DISUSUN KELOMPOK 8 :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. ANALISA KASUS
1. Subjek 1 ( Bapak Agus Kushendratno)
Hasil analisa yang diperoleh melalui wawancara dengan Bapak
Agus selaku ketua RT dan keluarga korban bencana longsor.Bapak
Agus tinggal bersama istri dan 3 orang anak. Anak pertama duduk di
bangku SMA, anak kedua di bangku SMP, dan anak ketiga duduk di
bangku SD. Bencana tanah longsor ini terjadi pada tanggal 23 Januari
2014 sekitar pukul 07.00 pagi. Tanda- tanda bahwa terjadi bencana
longsor sudah dirasakan oleh Bapak Agus karena 2 minggu sebelum
kejadian turun hujan yang sangat deras dan karena posisi rumah
subjek persis di bawah bukit sehingga saat hujan deras banyak tanah
dari bukit jatuh di atap bahkan sampai depan rumah beliau dan sekitar
4 hari sebelum kejadian beliau sempat mengalami goncangan kecil
seperti lindu. Pihak kelurahan dan kecamatan juga sudah
memberitahukan warga dan menyuruh semua warga untuk mengungsi.
Penyebabnya terjadi longsor karena musim hujan yang mengakibatkan
rawan longsor dan karena pembuatan saluran air disini belum
terencana jadinya sistem drainase tidak teratur ,akibatnya aliran hujan
tadi mengikis lapisan tanah di sekitar sehingga mengakibatkan longsor
mbak. Akibat dari bencana longsor tersebut sekitar 32 rumah rusak di
beberapa RT dan di tempat beliau sekitar 15 rumah rusak dan 7 rumah
hancur termasuk rumah subjek. Subjek sangat terpukul dan sedih saat
mengetahui rumah beserta isinya hancur tidak terselamatkan tetapi
mereka bersyukur tidak ada korban jiwa dalam bencana tersebut.
Keluarga ini mengungsi selama kurang lebih 7 bulan di Rusunawa
daerah Kaligawe sembari menunggu rumahnya dalam perbaikan.
Masalah yang dihadapi keluarga ini adalah ketidaknyamanan
anak anak saat berada di Rusunawa sehingga seringkali anak subjek
ingin pulang ke rumahnya. Faktor lain adalah jarak sekolah dengan
rusunawa yang jauh dan lingkungan dirusunawa kurang baik apalagi
untuk anak anak. Menurut subjek banyak anak anak yang sudah
merokok disini sehingga subjek takut jika anaknya melihat dan
meniru.Tetapi karena subjek selaku ketua RT masih mempunyai
tanggung jawab untuk mengayomi warganya sehingga subjek
memberikan pengertian terhadap anaknya sehingga mereka mengerti
dengan keadaan yang terjadi.Sampai sekarang masih ada 2 keluarga
yang menetap di rusunawa.Pada saat terjadi bencana subjek dan
warga mendapatkan bantuan dari pemerintah diantaranya bantuan
materi dan makanan (hanya di awal).Bantuan materi tersebut berupa
uang sebesar 10 – 20 juta untuk memperbaiki rumah yang rusak akibat
bencana tersebut.Menurut subjek biaya yang diberikan kurang apalagi
mengingat rumahnya yang rusak parah tetapi subjek tetep bersyukur
karena masih diberi bantuan.
Potensi yang dimiliki subjek untuk yang bisa menguatkan
keluarga agar tetap bertahan adalah menganggap bahwa musibah ini
memang sudah takdir dan kehendak dari Allah dan tidak ada yang tahu
musibah rejeki karena itu sudah ada yang mengatur, subjek juga
senantiasa bersyukur karena tidak ada korban jiwa dan hanya kerugian
materi Subjek dan keluarga tetap mendekatkan diri sama yang Kuasa,
berusaha tetap sabar dan tegar saat menghadapi bencana tersebut.
