Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN EMOSI PADA MASA DEWASA AWAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi


Perkembangan Dewasa

Dosen Pengampu: Dr. Fenti Hikmawati, M.Si.

Disusun oleh :

1. Al Fath Arda Jatikusuma (1206000006)


2. Muhammad Gilang Ramadan (1206000098)
3. Windari (1206000195)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Perkembangan Emosi Dewasa Awal : Teori Erik Erikson.........................................................3
B. Teori Psikososial Goergo Vaillant.............................................................................................6
C. Teori Daniel Levinson...............................................................................................................8
SIMPULAN........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Emosi Dewasa Awal : Teori Erik Erikson


Perkembangan emosi pada manusia, dijelaskan oleh teori Erik Erikson. Menurut
Erikson, terdapat delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia, yaitu:
1. Trust vs mistrust (kepercayaan vs ketidakpercayaan), usia 0-18 bulan.
2. Autonomy vs shame and doubt (otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu), usia 2-3
tahun.
3. Initiative vs guilt (inisiatif vs kesalahan), usia 3-5 tahun,
4. Industry vs inferiority (kerajinan vs inferioritas), usia 6-11 tahun.
5. Identity vs role confusion (identitas vs kekacauan identitas), usia 12-18 tahun.
6. Intimacy vs isolation (keintiman vs isolasi), usia 19-40 tahun.
7. Generativity vs stagnation (generativitas vs stagnasi), usia 40-65 tahun.
8. Integrity vs despair (integritas vs keputusasaan), usia 65 tahun ke atas.
Perkembangan emosi pada masa dewasa awal lebih ditekankan pada teori Erikson tahap
ke-6 yaitu keintiman vs isolasi (intimacy vs isolation).
Intimacy atau keintiman merupakan kemampuan seseorang menyatukan identitasnya
dengan identitas orang lain tanpa ada perasaan takut akan kehilangan jati dirinya, atau
dengan kata lain intimacy adalah kemampuan seseorang untuk membangun hubungan
dengan orang lain. Ciri-ciri dari intimacy ini adalah dapat membangun hubungan
dekat/akrab dengan orang lain, dan dapat komunikatif dengan orang lain.
Sedangkan isolasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk bekerja sama atau
membangun hubungan dengan orang lain. Ciri-cirinya yaitu orang tersebut selalu
sendirian tidak punya teman, tidak komunikatif dengan orang lain, dan merasa kesepian.
Seperti yang kita ketahui, pada masa dewasa awal (18-40 tahun), seseorang ada di tahap
sedang berkuliah, memilih pekerjaan dan karir, memilih untuk menikah, hidup berumah
tangga, memiliki anak, dan sebagainya. Pada masa ini, seseorang dihadapkan pada
perkembangan antara membangun hubungan dekat atau akrab, komunikatif, dengan atau
tidak melibatkan kontak seksual, dengan orang lain (intimacy). Contohnya, seperti
membangun hubungan baik dengan teman kuliah, membuat hubungan baik dengan rekan
kerja, persahabatan, memiliki pasangan, menikah, dan lain-lain.
Namun, bila gagal dalam membentuk keintiman dengan orang lain, maka ia akan
mengalami apa yang disebut isolasi. Isolasi ini ketika seseorang merasa tersisihkan dari
orang lain, merasa kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain, merasa
sendirian. Ini karena ia tidak mempu membangun hubungan dengan orang lain. Jika
seseorang mengalami isolasi yang berlebihan, maka ia mungkin saja tidak merasa
bahagia, tidak merasakan cinta, tidak merasakan kasih sayang. Hal ini tentu berbahaya
bagi kondisi psikologis seseorang. Ia bisa menjadi stres, depresi, bahkan juga bisa
melakukan bunuh diri.
Itu sebabnya pada masa dewasa awal, penting bagi seseorang untuk mencapai intimacy
atau keintiman dengan orang lain. Hal ini karena berpengaruh pada aspek psikologis
