Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MENANAMKAN MORAL PADA ANAK USIA DINI


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pengelolaan Lingkungan Belajar Paud
Dosen Pengampu : Nanik Istika Wati, M.Pd.

HALAMAN JUDUL

Disuun oleh
Nama : Mei Asmalinda
NIM : 202003002

JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI ILMU BUDAYA ISLAM SYEKH JANGKUNG PATI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul Menanamkan moral pada anak usia dini.

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Nanik Istika Wati, M.Pd. yang telah
membantu Saya baik secara moral maupun materi.

Saya menyadari, bahwa laporan Makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pati, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................1
C. TUJUAN.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................3
A. PENGERTIAN MORAL, ANAK USIA DINI DAN
LINGKUNGAN BELAJAR......................................................3
B. PERAN PENGASUH DAN GURU..........................................4
C. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PENDIDIK DAN
ORANG TUA.............................................................................5
D. NILAI-NILAI LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER
BELAJAR...................................................................................6
E. MACAM-MACAM LINGKUNGAN BELAJAR...................7
F. PEROSES PERKEMBANGAN MORAL...............................9
G. LINGKUNGAN BELAJAR DAN BERMAIN DI TK..........17
H. ALAT PERMAINAN DI AREA DAN KEGIATAN DI
DALAM DAN DI LUAR KELAS..........................................23
BAB III...............................................................................................26
PENUTUP..........................................................................................26
A. KESIMPULAN........................................................................26
B. SARAN......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................27
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam pendidikan anak usia dini perlu ditanamkan pendidikan
moral atau karakter yang baik agar menjadi bekal anak ketika kelak mejadi
dewasa di masa depannya. Pendidikan karakter selama ini telah diberikan
pada anak baik secara langsung ataupun tidak langsung baik di rumah, di
sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Di Indonesia menurut Zuriah
(2007: 10-12) muncul tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan moral
terutama didasarkan pada tiga pertimbangan sebagai berikut: (1)
Melemahnya ikatan keluarga. Keluarga yang secara tradisional merupakan
guru pertama bagi anak, mulai kehilangan fungsinya, (2) Kecenderungan
negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini, (3) Perlunya nilai-nilai
etika, moral, dan budi pekerti. Oleh karena itu orang tua ataupun pendidik
memiliki kewajiban mendorong tumbuhnya moralitas dasar dengan cara
mengajar kepada generasi muda agar menghormati nilai-nilai tersebut.
Pendidikan moral anak usia dini melalui pendekatan konstruktivis
pada pendidikan anak usia dini berfokus pada praktek yang sesuai dengan
perkembangan anak sejak lahir sampai delapan tahun. Tujuan pendidikan
konstruktivis adalah mempromosikan perkembangan anak dalam semua
bidang kurikulum (sains, matematika, bahasa dan baca tulis, ilmu sosial,
dan seni), dan dalam semua domain perkembangan (intelektual, fisik,
sosial, emosi dan moral).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian moral, anak usia dini dan
lingkungan belajar?
2. Bagaimana pengertian peran pengasuh dan guru?
3. Apa saja macam-macam lingkungan belajar?
4. Bagaimana faktor pendorong pendidik dan orang tua?
5. Bagaimana proses perkembangan moral?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian moral, anak usia
dini dan lingkungan belajar?
2. Mengetahui bagaimana pengertian peran pengasuh dan guru?
3. Mengetahui apa saja macam-macam lingkungan belajar?
4. Mengetahui bagaimana faktor pendorong pendidik dan orang tua?
5. Mengetahui bagaimana proses perkembangan moral?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MORAL, ANAK USIA DINI DAN LINGKUNGAN


