Anda di halaman 1dari 3

Contoh kasus Spesialisasi dalam psikologi klinis ( psikologi komunitas)

Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai Intervensi Kesehatan Mental Berbasis
Masyarakat

Pemangku kepentingan di bidang kebijakan kesehatan mental sangat prihatin dengan


tingginya prevalensi penyakit kejiwaan secara global. WHO menetapkan Hidup dengan
Skizofrenia sebagai fokus Hari Kesehatan Mental Sedunia tahunan pada 12 Oktober 2014 .
Topik ini dipilih karena menurut World Federation of Mental Health ( WFMH ), 2014.
skizofrenia adalah kondisi psikotik yang paling umum dan mempengaruhi antara 0,7 dan 1 %
populasi dunia. Beberapa sumber, prevalensi skizofrenia di seluruh dunia berkisar antara 0,5
sampai 2 % dari populasi secara keseluruhan (Davey, 2008). WFMH sebagai bagian dari WHO,
menyatakan bahwa kasus Skizofrenia tidak dapat lagi dilihat secara individual, namun harus
diintervensi dalam skala makro/sistem. Skizofrenia, gangguan psikotik, dan gangguan neurotik
umumnya terjadi karena tekanan yang berasal dari keluarga ataupun masyarakat. Oleh karena itu,
pengetahuan praktis mengenai gangguan jiwa berat tersebut selayaknya juga dipahami oleh
masyarakat.

Di Indonesia Dengan 2,7 kejadian per 1000 penduduk, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
Aceh memiliki frekuensi gangguan jiwa berat tertinggi. Angka ini jauh lebih tinggi dari
prevalensi nasional gangguan jiwa berat, yaitu 1 per sejuta. Banyak variabel berkontribusi
terhadap jumlah kasus yang tinggi. Penyakit mental yang signifikan di kedua provinsi. Sebagian
besar kasus gangguan jiwa di Aceh disebabkan oleh stres pascabencana dan pascakonflik.
Namun, sebagian besar penyakit jiwa berat disebabkan oleh kesulitan keuangan. (Balai
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Hasil Riskesdas 2013 ini sejalan dengan yang ditemukan Dusun X di Puskesmas Moyudan,
Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Pada bulan September hingga Desember 2014, 3 hingga 4
orang biasanya dirujuk ke psikolog per hari. Jumlah ini terpisah dari biaya konsultasi kandidat.
Setidaknya 90-100 orang dilihat oleh psikolog dalam sebulan. Satu sampai dua persen dari
mereka adalah orang dengan gangguan jiwa berat yang kini menjalani rawat jalan setelah keluar
dari rumah sakit jiwa. Pasien yang tersisa memiliki gejala somatoform, keluhan depresi, dan
masalah terkait stres. berdasarkan pengamatan dan diskusi mereka dengan psikolog dan perawat
psikiatri di Puskesmas Moyudan.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan pada tahun 2014 oleh psikolog dan perawat psikiatri,
kategori di Distrik Moyudan, terdapat 172 kasus gangguan jiwa berat. 47 orang dari berbagai
bagian kasus telah menerima rawat jalan di fasilitas medis dan rumah sakit jiwa. Info gejala dan
wawancara keluarga digunakan untuk menyusun data, yang kemudian dianalisis. Kesadaran diri
yang buruk, kurangnya perawatan diri, daya tarik di luar situasi sosial, berbicara dan
menertawakan diri sendiri, dan sering berkeliaran tanpa tujuan adalah beberapa indikasi yang
digunakan.
Berdasarkan situasi tersebut, Tujuan Dusun X adalah mengembangkan model kesehatan jiwa
berbasis komunitas. Jika berhasil, inisiatif ini akan berfungsi sebagai prototipe untuk upaya skala
komunitas yang lebih besar. Menurut evaluasi awal Dukuhan X terhadap kepala dusun X, ada
beberapa kejadian gangguan jiwa yang terjadi dalam keluarga. Orang dengan masalah mental
seringkali berusia antara 18 hingga 35 tahun. Pedukuhan X juga berbincang dengan ibu dua anak
yang sakit jiwa. Masalah sosial ekonomi, seperti pengangguran, adalah salah satu penyebab
utama penyakit mental. Para pemuda biasanya meninggalkan Pedukuhan X menuju kota
metropolitan terdekat, seperti Wates atau Yogyakarta, sementara mayoritas penduduknya bekerja
sebagai buruh tani. Orang dengan penyakit mental sering gagal dalam pekerjaan mereka di kota
dan pulang dengan tangan kosong. Tingginya prevalensi penyakit jiwa di Dusun X salah satunya
dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat tentang gangguan kejiwaan. Tujuan dari
inisiatif ini adalah untuk menghilangkan stigma terkait penyakit mental di masyarakat dan
mengembangkan komunitas X yang peka terhadap masalah kesehatan mental. Program hal ini
diantisipasi memiliki efek berjenjang pada kualitas hidup orang dengan penyakit mental dan
membantu mereka menyesuaikan diri kembali dengan lingkungan mereka. Gagasan dukungan
kesehatan mental serta melayani sebagai komunitas pendukung bagi institusi yang menyediakan
perawatan kesehatan mental pencegahan dan promosi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan psikoedukasi kepada mereka yang akan
menjadi kader di bidang kesehatan jiwa terkait dengan diagnosis dini dan pengobatan penyakit
jiwa serta memberikan psikoedukasi kepada pembuat kebijakan daerah untuk membantu mereka
mengembangkan kebijakan kesehatan mental yang pro. Pertunangan dengan berperan sebagai
kader kesehatan jiwa, komunitas ini bertujuan untuk memberdayakan anggotanya agar dapat
menggunakan keahliannya dan membagikannya kepada orang lain.

Jadi Faktor utama yang berkontribusi terhadap penyakit psikologis di dusun X adalah stres
sosial dan kesulitan sosial ekonomi. Anggota keluarga terpengaruh oleh pola komunikasi yang
kaku dan membuat mereka enggan berbagi cerita. Terbentuknya komunitas kesehatan jiwa dan
hati masyarakat (SEHATI) dengan demikian dapat menjadi wadah promosi, pencegahan, dan
penanganan masalah kesehatan jiwa dalam skala penyelesaian. Setelah studi selesai, peneliti
membuat rekomendasi untuk membantu keluarga memenuhi tanggung jawabnya sebagai
pembela pasien gangguan jiwa utama dan pendukung lingkungan emosional yang aman.Selain
keluarga, masyarakat juga dituntut untuk mewariskan perilaku bebas stigma negatif pasien
gangguan jiwa kepada generasi selanjutnya. Puskesmas dan aparat pemerintah kabupaten harus
bekerja sama untuk mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan pencegahan dan
penanganan situasi gangguan sosial secara psikologis agar kader di komunitas dukuh SEHATI
dapat bekerja dengan sebaik-baiknya.

Anda mungkin juga menyukai