seseorang. Selain itu, jika gagal mendapatkan intimacy pada tahap ini. Maka, akan
mempengaruhi tahap perkembangan emosi selanjutnya, bisa saja orang tersebut akan
mengalami kegagalan pada tahap perkembangan emosi yang berikutnya.
Namun, apa sebabnya seseorang tidak dapat mencapai keintiman atau intimacy? Menurut
Erikson, seseorang tidak mencapai keintiman dan merasakan isolasi karena bisa saja
akibat terjadinya kegagalan dalam tahap perkembangan sebelumnya.
Contohnya, pada tahap pertama kepercayaan vs kecurigaan, orang tersebut mendapatkan
rasa kecurigaan sejak ia kecil. Maka, ketika dewasa ia bisa saja tumbuh menjadi orang
yang tidak bisa percaya dengan orang lain. Sehingga, akan sulit untuk membangun
hubungan dengan orang lain. Lalu, misalkan pada tahap kedua otonomi vs perasaan malu
dan ragu-ragu, orang tersebut mendapatkan perasaan malu dan ragu-ragu. Sehingga,
orang tersebut akan merasa malu dan ragu-ragu untuk membangun hubungan (intimacy)
dengan orang lain. Begitu pula dengan tahap selanjutnya, bisa saja orang tersebut
mendapatkan kesalahan, inferioritas, dan kekacauan identitas. Sehingga, akan kesulitan
pula dalam membangun intimacy terhadap orang lain.
Lalu, bagaimana solusinya jika ada orang yang mendapatkan kegagalan pada masa
perkembangan ini? Erikson sendiri mengatakan jika dalam tahap sebelumnya seseorang
mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan, maka pada tahap sesudahnya
dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya. Jadi, solusinya yaitu dengan belajar
apa yang gagal pada tahap-tahap sebelumnya. Contohnya, belajar untuk menanamkan
rasa percaya yang tidak berlebihan pada orang lain, mandiri, inisiatif, bekerja keras, dan
menemukan identitas diri.
Sikap intimacy atau keintiman ini terdapat dalam perspektif islam yakni disebut sebagai
hablum minannas. Hablum minannas ini merupakan hubungan dengan sesama manusia.
Sesungguhnya Islam merupakan agama yang menekankan pentingnya kehidupan sosial.
Pada dasarnya, ajaran Islam mengajarkan manusia untuk melakukan segala sesuatu demi
kesejahteraan bersama, bukan pribadi semata. Islam menjunjung tinggi tolong menolong,
saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kesamaan derajat,
tenggang rasa dan kebersamaan. Bahkan dalam Islam, Allah menilai ibadah yang
dilakukan secara berjamaah atau bersama-sama dengan orang lain, nilainya lebih tinggi
daripada shalat yang dilakukan perorangan. Seperti dalam QS. Al Hujurat ayat 10 yang
berbunyi :
۟ ُ‫ُوا بَ ْينَ أَ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َوٱتَّق‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬ ۟ ‫ِإنَّما ْٱل ُم ْؤ ِمنُونَ إ ْخ َوةٌ فَأَصْ لِح‬
ِ َ
Artinya : "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat."
Q.S. Al Hujurat merupakan surat ke-49. Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya
semua orang-orang Mukmin itu saudara. Hal ini karena sama-sama menganut unsur
keimanan yang sama dan kekal dalam surga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari
dalam hadits sahihnya, dari 'Abdullah bin 'Umar, "Muslim itu adalah saudara muslim
yang lain, jangan berbuat aniaya dan jangan membiarkan melakukan aniaya. Orang yang
membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah membantu kebutuhannya. Orang yang
melonggarkan satu kesulitan dari seorang muslim, maka Allah melonggarkan satu
kesulitan di antara kesulitan-kesulitannya pada hari Kiamat. Orang yang menutupi aib
saudaranya, maka Allah akan menutupi kekurangannya pada hari Kiamat." (HR.
Bukhari).
Persaudaraan itu mendorong ke arah perdamaian. Oleh karena itu, Allah SWT
menganjurkan untuk mempertahankan persaudaraan tersebut dalam rangka memelihara
ketakwaan pada-Nya. Pada akhir ayat dijelaskan pula bahwa memelihara persaudaraan