Cara subjek menghilangkan rasa sedih saat bencana terjadi adalah
kebersamaan dalam keluarga karena jika subjek sedih dan pesimis
bagaimana dengan istri dan anaknya sehingga dengan begitu
menjadikan subjek tegar dan iklas serta bekerja lebih keras untuk
memeperbaiki rumahnya. Menurut subjek kemungkinan longsor terjadi
pasti ada dikarenakan memang kondisi tempat tinggal subjek yang
berada di lereng dan sistem drainase yang belum terararah sehingga
kadang subjek merasa deg degan ,khawatir dan cemas bila terkena
longsor lagi apalagi waktu musim hujan. Subjek tidak merasa trauma
dengan bencana ini dan menyikapinya sengan selalu waspada dan
terus berdoa.
1. RESILIENSI
Pengertian Resiliensi
Secara bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris yang
berasal dari kata“recilience” yang berarti daya pegas,. Resiliensi secara
psikologi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merespon secara
fleksibel atau kemampuan untuk bangkit dari pengalaman emosional
yang negatif. Werner & Smith (dalam Anggraeni, 2008) mendefinisikan
resiliensi sebagai kapasitas untuk secara efektif menghadapi stres
internal berupa kelemahan-kelemahan, maupun stres eksternal,
misalnya penyakit, kehilangan, bencana alam atau masalah dengan
keluarga.Berdasarkan definisi yang dipaparkan tersebut, maka dapat
digambarkan bahwa resiliensi adalah kemampuan yang harus dimiliki
seseorang untuk menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, serta
belajar untuk memperoleh elemen positif dari kondisi yang tidak
menyenangkan tersebut. Tingkat resilience seseorang akan memberikan
kesiapsiagaan bagi seseorang atau komunitas dalam menghadapi
bencana yang akan terjadi dan menentukan bagaimana melakukan
recovery dan merespon terhadap bencana yang terjadi. Oleh karena
itulah, bagi seseorang atau komunitas yang tingkat resilience-nya
rendah maka orang atau komunitas tersebut tidak hanya rentan terhadap
bencana akan akan terjadi tetapi juga lambat dalam melakukan recovery
setelah peristiwa bencana.
Tingkat resiliensi seseorang atau komunitas ditentukan oleh
banyak faktor. Cutter (2008) mengemukakan keterkaitan yang cukup erat
antara tingkat resiliensi seseorang dengan tempat dan kondisi ekologis.
Artinya, kondisi yang rentan terhadap bencana seperti di lereng, laut, dan
gunung berapi merupakan faktor yang memperendah tingkat resiliensi
seseorang ataupun komunitas.Ini berbeda dengan seseorang atau
komunitas yang tinggal di tempat yang jauh dari bencana.
Aspek-aspek Resiliensi
Reivich dan Shatte (2002) memaparkan tujuh aspek dari resiliensi, aspek-
aspek tersebut adalah :
a. Pengaturan emosi
Pengaturan emosi diartikan sebagai kemampuan individu untuk
mengaturemosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di
bawah tekanan.
b. Kontrol terhadap impuls
Kontrol terhadap impuls adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya,
kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan
berpikir yang jernih dan akurat.
c. Optimisme
Optimisme berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala
sesuatuakan menjadi lebih baik.Individu mempunyai harapan dan kontrol
atau kehidupannya.
d. Kemampuan menganalisis masalah
Kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat
daribagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-
sebab dari permasalahan yang menimpanya.
e. Empati
Empati merupakan kemampuan individu untuk bisa membaca dan
merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain.
f. Efikasi Diri
Efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk
mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang
dimilikiuntuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
g. Pencapaian
Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk
meningkatkanaspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang
mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-
ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.
TEORI COPING
Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah
secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal/internal tertentu yang dinilai
berat dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang (Lazarus & Folkman,
1994). Coping dapat juga dikatakan sebagai bentuk adapatasi karena coping
merupakan cara seseorang bereaksi terhadap sebuah stimulus yang didapat dari
lingkunganya (Costa, Somerfield, & McCrae, 1996). Faktor kontekstual dan
personal mempengaruhi bagaimana individu menilai kejadian-kejadian
kehidupan, cara coping mana yang dipilihnya serta seberapa efektif coping
tersebut untuk mengatasi stress. Stressor kehidupan dan coping saling
mempengaruhi satu sama lain (Mohino, dkk, 2004). Coping bukanlah sekedar
pertanyaan untuk mengetahui apa yang dilakukan pada saat stress tetapi lebih
mengimplikasikan sebuah penggunaan ketrampilan kognitif, sosial dan
behavioral secara fleksibel untuk mengatasi situasi-situasi yang mengambang,
sulit diprediksikan atau yang penuh tekanan (Bandura dalam Mohino, dkk, 2004).
