Anda di halaman 1dari 16

PERSON-CENTERED THERAPY

RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Teori daan Pendekatan Konseling
yang dibina oleh Dr. Triyono, M.Pd dan Dr. M. Ramli. MA

Oleh
Azam Arifyadi (130111809286)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
BIMBINGAN DAN KONSELING
Oktober 2013
PERSON-CENTERED THERAPY

A. Sejarah Perkembangan Person Centered Therapy


1. Biografi Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers lahir di Illinois, Amerika, anak ke empat dari enam
bersaudara. Sebagai seorang anak laki-laki yang sakit-sakitan, Rogers menjalani masa
kanak-kanaknya dalam keakraban keluarga yang bekerja keras dan Kristen Protestan
yang sangat konservatif serta nyaris fundamentalis sama-sama dijunjung tinggi.
Rogers menganggap orang tuanya sebagai master dibidang seni yang mengontrol
penuh kasih sayang dan tidak kentara. Ia berbagi sedikit pemikiran dan perasaan
dengan mereka karena ia tahu hal ini akan dinilai dan ingin ditemukan. Ketika masuk
di perguruan tinggi, ia tetap seorang penyendiri yang haus membaca dan mengadopsi
sikap orang tuanya terhadap dunia luar, seperti yang dirangkum dalam pernyataan:
“Dalam kelaurga kami, perilaku orang lain yang meragukan itu tidak kami setujui”
(Rogers, 1980:28). Kondisi keluarga yang sangat taat dan pandangan yang keras
maka Rogers bertumbuh menjadi seorang dengan karakteristik introvert, dia seorang
yang cepat dewasa dibandingkan anak seusianya dan terus belajar demi kepentingan
sosialnya, (Parrot, 2003), (Corey, 2009).
Rogers masuk University of Wisconsin untuk belajar pertanian, namun
kemudian pindah ke sejarah, karena merasa hal ini akan menjadi persiapan untuk
tujuan profesionalnya yang baru muncul, yaitu untuk menjadi seorang pendeta.
Rogers menyelesaikan studinya di University of Wisconsin pada tahun 1931, (Parrot,
2003), (Seligman, 2006). Bagian kehidupan Rogers yang sangat berpengaruh
terhadap karir Rogers yang kemudian menumbuhkan kesadaran akan pentingnya
hubungan sosial dan berbagi pengalaman tentang perasaannya saat bergabung dalam
acara World Student Christian Federation Conference International. Kemudian
Rogers menikah dengan Hellen Elliot, seorang artis, dan memiliki 2 anak yaitu david
dan Natalie. Kedua pengalaman Rogers berupa konfrensi dan pernikahan yang
menghasilkan 2 anak mengajarkan lebih jauh tentang apa dan siapa individu itu,
perkembangannya serta pentingnya kedamaian, dan adanya interkoneksi antara setiap
manusia, yang tidak dipelajari secara professional, Rogers (Parrot, 2003).
Bagian karir Rogers mencerminkan bagaimana keterkaitan teori konseling dan
psikoterapi Rogers berkembang dimana ayahnya mengharapkan kepindahaanya ke
Pinceton dan kemudian menolak permintaan ayahnya dan memilih mengikuti Union
Theological Seminary di New York. Poin yang membentuk pada kursus yang diikuti
oleh Rogers ialah ketika pertama kali ia menolong orang lain tidak sebagai seorang
ministry tetapi sebagai seorang psikolog, 2 tahun di Union kemudian di melanjutkan
pendidikan di Columbia University Theacher College dan meraih gelar M.A.nya pada
tahun 1928 dan bekerja di klinik dan psikologi pendidikan tahun 1931. Setelah itu
menghabiskan waktu 12 tahun di community child guidance clinic di Rochester, New
York. Ia menerima Ph.D.nya dari Columbia University dan pada tahun 1939
mempublikasikan buku pertamanya, yang berjudul The Clinical Treatment of The
Problem Child.
Pada tahun 1940, Rogers menerima posisi sebagai profesor psikologi di Ohio
State University. Walaupun Rogers tertarik pada teori psikoanalisis tradisional Freud
namun pengalaman praktek klinik dan penelitian Rogers menggagalkan pandangan
Freud dan menerbitkan buku keduanya berjudul Counseling and Psychoterapy
(1942), yang isinya diambil terutama dari pekerjaannya sebagai konselor dan bukan
sebagai psikolog akademik. Setelah meninggalkan Ohio State Iniversity, ia menjabat
sebagai direktur konseling untuk United Service Organization, sebuah organisasi
kesejahteraan tentara. Antara tahun 1945-1957 Rogers adalah seorang profesor
psikologi dan sekretaris eksekutif pusat konseling di University of Chicago, di
