Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PERMAINAN PLASTISIN TERHADAP MOTORIK

HALUS PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB ABCDE


LOB

Asep Budiman

Program Studi Psikologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung;


aspbdmn19@gmail.com

Abstrak

Studi pendahuluan menunjukkan bahwa permasalahan yang ditemui pada anak


berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB yaitu pada bagian motorik halus.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari permainan plastisin
terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB
dengan subjek berjumlah 16 orang dari kelas 1-5. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian eksperimen dengan desain penelitian eksperimen kuasi one
grup before – after. Dengan alat ukur berupa menebalkan pola untuk siswa kelas
1-2 dan mewarnai gambar buah-buahan untuk siswa kelas 3-5. Uji hipotesis
dilakukan dengan menggunakan teknik statistik yaitu Uji Wilcoxon. Hasil yang
diperoleh menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0.000 (pvalue < 0.05).
Berdasarkah hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa permainan plastisin
berpengaruh terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan khusus di SLB
ABCDE LOB.

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus, Motorik Halus, Permainan


Plastisin

Abstract

Preliminary studies show that the problems encountered in children with special needs in SLB
ABCDE LOB are in the fine motor part. The purpose of this study was to determine the effect
of playdine play on fine motor in children with special needs in SLB ABCDE LOB with subjects
totaling 16 people from grades 1-5. This study uses experimental research methods with the
design of quasi-experimental research one group before - after. With measuring instruments
in the form of thickening patterns for students in grades 1-2 and coloring pictures of fruits for
students in grades 3-5. Hypothesis testing is done using statistical techniques, namely the

1
Wilcoxon Test. The results obtained show a significant level of 0.000 (pvalue <0.05). Based
on the results of these studies it was concluded that the play of plasticine had an effect on fine
motor in children with special needs at SLB ABCDE LOB.

Keywords: Fine Motor, Playdough, Special Needs Children

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat Rahmat dan
Karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal eksperimen yang berjudul
Pengaruh permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan khusus
di SLB ABCDE Bandung. Jurnal ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Psikologi Eksperimen dengan dosen pengampu Ibu Dr.dr. Ambar Sulianti,
M.Kes.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penulisan jurnal ini. Kepada:
1. Ibu Dr.dr. Ambar Sulianti, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Eksperimen.
2. Pihak SLB ABCDE yang telah memberikan kesempatan waktu dan tempat
untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
3. Rekan kelompok yang telah berkerja sama dalam pengambilan data dan
penyusunan jurnal ini.
Jurnal ini disajikan dengan tema yang menarik dan konten yang dibuat
selengkap mungkin dengan harapan pembaca dapat mendapat informasi dan
pengetahuan baru dari jurnal ini. Penulis mengharapakan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari pembaca semua.
Atas segala perhatiannya, penulis mengucapakan terimakasih.

2
Bandung, Desember 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Abstrak…………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………. 3
1. Pendahuluan………………………………………………………………4
2. Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis…………………. 5
2.1. Tinjauan Pustaka……………………………………………………... 5
2.2. Kerangka Pemikiran…………………………………………………. 11
2.3. Hipotesis Penelitian……………………………………………………11
2.4. Hipotesis Statistik…………………………………………………….. 11
3. Metode Penelitian………………………………………………………… 11
3.1. Desain
Penelitian……………………………………………………………... 11
3.2. Subjek
Penelitian…………………………………………………………….. 11
3.3. Definisi Konseptual dan Operasional
Variabel……………………………………………………………..... 12
3.4. Alat dan
Bahan…………………………………………………………………. 13
3.5. Prosedur
Penelitian…………………………………………………………….. 13
3.6. Lokasi dan
Waktu………………………………………………………………… 15
4. Hasil ………………………………………………………………………15
5. Pembahasan……………………………………………………………….16
6. Simpulan dan Saran……………………………………………………….18
Ucapan Terimakasih……………………………………………………………. 18
Referensi………………………………………………………………………... 19
3
1. Pendahuluan

