Anda di halaman 1dari 17

Nama : SHOFIYAN HAKIM

NIM : 0106520049

JAWABAN SOAL UJIAN KOMPREHENSIF BIMBINGAN KONSELING

PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021

A. Wawasan Kependidikan
1. Agar mampu menerapkan basis filosofis sebagai hampiran pemikiran logis, analitis,
dan kritis tentang teori dan praksis pendidikan, calon pendidik dan pendidik perlu
memahami filsafat pendidikan. Jelaskan secara mendasar dan komprehensif hal-hal
sebagai berikut.
a. Hakikat dan Konsep Filsafat Pendidikan
Hakekat dan Konsep Filsafat
(1) Hakekat Filsafat :
Filsafat merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya
mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala
sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh
guna menemukan hakekat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip
kebenaran, serta berpikir secara rasional logis, mendalam dan bebas, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupan manusia. Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai kaidah filosofi
dalam pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan filsafat secara
umum dan fokus terhadap pelaksanaan prinsip dan keyakinan dasar dari filsafat
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan secara praktis (Jalaluddin &
Idi, 2015, hlm. 18-21).

(2) Konsep Filsafat :


Pengertian filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani: philein
dan sophos yang berarti cinta kebijaksanaan atau cinta kearifan. Secara
terminologis, filsafat diartikan sebagai ilmu yang membahas hakekat segala
sesuatu yang ada (manusia, alam semesta dan Tuhan). Secara historis, filsafat
adalah induk segala ilmu. Sebelum ilmu-ilmu berkembang dan mempunyai
nama-nama sendiri seperti sekarang, dahulu kebenaran rasional yang
direnungkan dan ditemukan orang dinamakan filsafat.
Objek material filsafat adalah manusia, alam semesta dan Tuhan.
Pembahasan filsafat selama ini lebih banyak membahas tentang manusia dilihat
dari berbagai dimensinya. Objek formal filsafat adalah perenungan atau refleksi
terhadap segala sesuatu (manusia, alam dan Tuhan) untuk mendapatkan
hakekatnya yang terdalam. Filsafat memiliki cara berpikir tersendiri, yaitu
radikal, sistematis dan universal. Ciri radikal yang merupakan ciri pokok
filsafat. Sedangkan dua ciri yang lain (sistematis dan universal) juga terdapat
pada ilmu-ilmu empiris maupun ilmu agama
b. Ruang Lingkup Kajian Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat dalam pendidikan
2. Merupakan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan
3. Merumuskan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan
4. Merumuskan hubungan, filsafat pendidikan dan politik pendidikan
5. Merumuskan sistem norma pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan

Dengan demikian, dari uraian diatas diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang
menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang
berhubungan dengan upaya manusia untuk memahami hakikat pendidikan.
Menurut will durant (Hamdani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu
ada lima: logika, esestika, etika, politik, dan metafisika.
1. Logika, Studi mengenai metode metode ideal mengenai berpikir dan
meneliti dalam melakukan observasi, instropeksi, dedukasi, dan induksi,
hipotesis dan analisis eksperimental dan lain-lain.
2. Estetika, studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang
sebenarnya dan merupakan filsafat mengenai pendidikan.
3. Etika, Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai
ilmu pengetahuan yang nilainya tinggi.
4. Politik, Suatu studi tentang organisasi sosialyang utama dan bukan
sebagaimana yang diperkirakan orang, tetapi bukan merupakan seni
5. Metafisika, Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakikat semua
benda nyata dari benda dan dari akal pikiran manusia serta studi mengenai
hubungan kokoh antara pikiran seseorang dan benda dalam proses
pengamatan dan pengetahuan.
c. Urgensi mempelajari dan memahami Filsafat Pendidikan bagi Pendidik
Urgensi mempelajari dan memahamni filsafat pendidikan dapat ditinjau dari
tujuan filsafat dan pendidikan itu sendiri. Filsafat diantaranya memiliki tujuan
untuk mengkritisi suatu kepercayaan dan sikap yang telah dijunjung tinggi,
mendapatkan gambaran keseluruhan, analisis logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep.
Sementara itu teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang
kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat, merumuskan
metode praktik pendidikan atau proses pendidikan yang menerapkan serangkaian
kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan sendiri tergantung dari kebutuhan. Bisa jadi tujuan
pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional (mencetak generasi penerus bangsa
yang baik), instruksional (khusus terhadap keterampilan tertentu), hingga ke tujuan
pendidikan institusional (pendidikan militer, dokter, akademisi, dsb).
Menurut Amka (2019) tujuan pentingnya filsafat pendidikan meliputi:
a) Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik,
dan membangun diri sendiri.
b) Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.
c) Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangan yang
sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan.
d) Hidup seseorang dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
tersebut, sebab itu mengetahui pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti
mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
1. Bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena
filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang
mengenai manusia, seperti misalnya ilmu mendidik. Oleh karenanya, deengan
mempelajari dan memahami Filsafat pendidikan diharapkan dapat memperoleh
bberapa manfaat, sebagaimana menurut Amka (2019), manfaat tersebtu antara lain:
a) Filsafat menolong mendidik.
b) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalanpersoalan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Filsafat memberikan pandangan yang luas.
d) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri.
e) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama
dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti
sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
2.
2. Analisis Landasan Kependidikan

