Anda di halaman 1dari 41

PERANAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENEKAN

TIMBULNYA KENAKALAN SISWA HINDU DI SMA


DWIJENDRA BUALU, KUTA SELATAN,
BADUNG, BALI

Oleh :
PUSPA, S.Pd.H

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER DHARMA ACARYA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
DENPASAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian tesis dengan judul “Peranan Pola Asuh
Orang Tua dalam Menekan Timbulnya Kenakalan Siswa Hindu di SMA
Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali”. Tujuan dari penulisan tesis ini
adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat Magister Dharma Acarya
pada Program Studi Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus
Sugriwa Denpasar.
Selama proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan
tepat waktu. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dosen pembimbing,
ketua program studi Magister Dharma Acarya, serta rektor Universitas Hindu
Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih
jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 30 Januari 2023

Puspa, S.Pd
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL


PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................... 6
2.2 Konsep ........................................................................................... 7
A. Pola Asuh Orang Tua ................................................................ 7
B. Bentuk dan Jenis Pola Asuh Orang Tua .................................... 8
C. Sumber-Sumber Pola Asuh Dalam Agama Hindu .................... 14
D. Pengertian Kenakalan Siswa ..................................................... 16
E. Bentuk dan Jenis Kenakalan Siswa ........................................... 17
F. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Siswa ................................ 18
2.3 Landasan Teori ............................................................................... 22
A. Teori Behavioristik ................................................................... 22
2.4 Model Penelitian ............................................................................ 23

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 25
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................... 26
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 28
3.5 Metode Analisis Data ..................................................................... 30

BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ........................................................................................ 33
4.2 Saran- Saran ................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor penting untuk mengukur maju

mundurnya suatu bangsa. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

sangat memperhatikan pentingnya fungsi pendidikan yang tertuang dalam UU

No. 20 Tahun 2003 bagi semua warganya. Undang-Undang Dasar 1945 Bab

XIII pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak

mendapatkan pengajaran (DPR RI, 2002: 58). Visi pendidikan Indonesia yaitu

terwujudnya individu manusia baru yang memiliki sikap dan wawasan

keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, saling berpengertian dan berwawasan

global. Hal ini tertuang dalam tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika

(beradab dan berwawasan budaya bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju,

cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab), berkemampuan

komunikasi sosial serta berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri

(Mulyasa, 2006: 21).

Untuk mencapai tujuan tersebut, kualitas siswa atau remaja sebagai

generasi penerus memegang peranan penting, mengingat siswa atau remaja

merupakan tulang punggung bangsa dan negara yang menentukan maju

mundurnya suatu bangsa ke depan. Serta adanya Permendikbud N0. 20 tahun

1
2019 tentang perubahan Permendikbud 51 2018 tentang PPDB (penerimaan

Peserta Didik Baru) dimana semua masyarakat dapat lebih mudah

memperoleh sekolah formal.

Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena masa ini

siswa-siswi mengalami banyak perubahan baik psikis maupun

fisiknya.Disamping itu, pada masa remaja tidak dapat lagi dikatakan sebagai

anak-anak, tetapi masih belum bisa dikatakan dewasa, sehingga masa remaja

ibarat masa bingung seseorang. Pada masa bingung ini remaja sedang mencari

identitas diri yang sebenarnya. Laning (2008: 1) dalam buku kenakalan remaja

menyatakan masa pencarian jati diri remaja tersebut seringkali menimbulkan

masalah karena orang-orang disekitarnya tidak menyukai, tetapi hal itu

membawa kesenangan dan kepuasan tersendiri bagi remaja tersebut. Hal ini

mereka lakukan karena proses pencarian jadi diri yang sedang dijalaninya.

Mereka menganggap semua tindakannya didukung oleh dan disetujui banyak

orang, padahal tidak sama sekali. Justru tindakan mereka dapat menimbulkan

kekacauan dan masalah bagi dirinya sendiri. Kekacauan sebagai wujud dari

kenakalan siswa (remaja).

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di SMA DWI

JENDRA BUALU, tanggal 3 Januari 2019 ditemukan beberapa perilaku siswa

yang mengarah pada kenakalan yaitu merokok dikelas saat pengajaran

matematika dan pelajaran lainnya yaitu adanya beberapa siswa yang bolos,

adanya siswa yang usil dalam mengikuti pembelajaran yaitu sering

2
mengganggu teman, adanya siswa yang malas mengerjakan PR maupun tugas.

Kondisi tersebut mengakibatkan kurang optimal atau rendahnya prestasi

belajar siswa pada bidang studi matematika khususnya dan pelajaran lain.

Untuk menekan timbulkan kenakalan siswa (remaja) perlu adanya

keterlibatan berbagai pihak, yang salah satunya adalah keterlibatan orang tua.

Pola asuh orang tua memiliki peranan penting dalam menekan timbulnya

kenakalan siswa. Peran orang tua dalam meningkatkan pembinaan keluarga

sangat diperlukan. Oleh karena itu, kedua orang tua berkesempatan membina

dan mengembangkan kepribadian dan akhlak anak dengan baik. Waktu kedua

orang tua dirumah diintensifkan penggunaannya terutama dalam

berkomunikasi dengan anak-anak supaya rasa kasih sayang, perhatian, dan

pengarahan dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan Ronald (2006: 151) bahwa orang tua wajib menanamkan

kepada anak tentang nilai-nilai, cita-cita dan motivasi yang akan menolong

mereka bukan hanya mengetahui mana yang benar dan mana yang salah tetapi

juga dapat membuat keputusan yang benar dan bertanggung jawab.

Daniel Golemen dalam William, Russel T. dan Megawangi (2010:1)

mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter

anak- anaknya dengan alasan kesibukan orang tuanya atau lebih

mementingkan aspek kognitif anak. Pendidikan karakter pertama kali dibentuk

dan diperoleh anak dalam keluarga intinya yaitu dari ayah dan ibunya.

Seorang anak yang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kedua orang

3
tuanya, maka anak tersebut akan dapat berkarakter baik di dalam lingkungan

sekolahnya, tetapi jika anak menjadi obsesi dari orang tuanya yang lebih

mementingkan kecerdasan kognitif anak-anaknya maka anak akan memiliki

karakter yang seperti robot dan kurang dapat mengembangkan karakternya

yang sebenarnya sehingga tidak dapat berinovasi dan kreatif dalam segi

attitude (sikap dan perilakunya) yang positif.