Fungsi-fungsi coping merupakan sebuah hasil langsung dari dua pilihan yang
digunakan individu ketika menghadapi situasi stress yaitu :
1. Tindakan langsung terhadap situasi,
2. Control terhadap emosi.
Pilihan pertama mengimplikasikan sebuah tindakan langsung yang
bertujuan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan situasi dan/atau meningkatkan
sumber daya seseorang untuk mengatasinya.Pilihan ini dikenal dengan problem-
focused coping yang diujudkan dalam bentuk penggunaan beragam strategi
penyelesaian masalah yang dapat menghilangkan hubungan yang penuh
tekanan antara individu dengan lingkungan (Mohino, dkk, 2004). Coping dapat
bertujuan untuk mengatur kondisi emosi yang disebabkan oleh stress. Coping
jenis ini disebut emotion-focused coping yang diperoleh melalui penghindaran
terhadap stressor, melakukan evaluasi ulang secara kognitif dan/atau
memperhatikan aspek-aspek positif dari diri dan situasi. Moos (dalam Mohino,
Kirchner, Forns, 2004) secara lebih rinci menggambarkan dalam inventori respon
kopingnya, beragam bentuk strategi kognitif maupun perilaku baik yang berfokus
emosi maupun berfokus masalah. Strategi tersebut meliputi :
1. Logical analysis yaitu usaha kognitif untuk memahami dan menyiapkan
secara mental terhadap stressor dan konsekuensi-konsekuensinya;
2. Positive reappraisal yaitu usaha kognitif untuk menganalisa dan
merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang positif sambil terus
melakukan penerimaan terhadap realitas situasi;
3. Seeking guidance and support, yaitu usaha-usaha behavioral utnuk
mencari informasi, petunjuk dan dukungan;
4. Problem solving yaitu usaha behavioral untuk bertindak mengatasi
masalah secara langung;
5. Cognitive avoidance yaitu usaha-usaha kognitif untuk menghindari
berpikir tentang masalah,
6. Acceptance-resignation yaitu usaha kognitif untuk mereaksi masalah
dengan cara menerimanya,
7. Alternative rewards yaitu usaha behavioral untuk melibatkan diri dalam
aktivitas pengganti dan menciptakan sumber-sumber kepuasan baru.
8. Emotional discharge yaitu usaha behavioral untuk mengurangi tekanan
dengan mengekspresikan perasaan negatif.
Bencana alam dimana faktor geologi sangat dominan biasa disebut sebagai
bencana alam geologi, diantaranya:
1. Gempa bumi (earthquake) dan tsunami
2. Letusan gunung berapi (vulcano)
3. Longsoran (landslide)
4. Penurunan tanah (land subsidence)
Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:
1. Bencana Lokal
Bencana local memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-
bangunan disekitarnya.Biasanya adalah karena akibat faktor manusia
seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan
lainnya.
2. Bencana Regional
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area
geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam,
seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.
Fase-fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu
bencana, yaitu :
1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca.Seharusnya
pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah,
lembaga, dan warga masyarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup
(survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan
bantuan-bantuan darurat dilakukan.
3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari
fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali
pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini
para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan,
marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.
3.1. STRATEGI
Jenis intervensi yang digunakan pada kasus ini berupa intervesi
preventif dengan menggunakan teknik psikoedukasi berbasis keluarga.
Sebuah usaha pencegahan yang memiliki tujuan untuk memberikan
pengetahuan sesuai fungsi pada masing-masing anggota keluarga
mengenai diri mereka sendiri dan orang lain yaitu sebagai orangtua serta
anak terhadap masalah yang dihadapi. Dengan diadakannya program ini
diharapkan warga masyarakat yang menjadi korban bencana alam tanah
longsor dapat mengaplikasikan pemberian intervensi tersebut di ranah
individu dan keluarga selaku petugas penanggulangan bencana dan unit
pelayanan.