BELAJAR
Moral merupakan suatu sikap atau tindakan yang dimiliki tiap
individu yang memiliki nilai positif seperti bersopan santun sesuai dengan
norma yang ada di suatu masyarakat. Dengan memiliki moral manusia
bisa menjalin hubungan yag baik dengan individu yang lain. Secara umum
moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip
tingkah laku; akhlak, budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter
dalam diri seseorang sehingga dapat menilai dengan benar apa yang baik
dan buruk.
Anak usia dini adalah anak yang berumur 0-6 tahun (ini merupakan
patokan di Indonesia berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, namun secara internasional usia 0-8 tahun). Pada
usia ini otak anak sedang berkembang dengan pesatnya sebesar 50%,
perkembangan 80% pada saat anak berusia 8 tahun, dan perkembangan
sempurna 100% apabila anak sudah memasuki usia 18 tahun.
Perkembangan yang pesat adalah periode usia dini sehingga sangat
diperlukan rangsangan yang optimal dan porsi yang tepat dan akurat.
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki
pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan
kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan
kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama),
bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan anak. Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam 3 tahap yaitu (1) masa
bayi lahir sampai berusia 12 bulan, (2) masa toddler (batita) usia 1-3
tahun, (3) masa prasekolah usia 3-6 tahun, (4) masa kelas awal SD usia 6-
8 tahun). Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan
pada peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia seutuhnya, yaitu pertumbuhan dan perkembangan
fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi yang
seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang utuh ( Mansur, 2007:
83-84).
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan
diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian
lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu daerah. Dalam kamus
Bahasa Inggris peristilahan lingkungan ini cukup beragam diantaranya ada
istilah circle, area, surroundings, sphere, domain, range, dan environment,
yang artinya kurang lebih berkaitan dengan keadaan atau segala sesuatu
yang ada di sekitar atau sekeliling.
Lingkungan itu mencakup segala material dan stimulus didalam
dan diluar diri individhu, baik bersifat fisiologis, psikologis, maupun
sosial-kultural. Setain (seorang ahli psikologi Amerika) mengatakan
bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan (environment) ialah
meliputi kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu
mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life
processes kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang
sebagai menyiapkan lingkungan (to provide environment) bagi gen yang
lain.
B. PERAN PENGASUH DAN GURU
Peran pengasuh dan guru di dalam kegiatan pembelajaran di kelas
adalah memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada anak untuk
bermain sesuai dengan bakat dan keinginannya ataupun minat anak.
Memperhatikan dan memantau anak ketika dalam kegiatan serta
mendamaikan dan menjelaskan kepada anak ketika terjadi
kesalahpahaman. Anak anak juga diberikan kesempatan untuk
menyampaikan alasan, tanggapan, ide serta anak usia dini diberikan
kesempatan berpikir menghubungkan konsep satu dengan konsep yang
lainnya. Anak diberi waktu untuk menginggat kembali pengetahuan yang
didapatkan dengan menyampaikan kembali ke guru ataupun pengasuh.
Dalam menanamkan pendidikan moral ditanamkan sejak dini budi peketi
anak usia dini dimana anak membutuhkan bimbingan atau suri tauladan
sehingga anak bisa membiasakan diri untuk menghias dirinya dengan
perilaku yang baik, sopan, terouji berakhlak dan berbudi pekerti yang
luhur. Di sini perlunya guru atau pendidik dalam memberikan suri
tauladan agar anak dapat menyerap apa yang merika ketahui, mereka lihat,
mereka amati dan mereka lakukan dengan melaksanakan budi pekerti yang
baik.
C. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PENDIDIK DAN ORANG TUA
Faktor faktor pendorong pendidik dan orang tua adalah anak didik
yang semangat dan memiliki ambisi yang besar dalam belajar. Orang tua
yang peduli dengan pendidikan anaknya dengan memberikan bantuan dana
dan sarana serta prasarana yang bisaa mendukung dan terlaksananya
kegiatan pembelajaran di sekolah. Faktor penghambat yang dihadapi
pendidik atau orang tua dengan menggunakan pendekatan konstruktivis
yaitu terbatasnya alat edukasi pendidikan yang ada di dalam kelas. Guru
sering menghadapi anak yang rewel, berebutan dengan teman ketika
bermain mainan, saling menganggu serta belum dapat difungsikannya alat
permainan edukatif (APE) secara maksimal terbatasnya jumlah pengasuh
sehingga pekerjaan menjadi ganda. Ruangan sekolah yang kurang luas
yang menjadikan anak kurang bebas dan luas dalam bermain serta
halaman sekolah yang sempit menjadikan kegiatan belajar tidak bisa
maksimal. Upaya untuk mengatasi penghambat tersebut berupaya untuk
membagi tugas sebagai pendidik dan pengasuh diperjelas sehingga tugas
tidak tumpang tindih.
Pengembangan moral anak usia dini dengan pendekatan
konstruktivis meliputi aspek ketrampilan sosial. Kecerdasan anak usia dini
meliputi kegiatan bermain di ruang bermain, yang terdiri dari bermain
purzel, bermain origami, bermain balok balok kayu, perahu goyang,
bermain alat alat masak, serta bermain alat pertukangan. Kegiatan belajar
yang dilakukan dari pengenalan diri dan lingkungan, mengenal macam-
macam buah buahan, mengeanl macam-macam binatang, mengenal
hubungan sebab akibat, mengenal bunyi-bunyian , suara alat musik,
mengenal warna, bentuk dan ukuran, mengenal konsep waktu, mengenal
hitungan sederhana, dan merasaakan suatu makanan, dan menyiapkan
serta menyajikan makanan burger dan minuman susu serta belajar
membatik.

D. NILAI-NILAI LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Lingkungan yang ada di sekitar anak merupakan salah satu sumber


belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini. Lingkungan menyediakan
berbagai hal yang dapat dipelajari anak.
Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah
terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk
kepentingan pendidikan. Sumber belajar lingkungan ini akan semakin
memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka belajar tidak
terbatas oleh empat dinding kelas. Selain itu kebenarannya lebih akurat,
sebab anak dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan
potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
Penggunaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar
yang lebih bermakna (meaningfull learning) sebab anak dihadapkan
dengan keadaan dan situasi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi
prinsip kekonkritan dalam belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan
anak usia dini.
Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan mendorong
pada penghayatan nilai-nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada di
lingkungannya. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan
bisa mulai ditanamkan pada anak sejak dini, sehingga setelah mereka
dewasa kesadaran tersebut bisa tetap terpelihara.
E. MACAM-MACAM LINGKUNGAN BELAJAR

