Anda di halaman 1dari 21

MENGANALISIS KASUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN KOGNITIF

(TEORI KONSELING COGNITIF BEHAVIORAL THERAPY- AARON


BECK)
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Teori dan Teknik
Konseling-1

Dosen Pengampu :

1) Dra. Nurhasanah, M.Pd


2) Evi Rahmiyati, S.Pd., M.Ed.

Oleh,
Tim Penyusun

Kelompok III (Tim A)


1) Nisa Rahmana
2) Sakia Rahmatillah
3) Raisa Putri Ramadhani
4) Muhammad Aqil Mudhaffar

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan tema “Menganalisis Kasus Menggunakan Teori Konseling Cognitif
Behavioral Therapy” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Teori dan Teknik
Konseling-1 di Universitas Syiah Kuala. Serta untuk menambah pemahaman yang
ada.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nurhasanah, M.Pd dan Ibu
Evi Rahmiyati, S.Pd., M.Ed. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Teori dan
Teknik Konseling -1 yang telah membantu baik secara moral maupun materi. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga tugas
yang telah diberikan dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang kami tekuni.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa maupun penulisan. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan bagi kami bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

Banda Aceh, 12 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................. 2
BAB II ANALISIS KASUS MELALUI TEORI KONSELING COGNITIF
BEHAVIORAL THERAPY ............................................................................................... 3
2.1 Peta Konsep........................................................................................................ 3
2.2 Deskripsi Kasus .................................................................................................. 7
2.3 Analisis Kasus Melalui Teori Konseling Cognitif Behavioral Therapy (CBT) . 10
1) Dinamika Kepribadian .................................................................................9
2) Proses Teori Konseling ..............................................................................10
3) Asumsi Perilaku sehat & tidak sehat ........................................................ 13
4) Peran dan Tugas Konselor ......................................................................... 13
5) Teknik Konseling ....................................................................................... 14
6) Prosedur/Langkah Teori Konseling ........................................................... 16
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 17
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 17
3.2. Saran ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga yang utuh dapat membantu individu untuk membangun kepercayaan
terhadap kedua orangtuanya, serta mampu untuk membantu mengembangkan
potensi diri individu. Namun, apabila seorang individu tumbuh dalam keluarga
yang cenderung bermasalah, hal tersebut dapat mengganggu proses perkembangan
individu termasuk proses pembentukan tingkah laku individu dan proses belajar
individu. Keluarga yang bermasalah ini atau pecah sering disebut sebagai “broken
home”. Arti dari broken home adalah suatau keadaan dimana individu kurang
mendapat perhatian atau kasih sayang sehingga membuat mental mereka terganggu,
dampaknya banyak individu korban dari broken home yang merasa frustasi, brutal
dan susah diatur.
Masa remaja merupakan masa di mana anak amat rentan terhadap pengaruh-
pengaruh eksternal yang ada di lingkungan sekitar. Mereka mudah sekali
terombang–ambing, kurang dapat memilah dan mudah sekali terpengaruh oleh
keadaan yang ia lihat dari yang positif maupun negatif, masih merasa sulit
menentukan tokoh panutannya karena masa remaja merupakan proses pencarian
jati diri dimana pola pikir yang masih labil membuat remaja mudah terpengaruhi
oleh lingkungan, cenderung mengambil jalan pintas tidak memikirkan dampak
negatifnya karena remaja kurang dapat mengontrol emosi dan perilakunya.
Karena kondisi kejiwaan yang masih labil remaja mudah terpengaruh oleh
keadaan lingkungan, mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau
pusing–pusing memikirkan dampak negatife untuk kedepannya, maka dari itu anak
perlu adanya bimbingan arahan dari berbagai pihak untuk menjadi manusia yang
lebih baik lagi dapat memilah perilaku mana yang positif dan menghindari perilaku
menyimpang sehingga anak dapat memposisikan dirinya sebagaimana mestinya.
Banyak penyebab dari kenakalan remaja khususnya pada keadaan keluarga dapat
menjadi penyebab timbulnya perilaku menyimpang pada anak dapat berupa
keluarga yang tidak utuh atau broken home, keadaan keluarga yang tidak utuh dapat
menyebabkan rendahnya kognitif, emosi dan perilaku anak dan anak dapat
berperilaku menyimpang. Realita menunjukkan bahwa anak yang berperilaku