Kemampuan motorik halus merupakan kemampuan mendasar yang penting


dimiliki oleh manusia dalam menjalankan kehidupannya. Menurut Nursalam (2005)
perkembangan motorik halus adalah kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil,
memerlukan koordinasi yang cermat serta tidak memerlukan banyak tenaga. Elizabeth
B. Hurlock (1978) memaparkan tentang pentingnya perkembangan motorik. Melalui
keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Perkembangan motorik halus sangat penting untuk diasah sejak dini. Jika
tidak diasah sejak dini akan menimbulkan masalah – masalah mendatang dikemudian
hari.
Permasalahan dalam perkembangan motorik halus biasa dijumpai pada anak
berkebutuhan khusus. Adapun Turner & Hamner (1990) mengungkapkan bahwa anak
yang luar biasa (exceptional child) adalah mereka yang berbeda dalam beberapa hal
dari anak-anak pada umumnya. Mereka yang masuk dalam kategori ini memiliki
kebutuhan yang unik yang berbeda dengan kebanyakan anak yang lain untuk dapat
mengembangkan kemampuan mereka sampai pada potensial yang penuh dari masing-
masing anak ini, sehingga mereka disebut memiliki kebutuhan khusus. Mereka yang
masuk dalam kategori ini adalah anak yang memiliki masalah khusus berhubungan
dengan gangguan emosional, gangguan fisik, gangguan sensorik, learning disabilities,
retardasi mental, dan juga anak berbakat. Pendapat Ormrod (2008) tentang anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang sangat berbeda dari teman-teman sebayanya.
Mereka membutuhkan materi atau praktik instruksional yang telah diadaptasi secara
khusus agar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dilihat dari keadaan yang ada, anak berkebutuhan khusus itu banyak yang
mengalami gangguan pada motorik halusnya, khususnya anak berkebutuhan khusus
yang ada di SLB ABCDE LOB. Dari total 42 siswa, terdapat 25 siswa yang
mengalami gangguan motorik halus. Dari permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu
terapi atau treatment khusus untuk melatih kemampuan motorik halus siswa – siswa
yang mempunyai gangguan motorik halus.
Adapun permainan plastisin (lilin mainan) itu dapat melatih dan mengasah
kemampuan motorik halus seseorang. Permainan plastisin (lilin mainan) dapat
dikerjakan dengan membentuk suatu bentuk tertentu. Menurut Yudha M Saputra
(2005), kegiatan membentuk dapat mengembangkan keterampilan kedua tangan,
mengembangkan kecepatan koordinasi dan gerakan tangan dan melatih penguasaan
emosi. Kegiatan bermain plastisin dapat melatih motorik halus anak sekaligus
mengembangkan kreativitasnya. Hal ini akan terlihat dari berbagai macam bentuk
hasil karya yang dibuat oleh anak. Selain itu, di dalam kegiatan bermain plastisin ini
terdapat aktivitas memijit, menekan, menambah dan mengurangi plastisin yang
4
melibatkan otot – otot tangan. Oleh karena itu, kegiatan bermain plastisin diharapkan
mampu memberikan pengalaman belajar yang lebih bervariasi dan menstimulasi
kemampuan motorik halus anak.

2. Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis


2.1. Tinjauan Pustaka
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan
khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik
seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD
(Ratri Desiningrum, 2016). Menurut Dinie (2016), pemahaman anak berkebutuhan
khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar
biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan
menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan khusus, seperti brain
injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda. Dalam konteks psikologis,
anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti
gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner, gangguan kemampuan
emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada
anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus
sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga
memerlukan penanganan khusus. Gearheart (1981) mendefinisikan anak dengan
kebutuhan khusus sebagai anak yang memerlukan persyaratan pendidikan yang
berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk belajar secara efektif memerlukan
program, pelayanan, fasilitas, dan materi khusus (Eva, 2015). Sedangkan
Mangunsong (1998) sendiri mengartikan anak dengan kebutuhan khusus adalah anak
yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan
sensorik, fisik dan neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas, sejauh ia
memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan
terkait lainnya, yang ditujukan untuk mengembangkan potensi atau kapasitasnya
secara maksimal (Eva, 2015). Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan
dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain yang seusia dengannya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
5
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs
children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau
mengalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya (Ratri Desiningrum, 2016).
Ormrod (2008) menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dibagi
menjadi empat kelompok:
1. Anak yang mengalami hambatan kognitif atau akademik khusus, meliputi:
a. Kesulitan Belajar
Kesulitan dalam proses-proses kognitif khusus (misalnya, dalam persepsi,
bahasa atau memori) yang tidak dapat diatribusikan ke bentuk-bentuk
hambatan yang lain seperti keterbelakangan mental, gangguan emosi atau
perilaku, atau gangguan sensori.
b. Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD)
Gangguan yang ditandai oleh salah satu atau kedua karakteristik ini:
1.) Kesulitan menfokuskan dan mempertahankan atensi dan atau
2.) Perilaku hiperaktif dan impulsif yang sering
3.) Gangguan bicara dan komunikasi
4.) Gangguan dalam bahasa lisan (misalnya, salah mengucapkan bunyi-
bunyi tertentu, gagap, atau pola sintaksis yang abnormal), atau dalam
pemahaman bahasa yang secara signifikan mengganggu performa di
kelas.
2. Anak yang mengalami masalah sosial atau perilaku, meliputi:
a. Gangguan emosi dan perilaku
Kondisi emosi dan perilaku yang muncul selama periode waktu tertentu dan
secara signifikan mengganggu kegiatan belajar dan performa siswa.
b. Gangguan spektrum autisme
Gangguan yang ditandai oleh terganggunya kognisi sosial, keterampilan
sosial, dan interaksi sosial, juga pengulangan perilaku eksentrik tertentu;
bentuk-bentuk yang lebih ringan (misalnya sindrom Asperger) yang terkait
dengan perkembangan yang normal di bidang-bidang lain, bentuk-bentuk
yang ekstrim yang terkait dengan keterlambatan perkembangan kognitif dan
bahasa dan perilaku yang sangat tidak biasa.
3. Anak yang mengalami keterlambatan dalam fungsi kognitif dan sosial, meliputi:
a. Keterbelakangan mental
Inteligensi secara signifikan di bawah rata-rata dan mengalami kekurangan
dalam perilaku adaptif (yaitu dalam inteligensi praktis dan sosial)
b. Gangguan fisik dan kesehatan

