Anda di halaman 1dari 17

Psikologi Keluarga - Kelas 2

ga Multiku
uar ltu
el ra
l
K
ok 12
p
m

!
ol

Aghniya Sukmaghaida Sukandar - 15000120140126


e

Natasya Nur Widya - 15000120140102


K

Hetty Indria Aulia - 15000120140144


Januarayza Amanda Nurul Aulia - 15000120140176
Dwi Darozatin Nur - 15000120130274
Syazwina Putri Aulia Sidiq - 15000120140165
rtian Multiku
ge ltu
en ra
P l

Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak),


kultur (budaya), dan isme (aliran/paham).

John W. Santrock mendefinisikan pendidikan multikultural adalah


pendidikan yang menghargai diversitas dan mewadahi prespektif dari
beragam kelompok kultural atas dasar basis regular.

han Multik
ka ult
ni ur
r a
e l
P

Dalam pernikahan beda budaya masing -


Dalam suatu ikatan pernikahan tidak masing pasangan perlu menyesuaikan diri
hanya menggabungkan dua individu dengan keluarga besar pasanganya karena
dengan latar belakang yang berbeda tidak sedikit konflik yang terjadi dalam
tetapi juga perlu menggabungkan pernikahan beda budaya itu disebabkan
oleh lingkungan sekitarnya terutama
antara dua keluarga besar mereka.
keluarga besar mereka.
Penyelesaian Konflik yang Terjadi

Pasangan multikultural menunjukkan kemauan untuk :


- Mengubah perspektif individu mereka dan untuk secara


terbuka mengatasi konflik.

- Menggunakan kompetensi komunikasi antar budaya yang


telah mereka kembangkan.

Dengan menarik motivasi dari keinginan mereka untuk pertumbuhan pribadi dan mengatasi kesulitan
yang terkait dengan kefasihan bahasa yang terbatas dan gaya komunikasi yang bertentangan
Aspek-aspek Individual dalam Perbedaan Budaya sebagai Faktor

Pemicu Konflik dalam Perkawinan Antarbudaya

Budaya merupakan sesuatu yang dianggap


bersifat universal. Akan tetapi, dalam
perwujudannya budaya tercermin dalam
perilaku tipikal yang pasti berbeda antara
satu dan yang lainnya.
Matsumoto (2008, dalam Pramudito, 2017) memaparkan bahwa perilaku tipikal yang berbeda

dalam budaya merupakan hasil dari proses yang melibatkan aspek berikut:

Aspek
3 Aspek yang
Kognisi
dilibatkan

Aspek
BAhasa
Aspek
Afeksi
Potensi Konflik

di Balik Perkawinan Antarbudaya

Perkawinan antarbudaya lebih banyak berpotensi pada konflik dibanding perkawinan intra
budaya, meski sama-sama puas dengan pernikahannya

Penyebab konflik :
1. Perbedaan konteks bahasa : Penguasaan bahasa antarbudaya pasangan yang tidak
menyeluruh, sehingga menimbulkan kesalahpahaman
2. Perbedaan gaya komunikasi : Terdapat perbedaan gaya komunikasi, seperti cara
pengucapan, logat, dan nada bicara yang dapat menyakiti perasaan
3. Perbedaan konsep keluarga : Adanya keterlibatan keluarga besar, sedangkan pasangan
tidak ingin ada campur tangan orang lain
4. Perbedaan ruang privasi : Pasangan menjunjung tinggi privasi, sedangkan pasangan juga
ingin tahu semua detail kegiatan yang dilakukan pasangannya

Cara menghadapinya ?
Contoh

Ketika pasangan suami istri sedang saling


berkomunikasi dan salah satu dari mereka
kurang paham dengan apa yang sedang
dibicarakan karena penggunaan bahasa
pasangannya kurang bisa dimengerti,
sehingga timbul kesalahpahaman

Kesalahpahaman juga bisa disebabkan karena adanya perbedaan dalam cara


pengucapan, logat, dan nada bicara yang dibawa dari budaya pasangan.

Ketika istri berasal dari suku Jawa yang budayanya lebih banyak berbicara dengan nada halus,
sedangkan suaminya dari daerah Sumatera, seperti suku Batak yang lebih sering berbicara
dengan nada tinggi dan cepat. Biasanya, jika istri belum banyak beradaptasi, ia akan
menganggapnya tidak memiliki tata krama dan terkesan kasar sampai menyakiti perasaannya
Manajemen

Konflik dalam

Relasi

Perkawinan

Antar-Budaya

Menurut Allendorf dan Ghimire


(dalam Pramudito, 2017)
kualitas dari perkawinan adalah
hal yang sangat penting dalam
kesejahteraan keluarga.