Universitas ini terapi non direktif, atau kemudian disebut client-centered
dikembangkan dan diteliti. Pada 1951, Rogers memublikasikan Client-Centered
Therapy, yang berisi sebauh pernyataan teoritik maupun serangkaina bab yang
terkait dengan praktik client-centered (dipusatkan pada klien). Rogers
mempromosikan idenya tentang pusat pembelajaran seseorang di La Jolla, California,
kemudian terus mengembangkan teorinya yaitu Person Centered Therapy pada
tekanan antar ras/suku, mengurangi konflik antar saudara, memajukan perdamaian
dunia dan keadilan sosial yang kemudian membawa Rogers sebagai penerima nobel
perdamaian walaupun pada akhinya dia tidak menerima pengargaan tersebut. Tahun
1987 mengalami penyakit dibagian pingganya dan menjalani operasi serta mengalami
kerusakan jantung dan meninggal beberapa hari kemudian. Rogers memberikan
pengaruh yang besar terhadap profesinya selama hidupnya.
Menurut Chain (Seligman, 2006) pengejawantahan pengembangan teori
Rogers dilihat dari sikapnya yang merupakan percampuran yang kompleks antara
kecerdasan yang tinggi, energi yang tinggi, ambisi, daya saing, etika kerja Protestan,
kekuatan, keringkihan, karisma, idealisme, alturisme, self-centeredness, penyayang,
pemalu, sensitivitas, kehangatan, dan kemampuan untuk menyentuh orang lain secara
mendalam merupakan dasar dan landasan perkembangan teori person centered
therapy. Rogers juga seorang penulis yang berkomitmen mendalam pada komunikasi
yang jelas dan kuat. Saat berusia 75 tahun, ia mengatakan: “Saya yakin, ada alasan
yang lebih penting untuk tulisan saya ini. Bagi saya-dalamdiri-tampaknya saya masih
anak pemalu yang menganggap komunikasi dalam situasi interpersonal sangat
sulit...” (Rogers, 1980: 80). Seperti telah disebutkan di atas buku-buku hasil karya
Rogers yaitu Fredoom to Learn (1969), Carl Rogers on Encounter Groups (1970),
Becoming Partners :Marriager and Its Alternatives (1972), Carl Rogers on Personal
Powers (1977), dan A way of Being (1980). Sebuah bibliografi kronologis buku-buku
dan artikel-artikel Rogers yang diterbitkan selama periode 1930-1980 dicetak pada
bagian akhir A Way of Being.
2. Perkembangan Teori Person Centered Therapy
Person Center Therapy didasarkan pada konsep psikologi humanistik dan
eksistensialisme dimana asusumsi dasanya adalah setiap manusia dapat dipercaya,
bahwa manusia memiliki potensi untuk memahami diri mereka sendiri dan
memecahkan masalah mereka sendiri tanpa adanya intervensi dari terapis, dan
mereka mampu menumbuhkan pengarahan diri mereka sendiri tanpa jika dilibatkan
dalam hubungan terapeutik tertentu, (Corey, 2009). Terapi ini tidak bertujuan untuk
menyelesaikan masalah konseli melainkan membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang sehingga mereka mampu mengatasi masalahnya dengan
mengintegrasikan gaya pemecahan masalah yang lebih baik, (Parrot, 2003).
Berdasarkan sejarahnya, teori konseling yang dikembangkan oleh Roges
mengalami beberapa perubahan. Pada mulanya dia menggunakan pendekatan
konseling yang di sebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini sebagai
reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang pada saat itu terlalu
berorientasi pada konselor atau directive counseling. Pada tahun 1951 Rogers
mengubahnya menjadi client centered counseling sehubungan dengan perubahan
pandangan tentang konseling yang menekankan pada upaya reflektif terhadap
perasaan klien. Enam tahun berikutnya, pada 1957 Rogers mengubah nama
pendekatanya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centered), yang
memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman yang baik
pada klien maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya
pada saat konseling berlangsung.
Konseling berpusat pada person ini memperoleh sambutan positif dari kalanan
ilmuan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini,
pendekatan konseling ini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam kaitan
ini Geldard (1989) menyatakan bahwa karya Rogers ini memiliki kekuatan
(powerfull) dan manfaat (usefull) dalam membantu klien.