6
Kondisi fisik atau medis (biasanya jangka-panjang) yang mengganggu
performa di sekolah sebagai akibat dari kurangnya energi dan kekuatan,
menurunnya kewaspadaan mental, atau kurangnya kontrol otot.
c. Gangguan penglihatan
Gangguan fungsi mata dan syaraf optik yang mengganggu penglihatan
normal bahkan setelah menggunakan kaca mata
d. Gangguan pendengaran
Gangguan fungsi telinga atau saraf-saraf terkait yang mengganggu persepsi
terhadap suara dalam rentang frekuensi bicara yang normal
e. Ketidakmampuan/hambatan yang parah dan majemuk
Adanya dua hambatan atau lebih, yang kombinasinya menuntut tingkat
adaptasi yang signifikan dan layanan pendidikan yang sangat spesial
4. Anak yang perkembangan kognitifnya tinggi: Keberbakatan (giftedness)
Kemampuan yang tinggi dan bakat yang tidak biasa dalam satu atau beberapa
bidang, yang membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk membantu
berkembang secara penuh. (Eva, 2015)
Motorik halus merupakan kegiatan yang menggunakan otot-otot halus pada
jari dan tangan. Menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat
serta tidak memerlukan banyak tenaga. Perkembangan motorik halus merupakan
pengkoordinasian organ – organ tubuh, seperti tangan, mata, saraf (Suyadi, 2009).
Perkembangan motorik halus adalah meningkatnya pengkoordinasian gerak tubuh
yang melibatkan kelompok otot dan saraf kecil lainnya (Sujiono, 2010). Definisi lain
diungkapkan oleh Siti Aisyah (2008), “motorik halus adalah gerakan yang
menggunakan otot-otot halus atau sebagian tubuh tertentu, yang diperbaharui oleh
kesempatan untuk belajar dan berlatih”. Saputra dan Rudyanto (2005) menjelaskan
bahwa motorik halus adalah kemampuan anak dalam beraktivitas dengan
menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, menggenggam,
menggambar, menyusun balok dan memasukkan kelereng. Stimulasi adalah kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan berkembang secara
optimal, setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus
pada setiap kesempatan. Stimulasi yang kurang dapat terjadi keterlambatan
perkembangan motorik halus karena disebabkan oleh ketidak matangan susunan saraf
pusat (Andriana, 2011). Menurut Januar (1999:54) perkembangan motorik adalah
“pengendalian proses fungsi organ tubuh yang menyebabkan terjadinya gerakan.
Perkembangan motorik dapat mempengaruhi kemampuan seorang dalam masa
pertumbuhan untuk bergerak”. Keterlambatan perkembangan motorik halus anak juga
disebabkan oleh sedikitnya rangsangan yang diterima anak baik oleh pengasuh, orang
tua atau melalui mainannya. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat

7
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik halus (Andriana, 2011).
Anak usia 4-5 tahun mempunyai kemampuan motorik halus yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil. Kemampuan ini membutuhkan
koordinasi mata dan tangan yang cermat. Jika koordinasi mata dan tangan anak baik
maka seorang anak akan dapat mengurus dirinya sendiri (Sujiono, 2008). Oleh karena
melihat pentingnya kemampuan motorik halus anak sebaiknya sudah dapat mencapai
kemampuan mengendalikan otot-otot dan koordinasi mata-tangan yang diperlukan
untuk menggunting kertas, mewarnai dengan rapi, menganyam kertas serta menulis
simbol-simbol untuk mempersiapkan memasuki jenjang selanjutnya. Dengan
kemampuan motorik halus yang terasah dan terarah anak akan dapat menulis dengan
lancar. Menurut Patmonodewo (2003) kemampuan motorik halus misal pada kegiatan
membalik buku dan menggabungkan kepingan apabila bermain puzzle.
Menurut Asmawati (2008: 5.8), prinsip-prinsip yang dapat dilakukan dalam
pengembangan motorik halus adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kemampuan dan taraf
perkembangan anak
2. Memberikan rasa gembira kepada anak dengan prinsip bermain sambil belajar
3. Memupuk keberanian anak dalam melakukan kegiatan-kegiatan dengan
menghindari petunjuk-petunjuk atau bantuan yang justru dapat merusak
perkembangan anak, dan lebih mengutamakan proses dari pada hasil
4. Memberikan rangsangan dan bimbingan kepada anak untuk menemukan tehnik
atau cara-cara yang baik dalam melakukan kegiatan dengan bermacam-macam
media kreatif
5. Menyediakan alat-alat yang dapat merangsang anak untuk melakukan kegiatan
dan dapat menumbuhkan keterampilan dan kreativitas
6. Memberikan bimbingan dan dorongan
7. Memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada anak untuk berekspresi
melalui berbagai media
8. Merencanakan waktu, mengatur tempat dan menjaga beraneka media untuk
menstimulasi anak dalam melakukan kegiatan keterampilan yang akan dicapai
9. Bahan keterampilan dikaitkan dengan tema dan mengacu pada kemampuan yang
akan dicapai.
Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus anak menurut
Hurlock (1995) di antaranya sifat dasar genetik termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan
sehingga anak yang IQ-nya tinggi menunjukkan perkembangan motoriknya lebih
cepat dibandingkan dengan anak normal atau di bawah normal. Adanya dorongan atau
rangsangan untuk menggerakkan semua kegiatan tubuhnya akan mempercepat
perkembangan motorik anak. Menurut Rusli Lutan (2001) faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik halus adalah:

