PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Psikologi Pribumi dan Budaya
Oleh
Aldi Aldiyatna (1176000014)
Alma Azkiya Vitayala R (1176000015)
Bisyarah Fauni (1176000043)
Hasna Esa Nisrina (1176000066)
Muhamad Fasha Kurnia (1176000180)
BANDUNG
2019 M/1441 H
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
serta syukur kami panjatkan kepada-Nya atas rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas proposal Hubungan Pola Asuh dan Resiliensi Pada
Mahasiswa yang Merantau di Bandung. Proposal ini kami tujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Pribumi dan Budaya.
Sholawat serta salam semoga tetep terlimpahkan kepada Rosululloh SAW yang telah
membimbing dan mengarahkan umatnya ke jalan kehidupan yang penuh dengan
rahmat ini. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Elis Anisah Fitriah selaku
dosen Mata Kuliah Psikologi Budaya dan Pribumi. Terlepas dari itu kami menyadari
bahwa dalam penulisan proposal ini sepenuhnya masih banyak kekurangan baik dari
susunan maupun tata bahasanya. Karena itu, kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca.
Penyusun
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pelajar yang merantau ke kota besar tentu nya dihadapkan beberapa masalah,
diantaranya masalah psikososial dimana mereka tidak familiar dengan gaya dan norma
sosial yang baru, perubahan pada sistem dukungan, dan masalah intrapersonal dan
interpersonal yang disebabkan oleh proses penyesuaian diri. Proses penyesuaian diri
ini bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu. Sama hal nya dengan hasil
wawancara yang dilakukan pada tanggal 9 november 2019 menunjukkan bahwa
mereka mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang baru, serta
merasakan kesepian akan ketidak hadirannya orang tua. Masalah-masalah tersebut
tidak bisa dihindari oleh mereka seorang perantau ditahun pertama. Mereka harus bisa
menjadi resilien untuk dapat bangkit, bertahan dalam hubungan, dan memperbaiki rasa
kecewa untuk mengatasi berbagai permasalahan. Mereka dapat bangkit jika memiliki
kualitas yang baik dalam pemecahan segala masalah yang dihadapi. Pembentukan
1
karakter yang berkualitas selain dari pembekalan akademik, juga dapat dipengaruhi
dengan pola asuh orang tua sebagai pondasi dasar pembentukan karakter tersebut.
Setiap orang tua berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Orang tua
pastinya memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak.
Cara dan pola tersebut tentu berbeda-beda antara satu keluarga dengan keluarga yang
lainnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan gambaran
interaksi antara orang tua dan anak. Pola asuh yang tepat bisa membantu orang tua
dalam menerapkan nilai-nilai positif kepada anak. Pola asuh mencangkup perlakuan
orang tua dalam merawat, memelihara, mengajar, mendidik, membimbing, dan melatih
yang dapat terwujud dalam bentuk pendisiplinan, pemberian tauladan, kasih sayang,
hukuman, ganjaran, dan kepemimpinan melalui perkataan dan tindakan. Terdapat tiga
macam pola asuh yang sering diterapkan orang tua kepada anak, yaitu pola asuh orang
tua yang otoritarian, permisif, dan otoritatif. Pola asuh otoritarian adalah pola asuh
yang menekankan kepatuhan dan kontrol. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang
menekankan ekspresi diri dan pengaturan diri sendiri. Pola asuh otoritatif adalah pola
asuh yang menggabungkan penghargaan terhadap individualitas anak dengan usaha
untuk menanamkan nilai sosial.
Peran orang tua sangat mempengaruhi sikap resiliensi pada remaja. Kedaketakan orang
tua dengan anak menjadi salah satu dasar resiliensi dapat terbentuk. Resiliensi
merupakan konsep dasar berbagai karakter positif dalam diri seseorang. Berdasarkan
berbagai penelitian sebelum nya belum banyak yang berfokus kepada hubungan pola
asuh terhadap resiliensi mahasiswa yang merantau, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian hal tersebut di kota Bandung
2
1.2. Pertanyaan Kajian
Bagaimana hubungan pola asuh dan resiliensi pada mahasiswa yang meranrau di
Bandung?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui peranan pola asuh terhadap resiliensi pada mahasiswa yang merantau
di Bandung
2. Mengetahui perbedaan resiliensi pada mahasiswa yang merantau di Bandung
ditinjau dari pola asuh orang tua.
3. Mengetahui pentingnya bagi orang tua untuk memahami tugas dan perannya dalam
mendidik anaknya guna menumbuhkan resiliensi.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua dan remaja
tentang pentingnya pola asuh dan pembentukan resiliensi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat yang
memiliki anggota keluarga berusia remaja.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-
perintah orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan
tidak memberi peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat.