1
menyimpang mayoritas berasal dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis,
sehingga dapat berdampak buruk dalam proses tumbuh kembang anak karena
kurang kepedulian orang tua untuk mengontrol perilaku anak.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan di atas, untuk mengatasi
perilaku anak menyimpang tersebut dengan latar belakang keluarga broken home
adalah dengan memberikan layanan konseling individu dengan menggunakan
pendekatan Congnitif Behavioral Therapy (CBT). Pendekatan konseling kognitif
perilaku pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses
Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam
jaringan stimulus, kognisi, respon dalam otak manusia, dimana proses kognitif
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa
dan bertindak. Pendekatan konseling kognitif perilaku telah terbukti efektif, dengan
dibuktikan adanya 350 hasil studi tentang gangguan kejiwaan dan
permasalahanpermasalahan psikologis, mulai dari depresi ke gangguan kecemasan
serta kepribadian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Kasus Yang Didapatkan Dan Bagaimana Cara Mendeskripsikan Kasus
Tersebut?
2. Bagaimana Menganalisis Kasus Menggunakan Teori Konseling Yang Sesuai
Dengan Kasus Yang Didapatkan?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk Mengetahui Kasus Dan Cara Mendeskripsikan Kasus
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Mengalisis Kasus Menggunakan Teori
Konseling Yang Sesuai

2
BAB II ANALISIS KASUS MELALUI TEORI KONSELING COGNITIF BEHAVIORAL THERAPY

2.1 Peta Konsep


Asumsi Perilaku yang
Teori Tokoh Dinamika Kepribadian Peran Konselor Peran Konseli Teknik Konseling Tidak Sehat & Perilaku
yang Sehat
Teori Cognitive- Konselor berperan a. Konseli harus a. Menata keyakinan irasional.
Perilaku Bermasalah/
Behavior (Oemarjoedi, mengajarkan klien aktif dalam b. Bibliotherapy, menerima
Perilaku tidak sehat
2003) pada dasarnya tentang hal-hal proses konseling kondisi emosional internal
a. Perilaku terlalu
meyakini pola pemikiran berupa perilaku dan berusaha sebagai sesuatu yang menarik
bersemangat yang
manusia terbentuk maladaptif, memperbaiki ketimbang sesuatu yang
tidak sesuai dengan
melalui proses Stimulus- gejalanya, dan cara perilaku yang menakutkan.
situasi yang dihadapi,
Cognitif Kognisi-Respon (SKR), memprediksi tidak sehat c. Hipnoterapi, adalah salah satu
Dr. Aaron tetapi mungkin cocok
Behavioral yang saling berkaitan munculnya suatu b. Ditinjau dari bentuk psikoterapi yang
Beck jika dilihat
Therapy dan membentuk gejala. Selanjutnya, karakteristik menggunakan pendekatan
berdasarkan sejarah
semacam jaringan SKR Konselor dalam Pendekatan teknik hypnosis sebagai
masa lalunya.
dalam otak manusia, di pendekatan CBT CBT Cognitive- bagian dari proses
b. Perilaku yang terlalu
mana proses kognitif memfokuskan pada Behavior penyembuhan dan merubah
kaku, digunakan
menjadi faktor penentu cara berpikir positif Therapy perilakuyang mungkin
untuk menghindari
dalam menjelaskan dan strategi memerlukan mempengaruhi pola berpikir
stimuli yang tidak
bagaimana manusia pemecahan masalah kolaborasi dan seseorang

3
berpikir, merasa dan yang tidak hanya partisipasi aktif. d. Mengulang kembali diinginkan terkait
bertindak. Sementara untuk mengatasi Dimana penggunaan beragam dengan hukuman,
dengan adanya perilaku yang Menempatkan pernyataan diri dalam role c. Perilaku yang
keyakinan bahwa maladaptif, tetapi konseli sebagai play dengan konselor. memblokir realitas,
manusia memiliki pada cara tim dalam Mencoba penggunaan yaitu mengabaikan
potensi untuk menyerap mengembangkan konseling maka berbagai pernyataan diri yang begitu saja stimuli
pemikiran yang rasional suatu hubungan dan keputusan berbeda dalam situasi ril. yang tidak
dan irasional, di mana merespon kejadian konseling Mengukur perasaan, misalnya diinginkan.
pemikiran yang irasional dalam kehidupan merupakan dengan mengukur perasaan d. Pengetahuan akan
dapat menimbulkan sehari- hari. Melalui keputusan yang cemas yang dialami pada saat kelemahan diri yang
gangguan emosi dan CBT, konselor disepakati ini dengan skala 0-100. termanifestasikan
tingkah laku yang mengajarkan latihan dengan konseli. e. Menghentikan pikiran. dalam respon-respon
menyimpang, maka CBT mengurangi gejala Konseli akan Konseli belajar untuk menipu diri
diarahkan pada perilaku maladaptif lebih aktif dalam menghentikan pikiran negatif
modifikasi fungsi pada klien dan mengikuti setiap dan mengubahnya menjadi
berfikir, merasa, dan membantu sesi konseling, pikiran positif.
bertindak dengan mengontrol karena konseli f. Desensitization systematic.
menekankan peran otak gejalanya, serta mengetahui apa Digantinya respons takut dan
dalam menganalisa, bertindak sebagai yang harus cemas dengan respon
memutuskan, bertanya, pemberi peneguhan dilakukan dari relaksasi.