8
1. Faktor internal, adalah karakteristik yang melekat pada individu seperti tubuh,
motivasi, atau atribut yang membedakan seseorang dengan orang lain.
2. Faktor eksternal adalah tempat di luar individu yang langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi penampilan seseorang, misalnya lingkungan
pengajaran dan lingkungan sosial budaya.
Menurut Hurlock (1995: 158) untuk memperoleh kualitas kemampuan motorik yang
lebih baik, diperlukan cara tersendiri dalam mempelajari kemampuan motorik, yaitu:
1. Belajar coba dan ralat (trial and error), melalui latihan coba dan ralat yang
dilakukan berulang kali dapat meningkatkan kemampuan motorik anak. Namun
cara tersebut biasanya menghasilkan kemampuan dibawah kemampuan anak.
2. Meniru, belajar keterampilan motorik dengan meniru atau imitasi melalui suatu
model yang dicontohkan akan menjadikan anak lebih cepat untuk menguasai
keterampilan tersebut, maka untuk mempelajari suatu kemampuan dengan baik
anak harus dapat mencontoh model yang baik pula.
3. Pelatihan, adanya latihan untuk meningkatkan kemampuan motorik sangat
penting dalam tahap awal belajar keterampilan motorik, dengan latihan tersebut
anak akan meniru gerakan yang dilakukan oleh pembimbing atau supervisi.
Bimbingan sangat diperlukan untuk membetulkan suatu kesalahan sebelum
kesalahan tersebut terlanjur menjadi kebiasaan sehingga sulit untuk dibetulkan
kembali.
Menurut Yudha M. Saputra (2005: 6) Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
keterlambatan perkembangan kemampuan motorik halus, berikut diantaranya:
1. Kurangnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sejak
bayi.
2. Pola asuh orang tua cenderung overprotektif dan kurang konsisten dalam
memberikan rangsangan belajar.
3. Tidak membiasakan anak untuk mengerjakan aktivitas sendiri sehingga anak
terbiasa selalu dibantu untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya selalu disuapi
sehingga fleksibilitas tangan dan jemarinya kurang terasah.

Definisi permainan plastisin menurut Depdikbud (2007) adalah media yang


dapat digunakan untuk pengembangan kemampuan motorik halus anak. Plastisin yang
bertekstur lunak, sehingga mudah dibentuk menyerupai bentuk benda yang
diinginkan. Anak suka dengan plastisin karena dengan plastisin anak dapat meremas
– remas, menekan, membentuk plastisin menjadi bentuk benda, binatang,orang dan
sebagainya, sesuai kreasi dan imajinasi anak. Menurut Kurnia Dewi (2014),
permainan plastisin yaitu aktifitas motorik yang menggunakan tangan untuk meremas,
menekan, memilin, memipihkan, menggulung dan memipihkan plastisin menjadi
bentuk – bentuk yang diinginkan. Sedangkan menurut Dorothy Einon (2005),
permainan plastisin merupakan “bermain dengan permainan bahan adonan sebagai
9
bahan yang dapat dibentuk”. Menurut Anggraini dalam Haryani (2014) menyatakan
permainan playdough adalah salah satu aktifitas yang bermanfaat untuk
perkembangan otak anak. Dengan bermain playdough, anak tak hanya memperoleh
kesenangan, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan perkembangan otaknya.
Dengan playdough, anak-anak bisa membuat bentuk apa pun dengan cetakan,
mewarnai playdough dan membentuk pola. Playdough adalah salah satu alat
permainan edukatif dalam pembelajaran yang termasuk kriteria alat permainan murah
dan memiliki nilai fleksibilitas dalam merancang pola-pola yang hendak dibentuk
sesuai dengan rencana dan daya imajinasi. Permainan plastisin memiliki manfaat bagi
anak yaitu Menurut Jutmika (2012) di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Melatih kemampuan sensorik. Salah satu cara anak mengenal sesuatu adalah
melalui sentuhan. Dengan bermain plastisin, ia belajar tentang tekstur dan cara
menciptakan sesuatu.
2. Mengembangkan kemampuan berfikir. Bermain plastisin bisa mengasah
kemampuan berfikir anak. Latihlah dengan memberi contoh cara bermain dan
menciptakan sesuatu dengan plastisin.
3. Self esteem. Permainan plastisin adalah permainan yang tanpa aturan sehingga
berguna mengembangkan kemampuan imajinasi dan kreativitas anak. Dengan
bermain playdough, ia dapat meningkatkan rasa ingin tahu, sekaligus
mengajarkanya tentang problem solving yang berguna meningkatkannya self
esteem-nya.
4. Mengasah kemampuan berbahasa. Meremas, berguling membuat bola, dan
berputar adalah beberapa kata yang sering di dengar anak saat bermain plastisin.
Gunakan kata-kata untuk mendeskripsikan kegiatan bermain plastisin.
Sedangkan Menurut Immanuella F. Rachmani, dkk (Difatiguna, 2015) manfaat
plastisin adalah sebagai berikut:
1. Berkreasi dengan playdough dapat mencerdaskan anak, selain mengasah
imajinasi, keterampilan motorik halus, berfikir logis dan sistematis, juga dapat
merangsang indera perabanya.
2. Kelenturan dan kelembutan bahan playdough melatih anak mengatur kekuatan
otot jari
3. Anak belajar memperlakukan media ini yaitu hanya perlu menekan lembut dan
hati-hati. Melalui bermain playdough bisa melatih motorik halus, membangun
kekuatan otot tangan anak yang kelak bermanfaat saat belajar menggunakan
pensil dan gunting.
Anik Pamilu (2007) menyatakan dengan menggunakan permainan sejenis tanah liat,
anak dapat membuat berbagai macam bentuk yang disukai anak. Anak dapat
membentuknya menjadi ikan, mobil-mobilan, rumah, pesawat, geometri. Dengan
membuat aneka bentuk yang mereka sukai, anak tidak hanya dapat mengekspresikan
perasaannya saja, namun juga membebaskan dirinya dari berbagai tekanan yang