akan mendatangkan rahmat dan ampunan Allah SWT sebagai balasan atas usaha
perdamaian dan ketakwaan kepada-Nya.
Dari ayat tersebut, kita mengetahui bahwa membangun intimacy itu akan mendapatkan
rahmat dari Allah Swt.
Selain itu pula, dalam membangun hubungan dengan orang lain harus disertai dengan
akhlakul karimah atau akhlak yang mulia seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
Saw. Dalam Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual
seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadu), berusaha dan berserah diri
(tawakal), ketulusan/sincerety (ikhlas), sabar, adil, dan semua itu dinamakan al-akhlaq al-
karimah. Antara akhlak dan emosi ini berhubungan, yaitu ketika seseorang berakhlak baik
maka akan baik pula kecerdasan emosinya. Contohnya, ada orang yang sabar ketika dapat
masalah. Maka, ia berarti dapat mengendalikan emosinya dengan baik dengan cara
menahan diri dari amarahnya.
Adapun ayat yang membahas tentang akhlakul karimah yaitu Q.S An Nahl ayat 90 yang
berbunyi :
ۤ ‫هّٰللا‬ ۤ
‫ئ ِذى‬ ِ ‫ا‬rrَ‫ا ِن َواِ ْيت‬r ‫ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ اِ َّن َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َوااْل ِ حْ َس‬
‫ْالقُرْ ٰبى َويَ ْن ٰهى ع َِن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”
Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah penjelasan, petunjuk, rahmat, dan
kabar gembira bagi orang yang berserah diri kepada Allah. Ayat ini kemudian
mengiringinya dengan petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur'an bagi mereka. Petunjuk
pertama adalah perintah untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan. Allah menyatakan,
“Sesungguhnya Allah selalu menyuruh semua hamba-Nya untuk berlaku adil dalam
ucapan, sikap, tindakan, dan perbuatan mereka, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain, dan Dia juga memerintahkan mereka berbuat kebajikan, yakni perbuatan yang
melebihi perbuatan adil; memberi bantuan apa pun yang mampu diberikan, baik materi
maupun nonmateri secara tulus dan ikhlas, kepada kerabat, yakni keluarga dekat, keluarga
jauh, bahkan siapa pun. Dan selain itu, Dia melarang semua hamba-Nya melakukan
perbuatan keji yang tercela dalam pandangan agama, seperti berzina dan membunuh;
melakukan kemungkaran yaitu hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam adat
kebiasaan dan agama; dan melakukan permusuhan dengan sesama yang diakibatkan
penzaliman dan penganiayaan. Melalui perintah dan larangan ini Dia memberi pengajaran
dan tuntunan kepadamu tentang hal-hal yang terkait dengan kebajikan dan kemungkaran
agar kamu dapat mengambil pelajaran yang berharga.”
Jadi, manfaat dari kita mempelajari perkembangan emosi dewasa awal ini adalah agar
dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Karena semakin cerdas seseorang dalam
mengelola emosi, maka akan semakin baik kepribadian seseorang.
B. Teori Psikososial Goergo Vaillant
Vaillant (dalam Papalia, dkk, 1998) membagi fase dewasa menjadi tiga, yaitu masa
pembentukan, masa konsolidasi dan masa transisi.
1. Masa pembentukan
Fase ini dimulai pada usia 20 sampai 30 tahun dengan tugas perkembangan mulai
memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga dengan pernikahan, dan
mengmbangkan persahabatan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Huvigurst (dalam Hurlock, 1990) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang
menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah mulai memilih pasangan hidup dan
mulai bekerja. Dalam hubungannya terhadap sesama manusia, Allah Swt. telah
menyuruh hamba-Nya untuk menikah. Ini tentunya juga berkaitan dengan
perkembangan emosi pada masa dewasa awal. Sesuai dengan firman Allah dalam QS.
Ar-Rum ayat 21 :

َ ِ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ َ‫ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan


pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi kaum yang berpikir.”

Ternyata, pernikahan dapat memberikan banyak manfaat dalam kehidupan juga


perkembangan emosi terutama dalam masa dewasa. Ini karena pernikahan dapat
membuat manusia menjadi lebih tentram, dan merasakan kasih sayang. Hal ini yang
membuat manusia lebih memiliki emosi lebih positif setelah menikah di bandingkan
sebelum menikah.

2. Masa konsolidasi
Fase ini dimulai pada usia 30 sampai 40 tahun merupakan masa konsolidasi karier
dimana karir individu semakin stabil. Pada tahap tersebut individu memiliki
komitmen yang lebih besar terhadap pekerjaan seiring bertambahnya usia. Dalam hal
ini terdapat proses yang kemungkinan masih berkembang untuk memantapkan fase
tersebut. Proses yang ada di dalamnya termasuk mencoba hal baru dalam hidup atau
pekerjaan salah satunya dengan berpindah tempat kerja untuk mencapai tahap
konsolidasi karir. Oleh karena itu dalam memasuki dunia kerja, seseorang yang
memasuki fase usia dewasa awal harus malakukan tahap-tahap penyesuaian
pekerjaan, antara lain:

 Pilihan pekerjaan
Individu dapat memilih bidang pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat,
kompetensi dan faktor-faktor psikologis lainnya supaya ketika bekerja kesehatan
mental dan fisiknya dapat dikelola.
 Stabilitas pilihan pekerjaan
Dalam memilih pekerjaan, individu harus melakukannya dengan baik dan
berpindah-pindah kerja masih dapat dilakukan di usia awal dewasa dini.
 Penyesuaian diri dengan pekerjaan
Proses menyesuaikan diri dengan jenis pekerjaan yang telah dipilih meliputi sifat
dan jenis pekerjaan, melakukan adaptasi dengan teman sejawat/kerja, pimpinan,
lingkungan kerja dan aturan-aturan dalam dunia kerjanya. Di dalam aktivitas
kerjanya, orang dewasa awal cenderung gesit dan cekatan dalam bekerja sehingga
mampu mencapai tahap pekerjaan yang mapan atau telah mencapai puncak karier,
akan tetapi mereka kurang bijaksana dalam bekerja.
Istilah ‘kerja’ dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari
rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga tetapi kerja mencakup segala bentuk
amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri,
keluarga dan masyarakat sekelilingnya sebagaimana dimaksud dalam firman Allah
QS. At-Taubah ayat 105 :

۟ ُ‫قُ ِل ٱ ْعمل‬
ِ ‫وا فَ َسيَ َرى ٱهَّلل ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهۥُ َو ْٱل ُم ْؤ ِمنُونَ ۖ َو َستُ َر ُّدونَ إِلَ ٰى ٰ َعلِ ِم ْٱل َغ ْي‬
َ َ‫ب َوٱل َّش ٰهَ َد ِة فَيُنَبِّئُ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ َ

Artinya: "Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-
Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

Di sinilah Islam memberi petunjuk kepada umat muslim bahwa kerja adalah
bentuk bangunan relasi sosial antar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
keluarga serta masyarakat disekitarnya dan sekaligus bentuk ideal dari pengabdian
diri kepada Allah. Islam telah membuka bebagai lapangan kerja bagi umatnya agar
mereka dapat memilih yang sesuai dengan keahlian, kemampuan, pengalaman dan
kesenangannya. Manusia tidak dipaksakan untuk memilih pekerjaan tertentu, kecuali
apabila pekerjaan tersebut akan mendatangkan kemaslahatan umum. Penanaman
nilai-nilai spiritual di dunia kerja diyakini mampu mendorong munculnya motivasi
dan produktivitas kerja yang tinggi atas dasar ibadah.
3. Masa transisi
Fase ini sekitar usia 40 tahun merupakan masa meninggalkan kesibukan
pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh. Evaluasi
tersebut meliputi reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kepuasan
kognitif (kepuasan hidup) dan komponen afektif (pemenuhan/kebahagiaan) Hal
tersebut didukung oleh pendapat Diener (2009), bahwa SWB adalah proses penilaian
individu terhadap hidupnya, meliputi penilaian secara kognitif dan secara afektif yang
merupakan salah satu prediktor kualitas hidup individu. Kepuasan pada suatu
pekerjaan memiliki kaitan yang erat dengan proses kehidupan, indikasi-indikasi
kepentingan ini berkaitan dengan aspek kesetiaan (loyalitas) dan kesehatan. Ketika
orang yang bekerja mengalmi ketidakpuasan dengan hasil pekerjaannya, keadaan ini
seringkali dipengaruhi oleh sejenis stressor yang kuat .

Dalam konsepsi Islam, setiap muslim diwajibkan melakukan pekerjaan yang


memberi hasil yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Setiap muslim bebas
memilih pekerjaan yang hendak dilakukan. Penanaman nilai-nilai spiritual di dunia
kerja diyakini mampu mendorong munculnya motivasi dan produktivitas kerja yang
tinggi atas dasar ibadah. sebagaimana dimaksud dalam firman Allah QS. Al-Ankabut
ayat 17

