatikan hubungan antara sekolah dan keluarga, jalin melalui saluran formal dan
informal.
3. Sadari arti penting dari komunitas, status sosioekonomi, dan kultur dalam perkembangan
anak.Konteks social ini bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak.

2.1.2 Teori Perkembangan Erikson

1. Tahap I: Oral Sensory (bayi tahun pertama).Tahap psikososial pertama oleh Erikson
disebut sebagai rasa percaya versus rasa tidak percaya (trust versus mistrust).  Dalam tahap

5
ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan, kehangatan, dan persahabatan yang
menyenangkan, sehingga timbul kepercayaan, sebaliknya ketidakpercayaan akan tumbuh jika
bayi diperlakukan terlalu negative atau diabaikan.
2. Tahap II:Anal Musculature(bayi tahun kedua).Yang kedua disebut sebagai otonomi
versus rasa malu dan ragu (autonomy versus shame and doubt).Tahap ini terjadi pada masa
akhir (late infancy) dan masa belajar berjalan (toddler). Setelah mempercayai pengasuhnya
sang bayi mulai menemukan bahwa tindakannya adalah tindakannya sendiri. Mereka
menyadari kehendaknya sendiri pada tahap ini anak akanmelakukan apa yang diinginkan dan
menolak apa yang diinginkan. Jika bayi dibatasi atau terlalu keras dihukumakan
mengembangkan rasa malu dan ragu.
3. Tahap III: Genital Locomotor (masa kanak-kanak awal). Erikson menyebut tahap ketiga
ini sebagai inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt).  Saat anak merasakan dunia
social yang lebih luas, mereka lebih banyak mendapat tantangan ketimbang saat bayi. Untuk
mengatasi tantangan ini mereka harus aktif dan tindakannya mempunyai tujuan. Dalam tahap
ini orang dewasa berharap anak menjadi lebih tanggungjawab.
4. Tahap IV: Latency (masa kanak-kanak pertengahan hingga akhir). Tahap ke empat oleh
Erikson disebut sebagai Usaya versus inferioritas.Tahap ini terjadi kira-kira pada masa
sekolah dasar, dari usia enam tahun hingga usia puber atau awal remaja. Inisiatif anak
membuat mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru.Saat mereka masuk sekolah
dasar mereka menggunakan energinya untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan
intelektual. Masa kanak-kanak akhir adalah masa dimana anak paling bersemangat untuk
belajar, saat imajinasi mereka berkembang. Bahaya masa ini muncul perasaan rendah diri,
ketidakproduktivan dan inkompetensi.
5. Tahap V: Puberty and Adolescence (masa remaja). Tahap kelima adalah tahapan Erikson
yang paling penting dan paling berpengaruh, yaitu identitas versus kebingungan peran
(identity versus role confusion).  Pada tahap ini remaja berusaha untuk mencari jatidirinya,
apa makna dirinya, dan kemana mereka akan menuju. Mereka akan banyak peran baru dan
status dewasa (seperti pekerjaan dan pacaran) Remaja ini perlu diberi kesempatan
mengeksplorasi berbagai cara untuk memahami identitas dirinya. Apabila remaja tidak cukup
mengeksplorasi peran yang berbeda dan tidak merancang jalan masa depan yang positif,
mereka bisa tetap bingung akan identitas diri mereka.

