Asep Budiman
Abstrak
Abstract
Preliminary studies show that the problems encountered in children with special needs in SLB
ABCDE LOB are in the fine motor part. The purpose of this study was to determine the effect
of playdine play on fine motor in children with special needs in SLB ABCDE LOB with subjects
totaling 16 people from grades 1-5. This study uses experimental research methods with the
design of quasi-experimental research one group before - after. With measuring instruments
in the form of thickening patterns for students in grades 1-2 and coloring pictures of fruits for
students in grades 3-5. Hypothesis testing is done using statistical techniques, namely the
1
Wilcoxon Test. The results obtained show a significant level of 0.000 (pvalue <0.05). Based
on the results of these studies it was concluded that the play of plasticine had an effect on fine
motor in children with special needs at SLB ABCDE LOB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat Rahmat dan
Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal eksperimen yang berjudul
Pengaruh permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan khusus
di SLB ABCDE Bandung. Jurnal ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Psikologi Eksperimen dengan dosen pengampu Ibu Dr.dr. Ambar Sulianti,
M.Kes.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan jurnal ini. Kepada:
1. Ibu Dr.dr. Ambar Sulianti, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Eksperimen.
2. Pihak SLB ABCDE yang telah memberikan kesempatan waktu dan tempat
untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
3. Rekan kelompok yang telah berkerja sama dalam pengambilan data dan
penyusunan jurnal ini.
Jurnal ini disajikan dengan tema yang menarik dan konten yang dibuat
selengkap mungkin dengan harapan pembaca dapat mendapat informasi dan
pengetahuan baru dari jurnal ini. Penulis mengharapakan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari pembaca semua.
Atas segala perhatiannya, penulis mengucapakan terimakasih.
2
Bandung, Desember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Abstrak…………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………. 3
1. Pendahuluan………………………………………………………………4
2. Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis…………………. 5
2.1. Tinjauan Pustaka……………………………………………………... 5
2.2. Kerangka Pemikiran…………………………………………………. 11
2.3. Hipotesis Penelitian……………………………………………………11
2.4. Hipotesis Statistik…………………………………………………….. 11
3. Metode Penelitian………………………………………………………… 11
3.1. Desain
Penelitian……………………………………………………………... 11
3.2. Subjek
Penelitian…………………………………………………………….. 11
3.3. Definisi Konseptual dan Operasional
Variabel……………………………………………………………..... 12
3.4. Alat dan
Bahan…………………………………………………………………. 13
3.5. Prosedur
Penelitian…………………………………………………………….. 13
3.6. Lokasi dan
Waktu………………………………………………………………… 15
4. Hasil ………………………………………………………………………15
5. Pembahasan……………………………………………………………….16
6. Simpulan dan Saran……………………………………………………….18
Ucapan Terimakasih……………………………………………………………. 18
Referensi………………………………………………………………………... 19
3
1. Pendahuluan
6
Kondisi fisik atau medis (biasanya jangka-panjang) yang mengganggu
performa di sekolah sebagai akibat dari kurangnya energi dan kekuatan,
menurunnya kewaspadaan mental, atau kurangnya kontrol otot.
c. Gangguan penglihatan
Gangguan fungsi mata dan syaraf optik yang mengganggu penglihatan
normal bahkan setelah menggunakan kaca mata
d. Gangguan pendengaran
Gangguan fungsi telinga atau saraf-saraf terkait yang mengganggu persepsi
terhadap suara dalam rentang frekuensi bicara yang normal
e. Ketidakmampuan/hambatan yang parah dan majemuk
Adanya dua hambatan atau lebih, yang kombinasinya menuntut tingkat
adaptasi yang signifikan dan layanan pendidikan yang sangat spesial
4. Anak yang perkembangan kognitifnya tinggi: Keberbakatan (giftedness)
Kemampuan yang tinggi dan bakat yang tidak biasa dalam satu atau beberapa
bidang, yang membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk membantu
berkembang secara penuh. (Eva, 2015)
Motorik halus merupakan kegiatan yang menggunakan otot-otot halus pada
jari dan tangan. Menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat
serta tidak memerlukan banyak tenaga. Perkembangan motorik halus merupakan
pengkoordinasian organ – organ tubuh, seperti tangan, mata, saraf (Suyadi, 2009).
