Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KARAKTER PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:

Wahyu Sri Ambar Arum, M.A

Disusun oleh:

Bunga Aisyah Anindita (1213622002)

Septiana Wulandari (1213622006)

Widad Dwi Meiphiani (1213622007)

Fitrotul Fauziah Afiani (1213622011)

Khairunissa (1213622014)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 1
BAB I........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.....................................................................................................................2
A. Latar Belakang............................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 4
BAB II....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN....................................................................................................................... 5
A. Hakikat Manusia............................................................................................................ 5
B. Hakikat Pendidikan. ...................................................................................................... 6
1. Definisi Pendidikan ................................................................................................... 6
2. Unsur-unsur Pendidikan ............................................................................................ 7
3. Tujuan Pendidikan..................................................................................................... 8
C. Karakter Pendidik.......................................................................................................... 8
1. Definisi Karakter....................................................................................................... 8
2. Nilai-Nilai Karakter................................................................................................... 9
3. Dimensi karakter ....................................................................................................... 9
4. Pilar Karakter Pendidik ........................................................................................... 11
D. Pentingnya Pendidikan Karakter .............................................................................. 12
E. Hubungan Antara Manusia dengan Pendidikan Karakter..........................................
BAB III................................................................................................................................... 16
PENUTUP............................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 17

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut (Sumantri, M, S, & MSM, P, 2015), manusia adalah ciptaan yang
sempurna oleh Sang Pencipta yang diilhami oleh akal dan pikiran. Manusia adalah
mahakarya Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kedudukan yang paling tinggi di antara
ciptaan-Nya yang lain. Yang membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah
keberadaan akal, pikiran, emosi, dan keyakinan yang membantu meningkatkan kualitas
hidupnya di dunia.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal serta pikiran
dengan derajat paling tinggi diantara makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Hal yang paling
penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia
dilengkapi dengan akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas
hidupnya di dunia. Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang
atau kelompok orang untuk mendewasakan manusia melalui pengajar dan pelatihan
dalam pendidikan.
Pendidikan merupakan proses untuk memperbaiki perilaku dan tindakan
seseorang atau kelompok orang dalam upaya untuk membantu manusia dalam proses
kedewasaannya melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, pendidikan adalah
tindakan mendidik.bPendapat lain menyatakan bahwa pendidikan adalah panduan atau
arahan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaan, dengan tujuan agar anak tersebut mampu melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tanpa bergantung pada bantuan orang lain.
Secara alami, setiap manusia memiliki keinginan untuk mengetahui. Ada yang
memiliki hasrat yang besar sehingga mereka berusaha untuk mencari pengetahuan dengan
tekun dan pantang menyerah. Namun, ada juga yang memiliki hasrat yang rendah
sehingga mereka kurang termotivasi untuk mencari pengetahuan. Namun, dapat dikatakan
bahwa semua manusia memiliki hasrat untuk mengetahui (Sumantri, M, S, & MSM, P,
2015). Sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan dengan dibekali akal pikiran, manusia
membutuhkan pendidikan guna mengembangkan pikiran untuk menunjang
kehidupannya serta memuaskan rasa keingintahuannya.
Pendidikan secara umum membantu manusia untuk menemukan hakikat
kemanusiaannya. Artinya, pendidikan yang wajib dapat membangun nilai-nilai manusia
secara menyeluruh. Selain itu, pendidikan berperan dalam membentuk karakter manusia
sehingga mereka dapat mengenali, memahami, dan mengetahui realitas kehidupan di
sekitarnya. Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia dapat mengembangkan
kemampuan berpikir sehingga mereka dapat menemukan makna keberadaannya sebagai
makhluk yang diberi akal oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan adalah proses untuk
memanusiakan manusia baik dalam bentuk formal maupun informal.

