Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH : PSIKOLOGI ULAYAT / INDIGENEOUS PSYCHOLOGY

PROGRAM STUDI : MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


HARI/TANGGAL : SENIN, 28 NOVEMBER 2022
WAKTU : 19.30 - 21.10 WIB
NAMA : NADIA YUANITA
NIM : 2267270020

Soal
1. Psikologi indigenous keberadaannya diharapkan dapat mengurai permasalahan psikologi
budaya barat dan timur, khususnya dikaitkan dengan teori western psychology. Menurut
saudara jelaskan uraian diatas dengan pendekatan universal dan general!
2. Sebutkan tugas kelompok saudara dan apa yang menjadi loyalty atau kebaruan dari tugas
saudara. Uraikan! Tdk mengubah keyakinan, masih eksis bkn desa aja kota pergeseran
yg terjadi
3. Menurut saudara psikologi indigenous akan terkait mengenai perkembangan dalam ilmu
psikologi yang mengarah ke budaya serta perilaku orang setempat. Jelaskan dan uraikan
pandangan saudara!
4. Psikologi indigenous sebagai pandangan psikologi yang asli pribumi dan memiliki
pemahaman mengenai fakta-fakta yang dihubungkan dengan karakteristik kebudayaan
setempat. Menurut saudara apa saja yang di perlu di perhatikan dalam mengidentifikasi
karakteristik psikologi indigenous!

Jawaban
1. Permasalahan psikologi budaya Barat dan Timur berawal dari kritik tentang penerapan
psikologi Barat (western psychology) untuk memahami, menggambarkan, menjelaskan perilaku
individu dan masyarakat Timur. Para ilmuwan psikologi non negara barat mempertanyakan
validitas dan relevansi penggunaan teori-teori psikologi yang dibangun oleh ilmuwan psikologi
barat (Eropa-Amerika) ketika digunakan untuk mempelajari masyarakat nonbarat. Saat ini, teori-
teori psikologi dari Eropa-Amerika menjadi perspektif arus utama (mainstream) dalam ilmu
psikologi. Teori-teori yang dibangun oleh budaya barat dengan responden dari kelompok sosial
ekonomi menengah dan kebanyakan mahasiswa tersebut, dianggap tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat nonbarat. Psikologi arus utama pun diragukan ketepatannya dalam memahami
beragam budaya di dunia yang begitu luas dan kompleks, sehingga validitas generalisasi
psikologi arus utama terhadap berbagai budaya di dunia dipertanyakan (Singh dalam Hakim
2014). Psikologi arus utama juga dianggap gagal menjelaskan fenomena-fenomena psikologi
yang khas pada budaya tertentu.
Hal di atas kemudian menjadi awal berkembangnya kebutuhan akan adanya teori
psikologi yang dibangun sesuai dengan konteks dan budaya masyarakatnya, sehingga
muncullah gerakan psikologi indijinus yang dimotori ilmuwan-ilmuwan psikologi dari negara-
negara nonbarat. Psikologi indijinus adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia atau pikiran
yang asli atau sumbernya didasarkan pada konteks manusia tersebut berada, yang tidak
didasarkan atau diterapkan dari daerah lain, dan yang dirancang untuk orang-orang yang berada
pada konteks tersebut (Kim & Berry, dalam Yuwanto, 2014). Pendekatan ini sejalan dengan
pemahaman bahwa pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan suatu masyarakat harus
dibingkai secara kontekstual. Untuk itu, teori, konsep, dan metode pada psikologi indigenous
dikembangkan dengan mengadaptasi konteks pada fenomena psikologis. Tujuan utama dari
pendekatan psikologi indigenous adalah untuk menciptakan keilmuan psikologi yang sistematis,
komprehensif, universal secara teori dan dapat dibuktikan secara empiris. Sehingga dapat kita
simpulkan psikologi indigenous bukan hanya merupakan kritik terhadap psikologi barat,
melainkan suatu upaya menunjukkan pemahaman manusia dan perilakunya yang tepat sesuai
dengan konteks budaya Indonesia, Asia, atau non western, dan bahkan western. Saat ini pun,
penyebutan western indigenous psychology dan eastern indigenous psychology sudah awam
terdengar.