No. Komponen Perspektif Analisis


Landasan
1. Landasan 1.1. Perspektif Teoritis Konseptual
Filosofis landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang
dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan.
Sebagaimana dalam pendidikan mesti terdapat momen studi
pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi
pendidikan antara lain akan memperoleh pemahaman tentang
landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak
praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis
pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat
dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat
filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif,
dan normatif. (Suyitno:2009)
1.2. Perspektif Normatif
Pendidikan bersifat normatif, maka dalam pembahasan teori
dan praktik pendidikan dibutuhkan asumsi yang bersifat normatif
juga. Asumsi-asumsi dalam bidang pendidikan yang bersifat
normatif itu sedikit banyak bersumber dari filsafat. Landasan
filosofis pendidikan yang bersifat preskriptif dan normatif akan
memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya di dalam
pendidikan dan atau apa yang dicita-citakan dalam pendidikan
1.3. Perspektif Kritis
Menurut Deweys (1938, dalam Akshir, 2007) refleksi
pemikiran akan membedakan suatu tindakan dalam mencari dan
menemukan materi untuk menjawab keraguan, kebingungan dan
kesulitan mental dalam berpikir.
2. Landasan 2.1. Perspektif Teoritis Konseptual
Sosiologis Payne (1928) menjelaskan bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan
sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi alat (mean) untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan
proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya individu
memperoleh pengalaman yang t  asumsi dalam penerapan
pendidikan yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai
mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan pendidikan
merupakan suatu proses interaksi antara dua individu (pendidik dan
peserta didik) bahkan dua generasi yang memungkinkan generasi
muda mengembangkan diri. Pengembangan diri tersebut dilakukan
dalam kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan
dapat berlangsung baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. erorganisasi.

2.2. Perspektif Normatif

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam


norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham
individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir
merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa
saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan
orang lain. 
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang
lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan
masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai
pengembangan diri,  antara anggota masyarakat satu dengan yang
lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang
kuat. 
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan
kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara
perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa
masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu
sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat
integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis
melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan
juga merupakan relasi. Kepentingan masyarakat secara
keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat:
(1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah
untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup
bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4)
selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu,
pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas
manusia secara orang per orang

2.3. Perspektif Kritis

telaah
sosiologi dalam memahami perubahan yang
terjadi di ruang pendidikan saat ini tentu akan
memberi kontribusi keilmuan yang signifikan
sebagai alternatif memperkuat kualitas
pendidikan, baik saat pandemi maupun pasca
pandemi. Karena dalam konteks belajar
sendiri, semestinya belajar harus
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
pada diri individu (Santo, Z., Kimbay, M., &
Werang, B., 2018:54), lebih-lebih di saat
pandemi.
Bagaimanapun, pendidikan merupakan
alat terbaik dalam mengembangkan
kesadaran individual sekaligus berimplikasi
terhadap kesadaran sosial, sehingga
pendidikan tidak pernah terpisah dari aspek
sosial yang melingkupinya. Pendidikan
dibutuhkan individu dan masyarakat,
karenanya ia bersifat fungsional dalam sistem
struktur sosial masyarakat secara luas. Maka
sosiologi pendidikan berusaha menjelaskan
kondisi realitas kekinian di masyarakat,
sehingga setiap individu sebagai anggota
masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan dan perkembangan pelbagai
fenomena yang terjadi di masyarakat
(Batubara, 2004: 13-14). Sosiologi
pendidikan memiliki hubungan timbal balik
(simbiosis-mutualisme) antara pendidikan
dan perkembangan sosial. Artinya,
pendidikan akan melahirkan perubahan
sosial, begitu juga sebaliknya, perubahan
sosial juga akan mempengaruhi arah
pendidikan (Maliki, 2008: 5).
Tulisan ini akan mengkaji bagaimana
pandemi Covid-19 ini ditelaah dalam
perspektif Sosiologi Pendidikan. Karena
kajian sosiologi pendidikan menekankan
implikasi dan akibat sosial dari pendidikan
dan memandang masalah pendidikan dari
sudut totalitas ruang lingkup sosial,
kebudayaan, politik, dan ekonomisnya bagi
masyarakat (Khaldun, 2008:73

3. Landasan 3.1. Perspektif Teoritis Konseptual


Psikologis
ilmu yang mempelajari  tentang perilaku manusia di dalam dunia
pendidikan yang meliputi sistem studi, proses-proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk
mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui
pertimbangan-pertimbangan psikologisnya dapat:

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat


 Memilih Strategi atau Cara Pembelajaran yang Sesuai
Memberikan Bimbingan atau Memberikan Kaunseling,
Memotivasikan Pelajar
Menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif
3.2. Perspektif Normatif
Pendidikan merupakan sebuah proses interaksi dan pelatihan antara
dua orang atau lebih, antara guru dan peserta didik yang mana
menghasilkan suatu perubahan sikap dan tingkah laku kearah yang
lebih baik.
Belajar selalu melibatkan tiga hal: 1. Adanya perubahan tingkah
laku; 2. Sifat perubahannya relatif permanen; 3. Perubahan tersebut
disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses
kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang
temporer sifatnya.
Prinsip belajar menurut Gagne (1979), yakni: 1. Kontiguitas,
memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik
tentang respons anak yang diharapkan, beberapa kali secara
berturut-turut; 2. Pengulangan, situasi dan respons anak diulang-
ulang atau dipraktikkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama
diingat; 3. Penguatan, respons yang benar, misalnya diberi reward
untuk mempertahankan dan menguatkan respons itu; 4. Motivasi
positif dan percaya diri dalam belajar; 5. Tersedia materi pelajaran
yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak; 6. Ada upaya
membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti
apersepsi dalam belajar; 7. Ada strategi yang tepat untuk
mengaktifkan anak-anak dalam belajar; 8. Aspek-aspek jiwa anak
harus dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor dalam pengajara
3.3. Perspektif Kritis
tugas psikologi pendidikan dalam proses belajar-mengajar tidak
hanya mencakup peningkatan mutu belajar peserta didik dalam
kaitan dengan perkembangan psikisnya namun juga mempelajari
perkembangan peserta didik dalam interaksinya dengan pelajaran
dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran dalam
pendekatanpendekatan yang dapat mempengaruhi pembelajaran.
Khoron Rosyadi menyatakan: Dengan demikian ada hubungan
fungsional antara dunia pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan, dan hal ini merupakan hubungan kemesraan antara
dunia pendidikan dengan pembangunan di mana keduanya saling
mengisi. Dalam UUD 1945 dengan jelas dinyatakan bahwa
keberhasilan kita membangun republik ini tergantung pada kualitas
para pelaksana atau aktor-aktor yang membangun... di mana para
pelakasana atau aktor pembangunan akan terlahir melalui proses
pematangan yang cukup lama dari rahim dunia pendidikakan
sebagai pabrik.42 Sehingga pendidikan haruslah mampu menerobos
berbagai bidang atau sektor pembangunan bangsa, karenanya maka
pendidikan haruslah mampu menjawab kebutuhan para peserta
didik. Pendidikan harus berjalan efektif dan tepat guna dalam
pengaplikasian materi pendidikan

3. Pendidikan karakter dalam setting sekolah masih memunculkan berbagai isu


implementatif.
a. Jelaskan urgensi pendidikan karakter dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
diamanhkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU No 20 Tahun 2003
Bab I Pasal 1 Ayat  ke 2
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”
Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan
karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Pembangunan karakter ini berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar
agar berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperbaiki
perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta
menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam UU No 20 Tahun 2003
Bab II Pasal 3
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi
ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada
pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan
pula pada pendidikan sosialistik. Tapi pendidikan yang diarahkan di
Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan,
individu dan sosial. Dimesi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini
tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena dalam
pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah satu mata
pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari.
Diharapkan disamping memberi materi pembelajaran, tidak hanya
sekedar memberi materi saja. Tapi juga strategi pembelajaran yang
digunakan turut serta dalam pembentukan karakter siswa, karena melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku hidup sehari-hari.
Agar lulusan siswa memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kompetensi akademik yang utuh dan
terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan
budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter
diharapkan menjadi budaya sekolah.

b. Analisis secara kritis permasalahan yang mengemukan dalam implementasi


pendidikan karakter di sekolah

c. Kemukakan ide, gagasan, alternatif solusi untuk lmengatasi permasalah yang


saudara analisis dalam butir 3.b.