Perkembangan motorik halus adalah meningkatnya pengkoordinasian gerak tubuh
yang melibatkan kelompok otot dan saraf kecil lainnya (Sujiono, 2010). Definisi lain
diungkapkan oleh Siti Aisyah (2008), “motorik halus adalah gerakan yang
menggunakan otot-otot halus atau sebagian tubuh tertentu, yang diperbaharui oleh
kesempatan untuk belajar dan berlatih”. Saputra dan Rudyanto (2005) menjelaskan
bahwa motorik halus adalah kemampuan anak dalam beraktivitas dengan
menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, menggenggam,
menggambar, menyusun balok dan memasukkan kelereng. Stimulasi adalah kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara
optimal, setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus
pada setiap kesempatan. Stimulasi yang kurang dapat terjadi keterlambatan
perkembangan motorik halus karena disebabkan oleh ketidak matangan susunan saraf
pusat (Andriana, 2011). Menurut Januar (1999:54) perkembangan motorik adalah
“pengendalian proses fungsi organ tubuh yang menyebabkan terjadinya gerakan.
Perkembangan motorik dapat mempengaruhi kemampuan seorang dalam masa
pertumbuhan untuk bergerak”. Keterlambatan perkembangan motorik halus anak juga
disebabkan oleh sedikitnya rangsangan yang diterima anak baik oleh pengasuh, orang
tua atau melalui mainannya. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat
7
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik halus (Andriana, 2011).
Anak usia 4-5 tahun mempunyai kemampuan motorik halus yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil. Kemampuan ini membutuhkan
koordinasi mata dan tangan yang cermat. Jika koordinasi mata dan tangan anak baik
maka seorang anak akan dapat mengurus dirinya sendiri (Sujiono, 2008). Oleh karena
melihat pentingnya kemampuan motorik halus anak sebaiknya sudah dapat mencapai
kemampuan mengendalikan otot-otot dan koordinasi mata-tangan yang diperlukan
untuk menggunting kertas, mewarnai dengan rapi, menganyam kertas serta menulis
simbol-simbol untuk mempersiapkan memasuki jenjang selanjutnya. Dengan
kemampuan motorik halus yang terasah dan terarah anak akan dapat menulis dengan
lancar. Menurut Patmonodewo (2003) kemampuan motorik halus misal pada kegiatan
membalik buku dan menggabungkan kepingan apabila bermain puzzle.
Menurut Asmawati (2008: 5.8), prinsip-prinsip yang dapat dilakukan dalam
pengembangan motorik halus adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kemampuan dan taraf
perkembangan anak
2. Memberikan rasa gembira kepada anak dengan prinsip bermain sambil belajar
3. Memupuk keberanian anak dalam melakukan kegiatan-kegiatan dengan
menghindari petunjuk-petunjuk atau bantuan yang justru dapat merusak
perkembangan anak, dan lebih mengutamakan proses dari pada hasil
4. Memberikan rangsangan dan bimbingan kepada anak untuk menemukan tehnik
atau cara-cara yang baik dalam melakukan kegiatan dengan bermacam-macam
media kreatif
5. Menyediakan alat-alat yang dapat merangsang anak untuk melakukan kegiatan
dan dapat menumbuhkan keterampilan dan kreativitas
6. Memberikan bimbingan dan dorongan
7. Memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada anak untuk berekspresi
melalui berbagai media
8. Merencanakan waktu, mengatur tempat dan menjaga beraneka media untuk
menstimulasi anak dalam melakukan kegiatan keterampilan yang akan dicapai
9. Bahan keterampilan dikaitkan dengan tema dan mengacu pada kemampuan yang
akan dicapai.
Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus anak menurut
Hurlock (1995) di antaranya sifat dasar genetik termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan
sehingga anak yang IQ-nya tinggi menunjukkan perkembangan motoriknya lebih
cepat dibandingkan dengan anak normal atau di bawah normal. Adanya dorongan atau
rangsangan untuk menggerakkan semua kegiatan tubuhnya akan mempercepat
perkembangan motorik anak. Menurut Rusli Lutan (2001) faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik halus adalah:
8
1. Faktor internal, adalah karakteristik yang melekat pada individu seperti tubuh,
motivasi, atau atribut yang membedakan seseorang dengan orang lain.
2. Faktor eksternal adalah tempat di luar individu yang langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi penampilan seseorang, misalnya lingkungan
pengajaran dan lingkungan sosial budaya.