2. Saya dan kelompok membahas Suku Baduy untuk tugas pertama. Terkait suku Baduy,
saya melihat yang menjadi bentuk loyalty adalah masyarakat Suku Baduy masih menjunjung
tinggi dan masih menjaga nilai-nilai adat istiadatnya sehingga peradaban dari nenek moyangnya
masih bertahan hingga saat ini. Ketaatan masyarakat Suku Baduy terhadap pikukuh-nya (aturan)
membuat mereka menolak perubahan pada era modern dan digitalisasi saat ini (contoh: tidak
terlibat dalam politik nasional, menolak pendidikan formal dan modernisasi). Buyut (larangan)
dalam adat Baduy melarang keras beberapa hal diantaranya adalah penggunaan listrik, teknologi
dan alat komunikasi, dan bahan kimia pada kegiatan mandi maupun cuci pakaian. Ketaatan
masyarakat Baduy terhadap adat istiadatnya terbukti dari tidak adanya penggunaan hal-hal
tersebut hingga saat ini, khususnya pada masyarakat Baduy Dalam. Sebagai contoh, masyarakat
Baduy Dalam hingga saat ini masih menggunakan bahan-bahan alami seperti sabut kelapa untuk
menggosok gigi, jeruk nipis untuk keramas, batu untuk membersihkan badan, dan abu hasil
pembakaran untuk mencuci peralatan makan dan masak.
Sementara untk kebaruan dari pada suku Baduy dapat dilihat bahwa sedikit pergeseran
telah terjadi pada masyarakat Baduy Luar dimana sebagian kecil masyarakatnya menggunakan
telepon seluler dan aki untuk kebutuhan energi, mengenal media sosial, dan melibatkan diri
dalam politik pemerintahan pusat. Kartika & Edison (2019) menyebutkan bahwa pergeseran ini
didasarkan atas adanya kebutuhan untuk mengetahui dunia luar dan alat komunikasi sesama
mereka serta adanya sarana pendukung berupa sinyal seluler yang masuk ke Baduy Luar.
Kartika & Edison lebih lanjut menjelaskan bahwa pergeseran tersebut bukan bentuk toleransi
adat, sebab jika terjadi razia (gabungan Baduy Dalam dan Baduy Luar), maka alat teknologi dan
komunikasi tersebut akan dihancurkan. Meskipun terjadi pergeseran di Baduy Luar, Suku Baduy
secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadatnya hingga saat ini,
karena budaya atau adat istiadat merupakan bagian dari keyakinan mereka yang semestinya
harus dijaga, jika tidak maka Suku Baduy mempercayai bahwa alam akan menghukum mereka.

3. Menurut saya, teori-teori psikologi Barat yang mengusung prinsip universalitas penting
dan memang dibutuhkan. Namun, pada kenyataannya terkadang hal-hal yang sudah berhasil
diterapkan di Barat tidak selalu dapat diterapkan di Indonesia. Sebagai contoh, konsep
kedewasaan antara individu di barat yang berbasis individual dan di Indonesia yang berbasis
kekeluargaan. Di Indonesia, masih banyak orang dewasa yang telah bekerja, menikah dan
memiliki anak, tetapi masih tinggal bersama orangtuanya. Apabila kita kaitkan dengan ciri
tahapan dewasa teori psikologi barat maka orang-orang dewasa di Indonesia dianggap gagal
memenuhi tugas perkembangannya. Padahal salah satu alasan utama orang dewasa di
Indonesia tetap tinggal bersama orangtuanya adalah karena budaya kekeluargaan, sebagai
bentuk tanggungjawab anak kepada orangtuanya untuk merawat orangtua ketika sudah dewasa.
Sehingga dari contoh di atas, tampaknya memang untuk memahami perilaku manusia di belahan
bumi lain harus digunakan basis kultur dimana manusia itu hidup. Dengan adanya perbedaan
yang terdapat di dalam budaya di tiap-tiap daerah dan bahkan tiap-tiap negara, maka peran
psikologi indigenous menjadi penting karena mampu memahami manusia berdasarkan konteks
kultural/budaya setempat. Hal ini juga sebagai bukti bahwa setiap perilaku manusia itu akan
selalu dan pasti dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat setempat. Contohnya saja pernyataan
berikut:
A: “Saya percaya X karena dia orangnya berintegritas dan suka menolong.”
B: “Saya percaya X karena saya tahu persis bapak ibunya, bapaknya sahabat saya dari kecil.”
Pernyataan A milik orang barat, dan B milik orang Indonesia. Budaya barat dengan
karakteristik individualisnya menggunakan kata percaya pada seseorang dengan melekatkan
kompetensi orang tersebut. Akan tetapi, orang Indonesia dengan budaya kolektifnya memandang
penting peran dari figur-figur di sekitar orang tersebut. Perbedaan ini menjadi gambaran bahwa
budaya dapat memengaruhi seseorang dalam memaknai kata “percaya”. Kultur yang ada di
masyarakat setempat seperti sejarah, geografik, politik, bahasa, filsafat dan juga keyakinan
(agama) sangat memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan psikologis seseorang. Kultur
yang dalam hal ini juga bersifat genetik, mampu membentuk diri kita untuk berperilaku sedemikian
rupa baik dalam keadaan normal atau dalam menghadapi satu keadaan tertentu.