Kesejahteraan ditandai
dengan tingkat depresi
yang rendah, keadaan
kesehatan fisik dan mental
yang lebih baik, keputusan
untuk tetap bersama atau
tidak, serta tingkat penyakit
fisik yang rendah. Allendorf
& Ghimire ( dalam
Pramudito, 2017)
Modal Dasar Dalam Menyikapi Konflik

Menurut Walgito (dalam


Pramudito, 2017) Komunikasi
dua arah adalah bentuk
komunikasi yang menitik
beratkan pada penerima pesan
yang aktif untuk menanggapi
pesan dari pemberi pesan,
sehingga tercipta komunikasi
yang aktif antara kedua belah
pihak. Hal ini menjadi modal
untuk manajemen konflik pada
pernikahan dengan budaya
yang berbeda.
Rahim (dalam Cheng , 2010) mengatakan bahwa terdapat lima model manajemen konflik,
di antaranya sebagai berikut:
Integrating style (model mengintegrasikan) di mana terdapat perhatian
yang tinggi kepada diri dan orang lain. Model ini menghasilkan proses
pencarian solusi yang nantinya akan disepakati oleh kedua belah pihak.

Compromising style (model kompromi), di mana terdapat perhatian yang


sedang pada diri dan orang lain. Model ini akan berusaha mencari persetujuan
yang nantinya dapat diterima oleh kedua belah pihak tanpa ada pihak yang
merasa dirugikan.

Obligating style (model mengharuskan), di mana terdapat perhatian yang rendah pada
diri sendiri serta perhatian yang tinggi kepada orang lain. Pada model ini, seseorang akan
mencoba meminimalisir konflik dengan lebih mementingkan kebutuhan orang lain dan
berusaha untuk memberikan sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

Dominating style (model menguasai), di mana terdapat perhatian yang tinggi


pada diri sendiri dan perhatian yang rendah kepada orang lain. Model
penyelesaian ini menekankan bahwa individu akan mencoba mengendalikan
atau mendominasi orang lain.

Avoiding style (model menghindar), di mana seseorang akan berusaha


menghindari situasi atau potensi konflik.
"BALADA PERNIKAHAN LINTAS BUDAYA"

Mark (40) berkewarganegaraan Amerika Serikat, menikah sudah 3 tahun


dengan Reni (32) asli Yogyakarta, dan memiliki satu anak balita.
Berkenalan melalui aplikasi dating online lalu membangun hubungan jarak
jauh.
Setelah setahun saling mengenal, Mark mengunjungi Reni di Yogyakarta dan
memutuskan untuk menikah beberapa bulan kemudian setelah Mark resmi
pindah kerja ke Jakarta.
Setelah menikah, Mark meminta Reni untuk berhenti bekerja karena Mark sudah
memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Namun, Reni masih ingin bekerja
tetapi Mark tidak mengizinkan.
Masalah rumah tangga mulai bermunculan karena keduanya yang memilih
untuk diam saat ada perbedaan. Keduanya berpikir untuk "belajar seiring
CONTOH
berjalannya pernikahan".
Keluarga besar juga menjadi masalah utama dalam hubungan Mark dan Reni.
Puncak masalah terjadi ketika anak mereka lahir. Keduanya memiliki perbedaan
KASUS
dalam menerapkan pola asuh dan juga adanya perbedaan keyakinan.
Beberapa waktu kemudian, Mark mendapat karier yang lebih bagus di Amerika
dan berniat untuk membawa Reni serta anaknya kembali ke Amerika.
PEMBAHASAN KASUS

Penyebab konflik utama dalam perkawinan lintas budaya di antaranya :


1) Penggunaan bahasa
2) Gaya Berkomunikasi
3) Konsep keluarga
4) Ruang privasi

Pada kasus Mark dan Reni, masalah utama yang paling sering muncul
yaitu adanya perbedaan gaya komunikasi dan konsep keluarga.

Perbedaan-perbedaan yang ada dalam perkawinan lintas budaya dapat


dicegah jika adanya keinginan untuk dapat memahami satu sama lain.
KESIMPULAN

Individu dalam relasi perkawinan yang berasal dari budaya yang


berbeda tidak dapat begitu saja melepaskan akar budayanya sejak
lahir. Akan tetapi, individu dalam perkawinan antar budaya dapat
melakukan proses adaptasi dengan nilai-nilai kultural
pasangannya hingga saling berkesesuaian satu sama lain. Selama
proses adaptasi berlangsung, dimungkinkan adanya potensi konflik
yang dapat mengancam keberlangsungan perkawinan. Oleh karena
itu, diperlukan model manajemen konflik yang tepat untuk
mengelola konflik.

Model manajemen compromising (kompromi) dan integrating


ditemukan sebagai model manajemen konflik yang menjadi
preferensi suami dan isteri pada budaya kolektivistik dan membuka
komunikasi dua arah yang baik dan efektif untuk mendorong
masing-masing individu mengakomodasi kepentingan
pasangannya dan menuntun pada upaya penyelesaian konflik.
kus
is i!
od
yA

THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai