Anda di halaman 1dari 12

Stres Kerja pada Mahasiswa yang Bekerja Paruh Waktu

1
Fatwa Tentama, 2Rhama Dean Fitrasyah
1,2
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Rhama1900013277webmail.uad.ac.id

Abstrak

Kuliah sambil bekerja menjadi alternatif bagi beberapa mahasiswa dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhannya. Tuntutan pekerjaan maupun kewajiban sebagai
mahasiswa dapat menyebabkan tekenan terhadap mahasiswa tersebut. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui stres kerja yang dialami oleh mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja. Penelitian ini menggunakan metode kuliatatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi-terstruktur.
Subjek penelitian ini adalah tiga orang mahasiswa yang berasal dari Universitas “X”
dan “Y” di Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Hasil penelitiaan menunjukkan
adanya stres kerja yang dialami oleh mahasiswa Universitas “X” dan “Y”. Peristiwa
dan perubahan yang terjadi pada aspek fisiologis, psikologis dan perilaku
menunjukkan adanya stres kerja akibat dari tuntutan pekerjaan dan kewajiban sebagai
mahasiswa.

PENDAHULUAN
Bekerja sambil kuliah nampaknya menjadi pilihan bagi beberapa mahasiswa
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai tantangan yang didahapi mahasiswa
yang bekerja part time seperti membagi waktu, menentukan prioritas dan harus dapat
menyeimbangkan kuliah dengan pekerjaannya. Hal tersebut dapat memicu munculnya
stres kerja pada mahasiswa tersebut. Kuliah sambil bekerja tidak hanya dilakukan
oleh mahasiswa yang ekonominya lemah, beberapa mahasiswa memilih untuk bekerja
sambil kuliah dikarenakan untuk memenuhi gaya hidupnya (Pertiwi, 2018).
Stres kerja dapat tejadi pada siapapun yang bekerja. Cox (2006) mengatakan
bahwa stres kerja menjadi topik yang sangat menarik untuk diteliti karena memiliki
dampak baik pada individu maupun organisasi, seperti dampak fisiologis, kognitif,
perilaku dan organisasi. Beehr dan Newman (1978) mengungkapkan stres kerja
merupakan suatu kondisi yang muncul dalam proses korelasi antara manusia dengan
pekerjaannya. Stres kerja merupakan keadaan menegangkan yang menimbulkan
adanya ketidaksesuaian antara fisik dan psikis, hal ini berdampak terhadap emosi,
proses berpikir dan kondisi individu (Rivai, 2002). Mangkunegara (2017)
mendifinisikan stres kerja sebagai perasaan tertekan yang rasakan oleh pekerja dalam
menghadapi pekerjaannya. Robbins dan Judge (1996) mengatakan terjadinya stres
kerja disebabkan oleh desakan dalam penyesuaian diri, seperti tekanan organisasi
yang meliputi tuntutan tugas, peran dan manajemen organisasi. Lebih lanjut lagi,
Kenny dan Cooper (2003) mengatakan stres kerja berhubungan erat dengan masalah
pribadi individu dan kekhawatiran terhadap publik.
Menurut Beehr dan Newman (1978) terdapat tiga aspek stres kerja, yaitu yang
pertama aspek fisiologis merupakan reaksi fisik ketika dalam keadaan tertekan,
seperti gangguan pernafasan, meningkatnya tekanan darah, jantung berdebar kencang
dan kesulitan untuk tidur. Kedua, ada aspek psikologis atau emosi, yaitu reaksi dari
keadaan tertekan yang disebabkan oleh pekerjaan yang dapat membuat individu
menjadi cemas berlebihan, rendahnya kepercayaan diri, mudah marah, sensitif hingga
menolak untuk bergaul. Ketiga, aspek perilaku yaitu merupakan reaksi fisik yang
muncul dalam bentuk perilaku atau sikap, seperti menurunnya nafsu makan,
menurunnya hubungan interpersonal dan prokrastinasi.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017) penyebab stres
kerja adalah beban kerja, sistem kerja dan hal- hal yang berkaitan dengan organisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2018) tentang “Perbedaan
Tingkat Stres pada Mahasiswa yang Bekerja dan Tidak Bekerja di Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Angkatan
2013” dengan subjek berjumlah 46 orang yang terbagi dalam 23 mahasiswa yang
tidak bekerja dan 23 mahasiswa yang bekerja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
sebagian besar mahasiswa yang tidak bekerja yaitu 15 orang mengalami stres sedang
sedangkan sebagian besar mahasiswa yang bekerja yaitu 13 orang mengalami stres
berat. Stres kerja berkaitan erat dengan lingkungan kerja dan beban kerja, mahasiswa
yang mengalami kesulitan dalam memenuhi tanggung jawabnya maka akan
menimbulkan rasa tekanan, baik fisik maupun psikis.
Sasono (2004) mendifinisikan stres memiliki dampak positif dan negatif.
Dampak positif stres pada tingkat rendah adalah dapat mendorong kinerja karyawan
dan dampak negatif stres dalam tingkatan yang tinggi adalah penurun kinerja
karyawan secara drastis. Robbins (2003) menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang
menyebabkan stres kerja. a. faktor lingkungan berupa kondisi lingkungan yang tidak
stabil, ketidakpastian politik dan kemajuan teknologi. b. Faktor organisasi berupa
tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan antar pribadi. c. Faktor individu berupa
keluarga, ekonomi dan kepribadian bawaan. Luthans (1998) mendefinisikan stres
kerja sebagai hubungan timbal balik individu terhadap situasi eksternal yang dapat
menyebabkan penyimpangan pada fisik, psikologis dan sikap.
Hasil wawancara pada dua mahasiswa menunjukkan bahwa mereka kesulitan
dalam bekerja sambil kuliah. Banyak tekanan yang mereka alami, seperti tekanan
fisik dan psikis. Tekanan dalam bentuk fisik yang dialami diantaranya adalah
kelelahan, sulit untuk tidur. Tekanan psikis yang mereka alami diantaranya adalah
cemas, sedih dan marah. Sumber tekanan tersebut berasal dari tuntutan pekerjaan,
beban kerja dan kesulitan membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Mereka merasa
adanya peubahan sebelum dan setelah memiliki pekerjaan, seperti memiliki
kemampuan baru yang mereka dapatkan didunia kerja.
Kebaharuan penelitian in adalah penelitian stres kerja ini dilakukan pada
mahasiswa yang sedang aktif berkuliah. Mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa
rantau, yang artinya jauh dari rumah dan keluarga. Informan dalam penelitian ini
berasal dari berbagai universitas dan jurusan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan
menggali informasi lebih dalam mengenai stres kerja yang terjadi pada mahasiswa-
mahasiswa tersebuut.

METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Tujuan metode kualitatif dalam penelitian ini adalah mempelajari dan
memaknai fenomena stres kerja pada mahasiswa yang bekerja paruh waktu
berdasarkan informasi yang diberikan informan kepada peneliti. Pendekatan
fenomenologi dilakukan dengan cara menggali informasi, menganalisis pengalaman
yang sama, disimpulkan dalam bentuk data, dioalah sehingga menghasilkan
kesimpulan yang dapat dijelaskan secara global (Creswell, 2014). Fenemenologi
merupakan studi yang menjadikan pengelaman hidup subjek sebagai dasar dari
kenyataan.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tiga orang mahasiswa yang berkuliah di
Yogyakarta. Subjek berasal dari dua universitas, yaitu universitas “X” dan universitas
“Y”. Pengambilan subjek menggunakan teknik purposive sampling dengan
karakteristik tertentu. Demografi subjek penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. sebagai
berikut:
Adapun karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah:
1. Merupakan mahasiswa aktif yang sedang berkuliah di DIY
2. Sedang memiliki pekerjaan yang aktif di DIY
3. Berusia 19-22 tahun
4. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

Tabel 1. Identitas Informan Penelitian


Keterangan
1 2 3
Nama AG AP ARD
(inisial)
Usia (tahun) 22 21 21
Universitas Universitas Universitas Universitas
“X” “X” “Y”

Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yaitu dengan
wawancara semi terstruktur. Pedoman wawancara telah disusun peneliti berdasarkan
teori Beehr dan Newman (1978) bahwa stres kerja memiliki tiga aspek, yaitu
fisiologis, psikologis dan perilaku. Peneliti juga melakukan observasi tidak langsung
terhadap subjek sebagai metode pendukung dengan menggunakan anecdotal record
untuk mencatat perilaku yang unik dan menonjol pada subjek.
Keterpercayaan Penelitian
Keabsahan studi kualitatif terdapat pada kesuksesan dalam mengungkap
problem yang meliputi setting, proses dan pola interaksi kelompok sosial yang
kompleks. Uji keabsahan data pada penelitian ini menekankan pada uji validitas
dalam melihat kredibilitas data. Creswell (2014) menjelaskan terdapat beberapa cara
untuk meningkatkan kredibilitas data diantaranya metode triangulasi, prolonged
engagement, analisis kasus negatif, member checking, mendeskripsikan temuan
penelitian secara luas dan dialog dengan sesama peneliti.
Penelitian ini menggunakan strategi member checking guna meningkatkan
kredibilitas data. Peneliti meminta feedback kepada informan mengenai hasil
penelitian ini. Peneliti juga melakukan diskusi dengan teman sesama peneliti guna
meningkatkan kesesuaian hasil penelitian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan
prolonged engagement yaitu dengan mengamati dan memahami fenomena yang
terjadi dilapangan guna meningkatkan keabsahan data pada penelitian ini

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Teknik analisis
isi menekankan kata-kata, simbol, makna, lambang, atau tema-tema yang didapatkna
dari proses wawancara. Dalam menganalisis data, penelitian ini berdasarkan pada
prosedur analisis isi Creswell (2014) dengan langkah-langkah:
1. Mendefinisikan pengalaman subjek dengan fenomena yang ditiliti.
2. Menyusun poin pernyataan penting fenomena yang dialami subjek berdasarkan
hasil wawancara.
3. Mengelompokkan pernyataan penting menjadi informasi yang lebih luas (meaning
unit).
4. Menguraikan apa dan bagaimana fenomena yang dialami oleh subjek penelitian.
5. Mendeskripsikan gabungan tentang fenomena tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian dan pembahasan dalam studi ini merupakan hasil wawancara
terhadap subjek penelitian yang menunjukkan hasil sebagai berikut:
Fisiologis
Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mengalami tekanan fisik. Tekanan fisik
ini dalam bentuk kelelahan, pusing dan kesulitan tidur. Mahasiswa merasa kesulitan
dalam membagi waktunya, terkadang jadwal kuliah bertabrakan dengan pekerjaan.
Berikut kutipan wawancaranya.

“Yang tentu itu adanya target yang diberikan oleh sistem pekerjaan gitu, kek
misalnya dalam satu bulan harus memenuhi kunjungan beberapa kali dalam
satu bulan. Terus juga nanti misalnya ada masalah-masalah sama orang-
orang yang berhubungan sama kerja itu juga menimbulkan tekanan fisik,
tekanan batin. (Informan 1, AG)
“Kayak pusing terus juga tubuh itu ngga bisa diem pengen ngelakuin sesuatu,
pengen terus gerak gitu padahal kita panik gitu, kita bingung juga gitu.”
(Informan 1, AG)
“Penyebabnya mungkin saya kurang tidur dan belum makan jadi itu yang bisa
bikin saya cape kalo kerja gitu.” (Informan 2, AP)
“…kayak tabrakan, ada dua acara selain di kerja kan saya ikut komunitas
juga, kadang tu acaranya tabrakan, nah pas pulang ke rumah itu pasti
rasanya cape banget dan bikin pusing gitu.” (Informan 3, ARD)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, respon fisik dirasakan oleh mahasiswa