6
6. Tahap VI: Young Adulthood (masa dewasa awal). Tahap ke enam disebut sebagai
keintiman versus kesendirian (intimacy versus isolation).Tugas perkembangannya adalah
membentuk hubungan yang positif dengan orang lain. Erikson mendeskripsikan intimasi
sebagai penemuan diri sendiri tetapi kehilangan diri sendiri dalam diri orang lain.  Bahaya
pada tahap ini adalah orang bisa gagal membangun hubungan dekat dengan pacar atau
kawannya dan terisolasi secara social. Bagi individu seperti ini kesepian bisa membayangi
seluruh hidup mereka.
7. Tahap VII:  Adulthood (masa dewasa menengah). Tahap ini pada masa dewasa
pertengahan, sekitar usia 40-an dan 50-an. Generativity berarti mentransmisikan sesuatu yang
positif pada generasi selanjutnya. Ini bisa berkaitan dengan peran seperti parenting dan
pengajaran. Melalui peran itu orang dewasa membantu generasi selanjutnya untuk
mengembangkan hidup yang berguna. Stagnasi sebagai perasaan tidak bisa melakukan apa-
apa untuk membantu generasi selanjutnya.
8. Tahap VIII:  Maturity (masa dewasa akhir).  Tahapan ke delapan dan terakhir oleh
Erikson disebut sebagai integrasi ego versus keputusasaan (ego integrity versus despair). 
Pada tahapusia lanjut ini,mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat makna,
memikirkan apa-apa yang telah mereka lakukan. Jika evaluasi retrospektif ini positif, mereka
akan mengembangkan rasa integritas. Yakni mereka memandang hidup mereka sebagai
hidup yang utuh dan positif untuk dijalani. Sebaliknya orang tua akan putus asa jika
renungan mereka kebanyakan negative.

2.2 Teori Konteks Keluarga

2.2.1 Jenis Pola Asuh Orang Tua


1. Pola Asuh Otoriter
Orang tua tipe otoriter menggunakan disiplin dan aturan dalam mengasuh
anaknya. Setiapanak melanggar aturan maka anak tersebut mendapat konsekuensi.
Menurut Santrock (1983:257) pengasuhan gaya otoriter adalah suatu gaya membatasi,
menghukum, dan menuntut anak untuk mengikuti perintah orang tua dan menghormati
pekerjaan dan usaha.Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak
memberi peluang kepada anak untuk berbicara (bermusyawarah).

7
2. Pola Asuh Permisif
Orang tua tipe permisif sering memanjakan anak, tidak banyak menuntut anak,
jarangmendisiplinkan anak dan kontrol yang rendah terhadap perilaku anak, biasanya
orang tuasangatresponsif terhadap kebutuhan anak. Maccoby & Martin (Santrock,
1983:258) membagipola asuh permisif menjadi dua yaitu permissive indifferent dan
permissiveindulgent. Pola asuhpermissive indifferentadalah suatu gaya dimana orang tua
sangat tidak terlibat dalamkehidupan anak, tipe pola asuh ini diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak khususnya kurang kendali diri. Pola asuh permissive indulgent
adalah gayapengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak tetapi
menetapkansedikit batas atau kendali terhadap mereka.
3. Pola asuh Un-involved (cuek / pengabaian)
Orang tua Un-involvedbiasanya kurang memiliki tuntutan terhadap anak (seperti
orangtua permisif) dan kurang responsive terhadap kebutuhan anak. Orang tua tipe ini
juga kurangmemiliki kekuatan batin yang kuat terhadap anak, mereka hanya
menyediakan sedikit dukungan emosional terhadap anak dan terkadang malah tidak sama
sekali, mereka juga menerapkan sedikit ekspektasi atau standar perilaku bagi anak. Orang
tua tipe un-involvedmerasa telah menjalankan tugasnya sebagai pemberi nafkah,
memberikan fasilitas kehidupan dan pendidikan terbaik untuk anak namun jarang hadir
secara psikis menjadi pendengar untuk anaknya.
4. Pola Asuh Authoritative (Otoritatif)
Orang tua tipe ini memberikan aturan main dan disiplin kepada anak, namun
memiliki gaya yang lebih baik dari pada authoritatian, selain itu orang tua memberikan
penuh kasih sayang kepada anak. Orang tua otoritatif merupakan orang tua yang
mempunyai karakter idel dan menjadi teladan, mereka mendidik anak dengan kasih
sayang dan disiplin tetapi mereka juga memberi kebebasan kepada anak dengan penuh
tanggung jawab dengan kata lain mereka benar-benar memahami karakter anaknya dan
mengetahui ketutuhan emosional anak. Ormrod (2008:94) menjelaskan bahwa anak-anak
yang berasal dari keluarga otoritatif biasanya mempunyai sifat gembira, semangat,
percaya diri dan mandiri. Anak dapat menjalin hubungan pertemanan dengan mudah,
memiliki keterampila sosial yang baik dan menunjukkan kepedulian terhadap hak dan

8
kebutuhan orang lain, mereka juga termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang bagus di
sekolah.