4
bertindak, dan saat konseli setiap sesi g. Pelatihan keterampilan sosial.
memutuskan kembali. memperoleh perilaku konseling Melatih konseli untuk dapat
Dengan mengubah status barunya (Oemarjoedi, menyesuaikan dirinya dengan
pikiran dan perasaannya, 2003) lingkungan sosialnya.
konseli diharapkan dapat h. Assertiveness skill training
mengubah tingkah atau pelatihan keterampilan
lakunya, dari negatif supaya bisa bertindak tegas.
menjadi positif i. Penugasan rumah.
Memperaktikan perilaku baru
dan strategi kognitif antara
sesi konseling.
j. Covert conditioning, upaya
pengkondisian tersembunyi
dengan menekankan kepada
proses psikologis yang terjadi
di dalam diri individu.
Peranannya di dalam
mengontrol perilaku
berdasarkan kepada imajinasi,
perasaan dan persepsi\

5
k. Self Control
Salah satu teknik yang dapat
diterapkan dalam CBT yaitu self
control. Setiap kebebasan atau
aktualisasi diri membutuhkan
sebuah regulasi atau dorongan
dalam melakukan tindakan
dengan spontan (Ferdian &
Wulandari, 2021). Self
control atau kontrol diri
merupakan sebuah strategi yang
dapat meningkatkan regulasi diri
dalam melakukan tindakan
spontan yang terjadi.

6
2.2 Deskripsi Kasus
KASUS I
“Dampak broken home terhadap prestasi belajar dan perilaku siswa”
MI adalah seorang Siswa kelas XII Jurusan Farmasi B di SMK kesehatan Assyifa
School. MI adalah siswa atau konseli yang dirujuk oleh guru wali kelas kepada
guru BK karena melihat penyimpangan perilaku yang dilakukan MI. MI adalah
anak tunggal di keluarganya. MI memiliki banyak teman. Ayah MI merupakan
seorang Pengusaha dibidang Pertanian (memiliki kebun cabe). Ibu MI hanya IRT
yang sosialita. Namun ada beberapa faktor yang menganggu proses belajar dan
kegiatan sekolah MI, yaitu pertengkaran yang dialami orangtua MI. Hal itulah
yang menyebabkan MI mengalami dampak broken home yang menganggu
prestasi belajar dan perilakunya di sekolah. Padahal MI merupakan salah satu
anak berprestasi di kelasnya, MI berturut turut menjadi siswa 3 besar dikelasnya.
Dalam hal tingkah laku, MI sering melakukan penyimpangan tingkah laku di
sekolahnya baik tertuju kepada teman teman maupun guru sekalipun. Sehingga
dari deskripsi kasus ini maka permasalahan MI ialah masalah dalam bidang
Belajar dan Pribadi. Dimana masalah pribadi yang dialami MI adalah MI sebagai
anak yang tidak bisa mengontrol kondisinya dirumah dengan kondisi sekolah,
sehinga menganggu proses belajarnya, MI juga tidak bisa mengontrol emosinya,
sering berperilaku menyimpang (berkata kasar kepada guru maupun sesama
teman) serta MI juga beranggapan bahwa hidupnya tidak memiliki masa depan.
Sedangkan masalah belajar yang dialami MI adalah prestasi belajarnya semakin
menurun dan MI sering keluar kelas disaat jam pembelajaran berlangsung.
Kategori Masalah MI adalah masalah yang sedang
Sumber : Dokumen Pribadi Nisa Rahmana