B. Hakikat Manusia
Rogers menuliskan keyakinan fundamentalnya pada kerangka subjektif, dan
mengatakan bahwa “orang pada dasarnya hidup di dunia pribadi dan subjektifnya,
dan bahkan fungsi paling objektifnya di bidang sains, matematika, dan semacamnya,
adalah hasil dari maksud subjektif dan pilihan subjektif” (1959: 191).persepsi klien
sianggap sebagai persepsi tentang realitas.
Menurut George & Cristiani (1981) manusia mampu mengontrol diri mereka
dalam empat area dasar yaitu :
a. Kepercayaan dalam martabat diri dan nilai yang terdapat pada setiap diri
individu.
Rogers sangat berkomitment terhadap kepercayaannya bahwa semua orang
seharusnya memiliki hak untuk berpendapat dan memberikan gagasan mereka,
serta seharusnya dapat mengontrol nasib mereka sendiri. Rogers memandang
setiap manusia memiliki kekebasan mengejar keinginan dan ketertarikannya
kepada sesuatu dengan aturan bahwa hal tersebut tidak meginjak-injak hak asasi
orang lain.
b. Pandangan tentang perilaku manusia.
Bahan Self-consept individu menjadi aspek yang penting terhadap persepsi
individu terhadap dirinya, self merupakan pusat dari pengalaman individu dengan
lingkungannya, persepsi individu dari interaksi antara perubahan lingkungan
sebagai bagian dari perubahan diri individu.
c. Kecenderungan manusia ke arah aktualisasi diri
Rogers meyebutkan kecendrungan arah seseorang disebut juga
kecenderungan aktualisasi yang didefenisiskan sebagai kecendrungan seseorang
untuk mengembangkan kemampuannya dengan cara mempertahankan atau
meningkatkan suatu organisme.
d. Pandangan bahwa manusia pada dasarnya baik dan dapat dipercaya.
Rogers mengetahui bahwa manusia kadangkala berperilaku tidak dapat
dipercaya danmereka mampumenipu,membencidan dam kejam tetapi Rogers
percaya bahwa hal tersebut merupakan karakteristik yang tidak favorable yang
timbul akibat pembelan diri individu sehingga mengasingkan sifat dasar mereka.
Perilaku defensif merupakan hasil dari sebuah ketidaksesuaian antara diri ideal
individu, cara merekapercaya bahwa bagaimana merekaseharusnya, diri mereka
yang sesungguhnya, dan cara berfikir mereka yang sebenarnya.
C. Hakikat Manusia
1. Struktur kepribadian
Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian.
Baginya cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh
lebih penting daripada karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena
dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan-perubahan kepribadian,
maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandanga- pandangan khusus
mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi-
asumsinya terhadap proses konseling.
Untuk memahami lebih luas tentang pandangannya tentang manusia perlu
memahami cara pandang Rogers tentang kepribadian. Rogers mengungkapkan bahwa
terdapat tiga unsur yang sangat esensial dalam hubungannnya denan kepribadian,
yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.