2. 2.2 Peran Keluarga dalam Perkembangan Karakter Anak


1. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Karakter Anak

Di semua masyarakat yang pernah dikenal, untuk melakukan suatu keterkaitan dalam
hubungan yang saling berkontribusi, memiliki jaringan kewajiban dan hak keluarga, maka itulah
yang disebut dengan hubungan peran. Begitu juga dengan keluarga, jika dapat memberikan dan
menjadikan keluarganya hal yang terbaik, satu sama lain saling berinteraksi dalam menjalankan
kewajiban dan hak serta berkontribusi maka disitulah peran keluarga yang sangat efektif.
Efektivitas peran keluarga dalam perkembangan karakter anak dapat menjadi modal awal anak
dalam pembentukan karakter anak agar dapat berinteraksi, berkomunikasi dan berprilaku dengan
yang lainnya.

Efektivitas dari keluarga dalam memberikan peran di titi beratkan pada faktor proses,
dimana anak belajar melalui apa yang di berikan oleh keluarganya berupa faktor input,
selanjutnya berproses dan pada akhirnya akan memberikan suatu dampak yang berupa
outcomedengan predikat baik atau tidak, yang dihasilkan pada output prilaku dan sikap anak.

Karakter anak dapat di bentuk melalui system transformasi perilaku orangtua


dalamkeluarga, bentuk hubungan sosial dengan teman sebaya atau orang lain, komunikasi
humanistic danlainnya, namun yang paling penting dalam pembentukan karakteranak yang
utama dan pertama adalah pendidikan orang tua karena tumbuh kembangnya anak pertama kali
adalah dalam lingkungan keluarga, maka peran orangtua (Istri/suami) sangat di butuhkan dalam
pembinaan karakter anak kearah yang pribadi paripurna anak.

Peran orang tua dalam keluarga sangat penting dalam memahamkan pendidikan anak
untuk menghadapi tantangan dunia baik di luar lingkungan keluarga, maka setiap keluarga harus
dapat memberikan materi pendidikan karakter kepada anak dalam konteks kehidupannya untuk
dapat berinteraksi dengan semua orang di sekitarnya dalam pembentukan Konsep pendidikan
karakteristik perilaku dan sikap anak-anaknya.

2. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kognitif Anak


9
Perkembangan kognitif anak dapat di berikan oleh keluarga dalam bentuk pemahaman
benda-benda dan gambar-gambar. Ketika anak mulai mengkritisi dan bertanya tentang
suasanadan keadaan ataupun apa yang di lihatnya maka pada saat itu perkembangan Penanaman
konsep pemikiran pada anak dapat dilakukan ketika anak sudah mulai Anak pra-sekolah
umumnya telah terampil dalam berbahasa. Mereka merepresentasikan benda-benda dengan kata-
kata dan gambar. Sebagian besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya.
Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih menjadi
pendengar yang baik.

3. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Sosial Anak

Peran keluarga yang dapat memberikan tingkat kepercayaan diri anak adalah dalam
memberikan ruang gerak kepada anaknya untuk dapat beraktualisasi dengan teman sebayanya
juga dengan orang lain. Peran pendidikan social ini dapat di berikan oleh keluarga pada saat
orang tua dapat meluangkan waktunya dengan anaknya, juga dapat di fasilitasi atau menyediakan
tempat kepada anak untuk dapat bermain dengan pengawasan orang tuanya yakni melalui tempat
bermain danlainnya. Juga perkembangan social anak dapat di lakukannya melalui peran keluarga
dalam memilihkan cara yang baik untuk ananknya dalam memberikan suatu pilihan dengan siapa
anak itu dapat berkomunikasi dan bersikap dengan baik. Hal ini sebaiknya dalam pengawasan
control anggota keluarga anak tersebut atau orang yang di percayai oleh orang tua anak dalam
hubungan perkembangan social anaknya tersebut.