B. Metodelogi Penelitian

1. Identifikasi maslaah penelitian


a. Iedntifikasai maslaah merupakan langkah awal sebagai upaya untuk menjelasakan
masalah dan membuat penjelasan yang dapat diukur
b. kegiatan peneliti; Menemukan dan masalah yang ada (Problem),Mengidentifikasi
sumber permasalahan (Root cause), Menciptakan kalimat isu/kalimat permasalahan
(Problem Statement) yang menjelaskan permasalahan yang sudah diidentifikasi
c. identifikasi masalah dihentikan/ bisa lanjut ke tahap penyusunan proposal, jika
calon peneliti benar-benar sudha menemukan masalah yang akan diteliti, bisa
berupa ditemukan adanya kesenjangan antara kondisi riel (nyata) yagn ada dengan
teoritis , atau apa yang diharapkan ternyata berbeda dengna kenyataan yang ada,
atau juga calon peneliti menemukan kesenjangan hasil temuan penelitian si A
dengan hasil temuan si B, msekipun topik dan subujekny sama.
2. Manfaat teoritis
a. Manfaat teoritis atau akademis merupakan manfaat penelitian bagi pengembangan
ilmu. Sehingga manfaat teoritis ini dapat mengembangkan ilmu yang diteliti dari
segi teoritis. ... Namun dapat juga untuk memperkuat atau menggugurkan teori
tersebut setelah mengetahui hasil penelitian
b. Relevan secara umum
c. Penelitiannya secara teori bermanfaat untuk mengembangkan dari teroi yang sudah
ada
3. Kuantitatif
a. Dengan menggunakan jurnal internasional dan intumen teruji handal, maka
peneitian yang kita lakukan akan semakin diakui dan layak untuk dijadikan
penelitian atau bahkan referensi bagi peneliti berikutnya
b. Dengan kaidah yang disesuaikan dalam alih bahasa asing
c.
4. Eksperimen
a. penelitian eksperimen merupakan penelitian sistematis, logis, dan teliti di dalam
melakukan kontrol terhadap kondisi. Penelitian non-
eksperimen merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap
sejumlah ciri (variabel) subjek penelitian menurut keadaan apa adanya, tanpa ada
manipulasi (intervensi) peneliti.
b. Validitas internal mengacu pada hasil yang benar-benar berasal dari variabel
bebas (perlakuan) bukan dari variabel lain
c.

C. Keprodian Bimbingan Konseling


1. Konseling Abad 21

a. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2005 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa tujuan


pendidikan yang akan dicapai adalah mengembangkan kemampuan dan watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dalam hal ini pengembangan sumber daya manusia (SDM) Indonesia merupakan
kunci dari sukses tidaknya potensi Indonesia untuk menempati dan memasuki dunia di
abad 21. Individu dengna lingkungan terjadi proses perkembangan, perubahan,
perbakan dan penyesuaian perilaku dalam era global. Melalui pelayanan konseling
yang komprehensif dan berkembang, diharapkan dapat memberi bantuan layanan
terhadap individu agar memiliki kemampuan dan kesiapan diri untuk melakukan
pengarahan diri (self-direction), pengaturan diri (self-regulation), pembaruan diri(self-
renewal), agar tercipta dan terpelihara keserasian pribadi dengan lingkungan
perkembangannya secara dinamis.

