Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FAMILY THERAPY
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Teori dan Teknik Konseling
Dosen Pengampu : Karyanti, M.Pd & Istiqomah Hafid, M.Psi

Disusun oleh :
Tika Oktaviyanti 18.21.019825

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, kekuatan dan petunjuk-Nya. Dimana dengan izin-Nyalah saya dapat
menyelesaikan makalah saya yang berjudul “Pendekatan Famili Therapy”.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena
itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat.

Pemakalah menyusun makalah sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas


mata kuliah Teori dan Teknik Konseling. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, atas kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhya
kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Wassalmu’alaikum Wr. Wb

Palangka Raya, Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar
Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

A. Tokoh......................................................................................................................3
B. Sejarah……….………...........................................................................................4
C. Hakikat Manusia.....................................................................................................4
D. Pembinaan Hubungan.............................................................................................6
E. Asesmen.................................................................................................................7
F. Masalah Konseli.....................................................................................................8
G. Tujuan.....................................................................................................................9
H. Teknik-Teknik........................................................................................................9
I. Prosedur................................................................................................................11
J. Terminasi dan Tindak
Lanjut................................................................................13

BAB III PENUTUP.......................................................................................................14

Simpulan......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah sekelompok orang yang diikat oleh darah, perkawinan, atau
adopsi yang lantas membentuk satu rumah tangga tunggal tempat mereka
menjalankan peran sebagai suami, istri, anak, ayah atau ibu dan membentuk kultur
bersama. Terapi keluarga pada dasarnya adalah setiap penanganan psikoterapi bagi
keluarga untuk meningkatkan kohesivitas antar anggota keluarga.

Terapi kelurga mempunyai pengertian sebagai terapi yang berfokus pada


interaksi antar anggota keluarga, bukan lagi suatu terapi yang berfokus pada
perorangan. Terapi keluarga diperlukan karena terapi yang berpusat pada satu pribadi
saja tidak akan menyelesaikan persoalan dalam keluarga secara menyeluruh.

Melalui family therapy anggota keluarga dibantu untuk membuka alur


komunikasi dengan membuat keinginan-keinginan mereka diketahui oleh satu sama
lain secara konkrit. Dengan demikian, pendekatan tersebut dalam meningkatkan
perilaku komunikasi dan interaksi anggota-anggota keluarga sebagai suatu sistem.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka dapat disimpulkan beberapa rumusan
masalah yang ada sebagai berikut :

1. Siapa saja tokoh pendekatan family therapy?


2. Bagaimana sejarah adanya pendekatan family therapy?
3. Bagaimana hakikat manusia?
4. Bagaimana pembinaan hubungan dalam pendekatan family therapy?
5. Bagaimana asesmen dalam pendekatan family therapy?
6. Apa saja masalah konseli?
7. Apa tujuan pendekatan family therapy?
8. Apa saja teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan family therapy?
9. Bagaimana prosedur yang dilakukan dalam pendekatan family therapy?
10. Bagaimana terminasi dan tindak lanjut yang dilakukan?

iii
C. Tujuan Masalah

Dari rumusan diatas maka tujuan masalah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh dalam pendekatan family therapy.


2. Mengetahui bagaimana sejarah adanya pendekatan family therapy.
3. Mengetahui bagaimana hakikat manusia.
4. Untuk mengetahui bagaimana pembinaan hubungan dalam pendekatan family
therapy.
5. Untuk mengetahui bagaimana asesmen dalam pendekatan family therapy.
6. Untuk mengetahui apa saja masalah konseli.
7. Untuk mengetahui tujuan pendekatan family therapy.
8. Untuk mengatahui apa saja teknik-teknik yang digunakam dalam pendekatan
family therapy.
9. Untuk mengetahui bagaimana prosedur yang dilakukan dalam pendekatan
family therapy.
10. Agar dapat mengetahui bagaimana terminasi dan tindak lanjut yang dilakukan
dalam pendekatan family therapy ini.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. BEBERAPA TOKOH TERAPI KELUARGA