7
KASUS II
“Dampak Tidak Naik Kelas Pada Siswa SMAN 1 Darul Imarah”
DY siswi yang bersekolah di SMAN 1 Darul Imarah yang tidak naik kelas. DY
merupakan anak kelima dari lima bersaudara, keempat abangnya masing-masing
sudah bekerja dan abang pertama dan keduanya sudah menikah. Ayahnya bekerja
sebagai supir truk, sudah sepuluh tahun ayahnya berkerja dan ayahnya ini jarang
pulang kerumah untuk mengunjungi anak-anakya dikarenakan sibuk di dalam
perjalanan dan pada akhirnya jarang bisa mengunjungi anak anakya dirumah. Ibu
bekerja sebagai ibu rumah tangga, ibu ini sangat ramah, tetapi selama sepuluh
tahun ini ibu mengalami tekanan batin.
Tekanan batin yang disebabkan oleh tingkah laku sang ayahnya,oleh karena itu
DY kurang sekali mendapat perhatian lebih dari kedua orang tuanya sehingga
membuat ia malas ke sekolah dan malas membuat pr dan lain lain.
Adapun faktor-faktor belajar yang menyebabkan siswa tidak naik kelas menurut
Islamuddin (2012:181) menvatakan bahwa: faktor internal (faktor dari siswa),
yaki keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa, faktor pendekatan belajar
(approach to learning), yaki jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan
metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-
materi pelajaran.
Sumber : Dokumen Pribadi Sakia Rahmatillah

KASUS III
Kasus Ringan
"Berdasarkan alat atau metode pengumpulan data yang ada, diperoleh penjelasan
masalah dari konseli. Sebut saja PN,dia merupakan seorang peserta didik dari
sekolah smpn 1 banda aceh , PN ini bisa dibilang anak yang pendiam dan
tertutup,dan disaat dikelas PN ini sering tampak lesu dan tidak
bersemangat,kehidupan PN disekolah berbeda dari yang lainnya, karna PN
introvert sehingga ia tidak memiliki banyak teman ,tetapi PN mempunyai satu

8
orang sahabat yang selalu peduli kepada PN. PN tinggal dengan keluarganya
tetapi orangtua PN sangat sibuk sehingga PN sering merasa sendiri, kakak PN
yang kuliah di luar kota juga sangat membuat PN merasa kesepian dirumah,
orangtua PN yang bekerja dari pagi hingga sore hari sehingga tidak bisa
memerhatikan keadaan PN, tetapi karna PN mempunyai sahabat ,PN sangat
merasa terobati kesepian itu. PN termasuk anak yang pintar namun karena
kondisi yang kurang baik orangtua PN yang jarang memerhatikan sekolah PN
,PN yang sering tidak masuk sekolah , sehingga membuat nilai PN jadi berkurang
sehingga PN ada masalah di bidang belajar nya
Sumber : Dokumen Pribadi Raisa Putri Ramadhani

KASUS IV
Berdasarkan alat atau metode pengumpulan data yang ada, diperoleh penjelasan
masalah dari konseli. Sebut saja MAP, dia merupakan seorang peserta didik dari
sekolah Swasta di kecamatan tempat tinggalnya yaitu SDIC Anak Bangsa. MAP
ini bisa di bilang anak yang suka bergaul dengan siapa saja, dia baik, jujur, ramah.
Walau kadang dia suka usil kepada teman-temannya. Kehidupan MAP di sekolah
berjalan seperti anak umum lainnya. MAP mempunyai cita-cita yaitu menjadi
seorang atlet sepak bola, karena dia mengidolakan salah satu pemain bola
terkenal yaitu Cristiano Ronaldo. itulah sebabnya ia ingin menjadi pemain bola
terkenal. MAP tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, akan tetapi hanya
bersama ayahnya saja. Dikarenakan Ibu dari MAP meninggal dunia. Hilangnya
sosok figur ibu dirumahnya, berpengaruh sedikit terhadap kondisi mental dan
perilakunya sehari-hari. MAP mempunyai 3 saudara kandung dirumahnya.
Adiknya ini selalu menjadi penghibur saat dia sedang bersedih.
Sebenernya MAP ini peserta didik yang tergolong rajin karena setiap ada
tugas ia selalu mengerjakannya secara tepat waktu. Namun, karena kondisi yang
sangat kurang membantunya, ia mencari perhatian lebih dan usil di dalam kelas
menggagu teman-teman yang sedang belajar di kelas. Motivasi kian hari pun

9
semakin berkurang di karenakan kondisi keluarganya. Dia mulai mencari
perhatian orang orang di sekitarnya dengan cara melakukan Tindakan usil
terhadap temannya.
Jadi, berdasarkan uraian kasus ini, masalah MAP adalah masalah pribadi dan
pembelajaran. Map mengalami MAP sebagai seorang anak yang tidak dapat
mengontrol ruang rumahnya di lingkungan sekolah. MAP juga tidak bisa
mengendalikan emosinya sehingga menghambat pembelajarannya. sering
bertingkah laku tidak menentu (sering penasaran dengan teman di kelas)
Sedangkan masalah belajar MI antara lain gangguan belajar dan MI sering keluar
kelas saat jam pelajaran. Kategori soal MAP tergolong sedang
Sumber : Dokumen Pribadi Muhammad Aqil Mudhaffar

2.3 Analisis Kasus Melalui Teori Konseling Cognitif Behavioral Therapy (CBT)
1) Dinamika Kepribadian
Dari beberapa kasus diatas, kami akan menindak lanjuti Kasus I. Melihat Kasus
I yang tertera diatas, maka menurut pendekatan CBT pada dasarnya pola pemikiran
MI terdiri atas Stimulus-Kognisi-Respon (SKR).
a. Stimulus adalah disaat MI mendapatkan rangsangan dari setiap
kejadian/peristiwa yang dialami MI. Contoh ketika MI melihat pertengkaran
antara kedua orangtuanya maka akan timbul respon dimana MI merasa pusing
dan berdampak ketika MI berinteraksi dengan teman temannya disekolah.
b. Kognisi adalah Proses berpikir. Dimana MI masih belum bisa berpikir jernih
ketika mengalami stimulus seperti diatas, sehingga terkadang MI merasa pusing
dan tidak bisa mengontrol emosinya dan mencontoh perilaku tidak sehat ketika
pertengkaran kedua orangtuanya terjadi.
c. Respon adalah reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh MI, Dari contoh

diatas ketika MI mengalami peristiwa tersebut respon yang dilakukan MI adalah


merasa ingin marah dan pada akhirnya MI mencontoh perilaku tidak sehat
ketika pertengkaran kedua orangtuanya terjadi. (seperti berkata kasar)

10
2) Proses Teori Konseling
a. Sesi 1 Asesmen dan Diagnosa Awal
Dalam sesi ini yang dilakukan guru BK atau Konselor adalah :
a) Melakukan asesmen, observasi, dan analisis gejala, untuk permasalahaan yang
dialami MI. Asesmen yang diberikan bisa dengan asesmen non tes seperti
Daftar Check Masalah (DCM)
b) Memberikan dukungan dan semangat kepada MI untuk melakukan perubahan
c) Guru BK atau konselor harus membuat komitmen bersama MI untuk
melakukan konseling dan pemecahan masalah terhadap permasalahan yang
dialami MI.
d) Menjelaskan kepada MI formulasi masalah dan situasi kondisi yang dihadapi
b. Sesi 2 Mencari emosi negatif, pikiran otomatis, dan keyakinan utama yang
berhubungan dengan gangguan
Beberapa tokoh meyakini bahwa sessi ini sebaiknya dilakukan di sessi (paling
tidak) 8-10. Namun pada prakteknya sessi ini lebih mudah dilakukan segera setelah
asesmen dan diagnosa, selain karena tuntutan konseli akan gambaran yang lebih
jelas dalam waktu yang singkat, konseli juga menuntut adanya manfaat terapi yang
dapat segera dirasakan dalam pertemuan kedua, dalam sessi ini, konselor atau Guru
BK diharapkan mampu :
a) Memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran otomatis sangat
erat hubungannya dengan emosi dan tingkah laku, dengan cara menolak pikiran
negatif secara halus dan menawarkan pikiran positif sebagai alternatif untuk
dibuktikan bersama.
b) Memperoleh komitmen dari MI untuk melakukan modifikasi secara
menyeluruh, mulai dari pikiran, perasaan sampai perbuatan, dari negatif
menjadi positif
Pada umumnya, dalam sessi ini MI cukup dapat menerima penjelasan Guru BK
dan tertarik untuk mencoba bereksperimen dengan pikiran dan perasaannya.
Namun seringkali, mereka melaporkan kesulitan dalam menerapkan teknik-teknik
modifikasi pikiran dan perasaan, karena sistem keyakinan mereka sudah
membentuk semacam rajutan yang kokoh dalam ingatannya. Semakin negatif