yang kuliah sambil bekerja memiliki kesamaan. Respon fisik tersebut seperti merasa
lelah dan pusing. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu tuntutan pekerjaan dan
individu itu sendiri. Faktor tuntutan pekerjaan berupa adanya target yang harus
dicapai dan hubungan antar karyawan. Faktor individu berupa kurangnya tidur, pola
makan yang tidak teratur dan kesulitan dalam mengatur waktu. Angwen (2017) dalam
penelitiannya mengungkapkan faktor yang memengaruhi stres kerja bersumber dari
pekerjaan, karakteristik individu dan stresor di luar organisasi. Robbins dan Judge
(2008) mengatakan sakit kepala (pusing) merupakan salah satu respon fisiologis
awalnya terjadi stres pada individu. Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja di tuntut
dapat membagi waktunya dengan baik. Northcraft dan Neale (2008) mengatakan
salah satu faktor stres terkait dengan individu adalah tekanan waktu.
Psikologis
Kuliah sambil bekerja memberi dampak terhadap psikologis mahasiswa, baik
dampak positif maupun negatif. Dampak ini disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya adalah tuntutan dari pekerjaan. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi
cemas, sedih dan marah. Tak hanya itu, mereka juga merasakan dampak yang positif
seperti merasa senang dan bersyukur. Berikut ini kutipan wawancaranya.

“Saya tu biasanya itu merasa cemas gitu, itu misalnya dalam keadaan sulit
juga, keadaan yang memang saya tidak bisa mengambil apa-apa, saya tu
kayak apa ya, bimbang, pengen marah tapi ngga bisa marah karena memang
keadaannya seperti itu, karena saya sadar keadaannya diluar dari kontrol diri
saya ya, jadi ya kesel juga, cemas gitu gitu lah mas.” (Informan 1, AG)
“Iya tentunya ada mas, ee saya merasa senang aja gitu.” (Informan 1, AG)
“Biasanya kan kesel itu tiba-tiba saya marah gitu cuman saya marahnya
dibelakang kayak ngedumel gitu aja terus kalo soal yang lain apa ya, saya
juga pernah dalam keadaan yang disudutkan gitu disuatu situasi tertentu yang
menyebabkan saya merasa sedih kayak eee sejauh itu aja sih mas marah dan
sedih aja kalo yang negatif.” (Informan 1, AG)
“Emosi yang muncul saat tertekan mungkin lebih, lebih cenderung ke ini sih,
apa itu namanya, lebih sering murung, diem, sensitif.” (Informan 2, AP)
“Karena berinteraksi dengan teman-teman kerja saya jadi lupa masalah-
masalah gitu. Jadinya seneng terus bahagia, bercanda.” (Informan 2, AP)
“…Orang terdekatku itu kena imbasnya, misal lagi marah nih mas, aku tu ikut
bawel lah ke dia.” (Informan 3, ARD)
“…Karena ini sudah menjadi kewajiban iya udah dijalanin aja kan dengan
semangat, disisi lain kadang juga bisa bikin jenuh juga gitu.” (Informan 3,
ARD)
“…Merasa bersyukur dan bersemangat ketika aku menemukan ruang dimana
aku bisa mengembangkan bakatku.” (Informan 3, ARD)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, psikologis mahasiswa yang kuliah


sambil bekerja juga mengalami tekanan. Tekanan ini tidak hanya menimbulkan emosi
negatif tetapi juga emosi positif. Emosi negatif ini berupa marah, sedih, cemas dan
kesal serta lebih sensitif. Emosi positif berupa rasa senang, semangat, bersyukur dan
bahagia karena memiliki teman di lingkungan kerja. Moorhead & Griffin (1996)
mengatakan stres kerja memiliki tiga dampak, diantaranya adalah psikologis. Dalam
psikologis, dampaknya dapat berupa mood negatif. Sejalan dengan Puspitadewi
(2012) yang mengatakan salah satu jenis stress yang dialami oleh mahasiswa bekerja
paruh waktu adalah perasaan, seperti merasa bersemangat, takut dan sedih. Ketika
emosi negatif muncul, hal ini dapat menyebabkan individu berperilaku yang salah di
tempat kerja. Sesuai dengan pendapat Stranks (2005) yang mendifinisikan keadaan
psikologis orang yang mengalami stres kerja dapat menimbulkan perilaku yang salah
dilingkungan kerja.

Perilaku
Tuntutan pekerjaan dan kewajiban sebagai mahasiswa membuat munculnya
suatu perilaku yang baru. Mereka menyadari perilaku ini muncul ketika mereka
memiliki pekerjaan. Perilaku atau sifat yang muncul pada setiap mahasiswa terdapat
berbagai macam. Berikut ini kutipan wawancaranya.