Pada dasarnya semua jenis lingkungan yang ada di sekitar anak


dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kegiatan pendidikan untuk
anak usia dini sepanjang relevan dengan komptensi dasar dan hasil belajar
yang bisa berupa lingkungan alam atau lingkungan fisik, lingkungan sosial
dan lingkungan budaya atau buatan.
a. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang
sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-
batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan (flora dan fauna), sungai, iklim,
suhu, dan sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis
lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh anak. Sesuai
dengan kemampuannya, anak dapat mengamati perubahan-perubahan yang
terjadi dan dialami dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga proses
terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan anak akan
lebih memahami gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya
sehari-hari, lebih dari itu diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran
sejak awal untuk mencintai alam, dan mungkin juga anak bisa turut
berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan alam.
b. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana telah diuraikan di atas jenis
lingkungan lain yang kaya akan informasi bagi anak usia dini yaitu
lingkungan sosial. Hal-hal yang bisa dipelajari oleh anak usia dini dalam
kaitannya dengan pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar
ini misalnya:
1. Mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana
anak tinggal. mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di
sektiar tempat tinggal dan sekolah.
2. Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar
tempat tinggal dan sekolah.
3. Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar
tempat tinggal dan sekolah.
4. Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat
tinggal dan sekolah.
5. Mengenal struktur pemerntahan setempat seperti RT, RW, desa atau
kelurahan dan kecamatan.
6. Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan
pendidikan untuk anak usia dini sebaiknya dimulai dari lingkungan
yang terkecil atau paling dekat dengan anak.
c. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan lingkungan alam yang sifatnya
alami, ada juga yang disebut lingkungan budaya atau buatan yakni
lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-
tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Anak dapat
mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya,
pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta
aspek lain yang berkenan dengan pembangunan dan kepentingan manusia
dan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan
rencana kegiatan atau program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan
ini dapat memperkaya dan memperjelas bahan ajar yang dipelajari dan
bisa dijadikan sebagai laboratorium belajar anak.
Menurut Ki Hajar Dewantara, lingkungan pendidikan mencakup:
1) lingkungan keluarga, 2) lingkungan sekolah, dan 3) lingkungan
masyarakat (Munib, 2004:76). Ketiga lingkungan itu sering disebut
sebagai tripusat pendidikan yang akan mempengaruhi manusia secara
bervariasi.