Menurut Hurlock (1995: 158) untuk memperoleh kualitas kemampuan motorik yang
lebih baik, diperlukan cara tersendiri dalam mempelajari kemampuan motorik, yaitu:
1. Belajar coba dan ralat (trial and error), melalui latihan coba dan ralat yang
dilakukan berulang kali dapat meningkatkan kemampuan motorik anak. Namun
cara tersebut biasanya menghasilkan kemampuan dibawah kemampuan anak.
2. Meniru, belajar keterampilan motorik dengan meniru atau imitasi melalui suatu
model yang dicontohkan akan menjadikan anak lebih cepat untuk menguasai
keterampilan tersebut, maka untuk mempelajari suatu kemampuan dengan baik
anak harus dapat mencontoh model yang baik pula.
3. Pelatihan, adanya latihan untuk meningkatkan kemampuan motorik sangat
penting dalam tahap awal belajar keterampilan motorik, dengan latihan tersebut
anak akan meniru gerakan yang dilakukan oleh pembimbing atau supervisi.
Bimbingan sangat diperlukan untuk membetulkan suatu kesalahan sebelum
kesalahan tersebut terlanjur menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk dibetulkan
kembali.
Menurut Yudha M. Saputra (2005: 6) Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
keterlambatan perkembangan kemampuan motorik halus, berikut diantaranya:
1. Kurangnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak
bayi.
2. Pola asuh orang tua cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam
memberikan rangsangan belajar.
3. Tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas sendiri sehingga anak
terbiasa selalu dibantu untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya selalu disuapi
sehingga fleksibilitas tangan dan jemarinya kurang terasah.
10
mengganggunya serta dapat mengekspresikan apa yang telah dipahami. Sehingga
menurut penulis bahwa anak-anak dapat diajak menghitung bentuk yang telah dibuat
dan dapat mengelompokannya.
3. Metode Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian eksperimen dengan judul pengaruh plastisin terhadap motorik halus
pada anak berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB ini menggunakan desain
penelitian eksperimen kuasi one grup before – after, karena treatment yang
diberikan diatur sedemikian rupa oleh peneliti dan dirasa paling cocok untuk
penelitian ini.
11
siswa SLB ABCDE LOB Bandung, karena tempatnya terjangkau dan sebagian
besar siswanya memiliki gangguan motorik halus.
Menurut Sutedi (2009) ada beberapa teknik sampel yaitu teknik random,
stratifikasi, purposive, area, sampel berlapis, sampel simetri, teknik kuota. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SLB ABCDE LOB Bandung
adalah 16 orang yang terdiri dari kelas 1-5 SD dengan rentang umur 6-19 tahun.
12
Subjek diberikan treatment bermain plastisin atau lilin mainan selama 30 menit
dengan cara bermain membuat bentuk tertentu yang telah diatur oleh peneliti.
Pertama, subjek harus menyatukan tiga plastisin. Kemudian, subjek harus
membuat bentuk bulat pada tiga plastisin yang sudah disatukan tersebut.
Selanjtunya, subjek membentuk plastisin bulat tersebut menjadi memanjang
dengan cara seperti membuat adonan. Setelah itu, subjek membuat bentuk lollipop
dari bentuk adonan panjang tadi. Kemudian, subjek menghancurkan bentuk
lollipop dan mulai membentuk gelas dari plastisin tersebut. Setelah membentuk
gelas, subjek membuat huruf alfabet menggunakan plastisin sehingga membentuk
nama dari masing – masing subjek. Selanjutnya, subjek menyatukan kembali
plastisin – plastisin terpisah itu kemudian membuat bentuk kepala, badan, tangan
dan kaki manusia.
2. Motorik Halus
Motorik halus merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan
yang dapat dikembangkan dan dilatih melalui kegiatan rangsangan secara rutin.
Motorik halus merupakan variabel dependent.
Kemampuan motorik ABK di ukur dari cara subjek menebalkan garis (untuk
siswa kelas 1 & 2) dan cara subjek mewarnai gambar buah-buahan (untuk siswa
kelas 3-5).
13
2. Pelaksanaan
Pada pre-test dan post-test kontrol, subjek dites kemampuan motorik halusnya
atas dasar pengajaran guru yang telah diberikan kepada subjek dalam jangka
waktu 1 minggu tanpa diberikan treatment. Dengan menggunakan pola
menebalkan garis untuk siswa kelas 1 & 2 dan pola mewarnai gambar buah –
buahan untuk siswa kelas 3-5 selama 15 menit.
