OLEH
MASITA ARIFUTRI
HILDAYANTI HASAN
EMMY SANANUNG
HASTUTI
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
A. Biografi Carl Rogers
Menurut Gillon (2007: 10) selama periode sesaat sebelum dan selama
masa Depresi, serta pelaksanaan berikutnya dari “kesepakatan baru”, Carl
Rogers terus bekerja dengan solid di Departemen Studi Anak. Ia sangat
terpengaruh oleh keadaan putus asa yang ia alami, dan bersemangat untuk
membantu sejumlah orang yang ia temui dalam praktek klinis. Tak pelak
lagi, bagaimanapun ia tidak bisa membantu tetapi akan terjebak dalam
perjuangan antara metode terapi psikoanalitik dan behavioris. Sementara
perbedaan antara dua pandangan tersebut menyebabkan dia merasa
“berfungsi dalam dua dunia yang berbeda” di mana “keduanya tidak akan
pernah bertemu” (Rogers, 1961 : 9).
a. Pengaruh Otto Rank
d. Client-centered therapy
Menurut Rogers (dalam Corey, 2009: 169) manusia pada dasarnya dapat
dipercaya, memiliki akal, mampu memahami diri dan pengarahan diri sendiri,
mampu membuat perubahan yang konstruktif, dan mampu untuk hidup efektif
dan produktif. Rogers menyatakan tiga atribut terapis yang dapat menciptakan
iklim pertumbuhan di mana individu dapat bergerak maju dan menjadi apa yang
mereka inginkan: (1) kesesuaian (keaslian, atau realitas), (2) penghargaan positif
tak bersyarat (penerimaan dan peduli), dan (3) pemahaman empatik akurat
(kemampuan untuk sangat memahami dunia subjektif dari orang lain). Jika
terapis mengkomunikasikan sikap tersebut, mereka yang dibantu akan
menjadikurang defensif dan lebih terbuka terhadap diri mereka dan dunia mereka,
dan mereka akan berperilaku dengan cara prososial dan konstruktif.
C. Konsep Kunci
1. Terapi berpusat pada person difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan
klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan lebih sempurna.
4. Terapi ini tidak dilakukan dengan suatu sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi
pendekatan ini berfokus pada person sehingga terapis dan klien
memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman
pertumbuhan.
D. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan
E. Mekanisme Pengubahan
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-
sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan
penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu,
dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area
kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis
memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara
interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Dalam terapi ini pada
umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif,
merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan
“hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik,
penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk
terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada
teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas
yang berikut:
Studi Kasus :
Rencana kedisiplinan yang tegas pertama kali dikembangkan pada tahun 1976
dengan tujuan mengatur perilaku ruang kelas. Saat ini, perencanaan tersebut
sedang naik daun dalam manajemen perilaku siswa yang menjadi tantangan
dengan cara memberi tanggung jawab kepada siswa atas tindakan yang mereka
lakukan. Pendekatan proaktif seperti itu akan membantu guru untuk menciptakan
sebuah lingkungan yang kooperatif, dimana para siswa dapat belajar untuk
membuat pilihan perilaku yang benar. Pilihan tersebut kemudian akan
menghasilkan proses belajar dan mengajar yang efektif, seiring dengan
pertumbuhan sosial dan akademik siswa.
Guru dan siswa selalu berinteraksi, dan hal ini sangat penting untuk efektifitas
mengajar. Ruang kelas dapat berfungsi sebagai sebuah system sosio-teknik dalam
bidang organisasi, dimana pemberian kurikulum dikaitkan dengan kebutuhan
sosial para siswa (dan guru) untuk membentuk sebuah system saling
ketergantungan. Egan (1990) memberikan cara yang bagus untuk menunjukkan
perhatian terhadap siswa. Ia mengidentifikasi aspek respek, ketulusan dan empati
sebagai ketrampilan penting dalam membangun suatu hubungan yang baik.
Ketika ketiga ketrampilan tersebut digunakan oleh guru, akan berdampak baik
terhadap perhatian yang ditunjukkan kepada siswa pada saat mengajar. Akhirnya,
Rogers memberikan perhatian kepada hal positif tanpa syarat menjadi sesuatu
yang sangat penting dalam hubungan ini. Siswa harus percaya bahwa guru
mereka memiliki pikiran positif terhadap mereka. Hal ini harus tulus dan tidak
tergantung pada siswa yang hanya ingin menyenangkan guru mereka, untuk
menghasilkan siswa yang baik (Fox, 1993). Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pendekatan yang berpusat pada person ditemukan dalam keyakinan
bahwa individu dapat dipercaya untuk mengatasi masalah mereka sendiri tanpa
adanya keterlibatan langsung ahli terapi. Hal ini diasumsikan karena individu
adalah satu-satunya yang memahami persoalan yang dihadapi. Di sekolah
menengah pertama, pendekatan ini tidak dapat diterima dengan baik dengan
alasan tujuan terapis. Tetapi, hubungan antara terapis dengan klien menurut
pendekatan ini dianggap sangat penting dan akomodatif.
Sebuah ciri fisik penting yang ada di setiap ruang kelas adalah dekorasi dalam
bentuk lukisan, gambar di dinding, pot tanaman dan bunga. Semua itu memiliki
peran penting dalam menyambut siswa dan membuat siswa merasa nyaman
berada di ruang kelas. Pengaturan tempat duduk menunjukkan wilayah individu.
Atmosfer kelas yang tenang sangat penting untuk konsentrasi. Mereka juga
merasa diperlukan dan dihargai.
Akan tetapi, cara bagaimana guru dan siswa berinteraksi satu sama lain adalah
yang lebih penting, misalnya jika guru ingin melakukan pengukuran tentang
perilaku yang dapat diterima, maka sangat penting jika ia membiarkan siswa
mengetahuinya. Kemudian guru harus menanyakan pendapat siswa tentang
penilaian yang dibuat oleh mereka sendiri. Apa yang harus disetujui adalah
tindakan apa yang harus diambil dalam kasus pelanggaran serta konsekuensinya,
tapi hal ini tidak termasuk peraturan yang sangat ketat, tetapi harus fleksibel
untuk mengakomodasi pengalaman yang baru. Merupakan hal yang juga penting
jika proses belajar-mengajar berpusat pada siswa, sehingga pertimbangan mereka
akan berpusat pada segala hal yang berhubungan dengan pendidikan. Ketika
siswa menjadi bagian dari suatu keputusan maka mereka akan merasa ikut
berperan dan bertanggung jawab. Hal yang baik juga untuk menganut demokrasi
yang memberi kebebasan bagi siswa untuk menyampaikan perhatian dan
kekhawatiran mereka. Ada perasaan aman dan berharga pada diri siswa ketika
pandangan dan gagasan mereka berguna dan dihargai. Hal ini akan berhasil
dengan menetapkan tujuan untuk dicapai, pendekatan atau metode untuk
digunakan dan membuat siswa dapat mengekspresikan harapan dan ketakutan
mereka.
G. Kelemahan dan Kelebihan
Beberapa kelemahan person-centered therapy adalah sebagai berikut.
1. Sulit bagi konselor untuk bersifatnetral dalam situasi hubungan
interpersonal.
2. Konseling menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
3. Minim teknik untuk membantu konseli memecahkan masalahnya.
4. Tidak cukup sistematik, terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil
tanggungjawabnya.
5. Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli
sehingga melupakan keasliannya.
6. Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus
dikembangkan dalam hubungan konseling.
Sedangkan beberapa kelebihannya adalah sebagai berikut.
1. Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman
psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
2. Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3. Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
4. Konseli memiliki pengalaman positif dalam konseling ketika mereka fokus
dalam menyelesaiakan masalahnya.
5. Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika
mereka didengarkan dan tidak dijustifikasi.
SUMBER RUJUKAN
Pshycological
ajdustment
Konseling
3D
Defence
Denial
Distortion
Self Actualization