Uraian tersebut di atas, menggambarkan berbagai pola yang dilakukan

orang tua dalam menekan timbulnya kenakalan siswa. Namun demikian,

belum diketahui dengan jelas dan pasti bagaimanakah peranan pola asuh orang

tua terhadap kenakalan siswa. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu

melakukan penelitian “Peranan pola asuh orang Tua terhadap kenakalan siswa

Hindu di SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini:

“Bagaimanakah peranan pola asuh orang tua dalam menekan timbulnya

kenakalan siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung,

Bali?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini:

Untuk memaparkan atau mendeskripsikan peranan pola asuh orang tua dalam

menekan timbulnya kenakalan siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu, Kuta

Selatan, Badung, Bali.

4
1.4 Manfaat Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti

yaitu:

1. Secara teoritis

a. Dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan informasi ilmu

pengetahuan pada umumnya dalam melakukan penelitian yang lebih

mendalam terhadap hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian

ini.

b. Dapat mengembangkan pola asuh orang tua sebagai acuan dalam

memberikan bimbingan anak baik secara kelompok maupun individu.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pendidik untuk memotivasi peserta

didik dalam menekan dan mengurangi kenakalan siswa.

b. Sebagai acuan awal bagi kepala sekolah SMA Dwijendra Bualu untuk

memberikan motivasi pada orang tua agar berperan dalam

meningkatkan prestasi belajar dan menekan kenakalan siswa.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dilakukan terhadap penelitian sebelum referensi yang

relevan dan memiliki kesesuaian dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk

menyesuaikan relevansi dan untuk memperoleh data secara obyekif berupa

kepustakaan serta mempermudah dalam mengenal, menganalisis, memahami,

dengan obyektivitasi terhadap permasalahan yang akan diteliti. Ada beberapa

sumber buku atau karya ilmiah yang dipakai sebagai acuan penelitian ini.

Buku yang pertama adalah karya Agus Wibowo (2012) dalam bukunya

“Pendidikan Karakter Di Usia Emas (Strategi Membangun Karakter Di Usia

Emas)” disebutkan bahwa usia dini atau sering disebut sebagai usia emas (golden

age), adalah masa-masa terpenting bagi membangun karakter anak. Pada anak

usia dini akan mengalami pertumbuhan dimulai dari organ-organ jasmani,

kecerdasan dan karakter. Oleh karena itu saat masa-masa inilah pentingnya

membentuk karakter yang baik pada anak, agar jenjang pendidikan berikutnya

tinggal mengembangkan kembali karakter yang sudah tertanam pada anak.

Berdasarkan buku dari Agus Wibowo tersebut, peneliti menggunakannya sebagai

refrensi dalam penelitian ini.

6
Orasi ilmiah kedua dari Paramartha (2015) dalam orasi ilmiahnya yang

berjudul “Revolusi Mental Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama

Hindu Dalam Pembentukan Karakter Bangsa”, menyatakan bahwa revolusi

mental dalam nilai-nilai pendidikan Hindu untuk membentuk karakter bangsa

khususnya telah secara nyata membentuk dan membangun jati diri umat Hindu

semenjak dalam kandungan (garbhata), sampai akhirnya terlahir sebagai bayi

(sisu), mampu menjadi generasi muda (yuva atau yowana) yang andal (suputra ca

suputri), yakni pemuda dan pemudi ( sisya ca mahasisya) yang berkualitas.

Demikian juga hingga dimasa keluarga (grahastha) sampai ke masa tua (werdha)

telah dibekali dengan nilai-nilai luhur agama Hindu sehingga dapat tampil sebagai

umat Hindu yang berkarakter mulia, berbudhi luhur, berkepribadian dan

sejenisnya, yang dilahirkan dari penerapan konsep pendidikan Hindu yang

berlangsung seumur hidup. Berdasarkan orasi ilmiah dari Paramartha tersebut,

peneliti menggunakannya sebagai refrensi dalam penelitian yang akan diteliti

mengenai pembentukan karakter anak.

2.2 Konsep

Menurut Tim penyusun (2009 :8) konsep memberi batasan atau

beristilahan dalam suatu penelitian, karena itu menunjukkan penelitian, baik

material maupun formal.

A. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terdiri dari kata “pola” dan “asuh”. Pola berarti contoh, suri

atau model. Dan “asuh” berarti pelihara atau rawat. Sedangkan yang dimaksud

7
dengan orang tua terdiri dari ayah dan ibu kandung (Partanto, 1994: 36). Di

samping itu, Shoehib (2000: 15) menyatakan bahwa pola asuh orang tua

berarti upaya atau usaha tertentu yang dilakukan orang tua dalam merawat.

Jadi, pola asuh orang tua yang dimaksud model usaha orang tua dalam

memelihara dan merawat siswa SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan,

Badung, Bali.

B. Bentuk dan Jenis Pola Asuh Orang Tua

Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya

terhadap tinggi rendahnya tingkat kenakalan siswa. Pola asuh orang tua dalam

mendidik dan merawat anak-anaknya sangat menentukan baik buruknya

perkembangan mental dan spiritual anak.

Ditinjau dari bentuknya, pola asuh orang tua dapat dikelompokkan

menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1. Pola asuh demokratis

Ciri-ciri pola asuh demokratis, diantaranya fleksibel, memberi kesempatan

anak untuk mengungkapkan saran dan usul-usul, orang tua tidak terlalu

memanjakan anak, mendorong anak untuk berbuat baik, memberi

pengertian, sering berdiskusi.

2. Pola asuh otoriter

Ciri-ciri pola asuh ini, diantaranya kaku, tegas, suka menghukum, kurang

simpati, orang tua memaksa anaknya patuh pada nilai-nilai mereka, serta

mencoba membentuk tingkah lakunya, cenderung mengekang keinginan,

8
memberi kesempatan anak untuk mandiri dengan cara memberi pujian

serta dituntut tanggung jawab seperti orang dewasa.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang cenderung memberikan

kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Bagaimanapun anak tetap

memerlukan arahan orang tua untuk mengenal yang baik dan buruk.

Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan

membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.

Di sisi lain, menurut Sudharta (2003: 2248) bahwa bentuk-bentuk pola

asuh menurut kesusastraan Hindu dalam lontar /kitab slokantara:

Rajawat Panca Warsesu


Dasa Warsesu Dasawat
Mitrawat Sodarsawarsa
Jtyetat Pirasasanam.