Lalu pada pre-test ekperimen, subjek diberikan treatment bermain plastisin
atau lilin mainan dengan membebaskan cara bermain subjek. Setelah
diberikan treatment permainan plastisin selama 30 menit, subjek dites
kemampuan motorik halusnya menggunakan pola menebalkan garis untuk
siswa kelas 1 & 2 dan pola mewarnai gambar buah – buahan untuk siswa kelas
3-5 selama 15 menit.
Setelah satu minggu, pada post-test eksperimen, subjek diberikan treatment
bermain plastisin atau lilin mainan dengan cara bermain membuat bentuk
tertentu yang telah diatur oleh peneliti. Pertama, subjek harus menyatukan
tiga plastisin. Kemudian, subjek harus membuat bentuk bulat pada tiga
plastisin yang sudah disatukan tersebut. Selanjutnya, subjek membentuk
plastisin bulat tersebut menjadi memanjang dengan cara seperti membuat
adonan. Setelah itu, subjek membuat bentuk lollipop dari bentuk adonan
panjang tadi. Kemudian, subjek menghancurkan bentuk lollipop dan mulai
membentuk gelas dari plastisin tersebut. Setelah membentuk gelas, subjek
membuat huruf alfabet menggunakan plastisin sehingga membentuk nama
dari masing – masing subjek. Selanjutnya, subjek menyatukan kembali
plastisin – plastisin terpisah itu kemudian membuat bentuk kepala, badan,
tangan dan kaki manusia. Setelah diberikan treatment permainan plastisin tadi
selama 30 menit, subjek dites kemampuan motoric halusnya menggunakan
pola menebalkan garis untuk siswa kelas 1 & kelas 2 dan pola mewarnai untuk
siswa kelas 3-5 selama 15 menit.
3. Pengolahan data dan menarik kesimpulan
a. Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul dan dinilai
dengan kriteria – kriteria tertentu kemudian diolah menggunakan uji
statistik wilcoxon Berpasangan.
b. Kesimpulan dilakukan setelah semua langkah penelitian selesai, maka
dapat melakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
14
a. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian berada di SLB ABCDE LOB Bandung di Jalan Manglayang I
No 7 dalam kurun waktu dua minggu dengan pengambilan tes pada hari sabtu
pukul 09.30 WIB.
3. Hasil
Tabel 1. Hasil Penilaian Motorik Halus Anak Berkebutuhan Khusus SLB LOB
Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Kelompok Rerata SD p
Eksperimen 1.331 1.0486 0,05
Kontrol .169 .2892 0,05
Keterangan: Data motorik halus adalah data dengan skala interval.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
15
Test Statisticsa
Motorik Halus - Plastisin
Z -4.008b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Descriptives
MotorikHalus
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Mean
Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa taraf signifikan yaitu 0.000 dimana pv < 0.05
sehingga H0 ditolak yang mengartikan bahwa teerdapat pengaruh permaianan
plastisin terhadap motorik halus anak pada anak berkebutuhan khusus di SLB
ABCDE LOB.
4. Pembahasan
Peneliti melakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan uji homogenitas.
Pada uji normalitas pengaruh permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB menunjukkan tinggkat signifikan di
bawah 0.05 yaitu untuk kelompok kontrol sebesar 0.000 dan untuk kelompok
eksperimen sebesar 0.024, yang berarti data tersebut berdistribusi tidak normal,
sedangkan untuk uji homogenitas diperoleh hasil data dengan tingkat signifikan 0.000
yang artinya data tersebut tidak homogen atau beragam. Setelah dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya peneliti melakukan uji hipotesis yaitu
16
untuk mengetahui pengaruh dari permainan plastisin pada anak berkebutuhan khusus
di SLB ABCDE LOB. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji statistik Wilcoxon. Uji
hipotesis ini diperoleh dari data selisih hasil pretest dan posttest kelompok kontrol dan
selisih hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen yang berupa data menebalkan
untuk siswa kelas 1-2 dan data mewarnai untuk siswa kelas 3-5 yang sudah melewati
proses skoring. Dari hasil perhitungan statistik diperoleh hasil untuk mean dari
kelompok kontrol menebalkan dan mewarnai sebesar 0.169 sedangkan mean untuk
kelompok eksperimen menebalkan dan mewarnai sebesar 1.331. Ini menunjukkan
bahwa mean kelompok eksperimen lebih besar dari pada mean kelompok kontrol, hal
tersebut terjadi karena untuk kelompok eksperimen sudah mendapatkan perlakuan
berupa treatment permainan plastisin selama satu minggu, sedangkan untuk kelompok
kontrol tidak mendapatkan traetment, hal itu lah yang membuat hasil mean kelompok
eksperimen lebih besar dari pada mean kelompok kontrol. Data lain yang diperoleh
dari perhitungan Statistik yaitu taraf signifikan (pvalue) dari permainan plastisin
terhadap motorik halus dengan taraf signifikan sebesar 0.000 dimana untuk α nya
sebesar 0.05 yang artinya pvalue < α.