a. Self adalah bagian dari kepribadian yang penting dalam pandangan Rogers. Self
(disebut pula struktur self atau self concept) merupakan presepsi dan nilai-nilai
individu tentang dirinya atau hal-hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self
merupakan suatu konsepsi yang merupakan presepsi mengenai dirinya “I” atau
“me” dan presepsi hubungan dirinya dengan orang lain dengan segala aspek
kehidupannya. Self meliputi dua hal, yaitu self riil (real self) dan self ideal (ideal
self). Real self merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, dan
ideal self merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi
tentang dirinya.
b. Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman
seseorang yang diterimanya baik yang disadari. Pengalaman yang meliputi
peristiwa-peristiwa yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang pernah
dilakukan individu. Pengalaman ada yang bersifat internal yaitu presepsi mengenai
dirinya sendiri dan pengalaman yang bersifat eksternal yaitu presepsi mengenai
dirinya sendiri dan pengalaman yang bersifat external yaitu presepsi mengenai
dunia luarnya. Penbgalaman–pengalaman ini berbeda dengan individu satu dan
lainnya, dan dapat menjadi self. Kita dapat memahami medan fenomenal
seseorang hanya dengan menggunakan kerangka pemikiran internal individu yang
bersangkutan (internal frame of reference). Pemahaman secara empati, sebagai
internal frame of reference, sangat berguna dalam memahami fenomenal ini.
c. Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran,
perilaku, dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan
dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan
diri. Perilaku ini merupakan usaha organisme yang berarah tujuan (goal-directed)
yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dialaminya, dan dalam
medan sebagaimana yang diamatinya. Dalam hubunan ini emosi menyertai dan
pada umumnya memberikan fasilitas perilaku berarah tujuan itu. Kebanyakan
cara-cara berperilaku yang diambil orang adalah yang selaras dengan konsep self.
Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagaimana medan itu dialami
dan diamati. Bagi individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas).
Organisme bereaksi terhadap medan fenomenal sebagai keseluruhan yang
terorganisasi.

Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus


menerus antar organisme, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami
perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagaimana
berikut ini.