Orang tua otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratif
dalam membuat keputusan, memaksakan peran-peran atau pandangan-pandangan
kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan sendiri, serta kurang menghargai
pemikiran dan perasaan mereka. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat
curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa
canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan diri pada awal
4
masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan dengan anak-
anak lain.
Salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap
tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan
menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikut sertakan anak dalam pengambilan
keputusan. Anak-anak prasekolah dari orang tua yang otoritatif cenderung lebih
percaya pada diri sendiri, pengawasan diri sendiri, dan mampu bergaul baik dengan
teman-teman sebayanya. Pengasuhan otoritatif juga diasosiasikan dengan harga diri
yang tinggi, memiliki moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses
dalam belajar, dan bertanggung jawab secara sosial.
Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak
yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang
tua lebih penting dari pada mereka. Anakanak ini cenderung tidak memiliki
kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan
tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan
mungkin terasing dalam keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukkan
sikap suka membolos dan nakal.
2.2 Resiliensi
Menurut Connor dan Davidson (2003), resiliensi merupakan suatu kualitas personal
yang memungkinkan seseorang untuk dapat berkembang di tengah kesulitan yang
dihadapinya. Resiliensi juga dapat dilihat sebagai ukuran kemampuan seseorang dalam
mengatasi stress, dimana hal ini dapat menjadi target untuk penyembuhan kecemasan,
depresi, dan reaksi stress (Connor dan Davidson, 2003). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
5
resiliensi adalah suatu kualitas personal berupa kemampuan seseorang untuk mengatasi
stress, yang memungkinkan orang tersebut untuk bisa berkembang di tengah kesulitan
yang dihadapinya.(Andriani & Listiyandini, 2017)
Menurut Wolin (1999) ada tujuh karakteristik utama yang dimiliki oleh individu yang
resilien. Karakteristik karakteristik inilah yang membuat individu mampu beradaptasi
dengan baik saat menghadapi masalah. Berikut karakteristik atau indikator manusia
yang resilien (Magister & Uma, 2019).
a. Wawasan
Kemampuan untuk memahami dan memberi arti pada situasi, orang orang yang ada di
sekitar, dan nuansa verbal maupun nonverbal dalam komunikasi, individu yang
memiliki wawasan mampu menanyakan pertanyaan yang menantang dan
menjawabnya dengan jujur. Hal ini membantu mereka untuk dapat menyesuaikan diri
dalam berbagai situasi.
b. Kemandirian
Kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber
masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga
keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. Orang yang
mandiri tidak bersikap ambigu dan dapat mengatakan “tidak” dengan tegas saat
diperlakukan. Ia juga memiliki orientasi yang positif dan optimistik pada masa depan.
c. Hubungan
d. Inisiatif
Individu yang resilien bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam
memecahkan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat
6
diubah, serta meningkatkan kemampuan mereka menghadapi hal-hal yang tak dapat
diubah. Mereka melihat kehidupan sebagai rangkaian tantangan dimanamereka yang
mampu mengatasinya. Anak-anak yang resilien memiliki tujuan yang mengarahkan
hidup mereka secara konsisten dan mereka menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh
untuk berhasil disekolah.
e. Kreativitas
f. Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan
diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Seseorang yang
resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara
yang baru dan lebih ringan. Rasa humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.
g. Moralitas
Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara
baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan
membuat keputusan yang tepat tanpa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga
dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang yang membutuhkan.
Moralitas adalah kemampuan berperilaku atas dasar hati nurani.
7
2.3 Mahasiswa Perantau
Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih kesuksesan melalui
kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Fenomena ini juga
dianggap sebagai usaha pembuktian kualitas diri sebagai orang dewasa yang mandiri
dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan (Anggraini, 2013). Hal tersebut
tentu saja menyebabkan perubahan situasi kehidupan dan menuntut usaha lebih besar
untuk mandiri serta bertanggung jawab dalam menghadapi perubahan lingkungan
sosial (Widya dkk, 2012). Perubahan perubahan itulah yang dapat menghambat
pencapaian prestasi mahasiswa perantau (Widya dkk, 2012). Pernyataan ini didukung
oleh Winata (2014) yang mengatakan bahwa proses belajar mahasiswa untuk mencapai
prestasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan alam dan sosial serta
faktor psikologis (Rahayu & Amanah, 2008). Oleh karena itu memberi perhatian pada
mahasiswa perantau penting untuk dilakukan. Proses penyesuaian diri pada mahasiswa
perantau bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu. Apalagi untuk mereka
yang merantau dan juga sebagai mahasiswa baru, ini merupakan pengalaman pertama
buat mereka jauh dari keluarga. Untuk mengetahui lebih lanjut perubahan-perubahan
yang dialami mahasiswa tahun pertama yang merantau, peneliti melakukan studi awal
melalui wawancara. Peneliti mewawancarai dua orang mahasiswa tahun pertama yang
merantau berasal dari Universitas X dan Universitas Y, untuk menggali berbagai
permasalahan yang sedang dihadapi sebagai mahasiswa tahun pertama.
8
dengan gaya dan norma sosial yang baru, perubahan pada sistem dukungan, dan
masalah intrapersonal dan interpersonal yang disebabkan oleh proses penyesuaian diri.
Hurlock mengemukakan (1999, dalam Widya, dkk., 2012) bahwa penyesuaian yang
dialami mahasiswa perantau antara lain ketidakhadiran orang tua, sistem pertemanan
dan komunikasi yang berbeda dengan teman baru, penyesuaian dengan norma
sosialisasi warga setempat, dan strategi belajar yang berbeda (Hutapea, 2006 dalam
Widya dkk, 2012). Sebagian besar riset yang ada yaitu tentang pola asuh otoriter
dengan persepsi, pola asuh orang tua dengan perkembangan anak, pola asuh orang tua
dan konsep diri anak , resiliensi dan regulasi emosi, dukungan sosial dan tingkat
resiliensi dan gambaran resiliensi pada mahasiswa tahun pertama yang merantau
(Sunarty, 2016). Secara umum pola asuh dilakukan oleh ayah, ibu atau kedua orang
tua, namun terdapat perbedaan konsep pengasuhan anak yang dilakukan oleh ayah, ibu
atau orang tua sehingga perbedaan konsep pengasuhan anak tersebut dapat
mempengaruhi tingkat resiliensi pada mahasiswa yang sedang merantau.
Jenis pola asuh orang tua pada anaknya berperan dalam memecahkan berbagai
persoalan seperti dalam interaksi sosial, pengendalian emosi, dan kepercayaan diri.
Interaksi sosial, pengendalian emosi, dan kepercayaan diri merupakan aspek-aspek
yang menyusun resiliensi. Resiliensi adalah kondisi seseorang untuk bertahan dan
menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Pentingnya resiliensi pada mahasiswa
9
perantau karena mereka jauh dari orang tua sehingga mereka perlu bisa bertahan dan
mengatasi permasalahan yang dialaminya. Sehingga pola asuh orang tua pada
mahasiswa perantau sangat mempengaruhi tingkat resiliensi yang ada dalam diri
mahasiwa perantau tersebut.
Pola Asuh
Orang Tua
Resiliensi Terhadap
Mahasiswa Perantau
10
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian asosiatif, dimana peneliti ingin mengetahui
hubungan dari kedua variabel penelitian. Penelitian asosiatif adalah salah satu desain
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel penelitian
atau lebih (Sugiyono, 2010). Dalam hal ini akan melihat hubungan pola asuh orang tua
dan resiliensi pada mahasiswa yang merantau di Bandung.
11
berada pada tahun pertama kuliah tentunya yang merantau di Bandung. Peneliti
mengambil sampel ini, karena karakteristik mahasiswa tingkat awal yang sedang
berada pada tahun pertama kuliah berkaitan dengan latar belakang resiliensi yang akan
diambil peneliti, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berusia 18-20
tahun, dengan jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Peneliti memilih
sampel maha-siswa baru berusia 18-20 tahun, karena biasanya individu memasuki
jenjang perkuliahan pada usia 18-20 tahun (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2013). Peneliti juga mengambil sampel dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki,
karena peneliti ingin melihat korelasi antara kedua variabel pada subjek secara umum
tanpa membedakan laki-laki atau perempuan
12
asuh orang tua dari Baumrind (dalam Papalia dkk., 2009) yaitu pola asuh otoritarian
(authoritarian), pola asuh permisif (permissive), dan pola asuh otoritatif (authoritative).
Dalam skala PAQ, pola asuh orang tua diukur secara terpisah antara pola asuh ibu dan
pola asuh ayah. Dengan demikian akan terdapat 6 jenis pola asuh yang akan diukur.
Dalam hal ini, peneliti memperoleh subjek penelitian mahasiswa tingkat awal melalui
jaringan orang-orang terdekat dan menyebarkan data melalui daring dengan
menggunakan fitur di dalam web survey. Kuesioner tersebut disebarkan pada
mahasiswa tingkat awal di Bandung.
13
Kemudian peneliti melakukan uji hipotesis dengan analisis regresi; baik analisis regresi
linier sederhana maupun regresi ganda. Pengujian hipotesis peneliti lakukan
menggunakan aplikasi SPSS for Windows versi. 17.0. Variabel bebas/ prediktor (X)
pada penelitian ini adalah pola asuh orang tua dan variabel terikat/ kriterianya (Y)
adalah resiliensi.
14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
15
16