Berdasarkan data hasil perhitungan statistik di atas dapat diketahui bahwa
permainan plastisin ini berpengaruh terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan
khusus di SLB ABCDE LOB. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Yudha M
Saputra (2005), bahwa Kegiatan bermain plastisin dapat melatih motorik halus anak
sekaligus mengembangkan kreativitasnya. Hal ini akan terlihat dari berbagai macam
bentuk hasil karya yang dibuat oleh anak. Selain itu, di dalam kegiatan bermain
plastisin ini terdapat aktivitas memijit, menekan, menambah dan mengurangi plastisin
yang melibatkan otot – otot tangan. Menurut Montessori (dalam Sujiono, 2013), masa
usia dini merupakan periode sensitif dimana anak secara khusus mudah menerima
stimulus-stimulus dari lingkungannya. Dengan memberikan kegiatan bermain
plastisin yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka anak mandapatkan stimulasi yang
cukup untuk mengembangkan kemampuan motorik halusnya. Berdasarkan penelitian
Howard-Jones (2002) yang dilakukan pada 52 anak usia 6 tahun. Sebagian anak
diberikan plastisin kemudian dibiarkan untuk bermain plastisin selama 25 menit.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang bermain plastisin memiliki nilai kreativitas
yang lebih tinggi jika dibandingkan anak yang tidak bermain plastisin.
Dari yang diutarakan oleh Yudha M Saputra (2005) dan Howard-Jones
(2002) tersebut memanglah benar bahwa permainan plastisin dapat bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak berkebutuhan khusus di SLB
LOB ABCDE. Karena, pada saat bermain plastisin anak akan menggerakan
tangannya, mengeluarkan tenaga dan otot-otot tangannya untuk memijat, menekan,
dan membentuk plastisin tersebut menjadi suatu bentuk yang lain seperti bola,
lollipop, gelas, topi maupun huruf alphabet sehingga kemampuan motorik halusnya
lambat laun terlatih. Selain bentuk-bentuk yang tadi disebutkan masih banyak pula
17
bentuk lain yang dapat dibentuk oleh anak sesaui dengan kreativitas mereka, dengan
bermain plastisin ini tingkat kreativitas anak pun dilatih, anak dapat membentuk
plastisin sesuai dengan yang diinginkan, karena didukung oleh tekstur plastisin itu
sendiri yang lembek dan mudah untuk dibentuk. Menurut Sujiono (2008), kemampuan
motorik halus pada anak sangatlah penting. Kemampuan motorik halus anak
sebaiknya sudah dapat mencapai kemampuan mengendalikan otot-otot dan koordinasi
mata-tangan yang diperlukan untuk menggunting kertas, mewarnai dengan rapi,
menganyam kertas serta menulis simbol-simbol untuk mempersiapkan memasuki
jenjang selanjutnya. Dengan treatment plastisin ini membantu anak berkebutuhan
khusus di SLB ABCDE LOB dalam hal menebalkan pola dan mewarnai suatu gambar
yang menunjukkan peningkatan yang cukup baik dalam menebalkan dan
mewarnainya, ini berarti bahwa plastisin ini berpengaruh terhadap motorik halus anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB.
18
Referensi
Asri, Bayu; Triwiyana, Jaka; Solihin, M. V. (2016). Terapi Motorik Halus dengan
Sungging. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 21(No. 1), 14–21.
Santoso, A. D. I., Biasa, P. L., & Santoso, A. (2014). BERMAIN TACTILE PLAY
TERHADAP MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG di
SDLB BERMAIN TACTILE PLAY TERHADAP MOTORIK HALUS ANAK
TUNAGRAHITA SEDANG di SDLB. Jurnal Pendidikan Khusus, 1–7.
19
Sartika, Y. (2013). Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Meremas
Adonan pada Anak Tunagrahita Ringan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus,
Volume 1(No. 1), 266–279.
20