Kalinganya, dening anibakna wara-wara ring anak, yan lima ng tahun


tuwuhnva, kadi dening angering anak sang prabhu dening anibaken
wara iriya, matuha pwa ya ikang swaputra, kateka ring sadasa tahun
tuwuhnya, irika ta yan warah hulun dening anibaken wara-wara iriya,
kunang yan atuha ikang anak, kateka ring membelas tahun tuwuhnya,
ika ta yan kadi dening amarah-maram ing mitra dening anibaken
warawara iriya, mangkana karma ning marah-marah putra, ling Sang
Hyang Aji.
(Slokantara, 23-49)

Artinya:
Sampai umur lima tahun, orang tua harus memperlakukan anaknya
sebagai raja. Dalam sepuluh tahun berikutnya sebagai pelayan dan
setelah umur enam belas tahun ke atas harus diperlakukan sebagai
kawan. (Sudharta, 2003 22-48)

9
Maksud dari isi sloka di atas bahwa dalam usaha mendidik anak harus

disesuaikan dengan tingkat usia agar anak-anak mampu dengan mudah

menerima apa yang kita ajarkan dan mereka tidak cepat merasa bosan atau

tertekan dengan aturan yang kita buat. Misalnya pada waktu anak berumur

lima tahun ke atas satu-satunya jalan untuk menundukkan kenakalannya ialah

dengan memperlakukannya sebagai pelayan, penyuruh dalam rumah tangga,

untuk menyibukkan dia agar kenakalannya tidak di arahkan ke jalan yang tak

diinginkan. Selanjutnya, kenakalan ini berubah setelah menginjak masa

pancaroba. Di tingkat umur 17 tahun ke atas putra dan putri itu ingin tahu dan

lekas merasa tahu. Mereka ingin tahu segalanya, terutama yang berhubungan

dengan hidup yang akan datang, mencoba sendiri untuk mengetahuinya dan

merasa sudah puas dengan pengetahuan yang didapatnya walaupun

sebenarnya belum seberapa dan kadang-kadang salah, tetapi sudah menjadi

sifat mereka jika diberitahu dengan mendalam dan terus terang mereka tidak

mau mendengarkan apalagi jika dirasakannya pemberitahuan itu akan

menghalangi keinginannya atau bertentangan dengan pendapatnya. Inilah

tingkat kesulitan kedua yang harus dihadapi oleh setiap orang tua yang

dinamai masa pancaroba. Untuk menundukkan keliaran jiwa begini, cara yang

dilakukan sebelumnya tidak mempan lagi dan malah berbahaya jika dilakukan

untuk mereka. Jika mereka dimanjakan dianggap sebagai raja, seperti

memperlakukan anak kecil di bawah umur lima tahun, maka akan rusak

tabiatnya mereka menjadi anak yang manja. Jika mereka diperintah saja

10
sebagai anak yang belum berumur 15 tahun, mereka akan memberontak dan

akibatnya pasti akan mencelakakan diri dan keluarganya sendiri. Jadi untuk

menghindari kedua kemungkinan yang sama-sama tidak diinginkan ini, satu-

satunya jalan ialah memberitahukan mereka dengan kata-kata yang pendek

tetapi berisi, dengan menganggap mereka sudah sebagai orang dewasa dan

mengerti segala-galanya, dan itupun tidak cukup. Tanpa sepengetahuan

mereka, hendaknya para orang tua harus memperhatikan segala perbuatan

mereka agar jangan sampai melewati batas. Anggap mereka itu sebagai kawan

yang sudah mengerti, walau di dalam hati pasti menganggap mereka belum

sepenuhnya mengerti.

Jadi seorang anak mula-mula harus disanjung, dipuji, lalu diperintahkan

kemudian diberitahu dengan isyarat atau contoh dan teladan bukan diberi

banyak nasehat hingga menjemukan.

Lalanad bahawo dosastadanad


Bahawo gunah.
Tasnat putresu sisyas
Tadanam nay u lalanam.

Kalinganya, ikang putra yang lalana tuhun ika tan piniheran, tan
warung marnangguh dosa, kunang ikang putra yan tinadana, tuhun ika
yan sinakitan ing warah-warah, tan wurung ika mamangguh guna,
matangyan ikang putra rnwang sisya tadana nika, maran agong
gunanya, haywa wineh lalana ling ning aji.
(Slokantara, 23-49)

Artinya:
Banyak ketidakbaikan dan banyak pula kebaikan-kebaikan memarahi
anak. Jadi yang perlu dilakukan terhadap anak atau murid, ialah
hukuman dimana perlu dan bukan kemanjaan.

11
Maksud sloka di atas, jika anak itu selalu dimanjakan dan tidak pernah

dilarang dalam hal apapun, akhirnya akan biasa terhadap apa yang salah. Jika

anak-anak itu dipukuli dan dihukum sebagai bagian dari pendidikannya, pasti

mereka akan menjadi orang baik. Oleh karena itu, seorang anak atau murid

harus dihukum sepantasnya guna memperbaiki kepribadiannya. Jangan

ditunjukkan rasa sayang yang berlebihan. Seperti kata pepatah: kecil teranja-

anja, besar terbawa-bawa artinya jika anak selalu dimanja dari kecil maka

sifat itu tetap tertanam padanya.

Selain slokantara, ada beberapa bentuk pola asuh dalam Nitsastra

seperti di bawah ini:

Tingkahning sutasasaneka, kadi raja tanaya ring sedeng limang tahun.


Sapta ng warsa wara huhun, sapuluhing tahun ika wuruken ring
aksara. Yapwan sodasawarsa tulya wara mitra tinaha-taha denta
midana. Yang wus putra suputra, tinghalana solahika wuruken ing
nayenggita.
(Nitisastra, IV.20)
Artinya:
Perlakuan kita terhadap anak ialah sampai berumur lima tahun
hendaknya diperlakukan sebagai putra raja. Sampai berumur tujuh
tahun dilatih supaya patuh pada perintah, berumur sepuluh tahun diajar
membaca, dari umur 16 tahun diperlakukan sebagai kawan dan harus
berhati-hati jika menunjukkan kesalahan. Jika Ia sendiri sudah berputra,
tingkah lakunya hanya cukup pengamatan saja dan jika memberitahu
harus dengan gerak isyarat. (Sudliarta, 2003:85).