2
Selain manusia bisa menerima pendidikan, mereka juga dapat menjadi
seorang pendidik. Namun, apakah mereka dapat menjadi pendidik yang baik dan
konsisten dengan karakter seorang pendidik? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan
ini, kita perlu memahami apa itu karakter seorang pendidik.
Menurut Adiwimarta, et.al, karakter merujuk pada sifat-sifat kejiwaan, akhlak,
dan budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter merupakan sifat
alami seseorang dalam merespons situasi secara moral, yang tercermin dalam tindakan
konkret seperti perilaku baik, kejujuran, tanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan
nilai-nilai karakter lainnya.
Sementara itu, menurut Winnie, karakter memiliki dua pengertian. Pertama,
karakter dapat mencerminkan sifat-sifat buruk seperti kejam atau rakus yang tercermin
dalam perilaku buruk seseorang. Sebaliknya, bila seseorang berperilaku jujur, senang
menolong, pastinya orang tersebut akan menunjukkan karakter yang mulia. Kedua, kata
karakter berkaitan erat dengan kepribadian. Seseorang baru dapat dianggap berkarakter
apabila perilakunya sejalan dengan prinsip moral. Menurut Ryan dan Bohlin, karakter
terdiri dari tiga unsur penting, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). (Muhammad, J,
A, & Muhammad, A, S, 2015).
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik. Dalam
bahasa Indonesia, pendidik merujuk pada seseorang yang dapat mendidik. Dalam bahasa
Inggris, terdapat beberapa istilah yang mirip dengan pendidik, seperti guru yang berarti
teacher atau pengajar, dan tutor yang berarti pengajar pribadi atau pengajar yang
memberikan les di rumah. (Haitami, S, & Syamul, K, 2016). Untuk menjadi seorang
pendidik, kita harus mengetahui faktor-faktor yang dibutuhkan untuk mencapai standar
sebagai seorang pendidik. Karena itu, individu perlu memahami nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang diperlukan untuk memenuhi peran sebagai manusia yang berharga.
Selain itu, saat ini dunia pendidikan sedang menghadapi tantangan dalam
menyiapkan siswa dan mahasiswa menghadapi era globalisasi yang semakin maju.
Mereka harus memiliki kemampuan menguasai teknologi dan berbagai keterampilan yang
sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itu, perubahan kurikulum sangat diperlukan.
Namun, selain itu, perhatian harus diberikan pada masalah karakter, mengingat
banyaknya berita yang mengkhawatirkan. Banyak kasus seperti kekerasan remaja
terhadap teman sebaya, perkelahian antar siswa, kurangnya rasa hormat pada orangtua
dan guru, kurangnya tanggung jawab, meningkatnya ketidakjujuran, penurunan moral,
cyber bullying, dan lain sebagainya. Semua ini menjadi pertimbangan dalam
menumbuhkan karakter yang baik, yang diharapkan dapat diterapkan dalam lingkungan
sosial.
Bawaan lahir bukanlah faktor yang menentukan karakter seseorang, dan
orangtua tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya penyumbang karakter yang baik.
Karakter seseorang juga tidak bisa dipelajari dari buku teks. Karakter terbentuk melalui
interaksi dan konten interaksi yang dilakukan seseorang dengan orang atau benda lainnya.
Semakin lama interaksi dilakukan, semakin banyak pengaruh yang akan diterima dan
membentuk karakter seseorang. Benda yang mempengaruhi termasuk TV, video game,
ponsel, iPad, dan lain-lain. Ada banyak faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan karakter seseorang, seperti keluarga, komunitas, sekolah, dan sebagainya.

3
Pendidikan moral telah lama diperbincangkan dan diterapkan. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 1 ayat 1 secara jelas menyatakan bahwa "Pendidikan merupakan langkah
sadar dan terencana untuk menciptakan lingkungan belajar dan proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk secara aktif mengembangkan potensi mereka untuk memiliki
kekuatan moral, kendali diri, kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk diri mereka sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara." Dapat dilihat
bahwa ayat tersebut berisi tentang pendidikan moral. Pendidikan moral adalah gerakan
nasional untuk menciptakan sekolah yang dapat menumbuhkan generasi muda yang etis,
bertanggung jawab, dan peduli dengan memberikan contoh dan mengajar karakter.
Oleh sebab itu artikel berikut ditulis agar individu khususnya para calon
pendidik memahami mengenai hakikat manusia, hakikat pendidikan, karakter pendidik,
pendidikan karakter, serta hubungan antara manusia dengan pendidikan karakter sebelum
mereka terjun langsung dalam dunia pendidikan nantinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat manusia?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat pendidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan karakter pendidik?
4. Apa pentingnya pendidikan karakter?
5. Apakah ada hubungan antara manusia dengan pendidikan karakter?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakikat manusia.
2. Untuk mengetahui hakikat pendidikan.
3. Untuk mengetahui karakter pendidik yang baik.
4. Untuk mengetahui pentingnya pendidikan karakter
5. Untuk mengetahui hubungan antara manusia dengan pendidikan karakter.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar
tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat manusia
berkenaan dengan “prinsip adanya” (principe d'etre) manusia. Dengan kata lain,
pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya”
manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus” (Louis
Leahy, 1985).

