Anda di halaman 1dari 3

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Mata Kuliah : PSIKOLOGI ULAYAT / INDIGENOUS PSYCHOLOGY


Program Studi : Magister Psikologi Profesi
Hari/Tanggal : Senin, 30 Januari 2023
Waktu : 19.30-21.10 WIB (Take Home Exam) Open book/Resources

Nama : Risa Pangestu


NIM : 2267290111
Kelas : Malam

SOAL
1. Tuliskan sesuai dengan judul tugas individu :
 Judul
 Fenomena
 Latar belakang dan kaitannya dengan indigeneous serta teorinya
2. Menurut pendapat anda, dari makalah semua kelompok yang pernah dibahas, pilih salah satu dari
judul kelompok yang paling dimengerti (fenomena, latar belakang, kaitannya dengan indigeneous,
keterbaruannya)
3. Jelaskan menurut anda bagaimana perkembangan indigeneous di Indonesia (berfokus pada apa?)
4. Menurut saudara apakah signifikan dan berhubungan langsung teori teori Minda atau pemikiran
terhadap teori psikologi yang ada dalam pendekatan psikologi indeginous?

***

JAWABAN

1. A. Judul tugas individu : Budaya Longko’ Pada Suku Toraja


B. Fenomena : Penerapan budaya Longko’ pada aspek kehidupan generasi saat ini.
C. Latar belakang :
Nilai budaya Longko’ pada suku Toraja adalah sikap dalam menjaga harga diri, nilai
kesopanan/tenggang rasa, yang berhubungan dengan kesopanan.
Orang Toraja memahami bahwa longko', rasa malu dan kehormatanlah yang membuat seseorang
menjadi “manusia”. Bagi orang Toraja, longko'-lah yang memungkinkan dunia terus maju dan
bergerak (de Jong, 2008: 177-181).
Oleh karena itu masyarakat Toraja terus memegang budaya longko’ ini sebagai budaya yang
diterapkan turun temurun, walaupun bentuk penerapannya mengalami pergeseran namun pada
dasarnya nilai/value yang terkandung bermakna sama.
Budaya Longko’ ini jika ditinjau dari sudut pandang indigenous adalah melihat bagaimana hubungan
antar manusia dalam menerapkan Longko’ ini dalam rangka melangsungkan kehidupan
bermasyarakat. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia yang meliputi sopan santun,
ramah, membantu orang lain, mampu menguasai diri, menjaga perasaan orang lain, sangat
tergambarkan terwakilkan dalam budaya Longko’ ini. Bagi orang Toraja harga diri adalah nilai yang
tinggi, sebab itu orang akan berusaha selalu berperilaku yang baik, agar ia jangan mempermalukan
atau dipermalukan oleh orang lain.
Longko’ adalah juga merupakan sikap tenggang rasa/ tepa selira yaitu bersikap sopan dan hormat
untuk tidak mempermalukan orang lain.
(https://tomeladakdomaitoraya.blogspot.com/2019/04/longko-siri-rasa-malu-dalam-kehidupan.html)
Ketika orang Toraja berhasil menerapkan budaya longko’ di dalam kehidupannya, maka ini akan
menimbulkan suatu kebanggaan pada dirinya, yang berkaitan dengan penerimaan diri: bagaimana
seseorang menerima dan melihat dirinya dalam hidup bermasyarakat. Kemampuan diri seseorang
untuk menerapkan nilai-nilai dalam budaya Longko’ ini mengindikasikan bahwa seseorang berhasil
melakukan perbuatan yang baik, yang disukai orang lain.
Penerimaan diri mengacu pada kepuasan individu atau kebahagiaan terhadap diri, dan dianggap perlu
untuk kesehatan mental . Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, kesadaran yang realistis,
memahami kekuatan dan kelemahan seseorang. Sehingga menghasilkan perasaan individu tentang
dirinya, bahwa ia bernilai unik. (Artikel. Respek Terhadap Diri Sendiri Dan Orang Lain. Online:
http://bukunnq.wordpress.com/respek-terhadap-diri-sendiri-dan-orang-lain/. Akses : 07 Juni 2013)
Menurut Hurlock (1979), semakin individu menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya
dan ia akan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan penerimaan
diri yang baik akan mampu menerima karakter-karakter alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang
tidak bisa diubah lagi.
Pada generasi sekarang, penerapan budaya longko’ sudah semakin praktis seiring perkembangan
jaman, namun tidak menggeser nilai dan makna utama di dalamnya. Salah satu contohnya adalah bila
jaman dulu salah satu perwujudan bentuk penerapan longko’ ini adalah ketika memberikan kerbau
sebagai tanda menghormati keluarga pada sebuah acara adat, maka masa sekarang pemberian tersebut
bisa saja tidak dalam bentuk hewan lagi, tapi dalam bentuk uang sejumlah harga seekor kerbau.
Dengan demikian keterbaruan dalam perwujudan nilai Longko’ ini tetap menjadi sebuah unsur
indigenous dalam budaya di suku Toraja, sehingga budaya Longko’ ini menjadi nilai yang tetap
relevan diterapkan turun temurun.

2. Judul
Managemen Komunikasi Dalam Perkawinan Beda Budaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Resiliensi.
( Studi terhadap Etnis Toraja dan Etnis Jawa)

Fenomena
Terjadinya perbedaan dalam cara berkomunikasi : menyampaikan dan menerima pesan pada pasangan
yang berbeda budaya seringkali menjadi sumber masalah dalam pernikahan beda budaya, yang berujung
pada terjadinya perpisahan bahkan perceraian.