Salah satu unsur perkembangan sosial adalah perkembangan kepribadian. Peran orang tua
adalah menyediakan banyak peluang bagi anak-anak untuk membangun kepercayaan, membuat
berbagai macam pilihan serta merasakan sukses dari pilihan yang mereka buat sendiri. Selain itu,
membantu anak-anak untuk mengenali kebutuhan dan perasaan mereka sendiri merupakan hal
yang penting di dalam membangun kepercayaan anak. Anak harus merasakan bahwa gagasannya
adalah gagasan yang baik dan orang lain menghormati gagasan itu.

Peran keluarga dalam perkembangan sosial anak akan berhasil jika orang tua dapat
memberikan pelayan dan pilihan yang baik dan benar kepada anaknya untuk kebutuhan
perkembangan dan menumbuhkan kepercayaan dirianaknya.

4. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Moral Anak

10
Ketika pertumbuhan anak mencapai keinginan untuk mencari tahu sesuatu maka disitulah
peran orang tua dalam perkembangan pemikiran anak. Rangsangan pemikiran anak untuk ingin
mengetahui segala sesuatu yang ada di seitarnya maka akan membuat anak untuk bebas
melakukan, sesuai yang di contohnya dan sesuai dengan eksplorasi pemikiran anak tersebut.

Dalam perkembangan pemikiran anak, kebanyakan anak sering mengajukan pertanyaan


sambal memukul atau saling bermain. Dari perilaku anak seperti itu dapat membuat anak
melakukan perbuatan di luar control kendali dirinya, hal ini yang sering membuat orangtua atau
yang lainnya beranggapan bahwa anak tersebut perprilaku/bermoral tidak baik. Dari perilaku di
sertai dengan beberapa Pertanyaan anak merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak
keraguan anak tentang berbagai suasana dan kondisi yang telah di lalui oleh anak, untuk
mendapatkan jawaban dan perlakuan yang baik dan benar untuk menuntun anak ke arah/aturan
yang baik pula.

Untuk penanaman Nilai Moral kepada anak, peran orang tua dapat di wujudkan melalui
konsep nilai budi pekerti dan pembinaan akhlak, tentunya di setiap orang tua menginginkan
pertumbuhan anak yang berprilaku baik dengan memiliki nilai budi pekerti yang luhur.

5. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Mendidik Anak

Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non formal pertama, di mana
mereka hidup, berkembang, dan matang. Di dalam sebuah keluarga, seorang anak pertama kali
diajarkan pada pendidikannya. Dari pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan
pengalaman, kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.

Menurut Effendi (1995) keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di segala
norma dan etika yang berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan
dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat.

Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap individu. Walau
bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi tolak ukur berhasil
tidaknya suatu pembangunan.

11
Sayangnya, banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mendidik anak yang baik
bagi pertumbuhan optimal anak. Akibatnya, anak pun tumbuh tidak sebagaimana yang
diharapkan. Dari semua penjelasan diatas perlu untuk diketahui bahwa mendidik anak baik
dalam hal penerapan pola asuh, pendidikan dan juga dalam memahami anak, sangatlah wajib
hukumnya untuk diketahui oleh setiap orang tua.