b. Karena konseling merupakan profesi yang dinamis, selalu berkembang, dan


menyenangkan, yang berhubungan dengan tragedi manusia dan kemungkinan dalam
cara yang intensif, personal dan perhatian. Profesi konseling merupakan profesi yang
di dedikasikan terhadap pencegahan, perkembangan, eksplorasi, pemberdayaan,
perubahan dan remediasi di dunia yang semakin kompleks. Menjadi konselor adalah
sebuah proses seumur hidup (Gladding, 2002). Proses ini terus berlangsung
melampaui pendidikan pendidikan formal tingkat master maupun doktoral dan
termasuk mengikuti kegiatankegiatan yang terkait dengan bidang konseling
profesional. Konselor harus terus belajar dengan mendapatkan Continuing Education
Units agar terus mendapatkan pembaharuan informasi mengenai bidang konseling,
mendapatkan supervisi untuk memastikan pelayanan yang sempurna, dan advokasi
untuk klien mereka dan profesi konseling itu sendiri. Selain itu, konselor harus belajar
dan terus berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai peraturan pemerintah
terkait dengan profesi konseling dan pendidikan.
Arah perkembangan abad 21 menuntut konselor untuk bisa beradaptasi dengan
mampu memanfaatkan teknologi. Di semua bidang pekerjaan dapat memanfaatkan
kemajuan teknologi sebagai penunjang bekerja, termasuk pada bidang konseling,
teknologi sangat berperan besar dalam menunjang proses konseling, sehingga proses
konseling tidak hanya sekedar tatap muka namun juga berbasis teknologi, yaitu dalam
proses konseling berbasis e-counseling, database klien tersimpan dalam aplikasi
khusus untuk menyimpan data-data administrasi klien, pengolahan data, penyimpanan
data, penggunaan data klien menggunakan teknologi komputer dengan segala aplikasi
yang ada pada komputer.

c. Di abad ke-21, Konselor sekolah memiliki peran penting dalam bermain. Sebagai
pemain kunci potensial dalam melanjutkan tujuan utama sekolah abad ke-21, konselor
sekolah dapat menjadi mitra dalam perubahan sistemik dan mengidentifikasi siswa-
siswa yang membutuhkan lebih banyak untuk dicapai. Banyak siswa terjebak dalam
dikotomi fondasi pendidikan yang lemah dan harapan standar akademis yang ketat;
Seringkali kecuali intervensi konselor sekolah, mereka mungkin tetap dalam
perjuangan mereka untuk bertahan dan berhasil. Pendekatan abad ke-21 untuk bekerja
di sekolah dan reformasi berbasis standar telah mengubah secara dramatis cara setiap
pendidik bekerja di sekolah untuk meningkatkan kinerja siswa. Ketika konselor
sekolah beroperasi dengan premis bahwa mereka adalah pemain kunci dalam kisah
sukses akademis bagi siswa, maka program konseling sekolah dipandang sebagai
bagian integral dari prestasi siswa (Stone & Dahir, 2004). Mempengaruhi program
instruksional, memotivasi dan meningkatkan aspirasi siswa untuk dicapai pada tingkat
tinggi, dan berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman adalah
beberapa cara di mana konselor sekolah dapat berpartisipasi penuh dalam semua
aspek pelaksanaan Cetak Biru untuk Reformasi dan mendokumentasikan upaya untuk
membantu semua anak berhasil. Sekolah abad ke-21 harus memastikan bahwa semua
siswa memperoleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk
membuat transisi yang berhasil dari tingkat kelas sampai tingkat kelas, hingga
pendidikan post secondary, dan ke dunia setelah sekolah menengah. Dengan bekerja
sama dengan siswa dan keluarga/ pengasuh mereka, konselor sekolah dapat
membantu memastikan bahwa siswa akan mengerti pilihan yang mereka miliki setelah
sekolah menengah dan memaksimalkan kesempatan post secondary mereka.

d. Di abad ke-21 konseling adalah proses pemberdayaan dan pembudayaan manusia


yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun
dirinya sendiri dan masyarakat sehingga akan mampu berkompetisi dalam kehidupan
masyarakat global di abad ke-21. Konsekuensinya adalah proses konseling itu harus
mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia untuk
mencapai perkembangan optimal, kemandirian dalam kehidupan, serta kemampuan
untuk melakukan kompetisi dalam kehidupan masyarakat global di abad ke-21.
Terkandung makna disini bahwa melalui proses konseling diharapkan manusia
berkembang ke arah bagaimana dia harus menjadi dan berada. Jika konseling ini
dipandang sebagai suatu upaya untuk membantu manusia menjadi apa yang bisa
diperbuat dan bagaimana dia harus menjadi dan berada, maka konseling harus
bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia. Konselor perlu memahami
manusia dalam segala hal aktualisasinya, kemungkinannya dan pemikirannya, bahkan
memahami perubahan yang dapat diharapkan terjadi pada diri manusia. Konseling
sebagai proses pemberdayaan yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh konselor terhadap klien untuk membantu membangun berbagai daya kekuatan
berikut ini:
1. Daya kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu.
Ini merupakan aspek individual dari pemberdayaan yaitu membantu seseorang agar
memiliki kemampuan berpikir, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
mengambil keputusan, memecahkan masalah dan membangun berbagai keterampilan.
2. Daya kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan
pengertian yang sama, untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna
menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan kata lain, konseling juga membangun
komunitas, memperkuat hubungan antarmanusia. Pestalozzi sebagai ahli pendidikan
mengatakan, “Hakikat pelatihan kodrat manusia adalah mendidik bangsa manusia
untuk memahami cinta kasih. Cinta kasih adalah satu-satunya dasar yang abadi untuk
melatih kodrat manusia menjadi manusia”. Dapat dikatakan konseling bertujuan
menciptakan suatu caring society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan
kepentingan semua pihak.
3. Daya kekuatan batin dalam diri klien, khususnya harga diri, kepercayaan diri dan
harapan akan masa depan. Tanpa adanya harga diri, tidak mungkin manusia
membangun kemampuan kreativitasnya dalam berbagai bidang. Perkembangan
intelektual, moral, dan emosional dalam pendidikan hanya mungkin atas dasar harga
diri, kepercayaan, dan harapan masa depan yang harus ditanamkan sejak dini.