3.2. SASARAN
Dalam kegiatan ini, kami memberikan penyuluhan kepada keluarga
yang terkena tanah longsor di Perumahan Trangkil baru RT 06 RW 10
Gunung Pati Semarang. Untuk memudahkan realisasi program intervensi
ini, kami bekerja sama dengan Pengurus RT tersebut dan BPBD (Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) Jawa Tengah agar dapat secara
langsung tersampaikan informasinya.
b. Leaflet
Leaflet adalah sebuah informasi yang dicetak di selembar kertas kecil
dengan gambar dan kata kata yang menarik agar mudah dimengerti dan
praktis. Bentuk leaflet yang digunakan adalah bentuk lipat tiga. Tujuan
menggunakan leaflet dalam bentuk intervensi ini agar keluarga dapat
mengetahui dan memahami lebih jelas tentang isi yang terkandung dalam
leaflet dan mudah disimpan. Leaflet akan dibagikan kepada peserta saat
penyuluhan yang berisi mengenai rangkuman informasi dari materi yang
dijelaskan pada penyuluhan dalam bentuk gambar dan tulisan berwarna
agar menarik. Sehingga diharapkan keluarga korban bencana alam tanah
longsor lebih memahami dan dapat menerapkan strategi koping ketika
sedang mengalami musibah tanah longsor. Isi dari leaflet ini adalah :
a. Pengetahuan tentang tanah longsor
b. Penyebab dan Dampak psikologis bencana tanah longsor
c. Tips dan trik Keluarga Tanggap Becana alam
d. Coping Keluarga yang terkena bencana alam
e. Tips dan trik tindakan yang dilakukan saat bencana terjadi
c. Stiker
Stiker diberikan pada saat penyuluhan keluarga dan anak-anak agar
mereka tanggap terhadap bencana dengan menghafalkan sekilas dari
pemberian pesan di stiker.Tujuan diberikan sticker yaitu supaya
keluarga mampu memahami pesan singkat dari gambar yang ada
distiker.
d. Komik
Psikoedukasi komik yang diberikan pada anak-anak bertujuan untuk
memberikan gambaran secara visual mengenai informasi
penanggulangan bencana serta menghadapi masalah pada saat
darurat.
BAB IV
METODE ASESMEN
a. Interview
Interview merupakan proses komunikasi tanya jawab yang melibatkan
dua pihak atau lebih untuk mengkonfirmasikan data maupun untuk
mengambil suatu keputusan yang memiliki suatu tujuan. Tujuan
Interview yaitu mengidentifikasikan area permasalahan yang terjadi
pada keluarga korban yang terkena tanah longsor di Perumahan
Trangkil Baru Gunung Pati, untuk dilakukan asesmen guna merancang
intervensi yang tepat. Interview dilakukan kepada keluarga Ketua RT 06
RW 10 Kelurahan Sukorejo Gunung Pati.Dimana keluarga bapak RT ini
merupakan salah satu korban tanah longsor yang mengalami banyak
kerugian karena rumahnya runtuh dan hancur.
b. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
secara langsung obyek penelitian untuk memperhatikan secara akurat
dan mencatat fenomena yang muncul dengan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena. Tujuan observasi untuk
mengamati bagaimana keadaan di Perumahan Trangkil Baru RT 06
RW 10 Gunung Pati setelah terjadinya bencana alam tanah longsor dan
perilaku keluarga korban tanah longsor terkait perilaku yang nampak
setelah terjadinya musibah tanah longsor.
BAB V
EVALUASI PROGRAM
(http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/statistik-kejadian-bencana-tahun-
2013). diakses hari Sabtu, 27 Juni 2015 pukul 05.35.
(http://www.tribunnews.com/regional/2014/01/23/longsor-puluhan-rumah-di-
trangkil-gunungpati-ambruk-dan-rusak-parah). diakses hari Sabtu, 27 Juni
2015 pukul 06.15.
LAMPIRAN
Skor/jawaban