10
mengganggunya serta dapat mengekspresikan apa yang telah dipahami. Sehingga
menurut penulis bahwa anak-anak dapat diajak menghitung bentuk yang telah dibuat
dan dapat mengelompokannya.

2.2. Kerangka Pemikiran

Permainan Motorik Halus


Plastisin

2.3. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian ini, hipotesis yang akan diuji kebenarannya
ialah terdapat pengaruh permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB.

2.4. Hipotesis Statistik


H0 diterima : µ1 = µ2 : Tidak terdapat pengaruh permainan plastisin terhadap
motorik halus
H0 ditolak : µ1 > µ2 : Terdapat pengaruh permainan plastisin terhadap motorik
halus

3. Metode Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian eksperimen dengan judul pengaruh plastisin terhadap motorik halus
pada anak berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB ini menggunakan desain
penelitian eksperimen kuasi one grup before – after, karena treatment yang
diberikan diatur sedemikian rupa oleh peneliti dan dirasa paling cocok untuk
penelitian ini.

3.2. Subjek Penelitian


Menurut Sugiyono (2008), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Penentuan populasi bisa dispesifikasikan menurut karakteristiknya dan atau
kuantitasnya yang diperlukan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah

11
siswa SLB ABCDE LOB Bandung, karena tempatnya terjangkau dan sebagian
besar siswanya memiliki gangguan motorik halus.
Menurut Sutedi (2009) ada beberapa teknik sampel yaitu teknik random,
stratifikasi, purposive, area, sampel berlapis, sampel simetri, teknik kuota. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SLB ABCDE LOB Bandung
adalah 16 orang yang terdiri dari kelas 1-5 SD dengan rentang umur 6-19 tahun.

3.3. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel


Definisi konseptual adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu konsep
secara singkat, jelas, dan tegas.
1. Plastisin (lilin Mainan)
Menurut BB Clay Designs dalam Rochayah Siti (2012; 20) Plastisin adalah
lilin atau malam yang digunakan anak untuk bermain, plastisin dapat digunakan
berulang-ulang karena tidak untuk dikeraskan. Arti kata Clay adalah tanah liat.
Well Mina dalam Rochayah Siti (2012;20), Plastisin atau lilin malam juga
termasuk Clay, biasanya untuk mainan anak banyak di jual di toko dengan banyak
warna dan mudah di bentuk.
2. Motorik Halus
Bambang Sujiono (2012: 1.14) juga mengungkapkan bahwa gerakan motorik
halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja
dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti jari jemari tangan dan gerakan
pergelangan tangan yang tepat. Dini P dan Daeng Sari (1996:72) motorik halus
adalah aktivitas motorik yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil atau halus
gerakan ini menuntut koordinasi mata dan tangan serta pengendalian gerak yang
baik yang memungkinkannya melakukan ketepatan dan kecermatan dalam gerak.
Elizabeth B. Hurlock (1998:39) mengemukakan bahwa perkembangan motorik
anak adalah suatu proses kematangan yang berhubungan dengan aspek deferensial
bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial emosional. Proses motorik adalah
gerakan yang langsung melibatkan otot untuk bergerak dan proses persyaratan
yang menjadikan seseorang mampu menggerakkan anggota tubuhnya ( tangan,
kaki, dan anggota tubuhnya).

Definisi operasional variabel merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu


variabel diukur dan menentukan skala pengukuran dari masing-masing variabel.
Dengan melihat definisi operasional suatu penelitian, maka seorang peneliti akan
dapat mengetahui suatu variabel yang akan diteliti.
1. Plastisin (lilin mainan)
Plastisin merupakan sebuah lilin mainan yang terbuat dari bahan kimia dan
berbentuk lunak dengan berbagai warna menarik yang dapat dibentuk sesuai
keinginan. Plastisin merupakan variabel independent.