4. Yang perlu diperhatikan dalam mengidentiikasi karakteristik psikologi indigenous :


a. Pengetahuan psikologi tidak dipaksakan dari luar, melainkan dimunculkan dari tradisi
budaya setempat. Hal ini karena budaya setempat yang membentuk perilaku sehari-hari
dan kemudian menjadi ilmu psikologi yang unik khusus untuk tempat tersebut.
b. Psikologi yang sesungguhnya bukan berupa tingkah laku artifisial (buatan) yang
diciptakan (hasil studi eksperimental), melainkan berupa tingkah laku keseharian.
c. Tingkah laku dipahami dan diinterpretasi tidak dalam kerangka teori yang diimport,
melainkan dalam kerangka pemahaman budaya setempat.
d. Psikologi indigenus mencakup pengetahuan psikologi yang relevan dan didesain untuk
orang-orang setempat. Dengan kata lain, psikologi indigenus mencerminkan realitas
sosial dari masyarakat setempat.
Untuk mengkaji aspek-aspek indigenous psychology dalam konteks alamiahnya dapat
pula menelaah pengetahuan, keterampilan dan kepercayaan orang tentang dirinya dan
budayanya. Teori, metode dan konsep yang dikembangkan pun sebaiknya fokus pada
fenomena psikologis.

Menurut Uichol Kim, at.all (dalam Hakim, 2014), untuk mendapatkan ilmu yang taat,
sistematik, dan universal, yang dapat diverifikasi secara teoritik dan emprik, ada 10 (sepuluh)
karakteristik yang harus pada Indigenous Psychology sebagai disiplin Ilmu, yaitu sebagai
berikut:

1. Indigenous psychology menekankan menelaah fenomena psikologis dalam konteks


keluarga, sosial, politik, filosofis, historis, religious, kultural, dan ekologis. Hal ini menguji
bagaimana orang memandang diri mereka, berhubungan dengan orang lain dan
mengelolah lingkungan mereka.
2. Indigenous psychology bukanlah studi tentang orang pribumi (native), kelompok etnik
atau orang yang hidup dinegara-negara Dunia Ketiga. Penelitian Indigenous tidak sama
dengan studi antropologi terhadap orang “eksotik” yang hidup dipedalaman. Indigenous
psychology dibutuhkan untuk semua kelompok kultural, pribumi dan etnik, termasuk
negara-negara yang sedang berkembang secara ekonomis, negara-negara yang baru
menjadi negara industri, dan negara-negara yang sudah maju secara ekonomi.
3. Indigenous psychology tidak menghalangi pemakaian metode tertentu. Indigenous
psychology adalah bagian dari tradisi ilmu pengetahuan yang salah satu aspek
pentingnya pekerjaan ilmiah menemukan metode-metode yang tepat untuk fenomena
yang sedang diinvestigasi. Indigenous psychology menganjurkan penggunaan berbagai
metode (kuantitatif, kualitatif, eksperimen, komparatif, multi methods, ataupun analisis
filosofis). Hasil-hasil dari multi methods seharusnya diintegrasikan untuk memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang fenomena psikologis.
4. Asumsi bahwa orang pribumi atau orang dalam (insiders) disebuah budaya yang dapat
memahami fenomena indigenous dan kultural dan bahwa orang luar (outsider) hanya
memiliki pemahaman yang terbatas. Meskipun seorang lahir dan dibesarkan disebuah
masyarakat tertentu bisa menjadi insight tentang fenomena indigenous, tetapi hal itu
mungkin tidak selalu terjadi. Sudut pandang internal maupun eksternal perlu dalam
memberikan pemahaman yang komprehensif dan terintegrasi tentang fenomena
psikologis.
5. Indigenous psychology berbeda dengan konsep psikologi naif (teori atribusi) oleh Fritz
Heider (1958). Teori atribusi merupakan teori yang mempelajari tentang perilaku
seseorang dan mengetahui mengapa seseorang berperilaku demikian. Di dalam teori
atribusi dijabarkan mengenai pembagiannya yaitu atribusi internal dan atribusi eksternal.
Dalam perilaku manusia dipengaruhi oleh dua aspek yaitu aspek lingkungan dan dirinya
sendiri. Karenanya dalam menganalisis dan memberikan deskripsi tentang perilaku
seseorang kita harus melihatnya dari dua aspek tersebut. Kesalahan dalam teori atribusi
adalah penilaian yang cenderung subjektivitas dan menekankan pada satu objek saja.
Padahal orang mempunyai pemahaman yang kompleks dan rumit tentang dirinya dan
dunia sosialnya.
6. Konsep-konsep Indigenous telah dianalisis sebagai contoh-contoh dari indigenous
psychologies. Seperti konsep philotimo (orang yang sopan, berbudi, dapat diandalkan dan
dibanggakan) di Yunani. Anasakti di India, Amae di Jepang, Kapwa (identitas sama
dengan orang lain) di Filipina, Jung (kelekatan dan afeksi yang mendalam). Konsep-
konsep ini telah dianalisis dari berbagai sindrom budaya. Indigenous psychology adalah
bagian dari sebuah tradisi ilmiah yang menganjurkan multiple perspectives (bukan
multiple psychologies), yang berusaha menemukan pengetahuan psikologi yang berakar
dalam konteks budaya. Pengetahuan ini dapat dasar penemuan psychological universal
dan dapat memberikan kontribusi pada kemajuan psikologi dan ilmu pengetahuan.
7. Banyak pakar indigenous psychology yang mencari buku-buku filsafat atau keagamaan
untuk menjelaskan fenomena indigenous. Mereka menggunakan philosophical treaties
(seperti confusion classic) atau buku keagamaan (Al Qur’an atau Wedha) sebagai
penjelasan fenomena psikologis.
8. Indigenous psychology diidentifikasi sebagai bagian tradisi ilmu budaya. Berbeda dengan
ilmu fisika dan bilogi, orang tidak sekedar bereaksi atau beradaptasi dengan lingkungan,
tetapi mereka mampu memahami dan mengubah lingkungannya, orang lain dan dirinya.
Oleh karena manusia adalah agen perubahan, maka manusia menjadi subjek dan
sekaligus objek penelitian.
9. Indigenous psychology menganjurkan mengaitkan antara humanitas (misal filsafat,
sejarah, agama, kesusastraan, yang difokuskan pada pengalaman manusia) dengan
ilmu-ilmu sosial (yang difokuskan pada pengalaman analitis, analisis empiric, dan
verifikasi). Disamping analisis teoritik dan empiric teori-teori psikologi, ide-ide dari ilmu
filsafat, sejarah dan agama dapat memberikan pengetahuan dan insight yang berharga.
10. Titik awal penelitian dalam indigenous psychology (indigenization from without dan
indigenization from within). Indigenization from without melibatkan mengambil teori,
konsep dan metode psikologi yang sudah ada dan memodifikasi mereka agar cocok
dengan konteks budaya lokalnya. Contoh contoh penelitian indigenization from without
(pendekatan etic yang diambil dari psikologi lintas budaya, penelitian-penelitian psikologi
budaya dan indigenisasi). Sedangkan indigenization from within, teori, konsep, dan
metode dikembangkan secara internal dan informasi indigenous dianggap sebagai
sumber utama pengetahuan.

Hakim, Nul L. (2014). Ulasan Konsep:Pendekatan Psikologi Indigeneous.

Kartika, T. & Edison, E. (2019). Masyarakat Baduy dalam Mempertahankan Adat Istiadat di Era
Digital. Jurnal ISBI Bandung Vol 1, No 1, 56-62 (Artikel dalam buku Ketahanan Budaya Lokal di
Era Digital)

https://fpscs.uii.ac.id/blog/2011/04/18/indigenious/

Anda mungkin juga menyukai