6. Peran Keluarga Dalam Perkembangan Kreativitas Anak

Peran keluarga dalam kreativitas anak mempengaruhi ketrampilan berpikir anak yakni
melalui proses penalaran untuk mengatahui bakat yang di miliki oleh anaknya. Intervensi pola
pembinaan kepada anak dapat meningkatkan daya pikir dan perkembangan potensi, orangtua
perlu mendeteksi melalui tes bakat dan kemampuan anak, hal ini di maksudkan untuk melihat
apakah anak dapat tumbuh normal atau tidak. Menurut pendapatnya Yuliani.N.S, kreativitas
anak sebaiknya ada Intervensi orangtua untuk memberikan rangsangan sehingga dapat
menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi (hidden potency), yaitu dimensi perkembangan
anak (bahasa, intelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, minat dan bakat. Dengan demikian
peran keluarga sangat menentukan perkembangan kreativitas anak dalam meningkatkan potensi
dalam minat dan bakat yang dimiliki anaknya.

2.3 Konteks Teman Sebaya

2.3.1 Teman Sebaya


Piaget dan Sullivan memberikan penjelasan tentang peran sebaya dalam perkembangan
sosioemosional. Mereka menekankan bahwa melalui interaksi sebayalah anak anak dan remaja
belajar sebagaimana berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik. Dengan
sebaya, anak–anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai
sudut pandang sebaya, menegosiasikan solusi atau perselisihan secara kooperatif, dan mengubah
standart perilaku yang diterima semua.

2.3.2 Lima Jenis Status Teman Sebaya (Asher & McDonald, 2009)
Lima jenis status teman sebaya menurut ahli perkembangan (Asher& McDonlad,2009) yaitu:

1. Anak Populer

12
Anak populer yaitu anak yang sering dinominasikan sebagai teman terbaik dan
jarang tidak disukai oleh teman sebayanya. Mereka memberikan bantuan, mendengarkan
dengan cermat, merasa bahagia, bertindak seperti diri sendiri, menunjukan antusiasme
dan kepedulian terhadap sesama, serta percaya diri tanpa terlihat sombong.
2. Anak Biasa
Anak biasa yaitu anak yang menerima jumlah rata-rata, baik nominasi positif
maupun nominasi negatif dari teman sebaya atau teman sekelasnya.
3. Anak Terabaikan
Anak terabaikan merupakan anak yang jarang dinominasikan sebagai seorang
sahabat tetapi bukan berarti tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
4. Anak yang Ditolak
Anak yang ditolak yaitu anak yang jarang dinominasikan sebagai sahabat dan
secara aktif tidak disukai oleh teman sebayanya.
5. Anak Kontroversial
Anak kontroversial yaitu anak yang sering dicalonkan baik sebagai sahabat
terbaik maupun yang tidak disukai.

2.3.3 Persahabatan
Persahabatan memengaruhi sikap anak terhadap sekolah dan seberapa sukses ia di kelas
(Thompson &Goodman, 2009). Beberapa manfaat yang didapatkan dari persahabatan yaitu :

1. Kebersamaan, persahabatan memberikan anak partner yang akrab, seseorang yang


bersedia meluangkan waktu dan meluangkan kegiatan bersama.
2. Dukungan fisik, persahabatan memberikan sumberdaya dan bantuan disaat dibutuhkan.
3. Dukungan ego, persahabatan membantu anak merasakan bahwa mereka adalah anak yang
bisa melakukan sesuatu dan layak dihargai, yang terpenting adalah penerimaan sosial dari
kawannya.
4. Intimasi/Kasih Sayang, persahabatan memberi anak suatu hubunga yang hangat, saling
percaya dan dekat dengan orang lain. Dalam hal ini, anak seringkali merasa nyaman
mengungkapkan informasi pribadi mereka (Santrock, 2007).

13
2.4 Konteks Sekolah
Sekolah merupakan pusat pendidikan formal. Tugas sekolah sangat penting dalam
menyiapkan anak dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai
konsumen, tapi sekolah juga sebagai produsen dan pemberi jasa yang erat kaitannya dengan
pembangunan. Pembangunanan tidak mungkin berhasil tanpa tersedianya sumber daya manusia
yang berkualitas sebagai produk pendidikan. Sekolah banyak berperan dalam mengembangkan
social emosional anak karena disekolah mereka mulai bergaul sebagai bagian dari anggota
masyarakat.