12
Subjek diberikan treatment bermain plastisin atau lilin mainan selama 30 menit
dengan cara bermain membuat bentuk tertentu yang telah diatur oleh peneliti.
Pertama, subjek harus menyatukan tiga plastisin. Kemudian, subjek harus
membuat bentuk bulat pada tiga plastisin yang sudah disatukan tersebut.
Selanjtunya, subjek membentuk plastisin bulat tersebut menjadi memanjang
dengan cara seperti membuat adonan. Setelah itu, subjek membuat bentuk lollipop
dari bentuk adonan panjang tadi. Kemudian, subjek menghancurkan bentuk
lollipop dan mulai membentuk gelas dari plastisin tersebut. Setelah membentuk
gelas, subjek membuat huruf alfabet menggunakan plastisin sehingga membentuk
nama dari masing – masing subjek. Selanjutnya, subjek menyatukan kembali
plastisin – plastisin terpisah itu kemudian membuat bentuk kepala, badan, tangan
dan kaki manusia.
2. Motorik Halus
Motorik halus merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan
yang dapat dikembangkan dan dilatih melalui kegiatan rangsangan secara rutin.
Motorik halus merupakan variabel dependent.
Kemampuan motorik ABK di ukur dari cara subjek menebalkan garis (untuk
siswa kelas 1 & 2) dan cara subjek mewarnai gambar buah-buahan (untuk siswa
kelas 3-5).

3.4. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian eksperimen ini adalah:
1. Plastisin (lilin mainan)
2. Kertas HVS bergambar
3. Pensil
4. Pensil warna atau crayon

3.5. Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian ini dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan
data kemudian penarikan kesimpulan.
1. Perencanaan
a. Identifikasi masalah
Dilakukan untuk menemukan cara alternatif dalam pembelajaran
perkembangan motorik halus yang terganggu
b. Penyusunan instrumen
Penyusunan instrumen didasarkan pada informasi yang didapatkan.
Dalam penelitian ini instrumen berupa tes yang telah ditentukan oleh peneliti
yaitu menggambar dan menebalkan garis untuk sebelum dan sesudah
dilakukannya treatment.

13
2. Pelaksanaan
Pada pre-test dan post-test kontrol, subjek dites kemampuan motorik halusnya
atas dasar pengajaran guru yang telah diberikan kepada subjek dalam jangka
waktu 1 minggu tanpa diberikan treatment. Dengan menggunakan pola
menebalkan garis untuk siswa kelas 1 & 2 dan pola mewarnai gambar buah –
buahan untuk siswa kelas 3-5 selama 15 menit.
Lalu pada pre-test ekperimen, subjek diberikan treatment bermain plastisin
atau lilin mainan dengan membebaskan cara bermain subjek. Setelah
diberikan treatment permainan plastisin selama 30 menit, subjek dites
kemampuan motorik halusnya menggunakan pola menebalkan garis untuk
siswa kelas 1 & 2 dan pola mewarnai gambar buah – buahan untuk siswa kelas
3-5 selama 15 menit.
Setelah satu minggu, pada post-test eksperimen, subjek diberikan treatment
bermain plastisin atau lilin mainan dengan cara bermain membuat bentuk
tertentu yang telah diatur oleh peneliti. Pertama, subjek harus menyatukan
tiga plastisin. Kemudian, subjek harus membuat bentuk bulat pada tiga
plastisin yang sudah disatukan tersebut. Selanjutnya, subjek membentuk
plastisin bulat tersebut menjadi memanjang dengan cara seperti membuat
adonan. Setelah itu, subjek membuat bentuk lollipop dari bentuk adonan
panjang tadi. Kemudian, subjek menghancurkan bentuk lollipop dan mulai
membentuk gelas dari plastisin tersebut. Setelah membentuk gelas, subjek
membuat huruf alfabet menggunakan plastisin sehingga membentuk nama
dari masing – masing subjek. Selanjutnya, subjek menyatukan kembali
plastisin – plastisin terpisah itu kemudian membuat bentuk kepala, badan,
tangan dan kaki manusia. Setelah diberikan treatment permainan plastisin tadi
selama 30 menit, subjek dites kemampuan motoric halusnya menggunakan
pola menebalkan garis untuk siswa kelas 1 & kelas 2 dan pola mewarnai untuk
siswa kelas 3-5 selama 15 menit.
3. Pengolahan data dan menarik kesimpulan
a. Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul dan dinilai
dengan kriteria – kriteria tertentu kemudian diolah menggunakan uji
statistik wilcoxon Berpasangan.
b. Kesimpulan dilakukan setelah semua langkah penelitian selesai, maka
dapat melakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.

14
a. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian berada di SLB ABCDE LOB Bandung di Jalan Manglayang I
No 7 dalam kurun waktu dua minggu dengan pengambilan tes pada hari sabtu
pukul 09.30 WIB.