1. Virginia Satir
Adalah seorang psikiatris pekerja sosial yang berafiliasi Chicago Psychiatric
Institute (CPI). Ia tertarik pada pekerjaan Bowen dalam National Institute of
Mental Health (NIMH). Bowen adalah salah satu seorang pelopor Menninger
Clinic yang terkenal itu bertempat di Topeka, Kansas. Selanjutnya Satir bersama
Jackson di MRI mengembangkan pola-pola komunikasi dalam keluarga. Salah
satu pemberian Satir yang besar adalah kemampuannya menafsirkan maupun
mempraktikan formulasi-formulasi secara kompleksyang terungkap dalam
berbagai metodenya. Buku publikasinya yang terkenal ialah “Conjoint family
Therapy” mengemukakan desimilasi family thrapy sebagai metode.

2. Jay Haley

Ketika Bateson Project berakhir tahun 1962, Jay Haley bergabung dengan
Satir dan Jackson di MRI. Sementara itu ia mengajar mahasiswanya mengenai
proses komunikasi antar manusia dan aplikasi ide-ide ini dalam interaksi di
keluarga. Ia juga terlibat juga dalam berbagai riset dalam bidang ini yang banyak
menyumbang pengembangan bidang family therapy. Haley menyarankan ketika
terapis membangun suatu kerangka yang penuh kebaikan di mana perubahan
sedang berlangsung, si terapis juga membolehkan kliennya melanjutkan perilaku
yang tak berubah dan membiarkan paradoks itu selama perilaku tanpa perubahan
itu masih ada.

3. Salvadore Minuchin
Keluar dari Mental Research Institute (MRI), Haley bergabung dengan
Minuchin di Klinik Bimbingan Anak Philadhelpia (tahun 60-an). Menurut
Minuchin, faktor-faktor penting yang menentukan pola interaksi dalam keluarga
ialah: struktur keluarga, batas-batas wewenang, anggota keluarga, proses system
keluarga, dan pembagian tugas dalam keluarga.

v
B. SEJARAH FAMILY THERAPY

Istilah family counseling (konseling keluarga) sama dengan family therapy, di


mana yang terakhir itu lebih popular di AS. Sebabnya pada masa perkembangan
selanjutnya konseling keluarga lebih banyak digarap oleh para terapis di bidang
psikiatri. Sebelumnya di AS lebih terkenal istilah family counseling (konseling
keluarga), karena pelopornya adalah sosiolog seperti Groves.

Pada tahun 1957 dalam sidang tahunan American Orthopsychiatric


Association (AOA) oleh Bowen dicatat sebagai munculnya family therapy tingkat
nasional, di mana pada bulan mei 1957 terjadi rapat seksi tentang keluarga pada
bidang AOA itu. Dalam bidang itu dapat dicatat: (1) muncul kesadaran di antara
pelopor untuk gerakan itu; (2) munculnya karir praktik keluarga pada terapis-terapis
yang kurang berpengalaman.

Dekade 60-an adalah dekade anak dan remaja dalam gerakan family therapy
(Olso et. A 1980). Jelasnya pada decade ini muncul pengujian ide-ide dalam literature
dan perkembangan family therapy secara nasional di AS. Muncullah Psikiatris
Donald Jackson, dan kemudian Bateson Project sampai tahun 1962. Jackson
mendirikan Mental Research Institute (MRI) di Palo Alto. Kemudian bersamaan
dengan Ackerman tahun 1981 ia menerbitkan jurnal “family process” yang
merupakan jurnal pertama yang berisi teori tentang family therapy, juga tentang
terapi dan risetnya. Jackson menaruh kepedulian terhadap komunikasi antara
penelitian klinis dengan masalah-masalah keluarga. MRI menaruh kepedulian utama
terhadap family therapy itu.

C. HAKIKAT MANUSIA
1. Pandangan Psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia


digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal
ini menyebabkan tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis yang memang ada dalam diri manusia. Terkait hal ini diri
manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas nasibnya seseorang
tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan
kebuTuhandan instingbiologisnya.

vi
2. Pandangan Humanistik

Para humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari


dalam dirinya untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif.
Mereka menganggap manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
Hal ini membuat manusia itu terus berubah dan berkembang untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan lebih sempurna. Manusia dapat pula menjadi anggota
kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik. Mereka juga mengatakan
selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga
digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan mendapatkan sesuatu.