2.4.1 Konteks Perkembangan Sosial yang Terus Berkembang di Sekolah


Konteks sekolah bervariasi sejak masa kanak-anak awal (taman kanak-kanak), sekolah
dasar hingga remaja. Masa kanak-kanak awal adalah sebuah lingkungan yang terlindung oleh
batas-batas dalam ruang kelas. Dalam setting social yang terbatas ini, anak-anak berinteraksi
dengan satu atau dua guru yang biasanya perempuan, yang menjadi figure utama dalam
kehidupan mereka saat itu. Ruang kelas merupakan konteks utama disekolah dasar, kelas lebih
mungkin dirasakan sebagai unit social ketimbang kelas pada masa taman kanak-kanak. Pada
masa SMP lapang sosialnya lebih luas bukan hanya ruang kelas saja. Remaja berinteraksi dengan
guru dan teman seuria mereka dari berbagai kalangan dengan latar belakang kultur yang berbeda.
Pada saat ini perilaku remaja makin mengarah pada interaksi dengan teman, ekstrakulikuler, klub
dan komunitas. Murid SMA lebih menyadari sekolah sebagai system social dan mungkin
termotivai untuk menyesuaikan diri dengannya atau menentang (Santrock, 2007).

2.4.2 Pendidikan Masa Kanak-Kanak Awal


Ada banyak versi dalam mendidik anak pada masa kanak-kanak awal.. Namun, banyak ahli
pendidikan yang mendukung bahwa pendidikan harus sesuai dengan perkembangan (Slentz &
Krogh, 2001).

1. Pendidikan yang Sesuai dengan Perkembangan, yaitu berdasarkan pada pengetahuan dan
perkembangan umum anak-anak dalam rentang usia dan kesesuaian individu.
2. Pendekatan Mantesori, adalah dimana anak diberikan kebebasan yang cukup dan
spontanitas untuk memilih aktivitas dan guru menunjukan bagaimana cara
melakukannya.

14
3. Kontroversi dalam Pendidikan Kanak-Kanak Awal, kontraversi tentang kurikulum apa
yang seharusnya dipakai, menekankan pada pendekatan konstruktivitas yang pada
praktiknya sesuai dengan perkembangan atau pendekatan pengajaran secara langsung.

Tema pendidikan yang tepat secara developmental (Santrock, 2007) yaitu :

1. Perkembangan anak-fisik, kognitif dan sosioemosional adalah domain yang berkaitan.


2. Perkembangan terjadi dalam urutan yang relative teratur dengan kemampuan, keahlian
dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
3. Variasi individual mengkarakterisasi perkembangan anak.
4. Perkembangan dipengaruhi oleh konteks social dan kultural yang beragam.
5. Anak-anak sebagai pembelajar yang aktif sehingga harusdidorong untuk membentuk
pemahaman tentang duniasekelilingnya.
6. Perkembangan akan meningkat jika anak diberi kesempatan untuk mempraktikkan
keahlian baru dan jika anak merasakan tantangan diluar kemampuan mereka saat itu.
7. Anak-anak akan berkembang dengan baik dalam konteks komunitas dimana mereka
aman dan dihargai, kebutuhan fisik terpenuhi dan mereka merasa aman secara psikologis.

2.4.3 Transisi ke Sekolah Dasar

Saat menjalani transisi ke sekolah dasar, mereka berinteraksi dan megembangkan


hubungan dengan anak baru sekolah memberi mereka banyak sumber ide untuk membentuk
pemahaman tentang diri mereka.