F. PEROSES PERKEMBANGAN MORAL


Proses perkembangan moral sejak Januari hingga Oktober 2009,
memang tidak bisa dijauhkan dari rentang meningkat 35% dibandingkan
tahun perkembangan yang terjadi pada masa anak- sebelumnya. Pelakunya
rata-rata berusia 13 anak, karena perkembangan moral memang hingga 17
tahun. Data ini menyebutkan, menjadi satu fase tersendiri dalam mulai
Januari hingga Oktober jumlah kasus perkembangan seorang individu,
terutama kriminal yang dilakukan anak-anak dan pada anak-anak. Menurut
Santrock (2002), remaja tercatat 1.150, sementara pada 2008
perkembangan moral adalah salah satu hanya 713 kasus. Ini berarti ada
peningkatan dimensi penting dalam perkembangan sosio- 437 kasus.
Adapun jenis kasus kejahatan itu emosional anak. Perkembangan moral
antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan (moral development)
berkaitan dengan dan pemerkosaan (Kalyamandira, 2009). aturan dan
konvensi tentang apa yang Ada pula berita yang direportase oleh
seharusnya dilakukan oleh individu dalam Masyhari (2010) yang
menyebutkan bahwa interaksinya dengan orang lain (Santrock, kasus
kejahatan yang dilakukan oleh anak2002). anak cenderung mengalami
kenaikan di Kohlberg (1995) mengemukakan Kediri. Balai
Pemasyarakatan (Bapas) bahwa orang-orang itu dapat berbicara Kediri
mencatat, sebanyak 217 kasus yang mengenai anak sebagai subjek yang
menjadi penelitian masyarakat (litmas) memiliki moralitas atau
serangkaian selama kurun waktu awal Januari hingga moralitasnya sendiri.
Orang dewasa jarang awal September 2010. Data yang diperoleh
mendengarkan cara berpikir moral anak. dari Bapas Kediri menunjukkan
ada Menurut Piaget (Santrock, 2002), anak-anak kenaikan kasus dalam
setiap bulannya. Pada berpikir dengan dua cara yang jelas-jelas Januari ada
16 kasus, Februari 30 kasus, berbeda tentang moralitas, tergantung pada
Maret 32 kasus, April 41 kasus, Mei 23 kedewasaan perkembangan anak-
anak kasus, Juni 19 kasus, Juli 17 kasus, Agustus tersebut. Piaget
(Santrock, 2002) 31 kasus dan hingga awal September ini 8
mengungkapkan bahwa anak-anak memiliki kasus. Para pelaku kejahatan
tersebut adalah dua tahap perkembangan moral, yakni anak-anak dengan
usia belasan tahun dan heteronomous morality dan autonomous
menduduki sekolah tingkat SD, SMP hingga morality. Pada tahap
autonomous morality SMA, yang kebanyakan anak-anak tersebut ini anak
menjadi sadar bahwa aturan-aturan melakukan tindak kejahatan pencurian.
dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia Selain itu, diberitakan pula
bahwa dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang pada tahun 2010
sebanyak 921 anak di harus mempertimbangkan maksud-maksud Provinsi
Bengkulu harus berurusan dengan pelaku dan juga akibat-akibatnya.
Pertama, metode bercerita. Bercerita dapat dijadikan metode untuk
menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Otib Satibi
Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan
berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan
sebagainya. Ketika bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat
peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir
secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka,
tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa
memanfaatkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat
cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa.
Kedua, metode bernyanyi. Metode bernyanyi adalah suatu pendekatan
pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan
bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk
membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan,
mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada. Pesan-pesan
pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya
tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat
disamakan dengan orang dewasa. Anak merupakan pribadi yang memiliki
keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam
menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan
orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan moral
melalui ceramah atau tanya jawab saja.
Ketiga, metode bersajak atau syair. Pendekatan pembelajaran melalui
kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan
menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara
psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa
ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu
yang belum pernah dialami atau dilakukannya. Melalui metode sajak guru
bisa menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan
metode yang juga membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia.
Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan
menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk
menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu. Secara
nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki kemampuan untuk
menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu
melalui sajak sederhana (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.29)
Keempat, metode karyawisata. Metode karya wisata bertujuan untuk
mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang
sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif,
bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan
pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu
dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek
perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai adalah tema:
binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan.
Kelima, pembiasaan dalam berperilaku. Kurikulum yang berlaku di
TK terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui
pembiasaan- pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini
dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa
sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman,
merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan
sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika
anak melanggar segera diberi peringatan.
Keenam, metode bermain. Dalam bermain ternyata banyak sekali
terkandung nilai moral, diantaranya mau mengalah, kerjasama, tolong
menolong, budaya antri, menghormati teman. Nilai moral mau mengalah
terjadi manakala siswa mau mengalah terhadap teman lainnya yang lebih
membutuhkan untuk satu jenis mainan. Pengertian dan pemahaman
terhadap nilai moral mau menerima kekalahan atau mengalah adalah salah
satu hal yang harus ditanamkan sejak dini. Seringkali terjadi sikap moral
tidak terpuji seperti perusakan dan tindakan anarkis lainnya yang
dilakukan oleh oknum tertentu ketika ia kalah dalam suatu persaingan,
misalnya dalam pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, atau bahkan
dalam pemilihan presiden. Oleh karena itu betapa penting untuk
menanamkan nilai moral untuk mau menerima kekalahan sejak usia dini.
Ketujuh, metode outbond. Metode Outbond merupakan suatu kegiatan
yang memungkinkan anak untuk bersatu dengan alam. Melalui kegiatan
outbond siswa alan dengan leluasa menikmati segala bentuk tanaman,
hewan, dan mahluk ciptaan Allah yang lain. Cara ini dilakukan agar anak
tidak hanya memahami apa yang diceritakan atau dituturkan oleh guru
atau pendidik di dalam kelas. Melainkan mereka diajak langsung melihat
atau memperhatikan sesuatu yang sebelumnya pernah diceritakan di dalam
kelas, sehingga apa yang terjadi di kelas akan ada sinkronisasi dengan apa
yang tampak di lapangan atau alam terbuka.
Kedelapan, bermain peran. Bermain peran merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam menanamkan nilai moral kepada anak TK.
Dengan bermain peran anak akan mempunyai kesadaran merasakan jika ia
menjadi seseorang yang dia perankan dalam kegiatan bermain peran.
Misalnya tema bermain peran tentang kasih sayang dalam keluarga. Anak
akan merasakan bagaimana seorang ayah harus menyayangi anggota
keluarga, bagaimana seorang ibu harus menyayangi keluarga, begitu juga
bagaimana dengan anak-anaknya.
Kesembilan, metode diskusi. Diskusi yang dimaksud di sini adalah
mendiskusikan tentang suatu peristiwa. Biasanya dilakukan dengan cara
siswa diminta untuk memperhatikan sebuah tayangan dari CD, kemudian
setelah selesai siswa diajak berdiskusi dengan guru tentang isi tayangan
CD tersebut. Isi diskusinya antara lain mengapa hal tersebut dilakukan,
mengapa anak itu dikatakan baik, mengapa harus menyayangi dan
sebagainya.
Kesepuluh, metode teladan. Menurut Cheppy Hari Cahyono (1995 :
364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat menempatkan
dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat
menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan
refleksi. Guru hendaknya menjadi figur yang dapat dicontoh dalam
bertingkah laku oleh siswanya. Secara kodrati manusia merupakan
makhluk peniru atau suka melakukan hal yang sama terhadap sesuatu yang
dilihat. Apalagi anak-anak, ia akan senantiasa dan sangat mudah meniru
sesuatu yang baru dan belum pernah dikenalnya, baik itu perilaku maupun
ucapan orang lain.
Metode penananaman nilai moral di atas banyak membawa pengaruh
yang positif terhadap perkembangan moral anak. Adapun metode yang
digunakan oleh masing-masing sekolah tidak sama, artinya ada penonjolan
atau pengutamaan penggunaan metode-metode tertentu di sekolah sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan guru dalam melaksanakan metode
tersebut. Selain itu penggunaan metode dalam penanaman nilai moral
tersebut disesuaikan juga dengan karakteristik masing-masing anak di
sekolah tersebut.
Misalnya nilai moral yang ditanamkan melalui cerita. Jika dibawakan
dengan baik oleh sang guru maka nilai moral yang terkandung di dalam
cerita tersebut dapat dipahami oleh anak dengan baik. Sebaliknya, apabila
guru atau pendidik kurang menguasai teknik bercerita maka nilai moral
yang hendak disampaikan kurang berhasil dengan baik, bahkan anak
cenderung bermain sendiri tidak memperhatikan cerita yang disampaikan
oleh guru. Oleh karena itu dalam penyampaian nilai moral melalui cerita
seorang guru disamping harus paham dengan nilai moral yang hendak
disampaikan, ia juga harus menguasai dengan baik teknik dalam bercerita.
Dengan demikian lambat laun dengan berjalannya waktu anak akan
merubah perilakunya yang semula tidak sesuai dengan nilai yang ada
menjadi lebih baik sesuai dengan tokoh yang diperankan dalam cerita.
Dengan pembiasaan-pembiasaan berperilaku juga lambat laun anak
akan merubah perilaku kurang baik yang kadang-kadang dibawa dari
lingkungan rumahnya menjadi perilaku yang baik sesuai dengan yang
diharapkan. Demikian dengan metode-metode yang lainnya. Akan tetapi
dari metode-metode penanaman nilai moral yang dilakukan tersebut
menurut guru dari kelima TK yang menjadi subjek penelitian menyatakan
bahwa menurutnya metode bercerita adalah yang paling efektif.
Metode cerita dianggap paling efektif karena anak-anak lebih tertarik
dengan metode tersebut dibandingkan dengan metode penanaman nilai
moral yang lain. Meskipun dengan menggunakan metode ini seorang guru
harus lebih memahami dahulu nilai moral yang hendak ditanamkan dan
penguasaan teknik becerita. Teknik bercerita ini misalnya dapat dilihat
ketika seorang guru mengisahkan tokoh yang sedang bersedih, maka ia
harus mampu membawa siswa untuk menghayati dan hanyut dalam