11
pikiran seseorang semakin gelap dan tebal pula rajutan distorsi kognitifnya. Oleh
karena itu, hipnoterapi sudah dapat dilakukan dalam sessi ini, karena umumnya MI
akan dapat langsung merasakan manfaat hipnoterapi segera setelah menyelesaikan
sessi ini, terutama terhadap perasaanya. MI juga diberikan rekomendasi untuk
melakukan latihan di rumah, demi mencapai keterampilan “auto hypnose” yang
diharapkan dapat meningkatkan potensi keberhasilan terapi/proses konseling.
c. Sesi 3 Menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi
positif-konsekwensi negatif kepada konseli dan kepada “significant
persosns”
Pada dasarnya Guru Bk atau Konselor diharapkan mampu menerapkan prinsip-
prinsip teori belajar dengan memberikan penguatan (reinforcement) dan hukuman
(punishment) secara kreatif kepada MI dan keluarganya sbagai orang-orang yang
signifikan dalam hidupnya. Guru BK juga diharapkan dapat memantapkan
komitmen untuk merubah tingkah laku dan keinginan untuk merubah situasi.
Namun seringkali terjadi, istilah hukuman dan hadiah kurang dapat diteima konseli,
terutama pada konseli dewasa. Oleh karena itu Guru BK dapat menampilkan
kreativitas dengan memberikan istilah yang lebih sesuai, misalnya istilah
konsekwensi positif dan negatif. Guru BK juga perlu memperjelas hubungan antara
pikiran negatif yang menghasilkan konsekwensi negatif, dan pikiran positif yang
menghasilkan konsekwensi positif. MI diajak membuat komitmen tentang
bagaimana ia dan Guru BK menerapkan konsekwensi positif dan negatif terhadap
kemajuan proses belajarnya. Keterlibatan “significant persons” untuk turut
memberi dan menerima konsekwensi yang telah disepakati akan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan konseling. Contoh Pikiran Positif yang
diberikan guru BK kepada MI misal menyatakan bahwa MI bisa menggapai cita
citanya dengan belajar yang rajin meskipun ayah dan ibu tidak mendukung serta
memberikan contoh contoh orang orang sukses. Sehingga Konsekuensi positif yang
MI dapatkan adalah bisa sukses meskipun tanpa support dari orangtua.
d. Sessi 4 Formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku lanjutan
Pada sessi ini, formulasi status yang dilakukan adalah lebih kepada kemajuan
dan perkembangan konseling. Guru BK diharapkan dapat memberikan feed back

12
atas hasil kemajuan dan perkembangan konseling, mengingatkan fokus konseling,
dan mengevaluasi pelaksanaan intervensi tingkah laku dengan konsekwensi-
konsekwensi yang telah disepakati. Beberapa perubahan mungkin dilakukan untuk
memberikan efek yang lebih maksimal. Dalam sessi ini, Guru BK diharapkan
mampu memberikan:
a) Dukungan dan semangat kepada kemajuan yang dicapai MI
b) Keyakinan untuk tetap fokus kepada masalah utama
e. Sessi 5: Pencegahan Relapse
Pada sessi ini, diharapkan MI sudah memiliki pengalaman yang lebih mendalam
tentang Cognitive Behavior dan bagaimana manfaat langsung dari hipnoterapi, serta
pentingnya melakukan keterampilan “auto hypnose” untuk mencegah relapse
(kembalinya gejala gangguan). Pengetahuan umum tentang istilah relapse perlu
diperjelas oleh Guru BK atau Konselor di awal sessi untuk meyakinkan agar MI
memahami artinya dan mampu memilih tindakan yang harus dilakukan. Dalam
sessi ini, Konselor atau Guru BK diharapkan mampu memperoleh:
a) Komitmen MI untuk melanjutkan konseling dalam sessi yang lebih jarang dan
melakukan metode “self help” secara berkesinambungan.
b) Komitmen MI untuk secara aktif membentuk pikiranperasaan-perbuatan positif
dalam setiap masalah yang dihadapi
3) Asumsi Perilaku Sehat & Tidak Sehat
Perilaku Sehat Perilaku Tidak Sehat
MI masih mau melanjutkan adanya ketidakseimbangan antara MI
pendidikannya meskipun dalam dan keluarga yang menyebabkan MI
keadaan tidak bersemangat merasa rapuh sehingga menimbulkan
penyimpangan perilaku
4) Peran dan Tugas Konselor
Peran :
Konselor mengajarkan latihan mengurangi gejala perilaku maladaptif pada MI
dan membantu mengontrol gejalanya, serta bertindak sebagai pemberi peneguhan
saat MI memperoleh perilaku barunya
Tugas :

13
Beberapa tugas yang harus dilakukan oleh konselor atau Guru BK dalam
pendekatan kognitif adalah :
1. Mengidentifikasi pola pikir negatif
Konselor harus membantu MI dalam mengidentifikasi pola pikir negatif yang
mungkin menyebabkan perasaan atau perilaku tidak sehat.
2. Mengevaluasi pemikiran
Konselor harus membantu klien dalam mengevaluasi pemikiran yang tidak
sehat, mencari bukti yang mendukung atau tidak mendukung pemikiran tersebut.
3. Memodifikasi pemikiran
Guru BK atau Konselor harus membantu MI dalam memodifikasi atau
mengubah pemikiran yang tidak sehat menjadi pemikiran yang lebih positif dan
sehat.
4. Memberikan dukungan
Guru BK atau Konselor harus memberikan dukungan emosional kepada
MIdalam proses memodifikasi pemikiran dan perilaku.