3. Hasil

Hasil dari eksperimen tentang pengaruh permainan plastisin terhadap motorik


halus pada anak berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB dengan jumlah subjek 16
orang yang dibagi kedalam dua kategori yaitu kategori subjek yang menebalkan dan
kategori subjek yang mewarnai sebagai alat ukur untuk mengukur motorik halus
adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Penilaian Motorik Halus Anak Berkebutuhan Khusus SLB LOB
Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Kelompok Rerata SD p
Eksperimen 1.331 1.0486 0,05
Kontrol .169 .2892 0,05
Keterangan: Data motorik halus adalah data dengan skala interval.

Tabel 2. Analisis Uji Normalitas Pada Anak Berkebutuhan Khusus yang


Melakukan Permainan Plastisin pada Motorik Halusnya

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Plastisin Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

MotorikHalus Kontrol .345 16 .000 .664 16 .000

Eksperimen .195 16 .107 .866 16 .024

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 3. Analisis Wilcoxon Pada Anak Berkebutuhan Khusus yang


Melakukan Permainan Plastisin pada Motorik Halusnya

15
Test Statisticsa
Motorik Halus - Plastisin

Z -4.008b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

Descriptives
MotorikHalus
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Mean

Lower Bound Upper Bound

Kontrol 16 .169 .2892 .0723 .015 .323 .0 1.0


Eksperimen 16 1.331 1.0486 .2622 .772 1.890 .2 3.5
Total 32 .750 .9598 .1697 .404 1.096 .0 3.5

Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa taraf signifikan yaitu 0.000 dimana pv < 0.05
sehingga H0 ditolak yang mengartikan bahwa teerdapat pengaruh permaianan
plastisin terhadap motorik halus anak pada anak berkebutuhan khusus di SLB
ABCDE LOB.

4. Pembahasan
Peneliti melakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan uji homogenitas.
Pada uji normalitas pengaruh permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB menunjukkan tinggkat signifikan di
bawah 0.05 yaitu untuk kelompok kontrol sebesar 0.000 dan untuk kelompok
eksperimen sebesar 0.024, yang berarti data tersebut berdistribusi tidak normal,
sedangkan untuk uji homogenitas diperoleh hasil data dengan tingkat signifikan 0.000
yang artinya data tersebut tidak homogen atau beragam. Setelah dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya peneliti melakukan uji hipotesis yaitu
16
untuk mengetahui pengaruh dari permainan plastisin pada anak berkebutuhan khusus
di SLB ABCDE LOB. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji statistik Wilcoxon. Uji
hipotesis ini diperoleh dari data selisih hasil pretest dan posttest kelompok kontrol dan
selisih hasil pretest dan posttest kelompok eksperimen yang berupa data menebalkan
untuk siswa kelas 1-2 dan data mewarnai untuk siswa kelas 3-5 yang sudah melewati
proses skoring. Dari hasil perhitungan statistik diperoleh hasil untuk mean dari
kelompok kontrol menebalkan dan mewarnai sebesar 0.169 sedangkan mean untuk
kelompok eksperimen menebalkan dan mewarnai sebesar 1.331. Ini menunjukkan
bahwa mean kelompok eksperimen lebih besar dari pada mean kelompok kontrol, hal
tersebut terjadi karena untuk kelompok eksperimen sudah mendapatkan perlakuan
berupa treatment permainan plastisin selama satu minggu, sedangkan untuk kelompok
kontrol tidak mendapatkan traetment, hal itu lah yang membuat hasil mean kelompok
eksperimen lebih besar dari pada mean kelompok kontrol. Data lain yang diperoleh
dari perhitungan Statistik yaitu taraf signifikan (pvalue) dari permainan plastisin
terhadap motorik halus dengan taraf signifikan sebesar 0.000 dimana untuk α nya
sebesar 0.05 yang artinya pvalue < α.
Berdasarkan data hasil perhitungan statistik di atas dapat diketahui bahwa
permainan plastisin ini berpengaruh terhadap motorik halus pada anak berkebutuhan
khusus di SLB ABCDE LOB. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Yudha M
Saputra (2005), bahwa Kegiatan bermain plastisin dapat melatih motorik halus anak
sekaligus mengembangkan kreativitasnya. Hal ini akan terlihat dari berbagai macam
bentuk hasil karya yang dibuat oleh anak. Selain itu, di dalam kegiatan bermain
plastisin ini terdapat aktivitas memijit, menekan, menambah dan mengurangi plastisin
yang melibatkan otot – otot tangan. Menurut Montessori (dalam Sujiono, 2013), masa
usia dini merupakan periode sensitif dimana anak secara khusus mudah menerima
stimulus-stimulus dari lingkungannya. Dengan memberikan kegiatan bermain
plastisin yang sesuai dengan kebutuhan anak, maka anak mandapatkan stimulasi yang
cukup untuk mengembangkan kemampuan motorik halusnya. Berdasarkan penelitian
Howard-Jones (2002) yang dilakukan pada 52 anak usia 6 tahun. Sebagian anak
diberikan plastisin kemudian dibiarkan untuk bermain plastisin selama 25 menit.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang bermain plastisin memiliki nilai kreativitas
yang lebih tinggi jika dibandingkan anak yang tidak bermain plastisin.
Dari yang diutarakan oleh Yudha M Saputra (2005) dan Howard-Jones
(2002) tersebut memanglah benar bahwa permainan plastisin dapat bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak berkebutuhan khusus di SLB
LOB ABCDE. Karena, pada saat bermain plastisin anak akan menggerakan
tangannya, mengeluarkan tenaga dan otot-otot tangannya untuk memijat, menekan,
dan membentuk plastisin tersebut menjadi suatu bentuk yang lain seperti bola,
lollipop, gelas, topi maupun huruf alphabet sehingga kemampuan motorik halusnya
lambat laun terlatih. Selain bentuk-bentuk yang tadi disebutkan masih banyak pula