Latar Belakang
Komunikasi adalah hal mendasar dalam setiap hubungan antar manusia. Manusia saling berinteraksi
untuk memnuhi kebutuhannya baik secra verbal maupun non verbal.

Bentuk manusia berinteraksi salah satu perwujudannya adalah melalui perkawinan. Komunikasi dalam
perkawinan adalah hal yang mendasari perkawinan itu sendiri. Namun bagaimana komunikasi ini
dibangunlah yang sering menjadi permasalahan di alam sebuah perkawinan, terutama pada perkawinan
yang berbeda etnis. Salah satu contoh pernikahan beda budaya adalah antara etnis Toraja dan etnis Jawa.
Pada umumnya orang Toraja berkomunikasi dengan nada yang tinggi, suara yang keras, yang bagi
mereka suara keras dan nada yang tinggi bukan berarti pertanda sedang marah. Sebaliknya orang Jawa
umumnya berkomunikasi dengan nada yang cenderung rendah, dengan suara yang cenderung lembut.
Perbedaan mendasar seperti inilah yang seringkali menimbulkan kesalah pahaman dan menjadi gesekan
dalam melakukan komunikasi pada pasangan yang menikah dengan budaya yang berbeda.

Menurut Liliweri (2011:32), perbedaan pemikiran dan persepsi adalah ketidak sesuaian dalam
penafsiran suatu pesan atau stimulus, yang dialami oleh kedua pihak.
Hal ini menunjukkan adanya interpretasi pesan yang subyektif dan berbeda, akibatnya kegiatan
komunikasi mengorbankan banyak sumber daya atau bahkan sulit dilaksanakan, karena pasangan merasa
benar dan berusaha menekan lainnya untuk setuju. Kondisi ini tentunya tidak memungkinkan
kesepakatan mencapai tujuan bersama, bahkan menimbulkan pertengkaran antara suami istri.

Liliweri (2011:34) mengemukakan bahwa tidak semua dari pesan tersebut dapat disampaikan secara
lisan karena masing-masing memiliki ekspresi atau kecenderungan yang berbeda terhadap pesan tersebut.
Oleh karena itu, ekspresi karakter memegang peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi.
Dengan menguasai ekspresi simbol , setiap orang dapat memahami inti dari pesan yang disampaikan oleh
mitra , sehingga kegiatan komunikasi dapat berjalan dengan baik. (HARRYANTO, Andreas
Dwi (2019) Hambatan Komunikasi Dalam Perkawinan Beda Budaya(Studi Kasus Pada Pasangan Suku
Jawa dan Suku Rote,di Komunitas Paguyuban Kontak Kerukunan Sosial Keluarga Jawa/ K2S Kota
Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Diploma thesis, Universitas Katolik Widya Mandira.
Sudut pandang indigenous melihat bagaimana hubungan antar manusia terjadi melalui sebuah
komunikasi. Melalui hubungan antar manusia ini tercipta rasa saling menghargai/ menjaga perasaan
orang lain, sopan santun dan mampu menguasai diri.
Komunikasi merupakan bagian dari basic need yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam
teorinya tentang hirarki kebutuhan dasar manusia. Adanya kesadaran akan kebutuhan dasar ini yang
menolong manusia untuk berusaha mengatasi masalah dalam berkomunikasi, sehingga keberhasilannya
mengatasi masalah akann membantunya memenuhi kebutuhan dasarnya secara optimal. Salah satu upaya
untuk mengatasi perbedaan ini adalah dengan terus melakukan proses adaptasi dan penerimaan. Hal
inilah yang akan menumbuhkan kemampuan untuk resiliens/bertahan.
Resiliens merupakan sebuah proses dari hasil adaptasi dengan pengalaman hidup yang sulit atau
menantang, terutama melalui mental, emosional dan perilaku yang fleksibel, baik penyesuaian eksternal
dan internal. (APA Dictionary of Psychology, VandenBos, 2015:hal.910)

https://psychology.binus.ac.id/2020/03/31/mengenal-resiliensi-dalam-ilmu-psikologi/
Nilai keterbaruannya adalah bagaimana proses adaptasi menjadi sebuah kesadaran agar menjadi perilaku
yang diterapkan secara konsisten oleh pasangan dalam perkawinan beda budaya agar kemampuan untuk
bertahan/resiliens tumbuh semakin optimal.

3. Saat ini indigenous di Indonesia bertumbuh dan bergerak dinamis seiring dengan perkembangan-
perkembangan sosial masyarakat, sehingga pemahaman pendekatan perilaku semakin mempermudah
manusia untuk memahami konteks budaya dalam pertumbuhan masyarakatnya. Terutama bagi
masyarakat Indonesia yang kaya dan beragam budaya, sehingga indigenous dengan pendekatan dari
berbagai keilmuan dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat
antar manusia.

4. Ya, berhubungan lansung karena ilmu mindset atau ilmu pemikiran atau ilmu non psikologi merupakan
bagian utama dalam ilmu psychology indigenous yang kemudian dilakukan penyesuaian dan pendekatan
dengan ilmu psikologi murni.
Psychology Indigenous berbasis pada dua bidang ilmu yaitu, ilmu psikologi murni yang mempelajari
tentang perilaku dan ilmu non psikologi yang mempelajari tentang pemikiran, mindset, logika & budaya ;
seperti ilmu sosial, ilmu hukum, ilmu tehnik dan ilmu lainnya yang non psikologi

Anda mungkin juga menyukai