Maksud dari sloka di atas, perlakuan kita terhadap anak hendaknya

disesuaikan dengan tingkat umur dan perincian Nitisastra tersebut hendaknya

dapat disesuaikan dengan ketentuan atau perkembangan zaman sekarang:

a. Umur 0 – 5 tahun disayang sebagai raja

b. Umur 5 – 7 tahun diperintah di rumah

12
c. Umur 7 – 10 tahun diperintah di sekolah

d. Umur 10 – 17 tahun diberitahu sebagai kawan

e. Umur 17 tahun sampai kawin diamati saja dan setelah berkeluarga

dianggap sebagai anggota masyarakat yang mempunyai tanggung jawab.

Haywanglalana putra, sang sujana; dosa tamahika wimarga tan


wurung. Akweh sang sujana tilar swatanayanya, pisan ingu tikang
waranggana. Yapwandiksita tadanenulahaken, remahan ika susila
sastrawan. Nityenarcana ring wadhujana sirang warasujana lutut
mangastuti.
(Nitisastra, IV 21).

Artinya:
Jangan hendaknya memanjakan anak, oh orang baik, karena mereka
pasti akan berbuat dosa dan menyimpang dari jalan kebenaran.
Bukankah banyak orang bijaksana yang meninggalkan anak isterinya
untuk bertapa (mohon jalan kepada Tuhan untuk mendidik anak-
anaknya). Jadi kita dapat melaksanakan hukum ketertiban dan pukulan
atau pujian yang adil, pasti anak itu akan berbudi luhur dan
berpengalaman. Anak yang demikian itu pasti selalu akan menjadi
idaman para wanita dan orang baik-baik akan mencintai dan
memujinya. (Sudhartha, 2003: 88).

Dari uraian sloka di atas hendaknya para orang tua dalam mendidik

putra-putrinya jangan terlalu dimanjakan, namun hendaknya dapat

memberikan suatu hukuman yang pantas sesuai dengan kesalahan mereka dan

pujian sesuai dengan kebaikan yang mereka lakukan.

Dari uraian sloka-sloka di alas dapat disimpulkan bahwa pola asuh

orang tua yang dapat digunakan untuk mengasuh anak-anak yaitu disesuaikan

dengan tingkatan umur, tidak terlalu dimanjakan atau terlalu disayang,

sewaktu-sewaktu dapat diberikan hukuman dan pujian.

Di samping itu, Shachib (2000: 14) mengemukakan bahwa jenis-jenis

upaya orang tua dalam mengasuh anak-anaknya, diantaranya: hubungan orang

13
tua dengan anak untuk membantu menekan tingkat kenakalan siswa yaitu

hubungan orang tua dengan anak yang penuh pengertian, kasih sayang yang

disertai dengan bimbingan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Zaenal (2002: 65) bahwa “hubungan orang tua dengan anak yang baik ialah

hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dengan

tujuan untuk memajukan belajar dan menekan tingkat kenakalan siswa”. Di

samping itu, Abdurrahman (2003: 109) mengemukakan bahwa “di antara pola

asuh orang tua yang dapat menekan tingkat kenakalan siswa yaitu; (1)

melakukan observasi perilaku anak, (2) memperbaiki perilaku anak dan (3)

mengajar anak.

C. Sumber - Sumber Pola Asuh Dalam Agama Hindu

a. Budi Pekerti

1. Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti pendidikan moralitas atau ketatasusilaan yang

sangat berguna bagi seorang anak ketika anak tersebut telah menjadi

dewasa. Pendidikan budi pekerti bertujuan untuk membangun karakter

seorang anak untuk menjadi anak yang baik, yang memancarkan sifat-

sifat yang luhur, yakni sifat kedewataan. (Titib, 2003:23).

2. Lingkup Pendidikan Budi Pekerti

Lingkup pendidikan budi pekerti yaitu menyangkut ajaran moralitas

yang ditanamkan, ditumbuhkembangkan pada diri seorang anak, sejak

dalam kandungan, dalam keluarga dan di lingkungan sekolah. (Titib,

2003 : 23)

14
3. Sumber-sumber Pendidikan Budi Perkerti.

Dalam pelajaran agama Hindu terdapat banyak ajaran yang memuat

ajaran budi pekerti, etika dan kesusilaan diantaranya Sarascamucaya,

Reg. Veda, Yajurveda dan Atharwaveda masih banyak yang lainnya.

Berikut peneliti kutip dalam Ajaran Atharwaveda:

“Tuhan yang maha Esa menciptakan manusia supaya hidup serasi,


menjauhkan diri dari perbuatan buruk, hendaknya seseorang mampu
mengendalikan diri dan memiliki disiplin yang tinggi sehingga tumbuh
keselarasan, saling pengertian dan tanggung jawab bersama
(Atharwaveda, III, 8.5)

Satyam Labhyas Tapasā Hy Esa


ātmā Sanyagjnenā Brahmacaiye
Ba Bityam, Antah Sarire Jyotir mayohi
Subhro Yam Pasyanti Yatayah Ksīnachsān
(Mundaka Upanisa4 3.5)
Artinya
Dengan kebenaran, dengan tapa atma ini akan dicapai
Dengan kesempurnaan ilmu pengetahuan dan dengan
Mantap dalam pengendalian diri. Dalam badan, terang
Dan suci seseorang pertapa bebas dan dosa.

b. Susila

Susila adalah kerangka kedua dari ajaran agama Hindu. Susila

berasal dari akar kata su yang artinya baik, indah dan bagus. Sila artinya

tingkah laku atau laksana. Jadi susila mempunyai arti tingkah laku atau

tata laksana yang baik atau bagus. (Tim Yunedi, 2004 :151). Dalam garis

besar susila dibagi menjadi dua yaitu Swadharma dan Paradharma.

Swardharma artinya sadar dengan tugas dan kewajibannya sendiri, tugas

dan kewajiban yang dipilih sendiri sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Dan seseorang harus menunaikan tugas dan kewajibannya dengan

sungguh-sungguh dan dengan penuh rasa tanggungjawab. Berdasarkan

15
pendapat di atas, pada penelitian Aplikasi Nilai - Nilai Etika Hindu Dalam

Pergaulan Sehari - hari.

c. Etika

Etika adalah bentuk pengendalian diri dalam pergaulan hidup

bersama. Manusia adalah makhluk homo sosius makhluk berteman. Ia

tidak bisa hidup sendirian. Ia selalu bersama-sama dengan orang lain.