17
bentuk lain yang dapat dibentuk oleh anak sesaui dengan kreativitas mereka, dengan
bermain plastisin ini tingkat kreativitas anak pun dilatih, anak dapat membentuk
plastisin sesuai dengan yang diinginkan, karena didukung oleh tekstur plastisin itu
sendiri yang lembek dan mudah untuk dibentuk. Menurut Sujiono (2008), kemampuan
motorik halus pada anak sangatlah penting. Kemampuan motorik halus anak
sebaiknya sudah dapat mencapai kemampuan mengendalikan otot-otot dan koordinasi
mata-tangan yang diperlukan untuk menggunting kertas, mewarnai dengan rapi,
menganyam kertas serta menulis simbol-simbol untuk mempersiapkan memasuki
jenjang selanjutnya. Dengan treatment plastisin ini membantu anak berkebutuhan
khusus di SLB ABCDE LOB dalam hal menebalkan pola dan mewarnai suatu gambar
yang menunjukkan peningkatan yang cukup baik dalam menebalkan dan
mewarnainya, ini berarti bahwa plastisin ini berpengaruh terhadap motorik halus anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB.

5. Simpulan Dan Saran


Terdapat pengaruh dari permainan plastisin terhadap motorik halus pada anak
berkebutuhan khusus di SLB ABCDE LOB. Ini berarti hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada
semua pihak yang berhubungan langsung dengan anak berkebutuhan khusus yang
mengalami masalah dalam motorik halusnya untuk lebih sering memberikan
trearment atau latihan dengan metode apapun yang dapat menunjang kemampuan
anak khususnya dalam hal motorik halus, karena jika terus dilatih lambat laun tingkat
kemampuan motorik halus anak akan lebih meningkat.

Ucapan Terima Kasih


Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. dr. Ambar Sulianti, M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Eksperimen yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam proses penelitian dan penulisan hasil penelitian
sehingga peneliti dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik. Peneliti juga
mengucapkan terimakasih kepada pihak sekolah SLB ABCDE LOB Bandung yang
telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut. Peneliti juga secara pribadi mengucapkan terimakasih kepada rekan
kelompok yang telah bekerja sama dalam melakukan dan menyelesaikan penelitian
ini sehingga tulisan ini bisa hadir ditengah-tengah pembaca.

18
Referensi

Asri, Bayu; Triwiyana, Jaka; Solihin, M. V. (2016). Terapi Motorik Halus dengan
Sungging. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 21(No. 1), 14–21.

Dermawan, O. (2013). Strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di SLB.


Psympathic, Volume VI(No. 2), 886–897.

Fransisca Anggraeni, S. N. M. A. (2016). Meningkatkan kemampuan motorik halus


melalui permainan playdough pada anak kelompok bermain di paud tegaljaya.
Jurnal Pendidikan Universitas Dhayana Pura, 1(1).

Kartini, S. (2014). PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN PLASTISIN


UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA. Jurnal Pendidikan Dan
Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1(2), 199–208.

Kustiawan, U. (2013). MANFAAT BERMAIN ORIGAMI UNTUK


MENGEMBANGKAN MOTORIK HALUS ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS. Jurnal Paud, Volume 1(5), 24–30.

Pangestika, R. A., & Setiyorini, E. (2015). PENGARUH BERMAIN PLASTISIN


TERHADAP SEKOLAH (The effect of Plasticine play to fine motor
development at pre school), 2(2), 181–188.
https://doi.org/10.26699/jnk.v2i2.ART.p169-175

Ramadhani, F. A., Rahayu, M. S., & Khasanah, A. N. (2017). Pengaruh Bermain


Plastisin Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada Siswa TK B di RA PERSIS
I Bandung. Prosiding Psikologi, Volume 3(No. 2), 354–359.

Rahayu, W. (2014). PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS


MELALUI PERMAINAN MERONCE PADA ANAK KELOMPOK A DI TK
ISLAM ALBAB KECAMATAN TRUCUK, KABUPATEN KLATEN
TAHUN AJARAN 2013 / 2014. Jurnal Publikasi.

Santoso, A. D. I., Biasa, P. L., & Santoso, A. (2014). BERMAIN TACTILE PLAY
TERHADAP MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA SEDANG di
SDLB BERMAIN TACTILE PLAY TERHADAP MOTORIK HALUS ANAK
TUNAGRAHITA SEDANG di SDLB. Jurnal Pendidikan Khusus, 1–7.

19
Sartika, Y. (2013). Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Meremas
Adonan pada Anak Tunagrahita Ringan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus,
Volume 1(No. 1), 266–279.

20

Anda mungkin juga menyukai