2. Orientasi dan Pendekatan Konseling Multikultural


a. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkembang, yaitu berada dalam
masa transisi dari masyarakat tradisional menuju ke masyarakat modern.
Masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perkembangan
teknologi dan informasi, sehingga kemungkinan bertemunya orang-orang dari
berbagai belahan dunia semakin besar pula. Pertemuan yang bukan hanya antar
orang-perorang semata, melainkan sesungguhnya juga antar budaya dengan
berbagai keragamannya. Dengan demikian ciri khas (karakter) bangsa Indonesia
yaitu berkarakter bangsa yang bhineka tunggal ika atau manusia antar budaya,
bangsa yang majemuk sebagai ciri warga negara Indonesia yaitu: 1. Memiliki
pengetahuan, sikap dan perilaku yang tidak terbatas pada budaya tertentu. 2. Dapat
hidup dalam masyarakat majemuk yang memiliki keragaman budaya. 3.
Menghargai dan menghormati budaya yang beraneka ragam. 4. Beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5. Mencintai sesama manusia, keluarga,
masyarakat, bangsa dan tanah airnya. 6. Menghormati sesama warga negara tanpa
membedakan latar belakang sosial dan budayanya. 7. Dapat hidup bersama dalam
masyarakat majemuk yang berbeda budaya, etnik, agama, istiadat dan sebagainya.
8. Tolerasi keagamaan, menerima dan menghormati adanya beragam agama dan
kepercayaan. Karena kebutuhan beragama ada pada setiap manusia dengan cara
penyembahan yang berbeda. Jika kita melihat kondisi Indonesia yang multikultural
maka sudah selayaknya wawasan multikultural dibumikan dalam dunia konseling
di Indonesia yang multikultural.
b. Asumsi mendasar yang mendasari praktik konseling multikultural abad ke-21
meliputi hal- hal berikut: (1) perkembangan dan perilaku manusia terjadi dalam
konteks lingkungan yang memiliki potensi untuk dipelihara atau dibatasi; (2)
bahkan dalam menghadapi tekanan yang menghancurkan, orang-orang yang
diperlakukan dengan hormat dapat menunjukkan tingkat kekuatan dan sumber daya
akses yang mengejutkan yang mungkin tidak dapat dilihat oleh seorang pemberi
bantuan pesimis; (3) perhatian pada sifat multikultural dari pengembangann
manusia adalah komponen utama dari konseling masyarakat; dan (4)
pengembangan individu dan pengembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan.
Asumsi-asumsi ini mengarah pada definisi peran konselor komunitas yang
komprehensif dan multifaset. Konseling multikultural adalah kerangka bantuan
yang komprehensif yang didasarkan pada kompetensi multikultural dan
berorientasi pada keadilan sosial. Karena perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh
konteks, konselor multikultural menggunakan strategi yang memfasilitasi
pengembangan yang sehat baik dari klien mereka dan dari komunitas yang
menyuburkan mereka
Menurut Pedersen Ada enam prinsip dasar konseling multikultural: 1. Budaya
mengacu pada kelompok orang yang mengidentifikasi atau mengasosiasikan satu
sama lain. Dan merupakan dasar dari beberapa tujuan, kebutuhan, atau kesamaan
latar belakang yang umum. 2. Perbedaan budaya sangat nyata, dan mempengaruhi
semua interaksi manusia. 3. Semua konseling bersifat lintas budaya. 4. Konseling
multikultural memberi penekanan pada keragaman manusia dalam segala
bentuknya. 5. Konselor yang kompeten mengembangkan kesadaran, pengetahuan,
dan keterampilan Campur tangan secara efektif dalam kehidupan orang-orang dari
latar belakang budaya yang beragam. 6. Konselor yang kompeten secara kompeten
adalah manusia yang terpelajar secara global.