perasaan sedih seperti yang dirasakan oleh tokoh yang sedang diceritakan.
Sebaliknya, ketika seorang guru menceritakan tokoh yang sedang
memiliki rasa gembira, maka guru harus dapat membawa siswa untuk
turut serta merasakan kegembiraan yang dirasakan oleh seorang tokoh.
Metode yang telah dilakukan guru dari kelima TK tersebut dalam
menanamkan nilai moral kepada siswanya tentunya tidaklah berjalan
secara mulus. Dalam suatu proses tidak akan terlepas dari suatu kendala.
Adapun kendala yang dihadapi oleh guru-guru TK di lapangan ketika akan
menerapkan metode penanaman nilai moral sangat beragam. Ada kendala
yang datang atau berasal dari guru itu sendiri (faktor internal) dan ada
juga kendala yang datang dari luar (faktor eksternal). Termasuk dalam
faktor eksternal ini misalnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
sekolah, keterputusan hubungan atau komunikasi dengan orang tua tentang
nilai-nilai moral yang hendak dikembangkan, dan termasuk pula di
dalamnya faktor lingkungan sekitar.
Dalam penggunaaan metode bercerita guru harus senantiasa mencari
cerita-cerita yang baru guna menghindari kebosanan pada siswanya. Guru
harus mampu membawakan cerita yang menarik bagi siswanya. Sementara
tidak semua guru mampu membawakan cerita dengan baik. Kendala ini
termasuk dalam kendala atau faktor internal. Hal inilah yang kemudian
menjadikan cerita kadang hanya dimonopoli oleh kelas yang gurunya
pandai bercerita.
Selain kendala yang datang dari guru itu sendiri (internal) ada juga
faktor lain yaitu kurangnya sarana atau media untuk bercerita. Misalnya,
dengan menggunakan boneka kecil yang dimasukkan ke dalam tangan atau
benda-benda lain sebagai media untuk memudahkan dan menarik
perhatian siswa. Melalui penggunaan media dalam bercerita sebenarnya
nilai moral yang hendak ditanamkan kepada siswa akan mudah untuk
dijelaskan dan dipahami oleh siswa. Karena tidak tersedianya media
bercerita yang ada terkadang cerita yang disampaikan oleh guru kurang
dimengerti oleh siswa.
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam menerapkan metode
bercertia dalam menanamkan nilai moral kepada anak TK, para guru telah
melakukan berbagai upaya. Misalnya guru yang kurang mampu atau
belum menguasai teknik bercerita mereka tidak segan-segan untuk
senantiasa belajar, baik kepada guru yang dianggap lebih mampu atau ke
lembaga di luar sekolah. Melalui saling keterbukaan di antara para guru ini
mereka saling mengoreksi kekurangan guru lain, dan menjadikan
kekurangan atau kelemahan yang dimiliki dapat diminimalisir. Selain itu
untuk mengatasi kendala kurangnya penguasaan terhadap teknik bercerita,
para guru juga belajar melalui berbagai sumber buku tentang cerita.
Kendala lain yang dihadapi adalah ketika guru atau pendidik
menerapkan metode pembiasaan dalam berperilaku. Kendala yang
dihadapi misalnya kurangnya konsistensi sikap orang tua dengan apa yang
diajarkan di sekolah. Demikian pula dengan perilaku yang terjadi di
lingkungan rumah si anak. Di sekolah sudah diajarkan kebiasaan-
kebiasaan yang baik, namun hal itu menjadi terputus ketika anak di rumah.
Terkadang di rumah orang tua kurang mendukung apa yang telah
dilakukan oleh guru di sekolah. Padahal antara waktu anak dirumah dan di
sekolah jauh lebih banyak anak di rumah. Demikian pula ketika di sekolah
dan di rumah sudah ada konsistensi dalam kebiasaan berperilaku, tetapi
lingkungan sekitar dimana anak tinggal kurang mendukung atau tidak
memiliki konsistensi dalam berperilaku. Upaya yang dilakukan untuk
mengatasi hal itu adalah dengan mengadakan pertemuan rutin dengan
orang tua wali dalam kurun waktu tertentu secara kontinyu.
1. Pengaruh Lingkungan Belajar Tehadap Hubungan Belajar
Anak-anak belajar melalui interaksi langsung dengan benda-
benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada guru kesempatan
untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka,
bentuk dan ukuran.Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah
menjelaskan konsep-konsep tertentu secara alami. Konsep warna yang
diketahui dan dipahami anak di dalam kelas tentunya akan semakin
nyata apabila guru mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep
warna secara nyata yang ada pada lingkungan sekitar.
Dari hasil analisis data secara simultan terbukti bahwa
terdapathubungan yang substansial antara fasilitas belajar dan
lingkungan belajardengan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain,
terdapat hubungan yang cukuptinggi antara fasilitas belajar dan
lingkungan belajar terhadap prestasi belajarsiswa. Bila ditinjau dari
nilai signifikansinya, maka fasilitas belajar danlingkungan belajar
sama-sama memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar.Dari nilai
koefisiennya dapat dilihat bahwa fasilitas belajar dan
lingkunganbelajar memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar.
Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa makin baik fasilitas
belajar dan lingkungan belajar.
2. Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Psikologis
Lingkungan pada umumnya memberikan tantangan untuk
dilalui oleh anak-anak. Pemanfaatannya akan memungkinkan anak
untuk mengembangkan rasa percaya diri yang positif. Misalnya bila
anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang
memungkinkan untuk mereka panjat. Dengan memanjat pohon
tersebut anak mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian
dari pengembangan aspek emosinya.Rasa percaya diri yang dimiliki
oleh anak terhadap dirinya sendiri dan orang lain dikembangkan
melalui pengalaman hidup yang nyata. Lingkungan sendiri
menyediakan fasilitas bagi anak untuk mendapatkan pengalaman hidup
yang nyata.