Dimensi manusia, Menurut Purwanto (2014), hakikat manusia terdiri dari


empat dimensi yakni dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan,
dan dimensi keberagamaan. Dari keempat dimensi tersebut, manusia dibagi menjadi
empat sesuai dengan dimensi hakikatnya.

1) Manusia Individu

Lysen mengartikan bahwa individu sebagai orang-seorang, sesuatu yang


merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi dan individu diartikan
sebagai pribadi. Sementara itu, Langeveld (1982) mengatakan bahwa setiap orang
memiliki individualitas, artinya tidak ada manusia yang identik baik dari segi fisik
maupun rohani. Dalam hal ini setiap manusia bersifat unik. Secara fisik seperti
bentuk muka mungkin sama, tetapi berbeda pada fisik mata. Secara kerohanian,
kapasitas intelegensi sama, tetapi kecenderungan dan perhatian terhadap suatu hal
berbeda-beda. Hal ini karena adanya individualitas yang membuat seseorang
memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, semangat dan daya tahan yang berbeda
dengan orang manapun (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008; 17). Sifat-sifat yang
telah disebutkan tersebut secara potensial telah dimiliki sejak lahir dan perlu
dikembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Dengan
pendidikan, kepribadian seseorang akan terbentuk dengan semestinya dan
memiliki warna kepribadian yang khas.

2) Manusia Sosial

Setiap anak terlahir untuk saling berkomunikasi yang pada hakikatnya


didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Adanya dimensi
kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas dengan kemunculan dorongan
untuk bergaul. Immanuel Kant (seorang filosof tersohor dari bangsa Jerman)
menyatakan: manusia hanya menjadi manusia, jika berada di antara manusia, yang
artinya tidak ada seorang manusia pun dapat hidup seorang diri yang lengkap
dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir. Hal
demikian dikarenakan manusia hanya dapat mengembangkan individualitasnya
berupa kegemaran, sikap, dan cita-citanya di dalam pergaulan sosial (Tirtarahardja
dan La Sulo, 2008: 18-19).

5
3) Manusia Susila

Kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya,


manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta
melaksanakannya sehingga dapat dikatakan manusia adalah manusia susila.
Driyarkara (2007) mengartikan bahwa manusia susila yang memiliki nilai-nilai,
menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung
makna kebaikan, keluruhan, kemuliaan dan sebagainya, sehingga diyakini dan
dijadikan pedoman dalam hidup (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008: 20-21).

4) Manusia Religius

Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk


yang lemah, sehingga memerlukan tempat bertopang. Agama menjadi sandaran
vertikal manusia. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dari
penjelasan tersebut, pada hakikatnya manusia disebut sebagai makhluk religius.
Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan agama menjadi tugas orang tua dalam
lingkungan keluarga, karena pendidikan agama adalah persoalan afektif dan kata
hati. Pendapat Kohnstamm ini mengandung kebenaran dilihat dari segi kualitas
hubungan antara pendidik dengan peserta didik. Di samping itu, juga penanaman
sikap dan kebiasaan dalam beragama mulai dari sedini mungkin, meskipun masih
terbatas pada latihan kebiasaan (Tirtarahardja dan La Sulo, 2008: 23).

B. Hakikat Pendidikan.

1. Definisi Pendidikan
Istilah pendidikan mulanya berasal dari bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Inggris
diterjemahkan menjadi "education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.
Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “Tarbiyah” yang berarti
pendidikan (Ramayulis, 2002).

Menurut Imam Barnadib (2002:4), memandang pendidikan sebagai fenomena


utama dalam kehidupan manusia di mana orang yang telah dewasa membantu
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik untuk menjadi dewasa. Langeveld,
J.M., (1982), mengartikan pendidikan sebagai suatu bimbingan yang diberikan
oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu
kedewasaan.

Menurut Driyarkara (2007: 413), intisari dari pendidikan adalah upaya


memanusiakan manusia muda. Driyarkara menyebutnya sebagai proses hominisasi
dan humanisasi. Hominisasi dan humanisasi adalah pengangkatan manusia muda
sampai sedemikian tingginya sehingga ia bisa menjalankan hidupnya sebagai
manusia dan membudayakan diri. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani,

6
itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang bentuk dan
wujudnya beragam.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Di dalam UU RI No.
20 dipaparkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Unsur-unsur Pendidikan
Berdasarkan berbagai definisi tentang pendidikan yang dipaparkan, menurut
Tirtarahardja dan La Sulo (2008) semua jenis pendidikan mengandung unsur unsur
sebagai berikut:

a. Peserta didik.