c. 5 kultur yang membentuk kekuatan sosial konseli

a. pertama, secara teologis-filosofis, kesadaran dan keyakinan individu 


unik,dalam keunikannya,masing-masing memiliki kebenaran dan kebaikan
universal,hanya saja terbungkus dalam wadah budaya,bahasa,dan agama yang
beragam dan bersifat lokal.
b. kedua,secara psikologis , memerlukan pengkondisian terhadap orang lain
berbeda.  cara paling mudah untuk menumbuhkan sikap demikian, melalui
contoh keseharian, yang ditampilkan orang tua, guru,konselor di sekolah dan
pengajaran agama.
c. ketiga,desain kurikulum pendidikan,program konseling, dan kultur sekolah ,
harus dirancang deengan baik sehingga peserta didik mengalami secara
langsung makna multikultural dengan panduan guru dan konselor yang
disiapkan secara matang.
d. keempat,pada tahap awal hendaknya diutamakan untuk mencari persamaan
dan nilai-nilai universal dari keberagaman budaya dan agama yang
ada sehingga aspek-aspek yang dianggap sensitif dan mudah menimbulkan
konflik tidak menjadi isu dominan. 
e. kelima, dengan berbagai metode kreatif dan inovatif hendaknya nilai-nilai
luhur pancasila ditegakkan kembali dan ditanamkan pada peserta didik
khususnya konseli, agar sense of citizenship dari sebuah negara,bangsa
semakin kuat

d. Konseling:

Konseling adalah pembudayaan, tanpa kebudayaan manusia tidak memiliki wujud


dan tidak memiliki arah. Konseling merupakan kegiatan yang esensial di dalam setiap
kehidupan manusia dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat dan konseling tidak
mungkin terjadi dan terlepas dari kehidupan manusia dan kehidupan. masyarakat. Oleh
karena itu, setiap masyarakat mempunyai kebudayaannnya, maka konseling merupakan
suatu kegiatan budaya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiki
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Konseling
sebagai proses belajar menjadi manusia berkebudayaan berorientasi ganda yaitu
memahami diri sendiri dan memahami lingkungannya. Konseling harus memberi
wahana kepada individu (klien) untuk mengenali siapa dirinya sebagai “perwujudan
khusus” (“diferensial”) dari alam. Sebagai perwujudan khusus dari alam, setiap orang
memiliki keistimewaan kecerdasan masing-masing.
Konseling adalah kehidupan itu sendiri. Konseling adalah proses kehidupan dan
bukan proses untuk mempersiapkan hidup. Hidup yang sewajarnya adalah hidup di
mana manusia dapat mengembangkan diri dan mewujudkan diri sebagai mahluk
individu, sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk beragama. Konseling merupakan
proses kehidupan yang mempunyai peran sangat strategis dalam upaya untuk
membantu mutu kehidupan manusia yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, sosial,
belajar, karir, keluarga, dan keberagamaan. Konseling merupakan suatu kekuatan yang
dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya,
mentalnya, emosionalnya, sosialnya, dan etiknya. Dengan kata lain konseling
merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek
kepribadian dan kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar.