Manusia hanya dapat hidup sebaik-baiknya dan manusia hanya akan

mempunyai arti, apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya dalam

masyarakat. (Sura. l99 : 38).

Dalam hubungannya dengan tingkah laku orang lain, dapat dinilai dari tiga

tingkatan yaitu:

1. Semasih dalam bentuk angan-angan atau niat.

2. Sudah berbentuk pekerti yaitu perbuatan nyata.

3. Akibat yang ditimbulkan oleh pekerti itu.

Berikut peneliti kutipkan ajaran suci, yang merupakan tuntunan etika

dalam melaksanakan swadharma kita masing-masing.

Satya eva jayate nārtam


satyena pantha vitato devayānan
Yena kramanty rsayo nyopta kāmā
yatra tat, satyasyaparamam nidhanam
(Mundaka Upanisad, 3.6)

Artinya
Hanya kebenaran yang jaya bukan kejahatan,
dengan kebenaran terbukalah jalan menuju Tuhan.
Kemanapun orang-orang bijaksana pergi,
mereka mencapai kebenaran yang tinggi.

D. Pengertian Kenakalan Siswa

16
Kenakalan siswa adalah perilaku atau tindakan menyimpang siswa yang

dapat mendatangkan gangguan terhadap ketenangan dan ketertiban hidup

secara individu dan masyarakat sekitar (Laning, 2008: 4). Sedangkan menurut

Partanto (1994: 325) bahwa kenakalan siswa adalah perilaku buruk yang

dilakukan siswa hingga menganggu diri sendiri dan orang lain.

Jadi, yang dimaksud dengan kenakalan siswa dalam penelitian ini

merupakan perilaku buruk siswa yang dapat mendatangkan gangguan terhadap

ketenangan diri sendiri dan siswa lain di lingkungan SMA dwijendra Bualu,

Kuta Selatan, Badung, Bali.

E. Bentuk dan Jenis-Jenis Kenakalan Siswa

Tindakan kenakalan yang dilakukan siswa banyak jenisnya. Di antara

jenis kenakalan siswa menurut Laning (2008: 24):

1. Membolos (Pergi meninggalkan sekolah tanpa izin)

Membolos kerapkali dilakukan siswa, terutama pada siang hari atau

menjelang pulang sekolah. Perilaku ini merupakan salah satu jenis

perilaku menyimpang bagi siswa Hindu karena dapat merugikan diri

sendiri dan menyiakan amanat orang tua.

2. Membuat keributan di kelas

Tindakan membuat keributan di kelas yang dilakukan siswa merupakan

perilaku menyimpang. Karena ribut di kelas, apalagi sampai mencoret-

coret tembok sekolah dapat mengganggu keindahan dan ketentraman

lingkungan masyarakat sekolah.

3. Perkelahian Antar geng, Antar kelompok, atau Antar sekolah

17
Perkelahian seperti tersebut di atas merupakan perilaku menyimpang siswa

karena dapat membawa korban jiwa. Sekalipun perkelahian itu disebabkan

adanya solidaritas yang tinggi dalam kelompok.

4. Malas mengerjakan tugas yang diberikan guru

Malas mengerjakan tugas yang diberikan guru merupakan perilaku

menyimpang siswa. Malas mengerjakan tugas akan menimbulkan pikiran

negatif seperti niat membolos lalu bergelandangan di sepanjang jalan atau

bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan hal-hal buruk

seperti menggunakan narkoba atau tindak asusila adalah perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh siswa yang malas dan bodoh.

F. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa

Pendapat para pakar tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa

bervariasi. Beberapa pakar mengatakan bahwa kehidupan siswa tidak terlepas

dari tiga lingkungan kehidupan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

Ketiga lingkungan tersebut berpengaruh terhadap baik buruk atau nakal

tidaknya siswa. Dalam kaitannya dengan ini Aqib Zaenal (2001: 121)

menyatakan bahwa perilaku siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Faktor endogen atau intern, yaitu faktor berasal dari dalam diri siswa

sendiri, seperti: aspek biologis, dan aspek psikologis.

2. Faktor eksogen atau ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar

(lingkungan), seperti: lingkungan keluarga (orang tua), lingkungan

sekolah, teman bergaul, dan lingkungan masyarakat.

18
Kedua faktor di atas baik intern maupun ekstern saling berhubungan

dan mempengaruhi. Hubungan kedua faktor tersebut dalam diri siswa akan

membentuk karakter tertentu. Dewasa ini banyak ahli berpendapat bahwa

pengaruh lingkungan lebih mendominasi dibandingkan dengan faktor intern.

Lingkungan yang baik akan lebih membantu perkembangan pribadi siswa

yang sebenarnya mewarisi gen yang jelek. Sebaliknya lingkungan yang tidak

baik lebih merangsang dan mendorong seseorang atau siswa bertingkah laku

jahat sekalipun seseorang mewarisi sifat keturunan yang baik.

Berdasarkan gambaran tentang faktor yang mempengaruhi perilaku

siswa di atas, berikut ini akan dijabarkan faktor ekstern yang bersifat negatif

bagi perkembangan jiwa dan perilaku siswa yang meliputi lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Dari berbagai faktor utama tersebut, lingkungan keluarga dimana siswa

tersebut diasuh cukup dominan, karena orang tua atau keluarga sangat

berpengaruh mendidik dan membina siswa dan mempunyai waktu yang lebih

lama. Beberapa hal dalam lingkungan keluarga yang berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa dan perilaku siswa ke arah yang negatif, antara lain:

a) Perpecahan dalam keluarga sehingga siswa tidak betah di rumah

b) Rapuhnya tata nilai atau norma yang berlaku dalam keluarga sehingga

keluarga tampak tidak harmonis

c) Kurangnya perhatian yang diberikan kepada siswa

d) Orang tua kurang dapat memberi teladan atau contoh

19
e) Orang tua terlalu otoriter, terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sering

marah-marah, membedakan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.

f) Ekonomi yang kurang mendukung kehidupan keluarga.

Di samping itu, lingkungan sekolah pun dapat berpengaruh terhadap

perkembangan jiwa dan perilaku siswa ke arah yang negatif, antara lain:

1. Sarana dan prasarana pcndidikan yang tidak sesuai (alat-alat sangat

terbatas, lokasi berdekatan dengan tempat keramaian, dan sebagainya)

2. Kapasitas tempat belajar tidak berimbang jumlah siswa (terlalu padat)

3. Peraturan yang ada tidak diterapkan secara konsewen (sering

dilanggar, banyak yang bolos sekolah, sering terdapat pelajaran

kosong, kurang pengawasan dan sebagainya)

4. Penyuluhan bakat dan hoby para siswa tidak terarah dengan baik

5. Komunikasi guru dengan siswa tidak berjalan dengan wajar, sehingga

kadang-kadang ada siswa yang tidak menghargai guru, atau sebaiknya

guru kurang atensi terhadap siswa.

Dalam masyarakat sendiri banyak faktor yang dapat menimbulkan dan

mendorong timbulnya kenakalan siswa antara lain:

1. Norma yang sedang berkembang di masyarakat tidak dapat

mendukung pembinaan dan pemantapan perkembangan jiwa siswa

2. Sikap perilaku masyarakat sendiri terkadang tidak mendukung

perkembangan jiwa siswa, selalu menilai negatif saja, sulit untuk

memberikan sikap ketauladanan

20
3. Kontrol sosial terhadap para siswa tidak sesuai dengan yang

diharapkan, lebih banyak mencari kesalahan tanpa dapat mengarahkan

kepada segi positifnya atau memberi kedaulatan yang baik

4. Masyarakat mengadakan peeilaiaa yang kurang tepat, terhadap:

a. Adanya perbedaan antar kualitas sekolah sehingga para siswa

saling iri atau saling mengejek dan sebagainya

b. Terbatasnya daya tampung sekolah sehingga menimbulkan

persaingan untuk memasuki sekolah yang dianggap favorit

c. Kurangnya tempat penampungan penyaluran bakat para siswa di

masyarakat.

Terlepas dari faktor yang menyebabkan kenakalan tersebut di atas,

diantara faktor yang mempengaruhi kenakalan siswa, yaitu:

a. Faktor Pergaulan yang Salah

Lingkungan pergaulan merupakan lingkungan yang berpengaruh

terhadap perilaku siswa. Pengaruh pergaulan sering diumpamakan

seperti segumpal daging yang berbau amis. Apabila dibungkus

dengan selembar daun, daun itupun akan berbau amis pula.

b. Faktor Media Massa

Dengan adanya kemajuan teknologi terutama handphone yang

sangat mudah bagi anak-anak untuk mengakses segala tayangan

terutama yang dapat merusak moral mereka.

Kehadiran televisi selain sebagai sumber pengetahuan, televisi

merupakan sarana hiburan yang menyenangkan. Namun

21
keterbukaan dan kebebasan pada era globalisasi ini, membuat

televisi membawa dampak yang memprihatinkan. Hal ini terlihat

dari tayangan-tayangan film yang menggunakan kata-kata makian,

hujatan, kebencian, kata-kata yang mengarah pada seks. Memang

pengaruh negatif dari tayangan tersebut tidak kelihatan. Akan

tetapi, kelak dimana semakin banyak menonton adegan kekerasan

akan semakin besar kemungkinan bagi dia untuk melakukannya.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori adalah landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori yang

diperlukan sebagai tuntunan untuk memecahkan sebagai masalah dalam

penelitian. Fungsi teori tiap gejala dalam hal ini adalah sebagai kerangka

acuan yang bisa mengarahkan suatu penelitian, sebagai pangkal tolak dan

sudut pandang untuk memahami alam pikiran objek, menafsirkan memakai

permasalahan Dalam membangun sebuah konsep ( Tim Penyusun, 2021)

terkait dengan Fenomena yang terjadi, maka teori yang digunakan untuk

membedah masalah dalam penelitian ini adalah:

2.3.1 Teori Behavioristik

Teori Behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tentang

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mulai

berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh

terhadap arah pengembangan teori, praktik pendidikan dan

pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini

22
menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil

belajar.

Peneliti mengadopsi teori behavioristik dari Edwin Gutrie, untuk

menganalisis dari Rumusan masalah. Menurut Gutrie (dalam Thoboni,

2015 :64) menyatakan bahwa, tingkah laku manusia karena

keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku

yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku tersebut merupakan

reaksi atau respons dari stimulus sebelumnya, kemudian unit tersebut

menjadi stimulus pula yang akhirnya menimbulkan respons bagi unit

tingkah laku berikutnya.

2.4 Model Penelitian

Kenakalan merupakan hal yang umumnya terjadi pada setiap siswa

dalam masa kritis. Pada masa ini merupakan masa pencarian jati diri yang

bebas bagi siswa sehingga masa kritis ini merupakan masa penentuan bagi

siswa tersebut. Bila masa kritis ini tidak tertangani dengan baik maka siswa

tersebut akan terjebak dalam kenakalan, tetapi jika tertangani dengan baik

maka siswa tersebut akan menjadi penerus yang handal bagi bangsa dan

Negara ke depan.

Pola asuh orang tua memiliki kedudukan yang fundamental dalam

menekan terjadinva kenakalan siswa, mengingat keberadaan siswa lebih

banyak di lingkungan keluarga. Peran orang tua dalam meningkatkan

pembinaan keluarga sangat diperlukan. Oleh karena itu, orang tua

berkesempatan membina dan mengembangkan kepribadian dan akhlak anak

23
dengan baik. Lingkungan diintensifkan pemanfaatannya terutama dalam

berkomunikasi dengan anak-anak supaya rasa kasih sayang, perhatian, dan

pengarahan dapat tercurahkan dengan sebaik-baiknya, sehingga tingkat

kenakalan siswa dapat ditekan sekecil mungkin.

Dorongan dan perhatian orang tua terhadap permasalahan yang

dihadapi siswa merupakan langkah awal dalam mengoptimalkan prestasi

belajar siswa. Oleh karena itu, perhatian orang tua terhadap keberhasilan anak

yang meliputi: mencarikan tempat belajar yang nyaman, adanya pembagian

waktu, menyiapkan peralatan yang diperlukan, menjaga pergaulan anak dan

menyiapkan suasana keluarga yang menyenangkan akan berujung pada

peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa.

Kenakalan Siswa

Disiplin Sikap Moral

Pola Asuh

Gambar 2.1 Model Penelitian Peranan Pola Asuh Orang Tua dalam
Menekan Timbulnya Kenakalan Siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu

Uraian tersebut di atas, menggambarkan bahwa pola asuh orang tua

dapat menekan timbulnya kenakalan dan mengoptimalkan hasil belajar siswa.

24
Dengan demikian secara dapat dikatakan bahwa tingkat kenakalan dan hasil

belajar siswa sangat tergantung dari pola asuh orang tua dalam keluarga.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang diarahkan untuk

memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis

dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Riyanto,

2001:23).

Ditinjau dari jenis data yang diperlukan pendekatan penelitian terdiri

dan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan

pendekatan yang berupaya menggambarkan fenomena atau gejala yang terjadi

25
dengan menggunakan kata-kata tertulis atau lisan pada saat proses belajar

mengajar berlangsung, sedangkan pendekatan kuantitatif merupakan

pendekatan yang berupaya menggambarkan fenomena atau gejala yang terjadi

berdasarkan data berupa bilangan (numerik) yang dianalisis secara statistik

agar mengandung makna yang lebih tepat (Sudjana dan Ibrahim, 2004:120).

Jadi penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif karena dilihat dari permasalahan yang ada

menuntut adanya gambaran atau fakta-fakta tentang pola asuh orang tua

terhadap tingkat kenakalan siswa SMA Dwijendra Bualu.

3.2 Populasi dan Sampel

Pada buku metode penelitian dijelaskan bahwa “populasi merupakan

keseluruhan subjek yang mempunyai kualitas dan ciri-ciri tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”

(Sugiyono, 2005: 57), sedangkan ahli lain mengatakan bahwa “populasi

merupakan keseluruhan individu baik subjek maupun objek yang dikenakan

perlakuan dalam penelitian” (Riyanto, 2001:33).

Berdasarkan kedua pendapat di atas, populasi merupakan sekumpulan

individu yang dikenakan dalam penelitian. Sehubungan dengan penelitian ini,

yang menjadi populasi adalah seluruh orang tua siswa yang beragama Hindu

di SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali.

26
Sampel merupakan bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil

dengan menggunakan cara-cara tertentu” (Riyanto, 2001:43). Sementara itu,

ahli lain menjelaskan bahwa “Sampel merupakan sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti” (Samsuri, 2006: 300).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan sampel

merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, sehubungan dengan

penelitian ini, yang menjadi sampel penelitian ini orang tua siswa beragama

Hindu di SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali yang berjumlah

50 orang dari 190 orang yang beragama hindu, dengan ini penelitian ini

menggunakan beberapa sempel atau wakil yang diteliti.

27
3.3 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Sebagaimana tujuan dari penelitian ini menemukan peranan pola

asuh orang tua dalam menekan timbulnya kenakalan siswa di SMA

Dwijendra Bualu. Menurut seorang ahli bahwa jenis data dapat dibagi

menjadi 2 macam antara lain:

1. Jenis data kualitatif merupakan data yang digambarkan dengan kata-

kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk

memperoleh kesimpulan.

2. Jenis data kuantitatif merupakan data eksperimen yang berjenis

interval. Data kuantitatif dapat dibagi dua yaitu data dan variabel

deskrit disebut data diskrit, berupa frekuensi, dan data dari variabel

kuantum disebut data kuantum berupa ordinal interval, ratio (Arikunto,

2002: 89).

Dari pendapat tersebut maka jenis data yang dipergunakan dalam

penelitian ini merupakan jenis data kualitatif yang berusaha

menggambarkan dan menjelaskan peranan pola asuh orang tua dalam

menekan timbulnya kenakalan siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu.

2. Sumber Data

Menurut Subana dan Rahadi, Sumber data dalam suatu penelitian

dapat di bagi menjadi dua yaitu data primer dan data skunder yang antara

lain:

28
a. Data primer merupakan data utama atau data yang diperoleh secara

langsung dari tangan pertama di lapangan berdasarkan hasil

wawancara.

b. Data sekunder merupakan data pendukung yang dikutip dari sumber

lain dalam bentuk dokumen seperti literatur, brosur dan, karangan para

ahli yang dianggap mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti

serta diperoleh dan hasil proses belajar mengajar (Subana dan Rahadi,

2000: 21).

Berdasarkan pengertian sumber data di alas maka yang menjadi

sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder,

hasil wawancara dan dinamakan data primer dan hasil dokumentasi

dinamakan data sekundernya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data digunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Observasi

Metode observasi merupakan metode pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap subjek yang diteliti (Riyanto,

2001: 96). Observasi digunakan untuk mengumpulkan data melalui

pengamatan secara langsung terhadap subjek yang diteliti, dan hal-hal

yang diamati. Di samping itu, peneliti mencatat data-data yang dibutuhkan

sesuai dengan fenomena yang sebenarnya tanpa adanya penambahan atau

pengurangan terhadap realita yang terjadi.

Adapun data yang diambil pada teknik observasi ini antara lain:

29
a. Data tentang pola asuh oang tua dalam menekan kenakalan siswa

Hindu di SMA Dwijendra Bualu

b. Data tentang faktor-faktor yang menyebabkan munculnya kenakalan

siswa.

2. Metode Wawancara

Selain observasi, pengumpulan data dilakukan pula dengan teknik

wawancara. “Wawancara merupakan pengumpulan data yang menghendaki

komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek atau responden.

Dalam wawancara terjadi wawancara sepihak yang dilakukan secara

sistematis dan berpijak pada tujuan penelitian (Riyanto, 2001:82).

Wawancara harus dilakukan secara efektif artinya semua data yang

diinginkan dapat diperoleh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta

bahasa yang digunakan harus jelas dan terarah. Suasana harus tetap rileks

dan penuh ketenangan agar peneliti dapat memperoleh data yang benar.

Pada penelitian ini akan di gunakan teknik wawancara yang

menggunakan petunjuk umum wawancara. Di mana sebelum bertemu

dengan para informan, peneliti akan mempersiapkan berbagai hal yang

akan di tanyakan, sehingga berbagai hal yang ingin di ketahui dapat lebih

terfokus.

