Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDEKATAN KONSELING ADLERIAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Konseling Kelas 1

Dosen Pengampu :
Dr. Ika Febrian Kristina, S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Viona Callista Azarine 15000120130116


Natasya Nur Widya 15000120140102
Nurul Rizki Isnaeni 15000120140103
Aghniya Sukmaghaida Sukandar 15000120140126
Moza Naomi Zhaafirah 15000120140146
Januarayza Amanda Nurul Aulia 15000120140176
Tasya Hapsari Widyastuti 15000120140271
Adinda Natasya Maharani 15000120140350

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Konseling ini
dengan baik tanpa kendala.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling kelas 1
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Makalah ini dapat kami susun dengan baik tidak
terlepas dari bantuan referensi dan Ibu Dr. Ika Febrian Kristina, S.Psi., M.Psi. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ika Febrian Kristina, S.Psi., M.Psi selaku dosen
pembimbing mata kuliah ini karena telah memberi kesempatan kepada kami untuk dapat
menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari berbagai
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca agar kami dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah yang telah kami susun ini dapat bermanfaat terhadap pembaca.

Semarang, 2 Maret 2022

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
BAB I 4
LATAR BELAKANG 4
RUMUSAN MASALAH 4
TUJUAN 5
BAB II 6
STUDI KASUS 6
Contoh Kasus 1 : 6
Contoh Kasus 2 : 6
TINJAUAN TEORI 7
Konsep dan Perspektif Adlerian 7
Perspektif Historis 7
Konsepsi tentang Manusia 8
Teori - Teori Pokok 9
Karakteristik Penggunaan Pendekatan 13
Tujuan Adlerian Therapy 13
Peran dan fungsi terapis 14
Pengalaman Klien dalam terapi 15
Hubungan Terapis dan Klien 15
Teknik Konseling Sesuai Dengan Pendekatan 16
Kontribusi dan Keterbatasan Pendekatan Konseling Adlerian 17
Hasil Riset Relevan (membantu dalam pembahasan kasus)
PEMBAHASAN KASUS
Pembahasan Kasus 1 :
Pembahasan Kasus 2 :
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA 2

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap individu pastinya akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang sejalan dengan bertambahnya usia manusia. Pertumbuhan dan perkembangan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya berbagai peningkatan kebutuhan seperti pola
makan pada setiap individu. Dalam jurnal (Rahima et al., 2015) menurut Kronemyer
(2009) salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi individu adalah pengakuan dari
kelompok sosial yang direalisasikan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Semakin bertambahnya usia setiap individu peningkatan kebutuhan tidak
hanya pola makan saja, namun peningkatan kebutuhan akan pengakuan dari
kelompok sosial sebagai fungsi psikologis tersebut kadang tidak bisa direalisasikan
oleh remaja karena fungsi biologis yang dianggap mengganggu. Salah satu keadaaan
biologis yang dianggap mengganggu oleh remaja salah satunya adalah kegemukan
atau obesitas. Dalam jurnal (Rahima et al., 2015) menurut Budiyanto (2002:7)
obesitas adalah keadaan berat badan yang melebihi Berat Badan Relatif (BBR),
artinya tidak semua kelebihan berat badan dapat diartikan sebagai kegemukan dan
obesitas.
Permasalahan tersebut sebenarnya dapat diakibatkan oleh gaya hidup (life
style) setiap individu. Karena, gaya hidup setiap manusia berbeda - beda dan bersifat
unik. Namun, karena hal tersebut juga dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi
kehidupan individu. Gaya hidup (life style) merupakan suatu cara unik yang
digunakan oleh setiap individu untuk menangani perasaan rendah diri dan mencapai
tujuan-tujuan hidupnya. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini pendekatan
konseling Adlerian dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana konsep dan perspektif Adlerian ?


2. Bagaimana karakteristik penggunaan pendekatan terapi Adlerian ?
3. Apa tujuan dari Adlerian Therapy ?

4
4. Apa peran dan fungsi terapis ?
5. Bagaimana hubungan terapis dan klien pada pendekatan konseling Adlerian ?
6. Bagaimana teknik konseling yang sesuai dengan pendekatan konseling
Adlerian ?
7. Apa kontribusi dan keterbatasan pendekatan konseling Adlerian ?
8. Bagaimana hasil riset relevan mengenai pendekatan konseling Adlerian ?
9. Bagaimana contoh dan pembahasan kasus dengan pendekatan konseling
Adlerian ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dan perspektif Adlerian ?
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penggunaan pendekatan terapi
Adlerian ?
3. Untuk mengetahui apa tujuan dari Adlerian Therapy ?
4. Untuk mengetahui apa peran dan fungsi terapis ?
5. Untuk mengetahui bagaimana hubungan terapis dan klien pada pendekatan
konseling Adlerian ?
6. Untuk mengetahui bagaimana teknik konseling yang sesuai dengan
pendekatan konseling Adlerian ?
7. Untuk mengetahui apa kontribusi dan keterbatasan pendekatan konseling
Adlerian ?
8. Untuk mengetahui bagaimana hasil riset relevan mengenai pendekatan
konseling Adlerian ?
9. Untuk mengetahui bagaimana contoh dan pembahasan kasus dengan
pendekatan konseling Adlerian ?

5
BAB II
ISI

A. STUDI KASUS
1. Contoh Kasus 1 :
Kasus pertama pada jurnal (Rahima et al., 2015) yang berjudul “Penerapan
Konseling Kelompok Adlerian Untuk Mengurangi Rasa Rendah Diri Siswa Obesitas”
menjelaskan mengenai kondisi yang terjadi pada beberapa orang siswa kelas VIII di
SMPI Khaira Ummah Padang. Setelah dilakukan penelitian menggunakan Alat
Ungkap Masalah Seri Umum (AUM Umum), hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa beberapa orang siswa mencentang pernyataan “badan terlalu kurus, atau terlalu
gemuk” selanjutnya mencentang pula pada bagian “sering merasa sedih”, dan pada
pernyataan “rendah diri atau kurang percaya diri”. Hasil pengolahan AUM Umum
tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan wawancara pada tanggal 11 - 15 November
2013 terhadap beberapa siswa obesitas.
Masalah-masalah yang dialami pada umumnya adalah mereka malu pada
kondisi fisik yang obesitas, merasa tidak cantik, tidak percaya diri ketika bertemu
dengan teman yang berbeda jenis kelamin, merasa diabaikan oleh orang tua, sedih
karena sering ditertawakan dan diejek, merasa sedih karena candaan, dan panggilan-
panggilan yang tidak disukai, sehingga mereka menganggap obesitas sebagai
penyebab masalah dalam hidup, terutama dengan teman sebaya. Pada masalah dalam
penelitian ini jelas rasa rendah diri siswa obesitas diperkuat oleh adanya tekanan
berupa ucapan, ejekan, hardikan, dan pengabaian.

6
2. Contoh Kasus 2 :
Mira adalah seorang siswi kelas IX SMP, Mira termasuk siswi yang cukup
pintar dalam bidang akademi, hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai nya yang berada di
atas rata-rata. Akan tetapi, ia memiliki permasalahan ketika guru memberikan tugas
yang mewajibkan semua siswa melakukan presentasi di depan kelas, ia selalu gugup
dan berkeringat jika mendapat giliran maju kedepan. Terlebih lagi ketika ia mendapat
giliran untuk memimpin pembacaan Al-Ma’tsurat setiap pagi. Setiap mendapat giliran
untuk memimpin teman-temannya membaca Al-Ma’tsurat, ia akan merasa sangat
gugup sekali dan matanya seperti berkaca-kaca ingin menangis ketika ia melakukan
beberapa kali kesalahan dalam pembacaan Al-Ma’Tsurat karena ia tidak hafal.
Ketakutan Mira muncul ketika ia harus berbicara di depan umum, terlebih lagi
jika ia melakukan kesalahan. Ternyata hal ini berawal dari pengalaman masa lalunya
yang kurang menyenangkan. Mira memiliki pengalaman yang tidak bisa ia lupakan
ketika dahulu ia akan lulus sekolah TK. Pada saat itu, sebelum anak-anak dinyatakan
lulus mereka harus menghafal bacaan sholat dan surat-surat pendek yang disaksikan
oleh orang tua dan beberapa teman-temannya. Ketika tiba giliran Mira untuk maju, ia
melakukan kesalahan karena tidak begitu hafal bacaan sholat, dan kemudian beberapa
teman-temannya menertawakannya.
Permasalahan selanjutnya terjadi setelah ujian selesai, beberapa dari orang tua
teman Mira membicarakan Mira yang melakukan banyak kesalahan, dan kemudian
hal ini terdengar oleh ibu Mira. Mira kemudian dimarahi oleh orang tuanya karena
mereka merasa malu jika orang-orang membicarakan kejelekan anak mereka, menurut
Mira kedua orang tuanya itu orang yang sangat perfeksionis. Peristiwa itu selalu
diingat Mira sampai sekarang, dan menjadi trauma tersendiri bagi Mira ketika ia harus
melakukan tes-tes tertentu yang mengharuskannya berbicara di depan umum. Ia
memiliki kekhawatiran yang berlebih karena takut akan melakukan kesalahan.

B. TINJAUAN TEORI
1. Konsep dan Perspektif Adlerian
a. Perspektif Historis
Alfred Adler merupakan kontributor utama pengembangan awal
pendekatan psikodinamik untuk terapi seiring dengan Freud dan Jung.
Setelah satu dekade bekerja sama, Freud dan Adler berpisah karena Freud

7
tidak mendukung konsep Adlerian dan masih tetap kuat dengan
kepercayaannya pada psikoanalisis. Adler mengundurkan diri sebagai
presiden dari Vienna Psychoanalytic Society pada tahun 1911 dan
mendirikan Society for Individual Psychology pada tahun 1912.
Setelah itu, sejumlah tokoh psikoanalisis lain mulai menyimpang dari
posisi ortodoks Freud. Revisionis Freudian ini—termasuk Karen Horney,
Erich Fromm, dan Harry Stack Sullivan—sepakat bahwa faktor relasional,
sosial, dan budaya sangat penting dalam membentuk kepribadian. Meskipun
ketiga terapis ini biasanya disebut neo-Freudian, akan lebih tepat untuk
menyebut mereka sebagai neo-Adlerian karena mereka menjauh dari sudut
pandang biologis serta deterministik Freud dan menuju pandangan Adler
(Heinz Ansbacher, 1979), pandangan sosial-psikologis dan teleologis (atau
berorientasi pada tujuan) tentang sifat manusia.
Adler menekankan akan kesatuan kepribadian, bahwa orang hanya
dapat dipahami sebagai makhluk yang terintegrasi dan lengkap. Pandangan
ini juga mendukung sifat perilaku yang bertujuan, menekankan bahwa dari
mana kita berasal tidak sepenting ke mana kita ingin pergi. Adler melihat
manusia sebagai pencipta (creators) dan ciptaan dari kehidupan mereka
sendiri, yaitu orang mengembangkan gaya hidup unik yang merupakan
gerakan bertujuan dan ekspresi dari tujuan yang mereka pilih. Dalam
pengertian ini, kita menciptakan diri kita sendiri daripada hanya dibentuk
oleh pengalaman masa kecil kita.
Setelah kematian Adler pada tahun 1937, Rudolf Dreikurs adalah
tokoh paling signifikan dalam membawa psikologi Adlerian ke Amerika
Serikat, terutama karena prinsip-prinsipnya diterapkan pada pendidikan,
pengasuhan anak, terapi individu dan kelompok, dan konseling keluarga.

b. Konsepsi tentang Manusia


Adlerian mencoba untuk melihat dunia dari kerangka acuan subjektif
manusia, sebuah orientasi yang digambarkan sebagai fenomenologis.
Memfokuskan perhatian mereka dari cara individu memandang dunia,
disebut sebagai realitas subjektif, termasuk persepsi individu, pikiran,
perasaan, nilai, keyakinan, keyakinan, dan kesimpulan. Perilaku (behavior)
dipahami dari sudut pandang subjektif ini. Dari perspektif Adlerian, realitas

8
objektif kurang penting daripada bagaimana kita menafsirkan realitas dan
makna yang kita lekatkan pada apa yang kita alami.
Adler menekankan bahwa pengakuan perasaan inferioritas dan
perjuangan untuk kesempurnaan atau penguasaan (mastery) adalah bawaan
manusia (Ansbacher & Ansbacher, 1979). Untuk memahami perilaku
manusia, penting untuk memahami ide-ide dasar inferioritas dan kompensasi.
Dari awal perkembangan, anak membutuhkan orang dewasa untuk
merawatnya, tetapi ini bukan faktor negatif dalam hidup. Menurut Adler, saat
kita mengalami inferioritas, individu ditarik oleh keinginan untuk meraih
superioritas. Superioritas adalah pindahnya dari posisi yang dianggap lebih
rendah (atau minus) ke posisi yang dirasakan lebih baik (atau plus) dalam
hubungannya dengan diri sendiri. Misalnya, ketika balita belajar berjalan,
seringkali disertai dengan senyuman atau teriakan kemenangan. Kemenangan
atas inferioritas ini adalah langkah untuk meraih superioritas. Adler
menyatakan bahwa tujuan untuk sukses menarik orang maju ke arah mastery
dan memungkinkan mereka untuk mengatasi rintangan.

c. Teori - Teori Pokok


Sistem teori konseling Adlerian lebih menekankan pada determinan
sosial dalam membentuk perilaku, alih-alih faktor–faktor biologis.
Pendekatan Adler juga dikatakan bersifat teleologis. Pandangan teleologis ini
mengimplikasikan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang
termotivasi oleh dorongan-dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang
memiliki dimensi sosial. Berikut ini akan dipaparkan dua aspek penting
dalam teori konseling Adlerian yang meliputi pandangan tentang sifat dasar
manusia dan sistem teori secara garis besar.
1) Pandangan tentang sifat dasar manusia
Seperti halnya Freud, Adler juga mengakui pentingnya masa lima
tahun pertama kehidupan dalam mempengaruhi perkembangan manusia.
Namun, meskipun ia mengakui bahwa faktor-faktor biologis dan
fisiologis memberikan arahan pada perkembangan, individu juga
memiliki kemampuan bawaan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Bagi
Adler, faktor bawaan dan pengalaman awal kurang penting
dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh individu pada dirinya

9
(Seligman, 2001: 78). Adler memiliki keyakinan bahwa semua perilaku
selalu terarah pada suatu tujuan (goal directed) dan bahwa manusia
dapat menyalurkan perilakunya dalam cara-cara yang mendorong
perkembangan. Bagi Adler apa yang penting bagi manusia adalah
mencapai keberhasilan dan menemukan makna kehidupan. Upaya ke
arah itu menjadi faktor penentu perkembangan.
Adler juga memandang manusia sebagai memiliki dorongan untuk
menjadi orang yang berhasil. Adler juga memiliki keyakinan bahwa
perilaku manusia harus dipelajari dari sudut pandang yang holistik. Pada
usia antara 4-5 tahun, anak-anak sudah memiliki kesimpulan umum
tentang hidup dan cara yang “ terbaik” untuk menghadapi masalah
hidup. Mereka mendasarkan kesimpulan itu pada persepsi yang biasa
tentang peristiwa-peristiwa dan interaksi yang terjadi atau berlangsung di
sekelilingnya dan kemudian membentuk suatu landasan bagi gaya
hidupnya (lifestyle). Gaya hidup ini bersifat unik pada setiap individu
dan mempresentasikan pola-pola perilaku yang akan menjadi dominan di
sepanjang kehidupannya. Gaya hidup ini jarang sekali dapat berubah
tanpa adanya intervensi dari orang lain. Konstelasi keluarga dan urutan
kelahiran memberikan pengaruh yang kuat pada pembentukan gaya
hidup ini.
Adler juga memandang manusia memiliki minat sosial yang menjadi
barometer bagi mental yang sehat (Adler, 1938, 1964: dalam Thompson,
Rudolph & Henderson, 2004). Minat sosial di konseptualisasikan
sebagai suatu bentuk perasaan terhadap dan kooperasi dengan orang lain,
suatu perasaan untuk memiliki dan terlibat dengan orang lain untuk
mencapai tujuan-tujuan umum kemasyarakatan.
2) Sistem Teori
a) Teori Adler diklasifikasikan ke dalam perspektif fenomenologis
Meskipun Adler adalah seorang psikodinamik, namun teori
psiko individualnya dapat dimasukkan ke dalam perspektif
fenomenologis. Karakteristik fenomenologis ini tampak dari
pandangan Adler yang menekankan pentingnya persepsi subjektif
individu terhadap realita. Bagi Adler kerangka acuan internal atau
persepsi subjektif individu lebih penting daripada realitas objektif.

10
Dalam hal ini Adler melihat setiap orang adalah individu yang unik
dan hanya dengan memahami persepsi subjektif individu tentang
lingkungan, logika pribadi, gaya hidup, dan tujuan hidupnya maka
kita dapat sepenuhnya memahami siapa jati diri individu tersebut.
Inilah esensi psikologi individual Adler. Kita juga dapat memahami
teori konseling Adlerian dari konsep-konsep Adler tentang rasa
percaya diri,konstelasi keluarga, gaya hidup, dan minat sosial.
Berikut adalah uraian tentang konsep-konsep tersebut.
b) Teori Adlerian bersifat Holistik
Pendekatan Adlerian didasarkan pada suatu pandangan holistik
tentang manusia. Kata individual dalam konstruk “ psikologi
individual” bukan mengimplikasikan bahwa pendekatan ini
memusatkan perhatian pada individu. Tetapi memandang individu
sebagai satu kesatuan (unity) yang dalam hal ini diidentikkan
dengan kebulatan (wholeness). Menurut Adler, manusia tidak bisa
dipisahkan atau di bagi-bagi ke dalam bagian-bagian yang diskrit,
dan oleh karenanya kepribadian merupakan suatu kesatuan ( unified)
dan dapat dipahami hanya jika dipandang sebagai satu kebulatan.
Satu implikasi dari pandangan ini adalah bahwa konseli dipandang
sebagai suatu bagian integral dari sebuah sistem sosial. Konselor
Adlerian harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor
interpersonal (bukan intrapersonal) dan situasi sosial konseli.
c) Perasaan rendah diri (inferiority) sebagai determinan perilaku /
perkembangan
Perasaan rendah diri (inferiority) merupakan satu dimensi dari
tahun-tahun awal kehidupan yang diyakini oleh Adler menjadi
faktor yang memainkan peran penting dalam mempengaruhi
perkembangan manusia. Perasaan ini hampir dialami oleh semua
anak. Pada awalnya setiap anak mempersepsi dirinya sebagai entitas
yang begitu kecil dan tak berdaya, khususnya jika dibandingkan
dengan orang tua dan saudara-saudara mereka.
Di samping perasaan rendah diri, cara-cara yang digunakan
oleh anak-anak untuk menangani perasaan rendah dirinya juga
menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi perilaku dan

11
perkembangan dirinya sebagai contoh, anak yang menangani
perasaan rendah dirinya dengan cara melibatkan dirinya dengan
orang lain, membentuk kemampuan, dan membuat pilihan yang
kreatif cenderung lebih dapat mencapai perkembangan yang sehat.
Sebaliknya, anak yang manja dan tidak mau berjuang untuk
memperoleh kemampuan diri cenderung sulit untuk mencapai
perkembangan yang positif. Mereka ini menjadi tak berdaya ,
tergantung, dan mudah menyerah. Jadi dalam konstrruk Adlerian,
perasaan rendah diri bukan merupakan suatu keadaan yang negatif
tetapi justru menjadi motivasi untuk menguasai lingkungan. Kita
berusaha menangani perasaan rendah dengan menemukan cara-cara
yang dapat kita gunakan untuk mengendalikan kekuatan-kekuatan
dalam hidup kita, bukan sebaliknya. Dalam pandangan Adler setiap
manusia memiliki tujuan untuk beralih dari perasaan inferior
menjadi superior.

d) Ajaran tentang gaya hidup

Gaya hidup (life style) merupakan suatu cara unik yang


digunakan oleh setiap individu untuk menangani perasaan rendah
diri dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Gaya hidup individu
sebagian dipengaruhi oleh komposisi dan pola interaksi dalam
keluarga. Grey ( 1998) memandang gaya hidup sebagai suatu yang
sangat mendasar dari semua konsep Adler, dan menggambarkannya
sebagai totalitas dari semua sikap dan aspirasi individu, suatu
perjuangan yang mengarahkan individu untuk mencapai tujuan.
Meskipun tujuan tersebut hampir selalu melibatkan superioritas,
kompetensi dan penguasaan, setiap orang memiliki imej ( yang
seringkali tidak disadari) tentang apa yang menjadi tujuannya. Adler
menggunakan istilah fictional finalism untuk menggambarkan
tujuan sentral yang diimajinasikan untuk mengarahkan perilaku.
Adler yakin bahwa tujuan ini telah terbentuk dengan kokoh pada
usia antara enam hingga delapan tahun dan akan tetap konstan di
sepanjang kehidupan individu.

12
e) Minat sosial

Dari perspektif Adler, perkembangan dapat dijelaskan melalui


dinamika psikososial. Tujuan dan gaya hidup individu akan
memberikan pengaruh pada cara penyesuaian dirinya. Individu yang
dapat menyesuaikan diri pada umumnya memiliki logika pribadi
yang merefleksikan minat social, sedangkan individu yang kurang
berhasil dalam menyesuaikan diri cenderung lebih mementingkan
tujuan mereka sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan
konteks sosial dan kebutuhan orang lain. Individu dipandang
memiliki fitrah sebagai makhluk sosial, yakni entitas yang peduli
dengan konteks sosial. Jika individu menyadari bahwa dirinya
menjadi bagian dari komunitas manusia, maka perasaan inferior,
aliansi, dan cemas akan menurun pada gilirannya mereka akan
mengembangkan perasaan memiliki dan mencapai kebahagiaan
hidup.

2. Karakteristik Penggunaan Pendekatan


Penggunaan terapi Adlerian memfokuskan pada mendidik dan membentuk
kembali individu dalam lingkup sosialnya (Corey, 2011:104). Adler berkeyakinan
bahwa sangatlah penting untuk memahami seseorang dalam sistem dimana
mereka hidup sehingga pendekatan psikologi harus berfokus pada determinan
internal perilaku seperti nilai, keyakinan, sikap, tujuan, minat, hingga persepsi
individu (Corey, 2011:104). Pendekatan Adlerian mencoba untuk melihat dunia
dari perspektif subjektif yang dimiliki klien (realitas subjektif) sehingga perilaku
klien dapat dipahami. Menurut perspektif Adlerian, realitas objektif tidak
sepenting bagaimana kita menafsirkan realitas dan makna yang kila lekatkan pada
apa yang telah kita alami (Corey,2011:104).
a. Tujuan Adlerian Therapy
Konseling Adlerian bertumpu pada pengaturan kolaboratif antara klien
dan pasien. Tujuan utama terapi Adlerian adalah untuk mengembangkan rasa
memiliki klien dan membantu klien dalam mengadopsi perilaku serta proses
yang dicirikan oleh perasaan komunitas dan minat sosial (Corey, 2011:109).
Selain itu, pendekatan Adlerian juga memiliki tujuan untuk membantu klien

13
mengatasi gaya hidup yang salah, yaitu gaya hidup yang egois dan
berdasarkan tujuan yang salah serta asumsi yang tidak benar berkaitan
dengan perasaan inferioritas (Gladding dalam Sulaiman, 2018). Tujuan ini
dapat dicapai dengan meningkatkan kesadaran diri klien dan menantang serta
memodifikasi premis fundamental, tujuan hidup, dan konsep dasar yang
dimiliki klien (Dreikurs, dalam Corey, 2011:109). Sedangkan Milliren,
Evans, dan Newbauer (dalam Corey, 2011:109) menganggap bahwa terapi
Adlerian bertujuan untuk membantu klien memahami gaya hidup unik yang
mereka miliki dan bertindak sedemikian rupa memenuhi tugas-tugas
kehidupan dengan keberanian dan minat sosial.
Adlerian tidak memandang klien sebagai seorang yang sakit dan harus
disembuhkan. Proses konseling Adlerian sendiri berfokus pada pemberian
informasi, pengajaran, bimbingan, dan pemberian dorongan kepada klien
yang merasa putus asa (Corey, 2011:110). Pemberian motivasi pada klien
merupakan metode terampuh untuk mengubah keyakinan yang dimiliki
seseorang seperti membantu klien membangun rasa percaya diri dan
menstimulasi munculnya keberanian (Corey, 2011:110). Terapis Adlerian
mengajari klien cara-cara baru dalam melihat dirinya sendiri, orang lain, dan
kehidupan. Melalui proses peta kognitif (pemahaman dasar tentang tujuan
dari perilaku) yang baru inilah, konselor membantu klien untuk mengubah
persepsi mereka. Tujuan-tujuan dari proses terapi Adlerian menurut Mosak
and Maniacci (dalam Corey, 2011:110) yaitu:
● Memelihara minat sosial
● Membantu klien untuk mengatasi perasaan putus asa dan inferioritas
● Mengubah pandangan dan tujuan klien agar gaya hidupnya berubah
● Mengubah motivasi yang keliru
● Mendorong individu untuk menghargai kesetaraan di antara sesame
● Membantu individu untuk berkontribusi pada masyarakatnya
b. Peran dan fungsi terapis
Terapis dalam pendekatan Adlerian beroperasi dengan asumsi bahwa
klien akan merasa dan berperilaku lebih baik setelah mereka menemukan dan
memperbaiki kesalahan dasar mereka. Dalam proses terapi, terapis cenderung
mencari kesalahan besar dalam berpikir seperti ketidakpercayaan, keegoisan,
ambisi yang tidak realistis, dan kepercayaan diri yang kurang. Terapis

14
Alderian mengikuti perspektif nonpatologis sehingga tidak melabeli klien
dengan diagnosis patologis (Corey, 2011:110). Peran dari terapis Adlerian
adalah bahwa mereka membantu klien untuk memperoleh pemahaman dan
tantangan yang lebih baik dan mengubah kisah hidupnya. “Ketika individu
mengembangkan kisah hidup yang menurutnya penuh dengan masalah, maka
tujuan dari terapi adalah untuk membebaskannya dari kisah hidup tersebut
dengan cara mengembangkan kisah hidup alternatif yang lebih disukai dan
dapat memberikan semangat” (Disque & Bitter, dalam Corey, 2011:110).
Peran utama dari terapis adalah untuk membuat penilaian
komprehensif tentang fungsi klien. Terapis mengumpulkan informasi tentang
gaya hidup klien melalui kuesioner tentang konstelasi keluarga klien meliputi
orang tua, saudara kandung, dan orang lain yang tinggal serumah, tugas
hidup serta ingatan awal (Early Recollection). Dari informasi kuisioner itulah
terapis dapat memperoleh perspektif bidang-bidang utama klien yang sukses
maupun yang gagal, serta perspektif tentang pengaruh kritis atas peran-peran
yang dimilikinya. Early Recollection digunakan terapis untuk beberapa hal
yang dinilai sebagai kesuksesan dan kegagalan dalam hidup klien. Tujuannya
adalah untuk memperoleh titik permulaan dari upaya terapeutik yang hendak
dilakukan (Corey, 2011:110-111).
c. Pengalaman Klien dalam terapi
Dalam konseling pendekatan Adlerian, para klien memfokuskan diri
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam terapi, terdapat sebutan
‘Private Logic” yang mengacu pada konsep mengenai diri, orang lain, dan
hidup, yang membentuk filosofi tentang dasar dari gaya hidup mereka.
Menurut Carlson, Watts, & Maniacci (dalam Corey, 2011:111), “Private
logic” melibatkan keyakinan-keyakinan yang diperoleh dari minat sosial
yang dinilai tidak bermanfaat atau tidak konstruktif. Masalah yang dimiliki
klien pada dasarnya merupakan hasil dari ketidaksesuaian private logic
dengan syarat dalam kehidupan sosial mereka sehingga kembali lagi kepada
tujuan terapi Adlerian yaitu membantu klien menemukan masalah dan
memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut. Dalam terapi, klien belajar untuk
mengetahui cara memperbaiki asumsi dengan menantang struktur yang
dibentuk private logic nya (Corey, 2011:112).

15
d. Hubungan Terapis dan Klien
Dalam terapi Adlerian hubungan baik antar terapis dan klien dilihat
dari kerja sama, rasa saling percaya, rasa hormat, kepercayaan diri, dan
penyelarasan tujuan diantara keduanya. Hubungan dalam terapi bersifat
kolaboratif sehingga diperlukan kerjasama yang baik antar terapis dan klien
untuk mencapai tujuan bersama (Corey, 2011:112). Menurut Carlson dkk.
(dalam Corey, 2011), membangun hubungan terapeutik yang baik sangatlah
penting dilakukan untuk mencapai keberhasilan terapi. Dinkmeyer dan
Sperry (dalam Corey, 2011) menjelaskan bahwa pada awal konseling, klien
harus membuat rencana terperinci mengenai keinginan mereka, bagaimana
keinginan tersebut bisa tercapai, hal-hal yang mencegah keberhasilan
mencapai keinginan, bagaimana mengubah perilaku tidak produktif menjadi
perilaku konstruktif, dan bagaimana cara mereka dapat menggunakan sumber
daya yang dimiliki dengan maksimal.
3. Teknik Konseling Sesuai Dengan Pendekatan
Neurosis, menurut Adler berarti tujuan hidup yang tidak realistis atau
finalisme semu. Tujuan tidak realistis, kecuali jika mereka memperhitungkan
kapasitas kita, keterbatasan, dan lingkungan sosial. Neurotik juga memilih gaya
hidup yang tidak pantas sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka. Dalam upaya
mereka untuk mengimbangi perasaan kelemahan, neurotik cenderung
mengkompensasi secara berlebihan (Over compensation) guna mengatasi
kelemahan. Sebagai contoh, orang buta belajar lebih tergantung pada indra
pendengaran. Over compensation mengacu pada usaha yang berlebihan untuk
menutupi kelemahan yang memerlukan penyangkalan daripada penerimaan
situasi yang sebenarnya (1954). Penekan yang terus-menerus menggunakan
kekerasan mungkin overcompensating untuk kesulitan dalam bekerja secara
kooperatif dengan orang lain. Adler menunjukkan bahwa sebenarnya penderita
neurotik menjalani gaya hidup yang salah. Penderita Neurotik berjuang untuk
kebebasan pribadi. Gaya hidup mereka mendustakan kemampuan dan kekuatan
mereka yang sebenarnya. Mereka bertindak "seolah-olah" mereka lemah, "seolah-
olah" mereka ditakdirkan untuk menjadi pecundang, ketika pada kenyataannya
mereka bisa menciptakan eksistensi yang konstruktif untuk diri. Penerapan
psikologi Individual dalam konseling dan psikoterapi mereka sendiri.

16
Terapi Adlerian bertujuan untuk memulihkan perasaan pasien realitas,
memeriksa dan mengungkapkan kesalahan dalam tujuan dan gaya hidup, dan
menumbuhkan minat sosial. Adler tidak menetapkan aturan atau metode yang
ketat untuk pengobatan; ia percaya bahwa pasien gaya hidup harus menentukan
prosedur. Secara keseluruhan, pendekatan Adler agak lebih informal
dibandingkan Freud. Dia meninggalkan penggunaan sofa, menyarankan agar
pasien duduk berhadapan dengan terapis, dan mengurangi frekuensi kontak antara
pasien dan dokter untuk sekali atau dua kali seminggu. Tujuan pertama dari
Adlerian terapis adalah untuk menjalin kontak dengan dan memenangkan
kepercayaan dari pasien (1929b). Kepercayaan diri seperti itu dimenangkan oleh
mendekati pasien sebagai rekan, bukan otoritas, dan dengan demikian
memunculkan kerjasama
Kedua, terapis berusaha untuk mengungkapkan kesalahan dalam pasien gaya
hidup dan memberikan wawasan tentang kondisi sekarang. Pasien ini dipimpin
lembut dan perlahan-lahan untuk mengenali kesalahan dalam tujuan pribadi, gaya
hidup, dan sikap untuk bangsal kehidupan. Terapi Adlerian berusaha untuk
mendorong pasien untuk menghadapi masalah ini dan untuk mengembangkan
sarana konstruktif berurusan dengan mereka. Terapis berharap untuk
menanamkan (atau promosikan) keberanian untuk bertindak "seolah-olah"
membatasi tua fiksi dan gaya hidup yang salah itu tidak benar. Terapis yang tidak
membuat keputusan atau bertanggung jawab untuk pasien mungkin struktur atau
menyarankan situasi yang akan membantu dalam mempersiapkan kemampuan
pasien sendiri.
Banyak dari konsep-konsep Adler telah digunakan untuk mengembangkan
metode yang lebih efektif dalam pendidikan dan pengasuhan anak (Dreifurs,
1952-1953; Bitter, 1991). Adler mendorong calon orang tua untuk terlibat dalam
pelatihan pengasuhan (parenting). Mengembangkan kreativitas diri dan
membangun kekuatan-kekuatan utama yang membentuk tujuan kita dan gaya
hidup. Melalui pendidikan, Adler percaya, bawaan kita dan konsep mengenai
minat dan keadilan sosial dapat dikembangkan dan selanjutnya menjadi cara
paling tepat untuk mengkompensasi kelemahan pribadi kita

17
4. Kontribusi dan Keterbatasan Pendekatan Konseling Adlerian

Pendekatan Adler memiliki beberapa kontribusi dan keterbatasan. Kontribusi


yang didapatkan dari pendekatan Adler di antaranya sebagai berikut :
1. Pendekatan ini menawarkan kebebasan untuk para praktisi dalam menangani
klien. Konselor tidak harus mengikuti prosedur yang seharusnya. Mereka
dapat mengaplikasikan beragam teknik yang paling cocok untuk klien.
2. Memperhatikan sasaran dari hidup seseorang dan memfokuskan arah
sasarannya akan membawa kemana.
3. Memfokuskan pada pengalaman kanak-kanak klien dalam keluarga yang
menekankan dampaknya pada masa kini.
4. Penggunaan klinis berdasarkan kenangan di masa lalu.
5. Dapat memahami dan konfrontasi dengan kesalahan mendasar
6. Menekankan pada kognitif yaitu emosi dan perilaku seseorang yang
berpengaruh pada keyakinan dan cara berpikir seseorang.
7. Menyelesaikan tindakan yang dibuat untuk menolong klien membuat suatu
perubahan
8. Klien dan terapi saling membantu dan bekerja menuju arah sasaran yang
disepakati.
9. Penekanan yang diberikan berfokus pada penekanan semangat selama
kegiatan konseling.
10. Terapis cenderung fleksibel pada berbagai metode dan konsisten pada teori
dan teknis elektrik.
11. Berfokus pada apa yang terbaik untuk klien daripada pada menekankan pada
satu teori.
12. Cocok digunakan untuk terapi yang singkat karena cepat membangun aliansi
terapeutik yang kuat, fokus pada masalah yang jelas, tujuannya jelas, dapat
melakukan penilaian dan pengobatan secara cepat, fokus pada psikoedukasi,
dan kemampuan serta kekuatan klien untuk optimis pada perubahan.
Selain kontribusi, pendekatan konseling Adlerian juga memiliki keterbatasan,
antara lain sebagai berikut :
1. Gaya penulisannya sulit untuk diikuti dan dipahami
2. Terdapat banyak gagasan yang terlalu disederhanakan
3. Hipotesis dasarnya sulit untuk divalidkan secara empirik.

18
4. Beberapa dari konsep dasarnya bersifat global sehingga sulit untuk
didefinisikan.
5. Adler mendasarkan sebagian besar pendekatannya dengan psikologi umum
sehingga terlalu menyederhanakan konsep yang kompleks.

5. Hasil Riset Relevan (membantu dalam pembahasan kasus)


C. PEMBAHASAN KASUS
1. Pembahasan Kasus 1 :
Pada kasus pertama pada jurnal (Rahima et al., 2015) yang berjudul
“Penerapan Konseling Kelompok Adlerian Untuk Mengurangi Rasa Rendah Diri
Siswa Obesitas” menggunakan jenis penelitian pre-eksperimen dengan The One
Group Pre-test Post-test Design. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol
karena hanya memberi perlakuan pada kelompok yang mengalami masalah.
Sedangkan, subjek dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik non-random
sampling dengan metode purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini dipilih
berdasarkan tingkat rasa rendah diri akibat obesitas yang dialami siswa, rasa rendah
diri dapat diketahui dari hasil pre-test. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 12 siswa
obesitas di SMPI Khaira Ummah Padang yang mengalami rasa rendah diri dengan
kategori tinggi dan sedang. Sedangkan, instrumen yang digunakan pada penelitian ini
adalah Skala Likert.
Penelitian ini memberikan perlakuan atau konseling kelompok Adlerian
diberikan sebanyak 16 kali kepada subjek penelitian. Adapun langkah-langkah
pelaksanaan konseling kelompok Adlerian yang dilaksanakan antara lain:
(1) Data base
(2) Forming a group
(3) Psychological investigation
(4) Psychological disclosure
(5) Psychological re- orientation/re-education
(6) Terminate interview-stop.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara kondisi rasa rendah diri siswa obesitas sebelum dan setelah
diberikan konseling kelompok Adlerian. Rata-rata skor pre-test menunjukkan subjek
penelitian mengalami rasa rendah diri yang tinggi sebelum diberikan konseling
kelompok Adlerian, dan menurun menjadi sedang setelah diberikan perlakuan.

19
Penurunan terjadi setelah subjek penelitian mengikuti 16 kali kegiatan konseling
kelompok Adlerian, hal ini berarti mereka berhasil mengatasi rasa rendah diri dengan
dibantu merubah persepsi dan penghayatan pada kondisi obesitas.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan hal yang sama dengan studi yang
dilakukan Bromfield, bahwa siswa perempuan mengalami rasa rendah diri akibat
obesitas lebih tinggi. Berdasarkan hasil pre-test, semua siswa yang mengalami rasa
rendah diri akibat obesitas adalah remaja putri, hal ini sesuai dengan pendapat
Santrock bahwa remaja putri lebih mudah stres akibat obesitas, karena mereka
memiliki pandangan bahwa cantik dan disukai adalah milik orang yang bertubuh
langsing dan ideal.

2. Pembahasan Kasus 2 :
Menurut pendekatan Adler, kasus Mira ini masuk kepada prinsip Rendah Diri
(Inferior). Ketika Mira menyadari bahwa eksistensinya sangat kurang, ia akan merasa
rendah diri akan perannya pada lingkungan sekitar. Untuk itu, sasaran utama dari
konselor salah satunya adalah mengurangi rasa rendah diri Mira, yaitu dengan cara
memberi dukungan dan meyakini Mira bahwa ia juga mempunyai kemampuan.
Dengan begitu, apabila rasa rendah dirinya berkurang atau bahkan hilang, ia akan
mampu mencapai kebahagiaan hidup dan mampu menjalani interaksi sosial dengan
baik.
Solusi tersebut dapat dilakukan konselor dengan menggunakan Teknik
Komparatif. Dalam teknik ini, konselor melakukan perbandingan antara konseli
dengan konselor. Dengan empati, konselor bisa mencoba untuk membayangkan
permasalahan yang dialami Mira. Dan kemudian dapat membantu Mira untuk dapat
berorientasi ulang yang difokuskan untuk mendorongnya agar bisa melihat alternatif
yang baru dan lebih fungsional. Konselor dapat mendorong semangatnya dan
sekaligus ditantang untuk mengembangkan keberaniannya mengambil resiko dan
membuat perubahan yang baik dalam hidupnya, supaya ia dapat lepas dari trauma
yang dialami nya.

20
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari perspektif Adlerian, realitas objektif kurang penting daripada bagaimana
kita menafsirkan realitas dan makna yang kita lekatkan pada apa yang kita alami. Sistem teori
konseling Adlerian lebih menekankan pada determinan sosial dalam membentuk perilaku,
alih-alih faktor biologis. Dua aspek penting dalam teori konseling Adlerian meliputi
pandangan tentang sifat dasar manusia dan sistem teori secara garis besar. Teori Adler
diklasifikasikan ke dalam perspektif fenomenologis, bersifat holistik, inferioritas sebagai
determinan perilaku, ajaran tentang gaya hidup, dan minat sosial.
Konseling Adlerian bertumpu pada pengaturan kolaboratif antara klien dan
pasien. Tujuan utama terapi Adlerian adalah untuk mengembangkan rasa memiliki klien dan
membantu klien dalam mengadopsi perilaku serta proses yang dicirikan oleh perasaan
komunitas dan minat sosial. Terapis dalam pendekatan Adlerian beroperasi dengan asumsi
bahwa klien akan merasa dan berperilaku lebih baik setelah mereka menemukan dan
memperbaiki kesalahan dasar mereka. Dalam konseling pendekatan Adlerian, para klien
memfokuskan diri untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hubungan baik antar terapis dan
klien dilihat dari kerja sama, rasa saling percaya, rasa hormat, kepercayaan diri, dan
penyelarasan tujuan diantara keduanya.

B. SARAN
Harapannya, makalah ini dapat memberi manfaat dan memberikan pengetahuan baru
kepada pembaca, khususnya pada materi mengenai pendekatan konseling Adlerian. Penulis
menyadari jika dalam penyusunan makalah masih banyak kekurangan yang perlu untuk
diperbaiki dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun dari
pembaca diharapkan dalam rangka membuat makalah yang kami susun ini menjadi lebih baik
untuk kedepannya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (2017). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Boston: Cengage
Learning.
Hidayat, D. R. (2011). Teori dan aplikasi psikologi kepribadian dalam konseling. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Haydarwisam. . (2016, May 12). Pendekatan Konseling Adlerian.
Kurniandani, D. R. A. (2015). TEORI KONSELING ADLERIAN.
https://apriliariskadwikurniandani.wordpress.com/2015/05/06/teori-konseling-
adlerian/
Muis, W. purnama sari & T. (2018). Studi Kasus Tentang Perilaku Membolos Siswa Di Sma
Negeri 1 Plumpang Tuban. Jurnal BK UNESA, 9.
Rahima, R., Neviyarni, N., & Daharnis, D. (2015). Penerapan Konseling Kelompok Adlerian
Untuk Mengurangi Rasa Rendah Diri Siswa Obesitas. Konselor, 4(1), 42.
https://doi.org/10.24036/02015416454-0-00
Teori Konseling Psikoanalisis, Adlerian, Dan Humanistik. (2020, June 15). Psychology
Education & Science.

23

Anda mungkin juga menyukai