1) Kecenderungan mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organisme manusia adalah unik dan memiliki
kemampuan yang mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya,. Dan
mengembangkan potensi dirnya. Oleh karena itu manusia bekecenderungan untuk
aktualisasikan diri, yaitu untuk mengembangkan seluruh kemampuannya dengan
jalan memelihara dan meningkatkan organisme ke arah otonomi. Kecenderungan
mengaktualisasikan ini sifatnya terarah, konstruktif, dan ada dalam kehidupannya.
Kecenderungan mengaktualisasi sebagai daya dorong (motive force) individu,
yang bersifat inherent, karena sudah dimiliki sejak dilahirkan hal ini ditunjukan
dengan kemampuan bayi untuk memberikan penilaian apa yang terasa baik
(actualizing) dan yang terasa tidak baik (nonactualizing) terhadap peristiwa yang
diterimanya.
2) Penghargaan positif dari orang lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organisme dengan realitas
lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu.
Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang-orang yang bermakna
baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang
secara positif jika di dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan,
penerimaan, dan cinta dari orang lain (positive regard)
Sepanjang beruinteraksi dengan orang lain itulah individu membututhkan
pengghargaan yang positif. Jika kebutuhan ini diperolehnya, maka individu juga
akan belajar dan merasakan dirrinya sebagai orang yang berharga., dapat
menerima dan mencintai dirinya sendiri (self regard). Tentunya penghargaan
positif yang diberikan kepada individu tidak diberikan dengan cara memaksa atau
bersyarat (condition of worth). Pemberian penghargaan yang bersyarat akan
menghambat pertumbuhannya.
3) Person berfungsi secara utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan
positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi
yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat
mencpai penyesuaian psikologis secara baik. Rogers menegaskaqn bahwa orang
yang demikian ini menjadi pribadi yang berfungsi secara sempurna (fully
fungtioning person), Yang ditandai oleh keterbukaan terhadap pengalaman,
percaya kepada organismenya sendiri, dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya secara bebas, bertindak secara mendiri, dan kreatif (Rogers 1970).
Fully fungtioning ini pada dasarnya sebagai tujuan hidup manusia.
2. Pribadi sehat dan bermasalah
Bagaimana self terbentuk pada seseorang? Menurut Rogers, self terbentuk
melalui dua proses, yaitu dengan proses asimilasi dam proses introyeksi. Proses
asimilasi adalah proses pembentukan self yang terjadi karena akibat pengalaman
langsung individu. Dengan pengalaman tersebut individu menyusun konsep dirinya
tentang siapa dirinya. Sepanjang hidupnya setiap individu memiliki pengalaman
tertentu dan pengalaman-pengalaman itulah sedikit demi sedikit terdiferensiasi
sebagai self-nya.
Proses introyeksi merupakan proses pembentukan struktur self yang terjadi
karena adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungan sekitar. Biasanya
introyeksi diperoleh melaui interaksi dengan orang-orang terdekat berdasarkan
penilaian orang lain tentang dirinya, dan individu itu menyetujui apa yang dinilai itu
maka struktur self itu membentuk.
Menurut Rogers, pembentukan self berhubungan dengan pengalamannya.
Hubungan self dengan pengalaman seseorang pada dasarnya dapat di klasifikasikan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kongruensi (congruence), pengalaman sesuai dengan self
b. Tidak kongruensi (uncongruence), pengalaman tidak tidak sesuai dengan self,
c. Self tidak memiliki hubungan dengan pengalaman. Self yang sesuai dengan
pengalaman biasanya oleh individu dilambangkan, diakaui dan dinyatakan atau
disimbolisasikan. Self tidak sesuai dengan pengalaman akan didistorsi tolak.
Sedangkan self yang tidak memiliki hubungan dengan pengalaman akan
diabaikan.
Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa penyesuaian secara baik itu
diawali oleh adanya kesesuaian antara pengalaman dengan self atau dalam keadaan
kongruensi, sedangkan penyesuaian yang tidak baik diawali oleh ketidak sesuaian
antara pengalaman dengan self atau dengan kata lain segala pengalamannya dianggap
ancaman dan individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap pengalaman-
pengalamannya.
D. Hakikat Konseling
Hakikat konseling person centered dibangun berdasarkan kepercayaan
mendasar atas kemampuan klien, di dalam iklim yang mendukung pertumbuhan,
untuk mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya.
Konseling person centered adalah proses yang berlangsung diantara maupun
di dalam sesi. Proses konseling berusaha untuk memberikan iklim yang mendukung
pertumbuhan ketika klien berusaha berhubungan dengan dan mengalami perasaannya,
mengeksplorasi berbagai keadaan dalam hidupnya, dan menetapkan tujuan dan arah
yang tampaknya tepat bagi dirinya. Iklim mendukung pertumbuhan yang sama
memungkinkan klien, jika sudah siap, untuk menangani isu menghentikan konseling
dan bagaimana ia sebaiknya mengarahkan hidupnya setelah itu.

E. Kondisi Pengubahan
1. Tujuan
Pertanyaan tentang tujaun dalam kerangka kerja person-centered dapat
dijawab dengan dua cara: pertama, tujuan masing-masing klien dalam konseling dan,
kedua, tujuan keseluruhan yang merefleksikan potensi pertumbuhan manusia.
Menurut Seligman (2006) dalam proses terapi, seorang terapis bertujuan untuk
memfasilitasi klien untuk memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri mereka
sekarang, lebih jujur terhadap diri mereka sendiri, mengekspresikan secara penuh
emosi dan pengalamannya, bahkan mereka mampu mengekspresikan pandangan
menyakitkan dan penolakan orang lian terhadap dirinya. Ricard N. Jones (2011)
mengidentifikasi enam dimensi tujuan terapi person-centered dalam tulisan-tulisan
Rogers yaitu:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman
b. Rasionalitas
c. Tanggung jawab pribadi
d. Self-Regard (penghargaan diri)
e. Kapasitas hubungan pribadi yang baik
f. Etika hidup
2. Sikap, peran dan tugas konselor
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner
klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubuingan konseling, konselor ini lebih
banyak memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan segala
permasalahan, perasaan dan presepsinya, dan konselor merefleksikan segala hal yang
diungkapkan oleh klien. Kondisi-kondisi yang perlu diciptakan adalah sebagai
berikut.