Untuk mendapatkan data dan informasi yang meyakinkan serta dapat

di pertanggunajawabkan, maka peneliti akan melakukan wawancara

dengan beberapa pihak terkait baik dengan orang tua, BK, termasuk

dengan siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu.

3. Metode Dokumentasi

30
Dokumentasi asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis (Arikunto, 2002: 131). Jadi dokumentasi adalah metode

pengumpulan data yang dilakukan melalui barang tertulis seperti: catatan-

catatan dokumen atau data-data tertulis yang berkaitan dengan masalah

yang penulis bahas. Metode ini digunakan untuk memperoleh dokumen

atau data yang ada di SMA Dwijendra Bualu.

Metode dokumentasi ini diperlukan karena mengetahui sejauhmana

latar belakang kenakalan siswa.

Prosedur Pelaksanaan Pengumpulan Data Dokumentasi

a. Mencari/meminjam data yang diperlukan pada sumber data.

b. Mengklasifikasikan data yang diperlukan.

c. Mencatat data-data yang diperlukan.

d. Mengembalikan data kepada sumber data.

3.5 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif yaitu suatu pengolahan data yang dilakukan

dengan menggambarkan fenomena atau gejala yang terjadi berdasarkan data

berupa informasi dan responden yang berkenaan pola asuh orang tua dan

kenakalan siswa yang dianalisis secara induktif agar mengandung makna yang

lebih tepat (Sudjana dan Ibrahim, 2004: 199).

Dalam melakukan analisis data guna memperoleh data yang valid dan

menyakinkan, maka peneliti harus melakukan pengorganisasian,

pengelompokkan dan mengurutkan data yang diperoleh dari hasil observasi,

31
wawancara maupun dokumentasi yang telah dihimpun. Dengan demikian

penelitian ini dikenal dengan adanya analisis data rumusan dan aturan data,

penulis mengacu pada pengungkapan pembuktian dan pemaparan data yang

sesuai dengan realita dan tidak menggunakan dan membatasi hasil rumusan

data statistik dengan tujuan untuk menyempitkan dan membatasi hasil

penemuan sehingga menjadi data yang teratur.

Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan

dokumentasi tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis data

induktif yang artinya suatu teknik analisis data dari hasil yang bersifat khusus

yang kemudian ditarik pembahasan dan kesimpulan yang lebih luas dan

umum.

Secara garis besar pelaksanaan analisis data meliputi tiga langkah

antara lain:

1. Identifikasi data

Identifikasi data dalam penelitian ini maksudnya adalah peneliti

mengidentifikasi atau memberikan identitas tentang data yang berkaitan

dengan pola asuh oiang tua dalam menekan kenakalan siswa yang

diperoleh melalui observasi, wawancara, maupun. dokumentasi.

2. Klasifikasi data

Dari data yang diperoleh baik data yang diperoleh melalui observasi,

wawancara, maupun dokumentasi, peneliti kelompokkan menjadi dua

bagian yaitu (1) data tentang pola asuh orang tua dalam menekan

32
kenakalan siswa, dan (2) data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan

siswa SMA Dwijendra Bualu.

3. Verifikasi data

Setelah data terkumpul dan sudah dikelompokkan maka dapat

disimpulkan tentang hasil pola asuh orang tua terhadap kenakalan siswa SMA

Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali.

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan sajian dan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa peranan pola asuh orang tua dalam menekan kenakalan siswa Hindu di

SMA Dwijendra Bualu dapat dilakasanakan dengan cara:

Secara demokratis orang tua berperan (a) Selalu mengingat anak (b) Menasehati

dan memotivasi anak untuk belajar (c) memberikan pertimbangan dan pengertian

terhadap anak untuk lebih sungguh-sungguh belajar di sekolah. Secara otoriter

pola ini orang tua memperlakukan anaknya seperti militer serba kaki dan disiplin

dan keputusan ada ditangan orang tua. Secara permisif pola asuh orang tua dengan

memberikan peran yang penuh kepada anak untuk menyelesaikan permasalahan

yang dihadapinya.

4.2 Saran-Saran

1. Kepada Guru Bimbingan Konseling, sebagai salah satu dalam meredam

kenakalan anak diharapkan memberikan bimbingan mengenai peningkatan

kreativitas siswa di sekolah, khusus dalam budi pekerti.

2. Kepada guru Agama Hindu, sebagai orang yang menjadi suri teladan yang

selalu ditiru, dan diikuti tingkah lakunya oleh anak didik hendaknya

34
memberi contoh yang baik pada siswa sehingga mampu bersikap dan

bertingkah laku yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

3. Kepada orang tua, sebagai Lembaga Pendidikan yang pertama dan utama

hendaknya memberikan contoh tentang cara bertingkah laku, sopan

santun, dan berbuat baik serta menanamkan Pendidikan agama secara dini

sehingga kelak menjadi anak yang baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka

Cipta

Aqib. Zaenal, 2001 Etika Menanggulangi Kenakalan Remaja Surabaya: Penerbit

SIC.

Arikunto Suharsimi. 2002, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Arya. 2001, Menanamkan Etika Sejak Dini, Parisada Pusat. Jakarta

Daniel Golemen dalam William, Russel T. dan Megawangi (2010:1) Jakarta:

Rineka Cipta.

Laning. 2008, Kenakala Remaja dan Penanggulangannya. Klaten: Cempaka

Putih.

Mulyasa. 2006, Kurikulum Berbasis Komptensi. Bandung: Penerbit PT. Remaja

Rosdakarya.

Partanto. 1994, Kamus Kecil Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola

Riyanto, 2001, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: Penerbit SIC.

Ronald. 2006, Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik

dan Mengembangkan Moral anak, Malang: Y rama Widya.

36
Samsuri. 2006, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Penerbit Greisinda

Pres. Surabaya.

Shochib. 2000, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan

Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta

Subana dan Rahadi. Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Sudharta .2003, Slokantara. Surabaya: Paramitha.

Sudjana dan Ibrahim. 2004, Penelitian dan penilaian Pendididkan. Bandung:

Sinar baru Algesindo.

Sugiono. 2005, Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sura. 1995, Pengendalian Diri dan Etika dalam Ajaran Agama Hindu

Tim Yunida. 2004, Pendidikan Agama Hindu, Paramita, Surabaya

Titib, 2003, Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada

Anak.Parisada Pusat, Jakarta

Zaenal Aqib. 2002. Profesional Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan

Cendekia.

37

Anda mungkin juga menyukai