Dalam hal ini manusia dianggap sebagai makhluk individu dan juga sebagai
makhluk sosial.

1. Pandangan Martin Buber

Martin Buber mengatakan bahwa pada hakikatnya manusia tidak bisa


disebut ‘ini’ atau ‘itu’. Menurutnya manusia adalah sebuah eksistensi atau
keberadaan yang memiliki potensi namun dibatasi oleh kesemestaan alam. Namun
keterbatasan ini hanya bersifat faktual bukan esensial sehingga apa yang akan
dilakukannya tidak dapat diprediksi. Dalam pandangan ini manusia berpotensi
utuk menjadi ‘baik’ atau ‘jahat’, tergantung kecenderungan mana yang lebih besar
dalam diri manusia. Hal ini memungkinkan manusia yang ‘baik’ kadang-kadang
juga melakukan ‘kesalahan’.

2. Pandangan Behavioristik

Pada dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia sebagai


makhluk yang reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-faktor dari luar
dirinya, yaitu lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor dominan yang
mengikat hubungan individu. Hubungan ini diatur oleh hukum-hukum belajar,
seperti adanya teori conditioning atau teori pembiasaan dan keteladanan. Mereka
juga meyakini bahwa baik dan buruk itu adalah karena pengaruh lingkungan.

Dari uraian di atas bisa diambil beberapa kesimpulan yaitu;

a) Manusia pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan


hidupnya.
b) Dalam diri manusia ada fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung
jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.

vii
c) Manusia pada hakikatnya dalam proses ‘menjadi’, dan terus berkembang.
d) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu
mengatur dan mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya
sendiri.
e) Dalam dinamika kehidupan individu selalu melibatkan dirinya dalam usaha
untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat
dunia menjadi lebih baik.
f) Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi yang
perwujudannya merupakan ketakterdugaan. Namun potensi itu bersifat
terbatas.
g) Manusia adalah makhluk Tuhan, yang yang kemungkinan menjadi ‘baik’
atau’buruk’.
h) Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku itu
merupakan kemampuan yang dipelajari.

D. PEMBINAAN HUBUNGAN dalam FAMILY THERAPY

Fase ini amat penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan
konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina
hubungan konseling itu. Fase ini harus terjadi ditahap awal dan tahap berikutnya dari
konseling yang ditandai dengan adanya rapport sebagai kunci lancarnya hubungan
konseling itu. Di samping itu, sikap konselor amat penting selain teknik konseling.
Sikap-sikap yang penting dari konselor adalah:

a) Acceptance, yaitu menerima konseli secara ikhlas tanpa mempertimbangkan jenis


kelamin, derajat, kekayaan, dan perbedaan agama. Di samping itu konseli
diterima dengan segala masalahnya, kesulitan, dan keluhan serta sikap-sikapnya
baik positif maupun negative.
b) Unconditional positive regard, artinya menghargai konseli tanpa syarat;
menerima konseli apa adanya, tanpa dicampuri sikap menilai, mengejek, atau
mengkritik.
c) Understanding, yaitu konselor dapat memahami keadaan konseli sebagaimana
adanya.
d) Genuine, yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur dengan dirinya sendiri, wajar
dalam perbuatan dan ucapan.
e) Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (klien).

viii
E. ASESMEN

Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan


informasi dalam bentuk apapun untuk memahami, menilai karakteristik, potensi, atau
masalah-masalah yang ada pada individu atau sekelompok individu dengan
menggunakan teknik tes maupun nontes.

Tahapan dalam melakukan asesmen yaitu mulai dari proses mengumpulkan,


menganalisis dan menginterprestasikan data atau informasi tentang siswa dan
lingkungannya (Komalasari, dkk., 2011). Menurut Santoadi (2010: 115) kegiatan
asesmen terdiri dari beberapa aktivitas sebagai berikut:

a. Penghimpunan atau menggali data dengan metode tertentu untuk


mengungkapkan gejala-gejala yang tampak di permukaan, baik gejala positif
atau gejala negatif.
b. Analisis data penafsiran.
c. Menyimpan data.
d. Memakai data sebagai dasar melakukan intervensi.

Salah satu cara untuk mengumpulkan data/informasi adalah dengan


wawancara. Wawancara dilakukan dengan anggota keluarga (autoamnesa), untuk
mengumpulkam data-data terkait dengan permasalahan yang terjadi di keluarga.
Observasi dilakukan pada saat wawancara untuk melihat perilaku keluarga dalam
beberapa situasi dan skala untuk mengukur perilaku yang dibuat sendiri oleh peneliti.

Intervensi dirancang sebanyak tiga sesi dilakukan selama 60-90 menit. Selama
lima sesi dilakukan secara bertahap, di mana satu sesi terdiri dari socialstage, terapis
memperkenalkan diri dan perannya sebagai seorang terapis. Setelah dilakukan
asesmen terpisah masing-masing subjek, terapis mengumpulkan semua anggota
keluarga untuk hadir. Terapis membangun report pada anggota keluarga agar merasa
nyaman mengikuti terapi. Sesi dua problem stage, terapis menjelaskan tujuan dari
terapi keluarga yang akan dilaksanakan bersama, selanjutnya terapis meminta dari
masing-masing subjek untuk menyampaikam pendapat mengenai permasalahan yang
dihadapi. Masing-masing anggota menyampaikan pendapatnya mengenai
permasalahan yang terjadi.

ix
F. MASALAH KONSELI

Anak di dalam keluarga sering kali mengalami masalah dan berada dalam
kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua. Permasalahan
anak ada kalanya diketahui orang tua. Permasalahan yang diketahui orang tua jika
fungsi-fungsi psikososial dan pendidikannya terganggu. Orang tua akan
menghantarkan anaknya ke konselor jika mereka memahami bahwa anaknya sedang
menghadapi maslah atau sedang mengalami gangguan yang berat. Karena itu
terapi/konseling keluarga lebih banyak memberikan pelayanan terhadap keluarga
dengan anak yang mengalami gangguan.

Hal kedua berhubungan dengan keadaan orng tua. Banyak dijumpai orang tua
tidak berkemampuan dalam mengelola rumah tangngganya, menelantarkan kehidupan
rumah tangganya sehingga tidak terjadi kondisi yang berkeseimbangan dan penuh
konflik, atau memberi perlakuan secara salah (abuse) kepada anggota keluarga lain,
dan sebagainya merupakan keluarga yang memiliki berbagai masalah. Jika engerti
dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yang stabil, mereka
membutuhkan konseling.

Perkembangan belakangan terapi keluarga tidak hanya menangani dua hal


tersebut, permasalahan yang ketiga karena mengalami kondisi yang kurang harmoni
di dalam keluarga akibat stressor perubahan-perubahan budaya, cara cara baru dalam
mengatur keluarganya, dan cara menghadapi dan mendidik anak mereka. Berdasarkan
pengalaman dan penanganan konseling keluarga, masalah yang dihadapi dan
diskonsultasikan kepada konselor antara lain: keluarga dengan anak yang tidak patuh
terhadap harapan orang tua, konflik anggota keluara, perpisahan di antara anggota
keluarga karena kerja di luar daerah, dan anak yang mengalami kesulitan belajar atau
sosialisasi.

Berbagai permasalahan-permaslahan keluarga tersebut dapat diselesaikan


melalui terapi keluarga. Terapi keluarga menjadi efektif untuk mengatasi masalah-
maslah tersebut jika anggota keluarga bersedia untuk mengubah sistem keluarganya
yang telah ada denga cara-cara baru untuk membantu mengaasi anggota keliuarga
bermasalah.

G. TUJUAN TERAPI KELUARGA

x
Tujuan terapi keluarga oleh para ahli dirumuskan secara berbeda. Bowen
menegaskan bahwa tujuan terapi keluarga adalah membantu konseli (anggota
keluarga) untuk mencapai individualitas, menjadi dirinya sebagai hal yang berbeda
dari sistem keluarga. Tujuan demikian ini relevan dengan pandangannya tentang
masalah keluarga yang berkaitan dengan kehilangan kebebasan anggota keluarga
akibat dari peraturan dan kekuasaan keluarga.

Satir menekankan pada tujuan mereduksi sikap defensif di dalam dan antar
anggota keluarga. Pada saat yang sama terapi diharapkan dapat mempermudah
komunikasi yang efektif dalam kontak hubungan antar anggota keluarga. Oleh karena
itu anggota keluarga perlu membuka inner experience (pengalaman dalamnya)
dengan tidak “membekukan” interaksi antar anggota keluarga.

Sedangkan Minuchin mengemukakan bahwa tujuan terapi keluarga adalah


mengubah struktur dalam keluarga, dengan cara menyusun kembali kesatuan dan
menyembuhkan perpecahan antara dan sekitar anggota keluarga. Diharapkan keluarga
dapat menantang persepsi untuk melihat realitas, mempertimbangkan alternatif
sedapat mungkin dan pola transaksional. Anggota keluarga dapat mengembangkan
pola hubungan baru dan struktur yang mendapatkan self-reinforcing.

Glick dan Kessler (Goldenberg, 1983) mengemukakan tujuan umum terapi


keluarga adalah untuk: (1) memfaslitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar
anggota keluarga, (2) mengganti gangguan, ketidak-fleksibelan peran kondisi, (3)
memberi pelayana sebagai model dan pendidik peran tertentu yang ditunjukkan
kepada anggota lainnya.

H. TEKNIK-TEKNIK FAMILY THERAPY

Albert Ellis (1982) mengemukakan teknik-teknik yang bersifat kognitif,


emotif, dan behavioral yang tepat untuk konseling keluarga.

1. Teknik Kognitif (The Cognitive Techniques)

Teknik Kognitif yang disesuaikan dalam kehidupan anggota keluarga adalah


dengan cara luas menggali gangguan emosi dan perilaku . Gangguan bukan
disebabkan oleh kehadiran individu dalam situasi keluarga, tetapi oleh persepsi dan
interpretasinya terhadap situasi keluarga sehingga menyebabkan ia tergnggu
emosinya. Ada individu yang menganggap bahwa orang tuanya tak sepantasnya

xi
miskin, karena orang tua tak mau bekerja keras, sehingga keluarganya berantakan. Ide
anak yang seperti ini menyebabkan ia terganggu emosionalnya sehingga berperilaku
yang merugikan dirinya sendiri dan keluarganya, misalnya malas sekolah, merokok,
dan lain lain. Contoh lain di pihak orang tua, mereka melihat anak gadisnya yang
berperilaku aneh. Misalnya merokok, keluar malam-malam, jarang di rumah. Orang
tua menjadi terganggu, marah dan frustasi, karena menurut pikirannya anak
perempuan harus bersikap patuh dan tidak bertingkah laku seperti itu. Konselor
rational-emotive therapy mengadakan pendekatan orang tua ini dengan tantangan
bahwa mereka tak akan dapat mengubah pikiran anak gadisnya secara langsung, tapi
mereka dapat mengubah reaksi emosionalnya terhadap anaknya sehingga terganggu
perilakunya. Perbaiki reaksi negative orang tua, dengan reaksi manis yang positif
membangun dengan cara berdiskusi dengan anak.

Orang tua dapat mnegubah perasaan, dapat melawan pikirannya dan


keyakinannya dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang tua “busuk” yang
curang, yang hanya suka menyalahkan perilaku anak yang menyimpang. Buanglah
keyakinan orang tua adalah benar sendiri, bahwa semua anak seharusnya manis selalu
kepada orang tua, semua anak harus patuh, dan meniru saja kelakuan orang tuanya
dan sebagainya. Secara singkat orang tua mempunyai kekuatan untuk melakukan
sesuatu tentang usaha mengusir kekacauan emosi dan konflik yang terus menerus,
walaupun anak gadisnya tidak mau berubah.

2. Teknik Emotif (Emotive Techniques)

Teknik-teknik ini didesain untuk menunjukkan kepada anggota keluarga bahwa


perasaan-perasaan mereka. Teknik evokatif dan dramatik adalah cara yang biasa
dilakukan untuk mengubah filsafat dan keyakinan seseorang. Salah satu teknik yang
dipakai perumpamaan, ibarat, tamsil dan rasional-emotive yang digunakan untuk
memadamkan atau menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang tak diinginkan dan
menggantikannya dengan kebiasaan baru yang diinginkan (Maultsby, 1981). Pada
teknik ini konseli disuruh menghayalkan perasaan perasaan yang jelek (misalnya:
kengerian, kemarahan, keputus-asaan). Kemudian digantikan dengan perasaan-
perasaan tenang, sabar, dan optimis.

3. Teknik Behavioral (Behavioral Techniques)

Teknik adalah dasar dari rational-emotive therapy. Anggota keluarga diberi tugas-
tugas pekerjaan rumah yang harus dikerjakan pada situasi nyata di keluarga, dan
buikan hanya dikhayalkan saja. Untuk menghindarkan keadaan keluarga yang tidak

xii
menyenangkan, maka orang tua mengusahakan agar anggota keluarga menghadapi
situasi dan mencoba untuk mengubah cara-cara yang tidak sesuai. Penggunaan
kontrak dengan konselor perlu untuk menjamin agar pekerjaan rumah dikerjakan oleh
keluarga tersebut.

I. PROSEDUR

 Pra Interaksi
1. Menyiapkan diri secara fisik dan psikologis (tidak ada konflik internal yang
dapat mempengaruhi tenang, nyaman, dan aman).
2. Mempelajari rekam medis pasien sebagai data awal.
3. Menyiapkan lingkungan yang tenang, nyaman, dan aman
 Orientasi
1. Menyapa pasien sesuai kultur/sosial budaya setempat.
2. Memperkenalkan diri.
3. Melakukan kontrak topik, waktu, dan tempat pertemuan.
4. Menanyakan keluhan utama konseli saat ini.
5. Memvalidasi masalah dialami konseli.
6. Menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan.
7. Mejelaskan prinsip prosedur dari terapi keluarga yang akan dilakukan.
8. Mejelaskan kepada konseli jangka panjang waktu efektif melakukan terapi
keluarga (15-30 menit).
 Kerja
1. Meminta kepada konseli dan keluarga duduk setengah lingkaran.
2. Melatih komunikasi, menyelesaikan konflik, mengatasi perilaku dan stress.
3. Memberikan kesempatan kepada konseli untuk memvalidasi perasan dan
pengalaman.
4. Meminta kepada konseli untuk mengungkapkan masalahnya.
5. Meminta keluarga membuat sesuatu keadaan dimana anggota keluarga dapat
melihat bahaya terhadap diri klien dan aktivitasnya.
6. Meminta konseli tidak merasa takut dan bersikap terbuka.
7. Meminta konseli mengidentifikasi keluhan konseli yang dirasakan sebagai
masalah.

xiii
8. Meminta konseli dan keluarga mengidentifikasi harapan konseli dan
keluarganya terhadap terapi keluarga.
9. Meminta Kepada keluarga mengubah cara berfikir konseli.

Pada mulanya seorang konseli datang ke konselor untuk mengkonsultasikan


masalahnya. Biasanya datang pertama kali ini lebih bersifat “identifikasi pasien”.
Tetapi untuk tahap penanganan (treat) diperlukan kehadiran anggota kelarganya.
Menurut Satir tidak mungkin mendengarkan peran, status, nilai, dan norma keluarga/
kelompok jika tidak ada kehadiran anggota keluarganya. Jadi dalam pandangan ini
anggota keluarga yang lain harus datang ke konselor (Brammer dan Shostrom, 1982).

Kehadiran konseli ke konselor dapat dilangsungkan sampai 3 kali dalam


seminggu, dalam pelaksanaannya, sekalipun bersifat spekulatif, pelaksanaan
konseling dapat saja dilakukan secara kombinatif, setekah konseling individual
dilanjutkan dengan kelompok, atau sebaliknya (Brammer dab Shostrom, 1982).

Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane


(1995:231-232) yang mebcoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk
mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan
pendekatan behavioral, yang disebutkan tedapat empat tahap secara berturut-turut
sebagai berikut.

1. Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternative.


Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dab sesi
pengajaran.
2. Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya,
konselor menunjukkan kepada orang tua bagaimana cara mengimplementasikan
ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua melihat
bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal itu
dikerjakan.
Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukkan bagaimana
mengkonfrontasikan anak-anak yang berposisi. Sangat penting menunjukkan
kepada orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menerapkan cara yang
tepat dalam memperlakukan anaknya.
3. Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah
mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat
memberi koreksi jika dibutuhkan.
4. Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara
tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba menerapkannya

xiv
di rumah. Saat dicoba dirumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk
mengamati kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi
orang tua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih
lanjut, terapis dapat memberi contoh lanjutan di rumah dan diobservasi orangtua,
selanjutnya orang tya mencoba sampai mereka merasa dapat menangani
kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.

J. TERMINASI DAN TINDAK LANJUT

Terminasi

1. Mengeksplorasi perasaan konseli setelah terapi keluarga


2. Mendiskusikan umpan balik bersama konseli setelah terapi keluarga
3. Melakukan kontrak : topik, waktu dan tempat untuk kegiatan
selanjutnya/terminasi jangka panjang setelah terapi keluarga.

Tindak lanjut :
Menganjurkan anggota keluarga untuk menerapkan cara mengatasi yang telah
diajarkan

xv
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Beberapa tokoh pendekatan family therapy yaitu, Virginia Satir, Jay Haley,
dan Salvadore Minuchin.
2. Pada tahun 1957 dalam siding tahunan American Orthopsychiatric
Association (AOA) oleh Bowen dicatat sebagai munculnya family therapy
tingkat nasional. Dekade 60-an adalah dekade anak dan remaja dalam gerakan
family therapy (Olso et. A 1980). Jelasnya pada decade ini muncul pengujian
ide-ide dalam literature dan perkembangan family therapy secara nasional di
AS.
3. Manusia pada hakikatnya dalam proses ‘menjadi’, dan terus berkembang.
Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu
mengatur dan mengendalikan dirinya dan mampu menentukan nasibnya
sendiri.
4. Keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh keberhasilan
konselor dalam membina hubungan konseling.
5. Asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam
bentuk apapun untuk memahami, menilai karakteristik, potensi, atau masalah-
masalah yang ada pada individu atau sekelompok individu.
6. Anak di dalam keluarga sering kali mengalami masalah dan berada dalam
kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua,
banyak dijumpai orang tua tidak berkemampuan dalam mengelola rumah
tangngganya, kondisi yang kurang harmoni di dalam keluarga akibat stressor
perubahan-perubahan.
7. Tujuan terapi keluarga adalah untuk memfasilitasi komunikasi pikiran dan
perasaan antar anggota keluarga agar mempermudah komunikasi yang efektif
sehingga menyembuhkan perpecahan antar anggota keluarga.
8. Teknik konseling keluarga menurut Albert Ellis (1982) yaitu, teknik kognitif,
teknik emotive, dan teknik behavioral.
9. Psrosedur dalam terapi terdiri dari pra interaksi, orientasi, dan kerja yang
dilakukan secara berurutan.
10. Mengeksplorasi perasaan konseli setelah terapi keluarga dan menganjurkan
anggota keluarga menerapkan yang telah diajarkan.

xvi
xvii
DAFTAR PUSTAKA

Latipun, 2008, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press.


Nurihsan, Achmad Juntika, 2006, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan, Bandung: PT Refika Aditama.
Willis, Sofyan S., 2011, Konseling Keluarga, Bandung: Alfabeta.
Viatrie, Diantini Ida. "Terapi Keluarga Kontemporer." Jurnal Sains Psikologi 3.1
(2018).

Utami, Wahyu. "Strategic Family Therapy untuk Memperbaiki Komunikasi dalam


Keluarga di Nganjuk." Journal An-Nafs: Kajian Penelitian Psikologi 2.2 (2017):
140-153.

Mawanty, Imawanty, and Andi B. Fransiska. "Optimalisasi Asesmen dan Evaluasi


Bimbingan dan Konseling dengan Memanfaatkan Aplikasi Formulir Daring
Jotform." Konvensi Nasional Bimbingan dan Konseling XXI (2019): 129-135.

Pradana, Rashid Wida. PENERAPAN TERAPI KELUARGA DALAM


PENINGKATAN HARGA DIRI PADA PASIEN ULKUS DM. Diss. Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Magelang, 2019.

xviii

Anda mungkin juga menyukai