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik karena ia pribadi yang


berdiri sendiri ingin diakui keberadaannya, ingin mengembangkan diri secara
berlanjut guna memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan
demikian peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk
berkembang, dan mereka berusaha mengembangkan potensi tersebut melalui
proses pendidikan pada jalur dan jenis pendidikan tertentu. Peserta memiki
kebutuhan yang harus dipenuhi yakni tumbuh dan berkembang mencapai
kematangan fisik dan psikis.

b. Pendidik.

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap


pelaksanaan pendidikan/pembelajaran dengan sasaran peserta didik.

c. Interaktif edukatif.

Interaktif edukatif adalah adanya interaksi/komunikasi secara timbal


balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan.

d. Tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan secara umum adalah tujuan dari keseluruhan jenis


kegiatan selama berlangsungnya peristiwa-peristiwa pendidikan.

e. Materi pendidikan.

Materi pendidikan berperan sebagai sarana pencapaian tujuan


pendidikan. Materi pendidikan terbagi menjadi dua mencakup materi inti dan
materi lokal. Materi inti bersifat nasional, mengandung misi pengendalian
dan persatuan bangsa. Materi lokal mengandung misi mengembangkan
kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.

7
f. Metode pendidikan.
Dalam memilih dan menerapkan metode pendidikan, perlu
memperhatikan kesesuaian dengan: (a) tujuan pendidikan; (b) peserta didik; (c)
pendidik; (d) situasi dan kondisi lingkungan belajar.

g. Lingkungan pendidikan.

Lingkungan pendidikan dibagi menjadi tiga tempat dan juga biasa disebut tri
pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

3. Tujuan Pendidikan
Menurut Dewantara (1961:20), berpendapat bahwa tujuan dari
dilaksanakannya proses pendidikan adalah untuk menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak tersebut, agar mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Segala tindakan yang terencana dan disengaja yang dilakukan oleh orang
dewasa yang bertanggung jawab moral untuk membantu anak menjadi dewasa dan
mandiri (Langeveld, Driyarkara, La Sulo).

Disebutkan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang sistem


pendidikan nasional bahwa tujuan pendidikan yakni terdiri dari mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
serta menjadi warga negara yang demokratis juga bertanggung jawab.

C. Karakter Pendidik

1. Definisi Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Setiap individu memiliki ciri khas nya masing-masing yang bersifat asli, dan
melekat pada kepribadian manusia. Pola perilaku yang dimiliki individu yang
dibentuk oleh dirinya sendiri dan lingkungan.

Menurut Heri Gunawan (2012:23) mengartikan bahwa tingkah laku seseorang


berkaitan dengan kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari hari.

8
2. Nilai-Nilai Karakter
Nilai-nilai karakter adalah sesuatu yang ada pada diri seseorang yang bersifat
abstrak dalam bentuk kepribadian yang menjadi ciri khas diri seseorang. Nilai
karakter juga nilai sikap dan perilaku berdasarkan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Namun, nilai karakter yang ada pada diri seseorang terdapat
nilai positif dan negatif.

Ada 18 nilai-nilai karakter yang dirilis dalam Kemendikbud (2010:9-10)


yakni sebagai berikut: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja
keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat
kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat atau
Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan,
(17) Peduli Sosial, dan (18) Tanggung jawab.