G. LINGKUNGAN BELAJAR DAN BERMAIN DI TK

Penggunaan dan pengaturan lingkungan belajar merupakan suatu


kegiatan yang didasarkan atas berbagai pertimbangan. Baik yang terkait
dengan pengembangan anak secara optimal, maupun yang terkait dengan
luasnya ruangan yang tersedia, ataupun bahan-bahan dan peralatan yang
ada.
Keberhasilan pelaksanaan program untuk pendidikan di TK sangat
tergantung dari cara pengaturan lingkungan belajar dan bermain serta
penggunaan alat permainan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Kesenangan anak didik untuk bersekolah dipengaruhi oleh lingkungan
sekolah, maka pengaturan lingkungan, alat permainan pada khususnya dan
sumber belajar pada umumnya harus rapi, menarik, dan dengan efisiensi
yang tinggi sehingga dapat dinikmati dan dirasakan oleh anak.
a. Prinsip-Prinsip Pengaturan Lingkungan Belajar Dan Bermain Anak
 Tingkat Perkembangan Anak
Pengaturan lingkungan belajar dan bermain perlu
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik dalam segi
perkembangan kognitif, motorik, bahasa, maupun psikososial.
 Stimulasi Perkembangan Anak
Lingkungan belajra dan bermain hendaknya diatur dengan
tujuan untuk menstimulasi perkembangan anak. Oleh sebab itu,
lingkungan tersebut harus memberikan kesempatan yang luas
kepada anak untuk eksplorasi, penyelidikan, interaksi sosial,
komunikasi, dan peningkatan kemampuan koordinasi gerakan
motorik.
 Menghindakan Anak Cedera
Lingkungan belajar dan bermain harus ditata sedemikian
rupa sehingga dapat mengindarkan anak dari kemungkinan
mendapat cedera. Penempatan alat-alat, pemilihan alat permainan
dan pengaturan ruangan perlu memperhatikan keselamatan anak.
Setiap guru harus menyadari perlunya merancang dan
mengorganisasikan lingkungan belajar anak dengan tujuan agar
anak selalu tertarik dan terstimulasi untuk mau belajar.
 Informasi yang Berkaitan dengan Anak yang Akan Mengikuti
Kegiatan Belajar
Walaupun melalui informasi tersebut hanya sedikit yang
diketahui oleh guru, tetapi informasi tersebut tetap akan menjadi
sumber pengetahan bagi masing-masing guru. Informasi tersebut
berupa catatan atau laporan tertulis yang dapat diperoleh guru
beberapa waktu sebelum sekolah dimulai. Melalui pertemuan
pertama dengan murid yang datang bersama orang tua akan
menambah informasi sehingga kelas dapat dirancang dan
diorganisasikan oleh guru sesuai anak didik yang telah diterima.
 Kegiatan Harus Dilakukan Anak yang Berkaitan dengan Tujuan
Khusus yang Hendak Dicapai
Apabila tujuan khusus pembelajaran adalah pengembangan
keterampilan sosial maka guru perlu mengatur ruangan atau
lingkungan belajar yang memberi kesempatan pada anak untuk
berinteraksi di dalam kerja kelompok. Misalnya, guru mengatur
tempat yang menarik minat anak untuk berinteraksi di dalam
kelompok, seperti menyediakan sudut permainan drama atau
bermain dan lain sebagainya.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan guru adalah kebutuhan
ruang bagi masing-masing anak baik di dalam maupun di luar ruang
belajar, untuk memberikan kebebasan bergerak pada masing-masing
anak.
a. Perencanaan Lingkungan Belajar Dan Bermain Di Tk
 Perencanaan Harian
Perencanaan harian perlu dibuat oleh guru karena
mempengaruhi pengaturan lingkkungan belajar. Setiap rencana
harian membutuhkan peralatan dan pengaturan lingkungan belajar
yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Keteraturan di
sekitar anak-anak akan merangsang rasa keteraturan di dalam diri
mereka.
 Kesehatan, Keamanan, dan Saniter
Perencanaan lingkungan belajar juga memperhatikan hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, juga saniter.
Cahaya yang masuk keruangan, temperatur ruangan, dan ventilasi
yang cukup untuk pergantian udara. Disamping itu, WC, kamar
mandi, keran air yang diperlukan anak untuk mencuci tangan.
Kondisi saniter secara umum merupakan aspek lain dari
kesehatan dan keamanan yang perlu mendapatkan perhatian.
 Keindahan , Stimulasi, dan Stimulasi
Lingkungan belajar juga memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan keindahan, informasi, dan stimulasi. Ruangan
dan tempat-tempat lainnya ditata sedemikian rupa sehingga
menarik perhatian anak dan orang dewasa. Keindahan tersebut
hendaknya memberikan berbagai informasi kepada anak dan
menstimulasi anak untuk melakukan hal-hal yang diinformasikan.
b. Pengaturan Lingkungan Belajar Dan Bermain Di Dalam Kelas
Hal-hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Susunan meja dan kursi anak dapat diubah-ubah;
2. Pada waktu mengikuti kegiatan, anak-anak tidak selalu duduk
di kursi, tetapi dapat juga duduk di tikar/karpet;
3. Penyediaan alat peraga harus disesuaikan dengan kegiatan
yang akan dilaksanakan;
4. Pengelompokan meja disesuaikan kebutuhan sehingga cukup
ruang gerak bagi anak didik;
5. Peletakan dan penyimpanan alat bermain diatur sesuai dengan
fungsinya;
6. Berilah batasan-batasan terhadap area-area yang terpisah;
7. Identifikasi area-area yang relatif memerlukan ketenangan;
8. Perhatikan ruangan-ruangan yang memerlukan meja karena
anak TK lebih sering menggunakan lantai atau ruangan-
ruangan terbuka;
9. Tempatkan area-area kegiatan di dekat sumber-sumber yang
diperlukan;
10. Lengkapi area-area kegiatan dengan cahaya yang cukup
terutama untuk tempat membaca, menulis, dan menggambar,
serta merawat tanama; dan
11. Ruangan diatur sedemikian rupa sehingga guru dapat
memantau secara maksimal dari setiap lokasi untuk
memastikan keamanan yang berarti memastikan setiap anak
selalu dalam pengawasan.
Begitu pula dengan perabotan/
perlengkapan/bahan/peralatan yang akan dipergunakan juga harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Keamanan, seperti :
1. Tidak tajam, tidak runcing, tidak ada paku yang menonjol,kawat
yang lepas
2. Tidak mudah pecah;
3. Tidak mengandung racun; dan
4. Tidak menggunakan aliran listrik.
Sesuai dengan kondisi anak,
Materi yang dipilih harus disesuaikan dengan minat, usia,
dan kemampuan anak.
1. Kualitas dan Keawetan
Hendaknya alat yang dipergunakan di sekolah dapat tahan lama,
tetapi relatif murah. Karena di sekolah alat akan dipergunakan
oleh sejumlah anak secara bergantian dan terus-menerus sehingga
harus dipilih yang kuat.
2. Alat yang dipilih untuk sekolah harus dapat dipakai untuk
berbagai tujuan pembelajaran.
3. Perabot yang ada di dalam ruang kelas sebaiknya mudah
dipindah-pindahkan dan disesuaikan dengan ukuran anak.
c. Pengaturan Lingkungan Belajar Dan Bermain Di Luar Kelas
Secara umum pengaturan lingkungan bermain di luar kelas
perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Keseimbangan Area
Dapat diwujudkan dengan menciptakan beberapa area sebagai
berikut :
1. Area tubuh,
2. Area terbuka untuk sinar matahari,
3. Area melompat,
4. Area memanjat dan bergantungan,
5. Area mendaki,
6. Area untuk menanam/bunga-bungaan, dan
7. Area bermain pasir.
8. Jalan Kecil/Trotoar
Jalan kecil dubuat dari semen atau batu bata. Di jalan kecil
ini tidak ada satu barang pun yang ditempatkan karena akan
mengganggu kebebasan anak dan orang dewasa yang
menggunakan jalan kecil tersebut.
 Pemilihan Peralatan Bermain
Berbagai jenis peralatan bermain perlu disediakan bagi
lingkungan bermain di luar kelas, seperti peralatan untuk
memanjat, meluncur, bergantung, mendorang dan menarik,
serta melempar dan menangkap.
 Tingkat Perkembangan dan Kebutuhan Anak
Agar anak terjaga rasa aman bermain di luar kelas harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya pagar pengaman (tingginya minimum 4 kaki),
2.  Jarak area bermain,
3. Alat-alat yang dipergunakan hendaknya sesuai dengan usia
tahap usia anak,
4. Alat bermain sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga
tidak ada bagian yang tajam, runcing, dan mudah rusak,
5. Alat-alat hendaknya kuat dan tidak mudah lepas bagian-
bagiannya,
6. Tempat bermain harus bebas dari aliran listrik yang
membahayakan, dan
7. Pengawasan dari guru yang memadai.