“…Saya ngerasa saya itu tipe orang yang sedikit sulit untuk beradaptasi
dengan orang frekuensinya lebih dari saya.” (Informan 1, AG)
“Mungkin saya lebih menghargai kerja sama tim dan mungkin lebih bisa
bekerja dalam tim terus saya bisa memanajemen waktu serta memanajemen
keuangan lebih baik sih mas.” (Informan 2, AP)
“…Mungkin kurang cekatan, kurang fokus, mungkin sering jatuhin gelas.”
(Informan 2, AP)
“…Kadang bikin aku ngerasa insecure sama yang lain.” (Informan 3, ARD)
“…Nah itu sih lebih sering begadang juga karenakan harus pinter-pinter bagi
waktu kalo kerja.” (Informan 3, ARD)
“Kalo lagi tertekan bener-bener nggan pengen buka WA, ngga pengen buka
sosmed, lebih berdiam diri di kos terus habis tu pengen minum kopi juga mas
kadang tu dan lebih ke itu sih matiin pemberitahuan WA gitu.” (Informan 3,
ARD)

Dalam melakukan penyesuaian diri, perilaku tertentu muncul pada


mahasiswa. Perilaku ini seperti insecure, sering begadang, kesulitan dalam
beradaptasi, menyendiri, menurunnya kinerja dan dapat bekerja sama dengan tim.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jum’ati dan Wusma (2013), menyimpulkan
bahwa stres kerja mempengaruhi kinerja karyawan. Lebih lanjut lagi, Smith et al.
(2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa orang yang dengan tingkat stres
kerja tinggi memiliki kinerja yang buruk dalam mengerjakan tugasnya. Persaingan
dan tuntutan kerja dapat membuat orang merasa tidak percaya diri dengan
kemampuannya. Rasa insecure merupakan perasaan tidak nyaman yang memandang
dunia berisikan orang-orang egois (Maslow, 1942).

Coping Stress
Dalam mengatasi tekanan yang dirasakan, mahasiswa memiliki coping stress
yang berbeda-beda. Coping stress ini menjadi

“Iya merasa senasib sepenanggungan gitu lah ya untuk menceritakan apa


yang saya rasakan kemudian mereka memberikan feedback, memberikan
masukan yang membuat saya lebih tenang, lebih merasa baik gitu.” (Informan
1, AG)
“Mungkin saya akan ke kamar mandi, itu yang pertama, maaf buang air besar
gitu. Karena ya mohon maaf itu memang cara saya untuk mengatasi rasa
tertekan. Terus yang kedua saya akan minum, ya minum yang manis-manis.”
(Informan 2, AP)
“Mungkin saya akan minta ruang untuk saya sendiri dan minta teman-teman
untuk tidak melakukan physcal touch.” (Informan 2, AP)
“…Menyendiri kadang tu minum kopi.” (Informan 3, ARD)
“…Kadang menulis sesuatu di buku itu juga bikin tenang.” (Informan 3,
ARD)
“…Lebih ke berfikir positif aja sih mas.” (Informan 3, ARD)

Dalam mengatasi stres ataupun tekanan, individu cenderung akan melakukan


coping (Greenberg, 2002). Coping stress adalah suatu langkah yang dibuat oleh
individu untuk mentolerir, menguasai dan mengurangi efek dari stres (Ciccarelli,
2015). Bentuk coping stress yang dilakukan oleh mahasiswa pada penelitian ini
adalah dengan sharing kepada rekan kerja, personal space, minum kopi atau yang
manis-manis, menulis dan berfikir positif. Selain itu, ada seorang informan yang
coping stressnya adalah dengan pergi ke kamar mandi kemudian buang air besar.
Keadaan-keadaan stres ini akan merangsang individu untuk bereaksi (Rathus &
Nevid, 2002). Strategi yang dilakukan oleh para mahasiswa ini cukup efektif, mereka
merasakan setelah melakukan strategi coping tersebut, dapat mengurangi stres yang
mereka rasakan.

Kesimpulan
Mahasiswa di universitas “X” dan “Y” yang berkuliah sambil bekerja
menunjukkan adanya stres kerja yang mereka alami. Secara fisiologis, mahasiswa
tersebut merasakan lelah, pusing dan panik. Secara psikologis, mahasiswa tersebut
merasakan sedih, marah, cemas dan menjadi lebih sensitif ketika bekerja. Secara
perilaku, mahasiswa tersebut mengalami perubahan perilaku. Hal tersebut disebabkan
oleh berbagai tekanan yang mereka rasakan, baik di lingkungan kerja maupun
kewajiban sebagai mahasiswa. Mereka kesulitan dalam membagi waktu antara
bekerja dan kuliah.