3. Dimensi karakter
Lickona (2013) menyatakan bahwa karakter yang diperlukan agar anak
mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebaikan yakni
1) Moral knowing:
a. Moral awareness (Pengetahuan Moral)
Sebagian besar jenis usia manusia mempunyai kelemahan moral yakni adanya
kebutaan atau kepapaan moral. Secara sederhana, kita jarang melihat adanya
cara-cara tertentu dalam masyarakat yang memperhatikan dan melibatkan
isu-isu moral serta penilaian moral.
b. Knowing moral values (Pengetahuan Nilai-Nilai Moral)
Nilai-nilai moral seperti rasa hormat, tanggung jawab terhadap orang lain,
kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, secara keseluruhan menunjukan
sifat-sifat orang yang baik. Dengan mengetahui nilai-nilai kebaikan juga
merupakan bagaimana menerapkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai situasi.
c. Perspective taking
Kemampuan untuk mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi pada
orang lain; melihat suatu keadaan sebagaimana mereka melihatnya;
mengimajinasikan bagaimana mereka berpikir, bereaksi, dan merasakannya.
Hal ini merupakan prasyarat dilakukannya penilaian moral. Apabila kita tidak
dapat memahami mereka, kita akan bersikap tak menghargai orang lain atau
bersikap adil terhadap kebutuhan mereka. Tujuan utama dari pendidikan moral
adalah untuk membantu siswa agar bisa memahami dunia dari sudut pandang
orang lain, terutama yang berbeda dari pengalaman mereka.
d. Moral reasoning (Alasan Moral)
Moral reasoning meliputi pemahaman mengenai apa itu perbuatan moral dan

9
mengapa harus melakukan perbuatan moral.
e. Decision making (Mengambil Keputusan)
Kemampuan seseorang untuk mengambil sikap ketika dihadapkan dengan
problema moral adalah suatu keahlian yang bersifat reflektif. Kemampuan
tersebut harus telah diajarkan sejak TK (Taman Kanak-kanak).
f. Self knowledge.
Mengetahui atau mengukur diri sendiri merupakan jenis moral yang sangat
penting bagi perkembangan moral. Menjadi orang yang bermoral memerlukan
kemampuan untuk melihat perilaku diri sendiri dan mengevaluasinya secara
kritis. Perkembangan atas self-knowledge ini meliputi kesadaran akan
kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan bagaimana mengkompensasi
kelemahan itu.

2) Moral feeling (Perasaan Moral)


a. Conscience (Kesadaran)
Kesadaran memiliki dua sisi yakni sisi kognitif dan sisi emosional.
Kesadaran yang matang, disamping adanya perasaan kewajiban moral, adalah
kemampuan untuk mengonstruksikan kesalahan. Ketika kita memiliki
penghargaan diri, kita tidak akan bergantung pada restu atau izin pihak lain.
Penghargaan diri yang tinggi tidak dengan sendirinya dapat menjamin
karakter yang baik. Hal ini bisa terjadi karena penghargaan diri yang
dimilikinya tidak didasarkan pada karakter yang baik. Salah satu tantangan
sebagai pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan
penghargaan-diri yang didasarkan pada nilai-nilai yang baik.

b. Self esteem (Penghargaan Diri)


Ketika kita menilai diri kita sendiri, kita akan menghargai atau menghormati
diri kita sendiri.

c. Empathy (Empati)
Empati adalah identifikasi dengan, atau seakan-akan mengalami, keadaan
yang dialami pihak lain. Empati memungkinkan kita untuk memasuki
perasaan yang dialami pihak lain.

d. Loving the good


Kemampuan untuk mengisi kehidupan dengan perbuatan baik tidak terbatas.

e. Self control
Self-control diperlukan untuk kebaikan moral. Kontrol diri juga diperlukan
bagi kegemaran anak-anak. Apabila seseorang ingin mencari akar terjadinya
penyimpangan sosial, salah satunya dapat ditemukan pada self control.

f. Humility (Kerendahan Hati)


Kerendahan hati dan pengetahuan diri merupakan sikap berterus terang bagi
kebenaran dan keinginan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan kita.

10
Kerendahan hati merupakan pelindung terbaik terhadap perbuatan jahat.

3) Moral action (Tindakan Moral)


a. Competences (Kompetensi)
Tindakan moral dalam pengertian yang luas, adalah akibat atau hasil dari
moral knowing dan moral feeling.

b. Will (Kemauan)
Untuk menjadi dan melakukan sesuatu yang baik biasanya mensyaratkan
adanya keinginan bertindak yang kuat, usaha untuk memobilisasi energi
moral. Kemauan merupakan inti dari dorongan moral.

c. Habit (Kebiasaan)
Sebagai bagian dari pendidikan moral, maka harus banyak kesempatan yang
diberikan kepada siswa untuk mengembangkan kebiasaan baik, dan
memberikan praktik yang cukup untuk menjadi orang baik. Dengan demikian
memberikan kepada mereka pengalaman pengalaman berkenaan dengan
perilaku jujur, sopan, dan adil (Lickona, 1991: 50-63).

4. Pilar Karakter Pendidik


Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana serta disengaja oleh pendidik
agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan. Maka dari proses tersebut
seorang pendidik dituntut memiliki karakter yang cakap agar tercapai amanah
mulia yang dijalani nya dengan baik. Berikut karakter yang wajib dimiliki seorang
pendidik selain kompetensi profesi.

a. Kasih Sayang dan Kelembutan

Kasih sayang dan kelembutan memiliki keterkaitan erat dan timbal balik
dengan tindakan tegas yang mendidik. Tanpa kasih sayang dan kelembutan,
tindakan tegas dimaknai sebagai hukuman. Dengan demikian, tindakan tegas akan
ditempatkan sebagai sesuatu yang mendidik jika dilakukan dengan penuh kasih
sayang dan kelembutan. Kasih sayang dan kelembutan merupakan warna dari
kualitas hubungan yang berawal dari pendidik kepada peserta didik, dalam bentuk
komunikasi dan sentuhan-sentuhan lainnya.

b. Keteladanan dan Pengarahan

Seorang pendidik harus mampu memberikan keteladanan. Keteladanan


merupakan puncak penampilan pendidik terhadap peserta didik. Seluruh
penampilan pendidik yang didasarkan pada penerimaan dan pengakuan, kasih dan
sayang serta kelembutan, yang seluruhnya positif dan normatif, diharapkan dapat
diterima bahkan ditiru oleh peserta didik. Pengarahan juga masih berkaitan dengan
sikap kasih sayang dan kelembutan. Pengarahan tanpa kasih sayang dan
kelembutan cenderung mencerminkan sikap otoriter pendidik.

11
c. Pengakuan dan penerimaan

Pengakuan dan penerimaan adalah kesadaran dan pemahaman pendidik


mengenai segenap makna harkat martabat manusia yang melekat pada diri peserta
didik. Perilaku kesadaran dan pemahaman tersebut, pendidik dapat menghadapi
dan memberikan perlakuan kepada peserta didik sesuai dengan harkat martabat
manusia. Suasana saling mengakui dan menerima antara peserta didik dan
pendidik dapat menjadi dasar bagi berlangsungnya komunikasi yang nyata antara
keduanya.

d. Penguatan

Penguatan merupakan upaya pendidik untuk menguatkan, mematangkan


atau meneguhkan hal-hal tertentu yang ada pada diri peserta didik. Pendidik
menguatkan hal-hal positif yang ada pada diri peserta didik, terutama tingkah laku
positif yang merupakan hasil perubahan dari upaya pengembangan diri peserta
didik. Penguatan dilakukan pendidik melalui pemberian penghargaan secara tepat
yang didasarkan pada prinsip-prinsip penguatan tingkah laku. Dengan penguatan
yang dilakukan pendidik, peserta didik akan semakin kaya dengan berbagai
tingkah laku positif yang secara kumulatif dan sinergis menunjang pencapaian
tujuan pendidikan

e. Tindakan tegas yang mendidik

Tindakan tegas yang mendidik adalah suatu upaya pendidik untuk dapat
mengubah tingkah laku peserta didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran
peserta didik atas kekeliruan dengan tetap menjunjung tinggi harkat martabat
kemanusiaan dn hubungan baik antara pendidik dan peserta didik. Tindakan tegas
yang mendidik, menjunjung tinggi terhadap harkat martabat kemanusiaan, tujuan
pendidik, pengakuan dan penerimaan serta kasih sayang dan kelembutan terhadap
peserta didik

D. Pentingnya Pendidikan Karakter


Pentingnya pendidikan Karakter adalah segala sesuatu yang melekat pada diri individu dan
cenderung tetap ada. Oleh karena itu, pendidikan karakter membentuk kecenderungan individu
untuk memiliki karakter yang baik dan berguna bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain. Oleh
karena itu, pendidikan karakter bagi remaja sangat penting. Selain itu, pendidikan karakter
juga memiliki beberapa manfaat serta nilai-nilai yang berguna bagi pemuda maupun pelajar,
diantaranya yaitu:

1. Memungkinkan individu untuk lebih menghargai orang lain.

Orang-orang dengan kepribadian yang kuat dapat lebih menghormati satu


sama lain. Bahkan, jika seseorang gagal untuk menghormati satu sama lain, terdapat
kehadiran pembangunan karakter yang intens.

2. Membangun bangsa yang jujur dan lebih baik untuk generasi penerus.

12
Karakter yang kuat membuat seseorang menjadi kokoh dan stabil. Maka dari
itu, hal tersebut sangat penting bagi bangsa dan kehidupan bangsa. Karena keputusan
ini melibatkan integritas pribadi yang tinggi. Integritas ini penting dibentuk dengan
pendidikan karakter agar bisa tinggi. Dengan begitu, seseorang bisa menjadi bangsa
yang baik bagi generasi penerus dan menjaga negara beserta nilai-nilai integritasnya.

3. Melatih kecerdasan dan moralitas siswa.

Manfaat pendidikan karakter sejak dini selain dapat membentuk dan


memperkuat kepribadian diri sendiri, juga membantu meningkatkan dan melatih
peserta pendidikan karakter secara mental dan moral, mencegah kegilaan orang-orang
yang berakhlak dan berakhlak buruk.

Memperbaiki keadaan pikiran dan moral individu dapat menciptakan suasana yang
kondusif dan mencegah perpecahan.

4. Mengetahui dan memahami kepribadian orang lain.

Berbicara tentang identitas, tidak hanya remaja, tetapi juga orang dewasa yang
tidak dapat menemukan identitasnya sendiri. Pembentukan karakter memungkinkan
pemuda maupun pelajar untuk mengenali dan mengenal karakter satu sama lain
dengan lebih mudah.

Adapun, nilai-nilai yang didapatkan oleh pemuda, pelajar, dan yang mempelajari pendidikan
karakter, yaitu:

1. Agama

Karakter religius dapat dicapai dengan taat menjalankan ajaran agamanya


sendiri, bersikap toleran terhadap praktik peribadatan agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain. Contoh dari kehidupan sehari-hari yang dapat diterapkan
adalah mengerjakan shalat Dhuha dan membaca Al-Qur’an sebelum memulai
pelajaran atau shalat lainnya, tergantung agama siswa.

2. Kejujuran

Bersikap jujur akan selalu membuat seseorang dapat dipercaya. Perilaku jujur
dalam kehidupan sehari-hari berlaku di mana-mana. Seperti, jangan menyontek saat
mengerjakan PR atau saat ujian sedang berlangsung.

3. Toleransi

Kita hidup di negara ‘Bhineka Tunggal Ika’ jadi sangat penting untuk bersikap
toleran terhadap orang Indonesia lainnya. Contoh perilaku di kehidupan sehari-hari
adalah tidak menyampaikan pendapat di atas kepentingan kelompok.

4. Disiplin

Sifat masyarakat yang disiplin memungkinkan bagi mereka untuk


menunjukkan perilaku tertib dan mengikuti berbagai aturan dan peraturan. Contoh dari
kehidupan sehari-hari yang bisa kita lakukan adalah mengikuti aturan cara berpakaian

13
sopan di sekolah.

5. Kerja keras

Orang Indonesia tidak menyia-nyiakan usaha dan antusiasme dalam segala hal
yang mereka lakukan. Sifat kerja keras ditunjukkan dengan selalu
bersungguh-sungguh dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai rintangan
dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif

Di era globalisasi saat ini, pemikiran kreatif sangat dibutuhkan, sehingga perlu
diciptakan karya-karya inovatif yang bermanfaat bagi banyak orang tanpa terikat oleh
bingkai.

7. Kemerdekaan

Seseorang diharuskan untuk bisa melakukan segala sesuatunya sendiri


sehingga tidak mudah bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan sesuatu.
Contoh perilaku di kehidupan sehari-hari yaitu mampu melakukan tugas sendiri jika
mampu melakukannya sendiri.

8. Demokrasi

Masyarakat Indonesia harus berwatak demokratis. Contoh sederhana yang


bisa dilakukan adalah menyeimbangkan hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu

Kami sangat ingin tahu dan selalu ingin tahu lebih banyak tentang apa yang
kami miliki dan apa yang bisa kami pelajari. Contoh yang bisa kita lakukan adalah
terus belajar dan rajin dalam memperoleh keterampilan yang baik.

10. Semangat Kebangsaan

Sikap semangat kebangsaan ditunjukkan dengan selalu mengutamakan


kepentingan bangsa dan negara Indonesia di atas kepentingan pribadi. Misalnya,
menciptakan prestasi demi bangsa dan negara.