2.4.4 Sekolah Untuk Remaja

Persoalan khusus tentang pendidikan remaja yaitu :

1. Transisi Sekolah Menengah Pertama, transisi ini menjadi penuh tekanan karena transisi
ini terjadi bersamaan dengan banyak perubahan perkembangan lainnya.
2. Sekolah Efektif untuk Remaja Awal, menggunakan metode belajar yang dirancang untuk
mempersiapkan semua siswa untuk mencapai standar yang tinggi dan memberikan
lingkungan sekolah yang aman dan sehat.
3. Meningkatkan Sekolah Menengah Atas, program yang paling efektif adalahmemberikan
program membaca, pelajaran privat, koseling, dan pelatihan.

15
2.4.5 Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Perkembangan Kognitif

Menurut Teori Perkembangan Vygotsky, interaksi sosial mempunyai pengaruh yang


penting dalam perkembangan Kognitif. siswa yang mempunyai interaksi baik dan memperolah
cara mendidik yang baik oleh orang tuanya maka perkembangan kognitifnya akan lebih unggul.

BAB 3

PENUTUP

Simpulan
Dalam teori Erikson, masa kanak-kanak awal adalah periode ketika
perkembangan melibatkan penyelesaiaan konflik pada anak. Pemahaman diri dasar
berkembang menjadi repesentasi diri anak-anak prasekolah dalam hal atribut tubuh dan
benda-benda milik pribadi, dan aktivitas fisik. Ada 4 pola pengasuhan terdiri dari otoriter,
otoritatif, lalai, dan permisif. Gaya pengasuhan otoritatif adalah gaya pengasuhan yang
paling banyak digunakan di seluruh dunia dan merupakan gaya yang paling sering
dikaitkan dengan kompetisi sosial anak-anak.
Peran lingkungan sangat berpengaruh terutama dalam memberikan nilai-nilai
positif kepada perkembangan anak. Peran lingkungan ini mulai dari keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas. Salah satu komponen lingkungan ini
tidak berfungsi maka akan berakibat pada kurang efektifnya perkembangan social
emosional anak sehingga anak akan cenderung berperilaku negative.
Jika Semua keluarga/orangtua memfokuskan perannya kepada perkembangan
anak dapat memberikan dampak/keyakinan yang kuat dan besar terhadap perkembangan
perilaku, sikap dan pribadi anaknya tersebut dengan baik dan benar. Kesadaran orangtua
dalam mengemban Amanah dari Allah SWT menjadi investasi dunia akhirat bagi
orangtua untuk berbagai aspek religiusitas kepada anak-anaknya agar dapat terus

16
membina karakter moral/akhlak/rohani kepada anak untuk mengantisipasi anak dalam
mengantarkannya kearah kedewasaan.
Selain peran lingkungan peran diri sendiri dan juga sangat diperhatikan, karena
masing-masing saling mempengaruhi. Kalau lingkungannya baik maka akan membawa
dampak yang baik kepada diri sendiri sebaliknya kalau lingkungannya kurang baik maka
akan membawa dampak negative pada diri sendiri juga.

A. Saran
Mengingat pentingnya peran perkembangan pada diri sendiri dan lingkungan
maka masing-masing komponen harus merasa bertanggungjawab memberikan masukan
yang positif bagi perkembangan anak.
Pendidikan karakter dan perilaku prososial perlu dikembangkan dalam rangka
memberikan perhatian kepada anak sehingga perkembangan sosioemosional anak
menjadi tidak terganggu.

17
Daftar Pustaka
Hulukati, W. (2015). PERAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN
ANAK Wenny Hulukati. Musawa, 7(2), 265–282.

Ii, B. A. B., Teori, A. K., & Sebaya, T. (2017). Pengaruh Teman Sebaya…, Sulistiyowati
Budikuncoroningsih, FKIP, UMP, 2017 8. 8–39.

http://massugiyanto.blogspot.com/2011/05/teori-teori-kontemporer-konteks-sosial_11.html

https://www.academia.edu/37941985/Perkembangan_Sosioemosional_Dan_Konteks_Sosial

https://slideplayer.info/slide/3065858/

18

Anda mungkin juga menyukai