3. Konselor dalam Tantangan Pandemi Covid 19


a. Masa pandemi konselor menghadapi tantangan yang sangat luar biasa, terutama
menghadapi dampak yang terjadi kepada konseli dan konselor tersendiri. Bagi
konselor, peralihan layanan konvensional-tradisional ke dalam layanan berbasis
internet betul-betul sangat perlu dilakukan mengingat pandemi covid keselamatan
lebih diutamakan dengan tidak bisa bertatap muka langsung. Konselor harus mampu
dengan cepat untuk beradaptasi, menentukan langkah dan memaksimalkannya agar
efektif dan efisien. Bagi konseli sendiri utamanya siswa, muncul keragaman masalah
yang sangat kompleks. Kejenuhan, tingkst kemalasan meningakt, stress siswa
terhadap belajar online, gangguan emosi, mengesampingkan sekolah karena tuntutan
ekonomi, keterbatasan alat media belajar, kecemasan, regulasi diri rendah,
kemandirian belajr menurun, pertikaian orangtua, kematian orang terdekat, siswa dan
keluarga yang terkena covid sehinga meninggalkan pelajaran untuk sementara waktu,
resilisensi siswa yang menderita covid, dan sebagainya. Atas dasar tersebut, konselor
sangat dibutuhkan perannya untuk mengembalikan keadaan konseli dengan harus
bisa memaksimalkan peralatan elektronik dan jaringan internet, berikut dengan
pemaksimalan aplikasi media chat, media video call, sebgai pengganti layanan
konseling yang sebelumnya bisa bertatap muka.
b. Konselor harus bisa memaksimalkan layanan konseling. Beberapa hal yang perlu
dilakukan:
1) Menyusun program layanan yang disesuaikan dengan masa pandemi covid
19, melalui assesmen yang dibuat dan disesuaikan pada masa covid, yang
memnuhi kebutuhan bidang pribadi sosial, perkembangan dan karir.
2) Menjadi pribadi yang berkembang dengna mau menambah ketrampilan
tambahan berua ketterampilan penggunaan IT, aplikasi, software laptop, dan
mengikuti pelatihan koonseling masa pandemi yang diselenggarakan oleh
komunitas BK (MGBK), atau pihak lain yang mendukung dan kompeten
3) Memaksimalkan media sosial elektronik untuk pelayanan konseling, ataupun
aplikasi video call untuk mengadakan pertemuan dengan konseli
4) Memaksimalkan media google formulir atau yang lain dalam penyusunan
instrumen untuk melakukan assesmen terhadap siswa
5) Pelaksanaan layanan konseling walaupu lewat dunia maya, harus tetap
menggunakan kode etik, dan prosedur konseling
6) Mendokumentasikan seluruh kegiatan konseling dunia maya, dengan
screnshot chat, screnshot video (record jika memungkinkan), untuk menjaga
akuntabilitas layanan konseling.
7) Tetap melakukan evaluasi dan tindak lanjut yang berkesinambungan.

c. Konselor agen peubahan dalam e-counseling


Konselor merupakan tugas profesional yang memiliki kaidah dan kode etik
profesi. Salah satu peran konselor adalah harus mampu menjadi agen perubahan.
Perubahan yang bermakna bahwa konselor mampu beradaptasi, melakukan
penyesuaian terhadap perubahan keadaan. Peubahan pelaksanaan layanan konseling
sangat mutlak harus dilakukan dengn menyesuaikan keadaan masa pandemi,seperti
harus beralih ke e-counsling. Koselor harus mampu menggunakan media elektronik,
HP/Laptop, sebagai ruang pengganti ruangan layanan konseling yang biasany ada di
kelas atau ruang BK sekolah. Konselor terus berusaha menambah ketrampilan
penggunaan media internet dan elektronik tsb agar bisa memaksimalkan layanan
konseling. Komunikasi verbal yang biasanya secara langsung, dimasa pandemi harus
berubah menjadi komunikasi elektronik, namun konselor harus tetap berupaya
melatih dan meningkatakn kemampuan komunikasi sebagai alat utama dalam
pemberian layanan, meskipun melalui media elektronik yang terhubung dengna
internet.
d. Pelajar pancasila
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang
hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Profil pelajar Pancasila tertuang dalam dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.Profil pelajar
Pancasila memiliki enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis,
dan kreatif, seperti dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi.
1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia Pelajar
Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam
hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pelajar Pancasila memahami ajaran
agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dan berakhlak mulia adalah akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak
kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
2) Berkebinekaan global,Pelajar Indonesia mempertahankan kebudayaan luhur,
lokalitas, dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi
dengan budaya lain. Perilaku pelajar Pancasila ini menumbuhkan rasa saling
menghargai dan memungkinkan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak
bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci berkebinekaan global
adalah mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural
dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap
pengalaman kebinekaan.
3) Gotong royong, Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong royong, yaitu
kemampuan pelajar Pancasila untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama
dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan
ringan. Elemen kunci gotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.
4) Mandiri, Pelajar Indonesia adalah pelajar mandiri, yaitu pelajar Pancasila yang
bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya.Elemen kunci mandiri adalah
kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dan regulasi diri.
5) Bernalar Kritis, Pelajar yang bernalar kritis adalah pelajar Pancasila yang mampu
secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi,
mengevaluasi, dan menyimpulkannya. Elemen kunci bernalar kritis adalah
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan
mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan
mengambil keputusan.
6) Kreatif, Pelajar yang kreatif adalah pelajar Pancasila yang mampu memodifikasi
dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan
berdampak.Elemen kunci kreatif adalah menghasilkan gagasan yang orisinal dan
menghasilkan karya serta tindakan yang orisinal

Anda mungkin juga menyukai