5) Teknik Konseling
Berdasarkan dari Teknik pada peta konsep diatas, maka Konselor dapat
menggunakan salah satu Teknik tersebut untuk menyelesaikan kasus yang dialami
MI. Sehingga menurut kelompok dalam menyelesaikan kasus yang dialami oleh MI
adalah teknik Hipnoterapi, seperti yang telah disebutkan pada bagian “proses
konseling” Karena hipnoterapi merupakan proses penyelesaian masalah langsung
ke sumber masalah di pikiran bawah sadar, dimana pikiran bawah sadar sebagai
pusat database program dan informasi dalam diri manusia. Pemberian sugesti ke
alam bawah sadar melalui kata-kata ini dapat memberikan perubahan perilaku
terhadap objek sugesti dan sugesti tersebut dapat dideteksi kembali oleh seseorang
ketika berada dalam alam sadar. Sehingga dengan teknik hipnoterapi dapat merubah
perilaku menyimpang yang mungkin mempengaruhi pola berpikir seseorang.
Sedangkan Untuk mengontrol emosi marah MI bisa digunakan teknik Self
Control dimana kontrol diri merupakan sebuah strategi yang dapat meningkatkan

14
regulasi diri dalam melakukan tindakan spontan yang terjadi. Implementasi teknik
self control adalah :
1. Menumbuhkan rasa percaya diri
Ketika konseli dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya dengan baik, maka
konseli lebih mudah untuk melakukan sesuatu ketika mendapatkan paksaan oleh
orang lain. Dan hal ini sangat mempengaruhi hasil yang berdampak pada psikologi
konseli.
2. Memberikan reward pada diri sendiri
Reward untuk diri sendiri sangat baik untuk memperkuat tingkat kepercayaan
diri konseli. Konseli akan lebih menghargai hasil usaha sendiri, hal ini dapat
dijadikan acuan perkembangan dalam sebuah proses penetapan penilaian konseli
pada orang lain.
3. Memberikan tujuan yang konkrit mengenai arah tujuan
Self control sendiri memiliki tujuan untuk memahami perilaku, perubahan sikap
ke arah asertif, dan bertanggung jawab.
4. Mengajarkan cara mengatasi frustasi dan ledakan emosi
Ketika konseli dapat mengontrol dirinya sendiri dari rasa frustasi maka ia juga
dapat mengontrol emosi dalam dirinya sehingga ia memiliki self control yang baik,
tindakan ini dilakukan untuk acuan penguat sehingga ia bisa dengan mudah
mengontrol berbagai situasi kondisi yang ada pada dirinya.
5. Memberikan stimulus pengubahan pola perilaku
Pemberian stimulus positif adalah cara agar mengubah konseli menjadi pribadi
yang lebih baik dengan dorongan pengubahan perilaku secara tidak langsung akan
ada berbagai perubahan yang muncul mulai dari kekuatan mentalnya, perubahan
sikap yang lebih baik, sehingga akan berdampak pada aspek psikologi yang
dilakukan olek konseli dengan kehidupan asertif keseharianya.
6. Memberikan stimulus pengubahan pola berfikir
Self control dapat diterapkan dengan memberikan berbagai ransangan dengan
pengubahan pola pikir yang lebih positif. Hasilnya tidak langsung muncul tetapi
dengan pemberian ransangan, harapanya dapat mengubah cara berperilaku sehari-
hari.

15
6) Prosedur/ Langkah Teori Konseling

Tahap Uraian
• Konselor menyebutkan bahwa dalam proses konseling ada beberapa asas-asas
seperti asas kerahasiaan, asas kegiatan dan asas keterbukaan
• Konselor membangun relasi yang baik dengan MI, menggali informasi penting
dan mengidentifikasi keluhan-keluhan konseli yang muncul. Pada sesi awal,MI
Tahap
sudah harus dijelaskan bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat konseli
Pembentukan
belajar menjadi terapis bagi dirinya sendiri .
• Informasi yang seharusnya dapat digali oleh konselor pada sesi awal adalah
diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini, masalah psikologis yang
ada, sikap terhadap treatment dan motivasi untuk mengikuti treatment.
• Konselor menanyakan kesiapan konseli melanjutkan sesi
• Jika konseli sudah siap, konselor mengarahkan MI agar menyampaikan
Tahap pikiran dan perasaan yang sedang dialami secara bebas. konselor merespon
Peralihan pernyataan perasaan dan pikiran MI dengan teknik yang sesuai, derajat
emosional yang tinggi akan semakin membuat konseli semakin terbuka dalam
menyampaikan permasalahan yang dihadapi
• Pada tahap ini penggalian latar belakang masalah merupakan inisiatif konselor.
Hal ini dilakukan agar memperoleh gambaran yang jelas, lengkap dan mendalam
mengenai masalah MI. Tahap ini disebut dengan analisis kasus yang dilakuakan
menurut sistematika tertentu sesuai dengan pendekatan konseling cognitif
behavioral therapy. Selanjutnya Penyelesaian masalah berdasarkan analisis
kasus, konselor dan MI membahas bagaimana permasalahan dapat diatasi.
Tahap Meskipun dalam tahap ini MI harus ikut berpikir, memandang dan
Kegiatan mempertimbangkan, peran konselor di institusi pendidikan dalam mencari
penyelesaian masalah pada umumnya lebih besar.
• Setelah mendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah MI, dan MI juga
ikut berpikir, memandang dan mempertimbangkan penyelesaian masalahnya
maka Konselor menggunakan teknik hipnoterapi untuk membantu mengubah
perilaku menyimpang dan untuk mengontrol emosi konselor bisa menggunakan
teknik Self Control
• Proses konseling dilakukan sebanyak 5 sesi dimana pada sesi (1) Asesmen dan
Diagnosa (2) Mencari Emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan Utama yang
berhubungan dengan gangguan. (3) Menyusun rencana intervensi dengan
memberikan konsekuensi positif-negatif kepada konseli. (4) Formulasi Status,
Tahap
fokus terapi, Intervensi Tingkah Laku (5) Pencegahan Replace/ kembalinya
Penutup
gejala gangguan MI
• Mengakhiri proses konseling dapat dilakukan dengan cara yang lebih formal
sehingga konselor dan konseli menyadari bahwa seluruh proses konseling telah
selesai

16
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pendekatan konseling kognitif perilaku adalah pendekatan konseling yang
komprehensif dengan memadukan pendekatan cognitive therapy dan behavior
therapy. Pendekatan konseling kognitif perilaku pada dasarnya meyakini pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR),
yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan stimulus, kognisi, respon
dalam otak manusia, dimana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Pendekatan
konseling kognitif perilaku telah terbukti efektif, dengan dibuktikan adanya 350
hasil studi tentang gangguan kejiwaan dan permasalahan-permasalahan psikologis,
mulai dari depresi ke gangguan kecemasan serta kepribadian.
Dari Analisis kasus diatas maka dapat Teknik CBT yang digunakan telah
mengubah pandangan objek bahwa ia masih punya masa depan, bahwa MI bisa
mengubah pikiran pikiran negatif menjadi pikiran yang positif sehingga
menghasilkan konsekuensi yang positif pula. Sehingga bisa meningkatkan Prestasi
Belajar MI disekolah kembali meningkat.

3.2. Saran
Kami sangat sadar bahwasanya masih banyak kekurangan yang terdapat pada
makalah ini baik dari segi susunan kalimat, susunan materi hingga sumber literature
yang masih belum lengkap. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian guna untuk memperbaiki
makalah serta untuk kemajuan dalam menyusun karya ilmiah kedepannya

17
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Khurun Dewi. (2019). Penerapan Cognitive Behaviour Therapy dalam


Mengembangkan Kepribadian Remaja di Panti Asuhan. Jurnal Imu
Dakwah. Semarang: UIN Walisongo

Amanullah, A. S. R. (2019). Pendekatan Konseling Kognitif Perilaku. Jurnal


Konseling Andi Matappa, 3(1), 8-14.

Faradillah, S. S., & Amriana, A. (2020). Cognitive-Behavioral Therapy dengan


Teknik Thought Stopping untuk Menangani Trauma Psikologis Mahasiswa
yang Mengalami Broken Home. Prophetic: Professional, Empathy, Islamic
Counseling Journal, 3(1), 83-94.

Rusmana, Nandang. (2019). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah;


Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: UPI Pres

Oemarjoedi, A. K. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi

Zulkifli, A., Fauzi, A., & Mulkiyan, M. (2022). Konseling Kelompok Cognitive
Behavior Therapy Dengan Teknik Cognitive Restructuring Dalam
Mengatasi Kenakalan Remaja. Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim
dan Bimbingan Rohani, 8(2), 1-9.

18

Anda mungkin juga menyukai