a. Konselor dan klient berada dalam hubungan psikologis


b. Klien adalah orang yang mengalami kecemasan, penderitaan dan
ketidakseimbangan.
c. Konselor adalah benar-benar dirinya sejati dalam berhubungan danga klien.
d. Konselor merasa atau menunjukan unconditional positive regard untuk klien.
e. Konselor menunjukan adanya ras empati dan memahami tentang kerangka
acuan klien dan memberitahukan pemahaman-nya kepada klien.
f. Klien menyadari (setidaknya pada tingkat minimal) usaha konselor yang
menunjukan sikap empatik berkomunikasi dan unconditional positive regard
kepada klien.
3. Sikap, Peran, dan Tugas Konseli
Person-centered therapy memandang bahwa perubahan terapeutik bergantung
pada persepsi konseli, baik tentang pengalamannya dalam konseling maupun tentang
sikap dasar konselor. Konseli berpeluang untuk mengeksplorasi berbagai macam
perasaannya yang dirahasiakan ketika permulaan konseling jika konselor mampu
menciptakan iklim yang kondusif bagi eksplorasi diri konseli.
Konseli mampu mengeksplorasi lingkup yang lebih luas tentang perasaannya
setelah konseling berjalan dengan baik. Lambat laun konseli akan menemukan aspek-
aspek di dalam dirinya, baik positif maupun negatif yang dibiarkannya tersembunyi.
Pengalaman konseli dalam konseling adalah melepaskan belenggu deterministik yang
telah membuat dirinya berada pada penjara psikologis. Konseli cenderung menjadi
lebih matang secara psikolgis dengan meningkatnya kebebasan.
4. Situasi Hubungan
Ada tiga ciri atau sikap pribadi konselor yang mampu mewujudkan konseling
yang baik, yaitu congruence or genuineness, unconditional positive regard, dan
pemahaman empatik yang akurat. Dari persfektif rogers hubungan terapis dan klien
dikakteristikkan dengan equity. Terapis tidak menjaga pengetahuan mereka sebagai
sebagai sebuah rahasia yang bertujuan untuk menyembunyikan proses terapeutik.
Proses perubahan pada klien bergantung pada kadar kulitas hubungan yang setara.

F. Mekanisme Pengubahan
1. Tahap-tahap Konseling
Berdasarkan segi pengalaman klien dalam hubungan proses konseling dapat
dibagi menjadi 4 tahap (Correy, 1988) yaitu:

a. Tahap pertama klien datang kepada konselor dalam kondisi tidak kongruensi,
mengalami kecemasan atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
b. Tahap kedua, setiap klien menjumpai konselor dengan penuh harapandapat
memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yangn sedang dialami, dan
menemukan jalan atas kasuilitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klie
adalah ketidakmampuan mengatasi kesulitan hidupnya.
c. Tahap ketiga, pada awal konseling klien menunjukan perilaku, sikap, dan
perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dia alami kepada
konselor secara permukaan dan belum menyatakan pribadi dalam. Pada awal-
awal ini klien cenderung meengekternalisasi perasaan dan masalahnya, dan
mungkin bersifat defensive. Karena kondisi yang diciptakan konselor kondusif,
dengan sikap empati dan penghargaan, konselor terus membantu klien untuk
mengeksplorasi dirinya secara lebih terbuka. Jika hal ini berhasil maka klien
mulai menunjukan sikapnya yang lebih menyatakan diri yang sesungguhnya.
d. Mulai tahap keempat inilah klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku
yang kaku, membuka diri terhadap pengalamannya, dan belajar bersikap lebih
matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang
didistorsinya.
2. Teknik-teknik Konseling
Konseling ini tidak memiliki teknik yang spesifik. Sikap-sikap dasar konselor
dan kepercayaan antara konselor dan konseli-lah yang berperan penting dalam proses
konseling. Konselor membangun hubungan yang baik, dimana konseli akan
mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi kehidupannya yang sekarang diingkari
atau didistorsinya. Konselor memandang konseli sebagai narator aktif yang
membangun konseling secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif.
Kualitas hubungan konseling lebih penting daripada teknis. Pada umumnya konseling
ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan
perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi konseli. Selain
itu, tiga sikap dasar konselor, yaitu congruence or genuine, unconditional positive
regard and acceptance, dan accurate empathic understanding.
1. Congruence or genuine
Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil
nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling.
konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-
perasaan secara impulsif terhadap konseli. Pendekatan person-centered berasumsi
bahwa jika konselor selaras atau menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan
dengan konseli, maka proses konseling bisa berlangsung.
2. Unconditional positive regardand acceptance
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap
pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik.
Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli,
maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
3. Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut
untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan
menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu
kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami.