H. ALAT PERMAINAN DI AREA DAN KEGIATAN DI DALAM DAN


DI LUAR KELAS
1. Alat-Alat Permainan Diarea Atau Sentara Kegiatan Didalam Kelas
Area kegiatan ini diselenggarakan diTK dengan ala-alat
permainan yang    menarik dan dimaksudkan untuk menimbulkan
suasana yang menyenangkan dan     keakraban sesama teman sehingga
anak merasa betah tertinggal disekolah.
Alat-alat permainan yang digunakan pada tiap-tiap area adalah sebagai
berikut:
 Area atau sentra kesenian
Alat-alat yang dapat digunakan disentra  kesenian adalah pensil warna,
cat, gunting, krayon, kapur tulis, kain perca, arang, benang, kelereng,
lem, kuas, plastisin, dan sebagainya.
  Area atau senra perpustakaan
Alat-alat yang dapat digunakan disentra perpustakaan antara lain: rak
buku, meja, kursi, karpet, banta-bantal kecil, poster, lukisan, dan
gambar-gambar lain yang memberikan informasi.
  Area atau sentra bermain drama
Alat-alat yang dapat digunakan disentrea bermain drama antara lain:
perabotan dapur, lemari, meja , kursi, meja makan, boneka, kostum
binatang, celemek, sarung tangan, dan lain-lainnya.
 Area musik
Alat-alat yang dapat digunakan diarea musik antara lain:piano,
gitar, angklung, alat-alat perkusi, alat musik buatan guru dll. Juga dapat
menggunakan bahan dari alam atau lingkungan sekitar.
 Area permainan balok dan logo/lego
Alat-alat yang digunakan pada area balok antara lain, balok
berbagai ukuran, lego/logo, kubus, kardus bekas, rambu-rambu lalu
lintas, binatang-binatangan, mobil-mobilan, dll
  Area permainan matematika
Alat-alat yang digunakan di area ini adalah kartu-kartu angka,
tutup botol, kerang, batu-batuan, biji-bijian, puzzle, dll.
 Area IPA atau sains
Alat-alat yang digunakan di sentra IPA berdasarkan topik dan
aktivitasnya antara lain makhluk hidup, binatang, tumbuhan, energi,
ruang dan waktu.
 Area / sentra agama
Alat-alat yang digunakan disentra agama adalah peralatan
ibadah, gambar atau poster bacaan atau do’a, gambar atau poster yang
menunjukkan nilai moral/ budi pekerti dan sebagainya.
2. Alat-Alat Permainan Di Area/ Sentra Kegiatan Diluar Kelas
Alat-alat bermain diluar kelas yang disajikan hendaknya dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak guna memupuk perkembangan
jasmani, intelektual, emosional, dan sosial. Tugas guru adalah memberi
kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai pengalaman bermain
dengan menggunakan berbagai macam alat bermain dan memberi bantuan
serta bimbingan pada saat-saat diperlukan.
 Area memanjat
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu anak memanjat adalah :
1. Anak tidak dibiarkan memanjat, sementara tangannya memegang
suatu benda
2. Anak secara bergantian dalam melakukan kegiatan ini
3. Anak tidak dibiarkan memanjat selain pada area yang diperbolehkan
untuk memanjat
4. Area bermain pasir dan air
Alat-alat yang dapat digunakan di area ini antara lain bak air, bak
pasir, botol, cangkir, mobil-mobilan dll.
 Area melempar dan menangkap
Alat-alat yang dapat digunakan di area ini antara lain bola kaki, bola
basket, bola kasti, dll.
 Area olah raga atau jasmani
Alat-alat yang dapat digunakan di area ini antara lain simpai, papan
titian, karet, kardus bekas, tali, lantai dll.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang ada pada bab sebelumnya maka dapat


ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
a. Lingkungan belajar adalah segala sesuatu yang berada di sekitar peserta
didik yang dapat membuat peserta didik merasa senang, aman, nyaman
dan termotivasi untuk belajar yang meliputi lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat.
b. Menurut Ki Hajar Dewantara, lingkungan pendidikan mencakup: 1)
lingkungan keluarga, 2) lingkungan sekolah, dan 3) lingkungan
masyarakat.
c. Pendidikan moral pada anak usia dini melalui pendekatan konstruktivitis
menjadikan anak atau pelajar otonom selamanya. Anak akan dipandu
oleh akal dan pikiran serta keyakinan juga komitmen.Bimbingan guru
atau orang dewasa adalah memberikan bantuan pada kebebasan anak.
Belajar di sini menjadikan anak bebas memilih apa yang akan
diketahuinya, anak akan belajar bersama melalui saling memberi dan
menerima. Guru tidak hanya memberi namun juga menerima dari anak.
Anak belajar melalui proses di kelas secara kecerdasan sosial.

B. SARAN

Agar keberhasilan pelaksanaan program untuk pendidikan di TK


maka guru harus memperhatikan cara pengaturan lingkungan belajar dan
bermain anak serta penggunaan alat permainan di dalam kelas maupun di
luar kelas. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal itu adalah dengan
mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua wali dalam kurun waktu
tertentu secara kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2005. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka

Anggani, Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat permainan. Jakarta : Grasindo

Montolalu, dkk. 2008. Materi Pokok Bermain dan Permainan Anak. Jakarta :

Universitas Terbuka

Yuke, Indrati. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Anak Usia

Dini.      Jakarta : Pusat Kurikulum Depdiknas

Drs. M. Dalyono. 2005. Psikologi pendidikan. Jakarta; jl jend. Sudirman. Kav 36


A. penerbit Rineka Cipta 

Johar, Dr RAhmah dkk, Strategi Belajar Mengajar,2006. Banda Aceh

http://psikopend/Jenis-jenis lingkungan pendidikan « Zoothera (Thrush).htm

http://psikopend/Menghadapi Masalah-masalah Pengelolaan Kelas «


giearyasiva.htm

http://PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK


ANAK USIA DINI « Ilmuwan Muda.htm

http://Pengaruh Lingkungan terhadap Individu _ AKHMAD SUDRAJAT


TENTANG PENDIDIKAN.htm

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304487/B1-JURNAL
%20KEPENDIDIKAN-LEMLIT%20UNY.pdf

Anda mungkin juga menyukai