E. Hubungan Antara Manusia dengan Pendidikan Karakter.

Pada hakekatnya, pendidikan karakter merupakan usaha kebiasaan-kebiasaan yang


baik sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah
menjadi kepribadiannya. Pendidikan Karakter harus selalu diajarkan, diterapkan, sehingga
dapat menjadi kebiasaan dan karakter peserta didik. Dengan adanya pendidikan karakter,
diharapkan dapat membentuk manusia secara utuh yang berkarakter yang dapat
mengembangkan semua potensi peserta didik secara seimbang (spiritual, emosional,
intelektual, sosial, jasmani) secara optimal.
14
Manusia tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Sejak kecil, manusia sudah
terlibat dalam kegiatan pendidikan. Hal tersebut akan terus berlanjut hingga akhir hayatnya.
Manusia merupakan makhluk yang membutuhkan pendidikan. Secara tidak langsung, setiap
kegiatan dalam kehidupan manusia selalu mengandung pendidikan. Karena manusia,
pendidikan ada. Dan karena pendidikan, manusia dapat menjadi diri sendiri sebagai manusia
yang manusiawi.
Manusia dengan pendidikan karakter memiliki hubungan yang kuat. Pendidikan
karakter penting dalam kehidupan setiap manusia. Pendidikan karakter berguna untuk
membina, membangun, menciptakan karakter yang dapat membina kehidupan manusia.
Dengan adanya pendidikan karakter, dapat terbentuk kepribadian yang baik sehingga dalam
masyarakat yang melibatkan interaksi dengan manusia lain, seorang individu mampu menjadi
anggota sosial tanpa kehilangan pribadinya masing-masing serta dapat berbaur dengan
masyarakat.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia. Manusia memiliki potensi dan
kepribadiaan yang dibawanya dari lahir. Dengan keberadaan pendidikan, akan membantu
manusia untuk mengembangkan potensi dan kepribadian mereka. Pendidikan merupakan
usaha sadar yang dilakukan oleh individu/kelompok tertentu melalui kegiatan pengajaran
dan/atau pelatihan, yang berlangsung sepanjang hidup di berbagai lingkungan belajar
dalam rangka mempersiapkan manusia agar dapat memainkan peran secara tepat.
Sebagai pendidik harus memiliki karakter dasar yakni memberikan kasih sayang dan
kelembutan kepada peserta didik. Tugas seorang pendidik adalah bertugas membantu
manusia menjadi berdaya dalam melakukan suatu hal. Agar dapat tercapai, hal tersebut
harus dilakukan dengan sepenuh hati.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.

Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya. Sehingga bisa terus menghasilkan
penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, I. (2002). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adi Cita.

Driyarkara. (2007). Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: PT. Gramedia.

Dewantara, K. H. (1961). Karya Ki Hajar Dewantara bab I: Pendidikan. Jakarta: Majelis


Luhur Taman Siswa

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Jailani, M. S. (2013). KASIH SAYANG DAN KELEMBUTAN DALAM PENDIDIKAN.


Al-Fikrah: Jurnal Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, hlm. 107-108.

Jalaluddin, dan Idi. (2012). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima. (2016). Jakarta: Balai Pustaka.

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum.


(2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing
dan Karakter Bangsa. Jakarta.

Langeveld, J.M. (1980). Beeknopte Theoritische Paedagogiek, (Terj : Simanjuntak), Jemmars


Bandung.

LMS UNJ. https://onlinelearning.unj.ac.id/mod/page/view.php?id=321521 , diakses 17


Febuari 2023

Nova, Cecillia, dkk. (2014). Hubungan Penerapan Pendidikan Karakter Terhadap Perilaku
Sosial Siswa. Diakses 6 Juni 2023.

Nuraini, D. (2022). UTS Landasan Pendidikan. FLIPHTML5. hlm, 2-3.

Purwanto, N. (2014). PENGANTAR PENDIDIKAN. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.

Suardi, M. (2012). PENGANTAR PENDIDIKAN: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Indeks.

Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun 1,


No.1, Oktober, hlm 49-57.

Syukur, Y. (2010). Pengakuan Harkat dan Martabat Manusia dalam Penyelenggaraan


Pendidikan. Makalah: Universitas Negeri Padang.

Tirtarahardja, U., dan La Sulo. (2008). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

17
(UUSPN). Dokumentasi Undang-Undang Pendidikan Nasional, diakses 11 Februari 2023.

Wasitohadi. (2014). HAKEKAT PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF JOHN DEWEY.


Satya Widya, Vol. 30, No. 1, Juni, hlm. 49-61.

18

Anda mungkin juga menyukai