G. Hasil–hasil Penelitian
Rogers telah mempengaruhi orang lain untuk mengembangkan ide-idenya.
Misalnya di Inggris, Mearns dan Thorne (2000) telah memperluas gagasan Rogers
tentang self menjadi konfigurasi self. Definisi kerja pertama mereka adalah:
“konfigurasi adalah konstrak hipotetik yang berarti pola koheren dari berbagai
perasaan, pikiran dan perilaku yang disimbolisasikanatau diprasimbolisasikan oleh
orang itu sebagai refleksi dari dimensi dalam self” (2000: 102).
Psikolog kanada David Rennie (1998) telah mengembangkan apa yang
diistilahkannya sebagai pendekatan eksperimental terapi person-centered. Pendekatan
Rennie beredar diseputar refleksifitas klien dan terapis, yang didefinisikannya sebagai
self-awareness (kesadaran tentang diri) dan agency dalam self-awareness tersebut.
Pendekatan Rennie tidak hanya sampai pada respon empatik, tetapi memfokuskan
pada proses-proses klien dan terapis.
Perkembangan terapi dan terapis person-centered terjadi melalui berbagai
jurnal dan pusat pelatihan. Jurnal-jurnal yang ditujukan bagi pendekatan Rogers
termasuk The Person-Centered Journal dan Person-Centered & Experiential
Psychotherapies.

H. Kelemahan dan Kelebihan


Beberapa kelemahan person-centered therapy adalah sebagai berikut.
1. Sulit bagi konselor untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
2. Konseling menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup
3. Minim teknik untuk membantu konseli memecahkan masalahnya.
4. Tidak cukup sistematik, terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil
tanggungjawabnya.
5. Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga
melupakan keasliannya.
6. Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus
dikembangkan dalam hubungan konseling.
Sedangkan beberapa kelebihannya adalah sebagai berikut.
1. Sifat keamanan. Individu dapat mengeksplorasi pengalaman-pengalaman
psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
2. Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
3. Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
4. Konseli memiliki pengalaman positif dalam konseling ketika mereka fokus
dalam menyelesaiakan masalahnya.
5. Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika
mereka didengarkan dan tidak dijustifikasi.

I. Sumber Rujukan
Corey, Gerald. 2009. Theory and Practice Counseling and Psychotherapy.
Amerika :Thompson Books/Cole
George, Rickey L & Cristiani, Therese S. 1981. Theory, Methods, and Processes
of Counseling and Psychotherapy. Englewood Cliffs : Prentice-Hall, Inc
Fall, Kevin A, Holden, Jan Miner, & Marquis, Andre. 2004. Theoretical Models
of Counseling and Psychotherapy. New York: Brunner-Routledge.
Parrot III, Les. 2003. Counseling and Psychotherapy Second Edition. Amerika :
Thompson Books/Cole
Patterson, Cecil H. 1980. Theories of Counseling and Psychotherapy. New York ;
Harper & Row Publisher
Jons, Richard N. 2011. Theory and Practice of Counseling and Therapy.
California: Sage Publication
Rogers, Carl R. 1961. On Becoming Person. USA: Houghton Mifflin Company.
Seligman, Linda. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy Sistem,
Strategies, Skill.New Jersey ; Pearson prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai