Oleh :
PUSPA, S.Pd.H
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER DHARMA ACARYA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
DENPASAR
2023
KATA PENGANTAR
Puspa, S.Pd
DAFTAR ISI
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ........................................................................................ 33
4.2 Saran- Saran ................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
No. 20 Tahun 2003 bagi semua warganya. Undang-Undang Dasar 1945 Bab
mendapatkan pengajaran (DPR RI, 2002: 58). Visi pendidikan Indonesia yaitu
global. Hal ini tertuang dalam tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika
1
2019 tentang perubahan Permendikbud 51 2018 tentang PPDB (penerimaan
Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena masa ini
fisiknya.Disamping itu, pada masa remaja tidak dapat lagi dikatakan sebagai
anak-anak, tetapi masih belum bisa dikatakan dewasa, sehingga masa remaja
ibarat masa bingung seseorang. Pada masa bingung ini remaja sedang mencari
identitas diri yang sebenarnya. Laning (2008: 1) dalam buku kenakalan remaja
membawa kesenangan dan kepuasan tersendiri bagi remaja tersebut. Hal ini
mereka lakukan karena proses pencarian jadi diri yang sedang dijalaninya.
orang, padahal tidak sama sekali. Justru tindakan mereka dapat menimbulkan
kekacauan dan masalah bagi dirinya sendiri. Kekacauan sebagai wujud dari
matematika dan pelajaran lainnya yaitu adanya beberapa siswa yang bolos,
2
mengganggu teman, adanya siswa yang malas mengerjakan PR maupun tugas.
belajar siswa pada bidang studi matematika khususnya dan pelajaran lain.
keterlibatan berbagai pihak, yang salah satunya adalah keterlibatan orang tua.
Pola asuh orang tua memiliki peranan penting dalam menekan timbulnya
sangat diperlukan. Oleh karena itu, kedua orang tua berkesempatan membina
dan mengembangkan kepribadian dan akhlak anak dengan baik. Waktu kedua
pengarahan dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan Ronald (2006: 151) bahwa orang tua wajib menanamkan
kepada anak tentang nilai-nilai, cita-cita dan motivasi yang akan menolong
mereka bukan hanya mengetahui mana yang benar dan mana yang salah tetapi
mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter
dan diperoleh anak dalam keluarga intinya yaitu dari ayah dan ibunya.
Seorang anak yang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kedua orang
3
tuanya, maka anak tersebut akan dapat berkarakter baik di dalam lingkungan
sekolahnya, tetapi jika anak menjadi obsesi dari orang tuanya yang lebih
yang sebenarnya sehingga tidak dapat berinovasi dan kreatif dalam segi
belum diketahui dengan jelas dan pasti bagaimanakah peranan pola asuh orang
tua terhadap kenakalan siswa. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu
melakukan penelitian “Peranan pola asuh orang Tua terhadap kenakalan siswa
Bali?”
Untuk memaparkan atau mendeskripsikan peranan pola asuh orang tua dalam
4
1.4 Manfaat Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti
yaitu:
1. Secara teoritis
ini.
2. Secara Praktis
b. Sebagai acuan awal bagi kepala sekolah SMA Dwijendra Bualu untuk
5
BAB II
relevan dan memiliki kesesuaian dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk
sumber buku atau karya ilmiah yang dipakai sebagai acuan penelitian ini.
Buku yang pertama adalah karya Agus Wibowo (2012) dalam bukunya
Emas)” disebutkan bahwa usia dini atau sering disebut sebagai usia emas (golden
age), adalah masa-masa terpenting bagi membangun karakter anak. Pada anak
kecerdasan dan karakter. Oleh karena itu saat masa-masa inilah pentingnya
membentuk karakter yang baik pada anak, agar jenjang pendidikan berikutnya
6
Orasi ilmiah kedua dari Paramartha (2015) dalam orasi ilmiahnya yang
khususnya telah secara nyata membentuk dan membangun jati diri umat Hindu
(sisu), mampu menjadi generasi muda (yuva atau yowana) yang andal (suputra ca
Demikian juga hingga dimasa keluarga (grahastha) sampai ke masa tua (werdha)
telah dibekali dengan nilai-nilai luhur agama Hindu sehingga dapat tampil sebagai
2.2 Konsep
Pola asuh terdiri dari kata “pola” dan “asuh”. Pola berarti contoh, suri
atau model. Dan “asuh” berarti pelihara atau rawat. Sedangkan yang dimaksud
7
dengan orang tua terdiri dari ayah dan ibu kandung (Partanto, 1994: 36). Di
samping itu, Shoehib (2000: 15) menyatakan bahwa pola asuh orang tua
berarti upaya atau usaha tertentu yang dilakukan orang tua dalam merawat.
Jadi, pola asuh orang tua yang dimaksud model usaha orang tua dalam
Badung, Bali.
Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya
terhadap tinggi rendahnya tingkat kenakalan siswa. Pola asuh orang tua dalam
anak untuk mengungkapkan saran dan usul-usul, orang tua tidak terlalu
Ciri-ciri pola asuh ini, diantaranya kaku, tegas, suka menghukum, kurang
simpati, orang tua memaksa anaknya patuh pada nilai-nilai mereka, serta
8
memberi kesempatan anak untuk mandiri dengan cara memberi pujian
memerlukan arahan orang tua untuk mengenal yang baik dan buruk.
Artinya:
Sampai umur lima tahun, orang tua harus memperlakukan anaknya
sebagai raja. Dalam sepuluh tahun berikutnya sebagai pelayan dan
setelah umur enam belas tahun ke atas harus diperlakukan sebagai
kawan. (Sudharta, 2003 22-48)
9
Maksud dari isi sloka di atas bahwa dalam usaha mendidik anak harus
menerima apa yang kita ajarkan dan mereka tidak cepat merasa bosan atau
tertekan dengan aturan yang kita buat. Misalnya pada waktu anak berumur
untuk menyibukkan dia agar kenakalannya tidak di arahkan ke jalan yang tak
pancaroba. Di tingkat umur 17 tahun ke atas putra dan putri itu ingin tahu dan
lekas merasa tahu. Mereka ingin tahu segalanya, terutama yang berhubungan
dengan hidup yang akan datang, mencoba sendiri untuk mengetahuinya dan
sifat mereka jika diberitahu dengan mendalam dan terus terang mereka tidak
tingkat kesulitan kedua yang harus dihadapi oleh setiap orang tua yang
dinamai masa pancaroba. Untuk menundukkan keliaran jiwa begini, cara yang
dilakukan sebelumnya tidak mempan lagi dan malah berbahaya jika dilakukan
memperlakukan anak kecil di bawah umur lima tahun, maka akan rusak
tabiatnya mereka menjadi anak yang manja. Jika mereka diperintah saja
10
sebagai anak yang belum berumur 15 tahun, mereka akan memberontak dan
akibatnya pasti akan mencelakakan diri dan keluarganya sendiri. Jadi untuk
tetapi berisi, dengan menganggap mereka sudah sebagai orang dewasa dan
mereka agar jangan sampai melewati batas. Anggap mereka itu sebagai kawan
yang sudah mengerti, walau di dalam hati pasti menganggap mereka belum
sepenuhnya mengerti.
kemudian diberitahu dengan isyarat atau contoh dan teladan bukan diberi
Kalinganya, ikang putra yang lalana tuhun ika tan piniheran, tan
warung marnangguh dosa, kunang ikang putra yan tinadana, tuhun ika
yan sinakitan ing warah-warah, tan wurung ika mamangguh guna,
matangyan ikang putra rnwang sisya tadana nika, maran agong
gunanya, haywa wineh lalana ling ning aji.
(Slokantara, 23-49)
Artinya:
Banyak ketidakbaikan dan banyak pula kebaikan-kebaikan memarahi
anak. Jadi yang perlu dilakukan terhadap anak atau murid, ialah
hukuman dimana perlu dan bukan kemanjaan.
11
Maksud sloka di atas, jika anak itu selalu dimanjakan dan tidak pernah
dilarang dalam hal apapun, akhirnya akan biasa terhadap apa yang salah. Jika
anak-anak itu dipukuli dan dihukum sebagai bagian dari pendidikannya, pasti
mereka akan menjadi orang baik. Oleh karena itu, seorang anak atau murid
ditunjukkan rasa sayang yang berlebihan. Seperti kata pepatah: kecil teranja-
anja, besar terbawa-bawa artinya jika anak selalu dimanja dari kecil maka
12
c. Umur 7 – 10 tahun diperintah di sekolah
Artinya:
Jangan hendaknya memanjakan anak, oh orang baik, karena mereka
pasti akan berbuat dosa dan menyimpang dari jalan kebenaran.
Bukankah banyak orang bijaksana yang meninggalkan anak isterinya
untuk bertapa (mohon jalan kepada Tuhan untuk mendidik anak-
anaknya). Jadi kita dapat melaksanakan hukum ketertiban dan pukulan
atau pujian yang adil, pasti anak itu akan berbudi luhur dan
berpengalaman. Anak yang demikian itu pasti selalu akan menjadi
idaman para wanita dan orang baik-baik akan mencintai dan
memujinya. (Sudhartha, 2003: 88).
Dari uraian sloka di atas hendaknya para orang tua dalam mendidik
memberikan suatu hukuman yang pantas sesuai dengan kesalahan mereka dan
orang tua yang dapat digunakan untuk mengasuh anak-anak yaitu disesuaikan
13
tua dengan anak untuk membantu menekan tingkat kenakalan siswa yaitu
hubungan orang tua dengan anak yang penuh pengertian, kasih sayang yang
disertai dengan bimbingan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Zaenal (2002: 65) bahwa “hubungan orang tua dengan anak yang baik ialah
samping itu, Abdurrahman (2003: 109) mengemukakan bahwa “di antara pola
asuh orang tua yang dapat menekan tingkat kenakalan siswa yaitu; (1)
melakukan observasi perilaku anak, (2) memperbaiki perilaku anak dan (3)
mengajar anak.
a. Budi Pekerti
sangat berguna bagi seorang anak ketika anak tersebut telah menjadi
seorang anak untuk menjadi anak yang baik, yang memancarkan sifat-
2003 : 23)
14
3. Sumber-sumber Pendidikan Budi Perkerti.
b. Susila
berasal dari akar kata su yang artinya baik, indah dan bagus. Sila artinya
tingkah laku atau laksana. Jadi susila mempunyai arti tingkah laku atau
tata laksana yang baik atau bagus. (Tim Yunedi, 2004 :151). Dalam garis
dan kewajiban yang dipilih sendiri sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
15
pendapat di atas, pada penelitian Aplikasi Nilai - Nilai Etika Hindu Dalam
c. Etika
Dalam hubungannya dengan tingkah laku orang lain, dapat dinilai dari tiga
tingkatan yaitu:
Artinya
Hanya kebenaran yang jaya bukan kejahatan,
dengan kebenaran terbukalah jalan menuju Tuhan.
Kemanapun orang-orang bijaksana pergi,
mereka mencapai kebenaran yang tinggi.
16
Kenakalan siswa adalah perilaku atau tindakan menyimpang siswa yang
secara individu dan masyarakat sekitar (Laning, 2008: 4). Sedangkan menurut
Partanto (1994: 325) bahwa kenakalan siswa adalah perilaku buruk yang
ketenangan diri sendiri dan siswa lain di lingkungan SMA dwijendra Bualu,
17
Perkelahian seperti tersebut di atas merupakan perilaku menyimpang siswa
tidaknya siswa. Dalam kaitannya dengan ini Aqib Zaenal (2001: 121)
1. Faktor endogen atau intern, yaitu faktor berasal dari dalam diri siswa
2. Faktor eksogen atau ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar
18
Kedua faktor di atas baik intern maupun ekstern saling berhubungan
dan mempengaruhi. Hubungan kedua faktor tersebut dalam diri siswa akan
yang sebenarnya mewarisi gen yang jelek. Sebaliknya lingkungan yang tidak
baik lebih merangsang dan mendorong seseorang atau siswa bertingkah laku
siswa di atas, berikut ini akan dijabarkan faktor ekstern yang bersifat negatif
tersebut diasuh cukup dominan, karena orang tua atau keluarga sangat
berpengaruh mendidik dan membina siswa dan mempunyai waktu yang lebih
perkembangan jiwa dan perilaku siswa ke arah yang negatif, antara lain:
b) Rapuhnya tata nilai atau norma yang berlaku dalam keluarga sehingga
19
e) Orang tua terlalu otoriter, terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sering
perkembangan jiwa dan perilaku siswa ke arah yang negatif, antara lain:
4. Penyuluhan bakat dan hoby para siswa tidak terarah dengan baik
20
3. Kontrol sosial terhadap para siswa tidak sesuai dengan yang
masyarakat.
21
keterbukaan dan kebebasan pada era globalisasi ini, membuat
Landasan teori adalah landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori yang
penelitian. Fungsi teori tiap gejala dalam hal ini adalah sebagai kerangka
acuan yang bisa mengarahkan suatu penelitian, sebagai pangkal tolak dan
terkait dengan Fenomena yang terjadi, maka teori yang digunakan untuk
22
menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
dalam masa kritis. Pada masa ini merupakan masa pencarian jati diri yang
bebas bagi siswa sehingga masa kritis ini merupakan masa penentuan bagi
siswa tersebut. Bila masa kritis ini tidak tertangani dengan baik maka siswa
tersebut akan terjebak dalam kenakalan, tetapi jika tertangani dengan baik
maka siswa tersebut akan menjadi penerus yang handal bagi bangsa dan
Negara ke depan.
23
dengan baik. Lingkungan diintensifkan pemanfaatannya terutama dalam
belajar siswa. Oleh karena itu, perhatian orang tua terhadap keberhasilan anak
Kenakalan Siswa
Pola Asuh
Gambar 2.1 Model Penelitian Peranan Pola Asuh Orang Tua dalam
Menekan Timbulnya Kenakalan Siswa Hindu di SMA Dwijendra Bualu
24
Dengan demikian secara dapat dikatakan bahwa tingkat kenakalan dan hasil
belajar siswa sangat tergantung dari pola asuh orang tua dalam keluarga.
BAB III
METODE PENELITIAN
2001:23).
25
dengan menggunakan kata-kata tertulis atau lisan pada saat proses belajar
agar mengandung makna yang lebih tepat (Sudjana dan Ibrahim, 2004:120).
menuntut adanya gambaran atau fakta-fakta tentang pola asuh orang tua
yang menjadi populasi adalah seluruh orang tua siswa yang beragama Hindu
26
Sampel merupakan bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil
ahli lain menjelaskan bahwa “Sampel merupakan sebagian atau wakil dari
merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, sehubungan dengan
penelitian ini, yang menjadi sampel penelitian ini orang tua siswa beragama
Hindu di SMA Dwijendra Bualu, Kuta Selatan, Badung, Bali yang berjumlah
50 orang dari 190 orang yang beragama hindu, dengan ini penelitian ini
27
3.3 Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Dwijendra Bualu. Menurut seorang ahli bahwa jenis data dapat dibagi
memperoleh kesimpulan.
interval. Data kuantitatif dapat dibagi dua yaitu data dan variabel
deskrit disebut data diskrit, berupa frekuensi, dan data dari variabel
2002: 89).
2. Sumber Data
dapat di bagi menjadi dua yaitu data primer dan data skunder yang antara
lain:
28
a. Data primer merupakan data utama atau data yang diperoleh secara
wawancara.
lain dalam bentuk dokumen seperti literatur, brosur dan, karangan para
serta diperoleh dan hasil proses belajar mengajar (Subana dan Rahadi,
2000: 21).
sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder,
1. Metode Observasi
Adapun data yang diambil pada teknik observasi ini antara lain:
29
a. Data tentang pola asuh oang tua dalam menekan kenakalan siswa
siswa.
2. Metode Wawancara
bahasa yang digunakan harus jelas dan terarah. Suasana harus tetap rileks
dan penuh ketenangan agar peneliti dapat memperoleh data yang benar.
akan di tanyakan, sehingga berbagai hal yang ingin di ketahui dapat lebih
terfokus.
dengan beberapa pihak terkait baik dengan orang tua, BK, termasuk
3. Metode Dokumentasi
30
Dokumentasi asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang
berupa informasi dan responden yang berkenaan pola asuh orang tua dan
kenakalan siswa yang dianalisis secara induktif agar mengandung makna yang
Dalam melakukan analisis data guna memperoleh data yang valid dan
31
wawancara maupun dokumentasi yang telah dihimpun. Dengan demikian
penelitian ini dikenal dengan adanya analisis data rumusan dan aturan data,
sesuai dengan realita dan tidak menggunakan dan membatasi hasil rumusan
induktif yang artinya suatu teknik analisis data dari hasil yang bersifat khusus
yang kemudian ditarik pembahasan dan kesimpulan yang lebih luas dan
umum.
antara lain:
1. Identifikasi data
dengan pola asuh oiang tua dalam menekan kenakalan siswa yang
2. Klasifikasi data
Dari data yang diperoleh baik data yang diperoleh melalui observasi,
bagian yaitu (1) data tentang pola asuh orang tua dalam menekan
32
kenakalan siswa, dan (2) data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan
3. Verifikasi data
disimpulkan tentang hasil pola asuh orang tua terhadap kenakalan siswa SMA
33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
bahwa peranan pola asuh orang tua dalam menekan kenakalan siswa Hindu di
Secara demokratis orang tua berperan (a) Selalu mengingat anak (b) Menasehati
dan memotivasi anak untuk belajar (c) memberikan pertimbangan dan pengertian
pola ini orang tua memperlakukan anaknya seperti militer serba kaki dan disiplin
dan keputusan ada ditangan orang tua. Secara permisif pola asuh orang tua dengan
yang dihadapinya.
4.2 Saran-Saran
2. Kepada guru Agama Hindu, sebagai orang yang menjadi suri teladan yang
selalu ditiru, dan diikuti tingkah lakunya oleh anak didik hendaknya
34
memberi contoh yang baik pada siswa sehingga mampu bersikap dan
bertingkah laku yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
3. Kepada orang tua, sebagai Lembaga Pendidikan yang pertama dan utama
santun, dan berbuat baik serta menanamkan Pendidikan agama secara dini
35
DAFTAR PUSTAKA
Cipta
SIC.
Rineka Cipta.
Putih.
Rosdakarya.
Ronald. 2006, Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup, Mendidik
36
Samsuri. 2006, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Penerbit Greisinda
Pres. Surabaya.
Shochib. 2000, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan
Sura. 1995, Pengendalian Diri dan Etika dalam Ajaran Agama Hindu
Cendekia.
37