َ ‫فَا ْبتَ ُغوْ ا ِع ْن َد هّٰللا ِ الرِّ ْز‬


َ‫ق َوا ْعبُ ُدوْ هُ َوا ْش ُكرُوْ ا لَهٗ ۗاِلَ ْي ِه تُرْ َجعُوْ ن‬

Artinya: "Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah
kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan." (QS al-Ankabut:17).
Dengan demikian, pekerjaan yang dilakukan secara ikhlas, tanpa pamrih, penuh
kesadaran, bertanggung jawab, bersemangat, dan bersungguh-sungguh karena merasa
dinilai Allah SWT, suci bersih dari penyimpangan, penyelewengan dan kebohongan,
penuh prestasi, terobsesi untuk selalu menampilkan yang terbaik, serta menjadi
teladan, contoh terbaik dalam kebaikan bagi lainnya. Berbagai sikap ini harus dibina
dan dikembangkan dalam keseharian kerja kita.
C. Teori Daniel Levinson
Menurut Levinson, pada masa dewasa awal, 2 tugas yang harus dikuasai adalah
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan bagi orang dewasa dan mengembangkan
struktur kehidupan yang stabil.
Pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun), di mana orang akan mencari
tempat dalam dunia kerja dan dunia hubungan sosial untuk membentuk struktur
kehidupan yang stabil. Di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan dalam Surat Al-Hujurat ayat
10 tentang hubungan manusia sebagai makhluk sosial sebagai berikut :
َ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ إِ ْخ َوةٌ فَأَصْ لِحُوا بَ ْينَ أَ َخ َو ْي ُك ْم   ۚ  َواتَّقُوا هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُمون‬
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10)
Pada usia antara 28-33 tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil.
Dalam fase kemantapan (33-40 tahun) seseorang dengan keyakinan yang mantap
menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha sebaik-baiknya. Impian yang ada
pada (17-33 tahun) mulai mencapai kenyataan. Pekerjaan dan keluarga membentuk
struktur peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam fase
tersebut.Pada usia 40 tahun tercapailah puncak masa dewasa.
Levinson menganggap usia 20-an sebagai novice phase, fase orang baru dari
perkembangan orang dewasa, atau sebagai transisi dari dependen menjadi independen.
Novice phase adalah waktu untuk eksperimentasi yang bebas dan waktu untuk menguji
impian di dunia nyata. Sedangkan dari usia 28 sampai 33 tahun individu mengalami
proses transisi di mana dia harus menghadapi persoalan penentuan tujuan yang lebih
serius. Di mana biasanya individu berfokus pada keluarga dan perkembangan karir. Hal
ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an suart At-Taubah ayat 105 sebagai berikut :

ِ ‫َوقُ ِل ا ْع َملُوا فَ َسيَ َرى هَّللا ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ۖ َو َستُ َر ُّدونَ إِلَ ٰى عَالِ ِم ْال َغ ْي‬
َ‫ب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan.
Sedangkan tahun-tahun berikutnya individu mengalami periode transisi dimana ia harus
memasuki fase becoming one own man atau disebut menjadi diri sendiri. Dimana pada
usia 40 tahun telah mencapai tempat yang stabil dalam karirnya telah mengatasi dan
menguasai belajar menjadi orang dewasa.
SIMPULAN

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan oleh Erik Erikson


merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi, hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut. Teori Erikson yang membawa
aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis. Erikson
menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan
penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan
kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego
ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap
kehidupan.

Pada masa dewasa awal, salah satu tugas perkembangannya adalah memasuki
dunia kerja dan karier. Menurut Levinson, pada masa dewasa awal 2 tugas yang harus
dikuasai adalah mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan bagi orang dewasa dan
mengembangkan struktur kehidupan yang stabil. Sedangkan menurut perspektif
Islam, kecerdasan emosi pada intinya adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan emosi. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa Allah
memerintahkan kita untuk menguasai emosi-emosi kita, mengendalikanya, dan juga
mengontrolnya.
DAFTAR PUSTAKA

Julius dkk. 1989. Melangkah Menuju Kedewasaan. Yogyakarta: Kanisius


Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Qalbinur. Periodesasi Perkembangan Masa Dewasa Awal.
http//qalbinur.wordpress/2009/03/27.
Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional
Alwisol. ( 2009 ) Psikologi Kepribadian. Umm press : Malang
Koeswara, E. (1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung Eresco.
Sumadi Suryabrata. ( 2005 ) Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.
http://dodyhartanto.wordpress.com/
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2019). IAIN TULUNGAGUNG.
BAB III USIA DEWASA AWAL. (2019). repositoryradenintan.

Anda mungkin juga menyukai