Daftar Pustaka

Angwen, D. G. (2017). Hubungan antara lingkungan fisik dan beban kerja dengan
stres kerja pada PT Panggung Electric Citrabuana. Calyptra: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 6(2), 577–586.
http://webhosting.ubaya.ac.id/~journalubayaac/index.php/jimus/article/view/941

Beehr, T. A., & Newman, J. E. (1978). Job stress, employee health, and
organizational effectiveness: A facet analysis, model, and literature review.
Personnel Psychology, 31(4), 665–699. https://doi.org/10.1111/j.1744-
6570.1978.tb02118.x

Ciccarelli, S. K. (2015). Psychology (3rd ed.). USA: Pearson.

Cox, S. (2006). Panduan untuk belajar percaya diri. Jakarta: Gramedia.


Creswell, J. . (2014). Research design: qualitative, quantitative and mixed methods
approaches. California: Sage Publications.

Greenberg. (2002). Handbook of stress in multi settings. New York: John Wiley &
Sons.

Jum’ati, N., & Wusma, H. (2013). Stres kerja (occupational stres) yang
mempengaruhi kinerja individu pada dinas kesehatan bidang pencegahan
pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan (P2P-PL) di Kabupaten
Bangkalan. Jurnal NeO-Bis, 7(2), 1–17.

Kenny, D. T., & Cooper, C. L. (2003). Introduction: occupational stress and its
management. International Journal of Stress Management, 10(4), 275–279.
https://doi.org/10.1037/1072-5245.10.4.275

Luthans, F. (1998). Organizational behaviour (4th ed.). Singapore: McGrow Hill


Book Company.

Mangkunegara, A. P. (2017). Manajemen sumber daya manusia perusahaan.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Maslow, A. H. (1942). The dynamics of psychological security‐insecurity. Journal of


Personality, 10(4), 331–344. https://doi.org/10.1111/j.1467-6494.1942.tb01911.x

Moorhead, G., & Griffin, R. . (1996). Organizational behavior. New Jersey:


Princeton.

Northcraft, G., & Neale, M. (2008). Organizational behavior: A management


challenge. Chicago: The Dryen Press.

Pertiwi, R. H. C. (2018). Self management dengan stres kerja pada mahasiswa pekerja
sistem part-time jurusan administrasi bisnis Politeknik Negeri Semarang. Jurnal
Empati, 7(4), 191–198.
Puspitadewi, N. W. S. (2012). Hubungan antara stres dan motivasi kerja pada
mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 2(2),
126-134. https://doi.org/10.26740/jptt.v2n2.p126-134

Rahayu. (2018). Perbedaan tingkat stres pada mahasiswa yang bekerja dan tidak
bekerja di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang fakultas ekonomi
jurusan manajemen angkatan 2013. Jurnal Nursing News, 3(1), 1–10.

Rathus, & Nevid. (2002). Clinical psychology. New York: John Wiley & Sons.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Tempat kerja rawan bikin stres.


https://www.kemkes.go.id/article/view/17100900008/tempat-kerja-rawan-bikin-
stres.html

Rivai, V. (2002). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan (1st ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins, S. P. (2003). Perilaku organisasi. Jakarta: Prenhallindo.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (1996). Perilaku organisasi konsep kontroversi


aplikasi (2nd ed.). Jakarta: Prenhallindo.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Organization behavior (2nd ed.). Jakarta:
Salemba Empat.

Sasono, E. (2004). Mengelola stres kerja. Jurnal Fokus Ekonomi, 2, 305–320.

Smith, A. P., Chaplin, K., & Wadsworth, E. (2012). Chewing gum, occupational
stress, work performance and wellbeing. An intervention study. Appetite, 58(3),
1083–1086. https://doi.org/10.1016/j.appet.2012.02.052

Stranks, J. (2005). Stress at work. New Hampshire: Heinemann.

Anda mungkin juga menyukai