Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan akal untuk berfikir, manusia
memiliki pola-pola tertentu dalam bertingkah laku. Tingkah laku ini menjadi sebuah
jembatan bagi manusia untuk memasuki kondisi yang lebih maju. Pada hakikatnya, budaya
tidak hanya membatasi masyarakat, tetapi juga eksistensi biologisnya, tidak hanya bagian
dari kemanusiaan, tetapi struktur instingtifnya sendiri. Namun demikian, batasan tersebut
merupakan prasyarat dari sebuah kemajuan.
Berbicara budaya adalah berbicara pada ranah sosial dan sekaligus ranah
individual. Pada ranah sosial karena budaya lahir ketika manusia bertemu dengan manusia
lainnya dan membangun kehidupan bersama yang lebih dari sekedar pertemuan-pertemuan
insidental. Dari kehidupan bersama tersebut diadakanlah aturan-aturan, nilai-nilai
kebiasaan-kebiasaan hingga kadang sampai pada kepercayaan-kepercayaan transedental
yang semuanya berpengaruh sekaligus menjadi kerangka perilaku dari individu-individu
yang masuk dalam kehidupan bersama. Semua tata nilai, perilaku, dan kepercayaan yang
dimiliki sekelompok individu itulah yang disebut budaya.diawali ketika individu tersebut
bertemu untuk membangun kehidupan bersama dengan keunikannya masing-masing yang
saling memberi pengaruh sehingga menjadi sebuah kelompok.
Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu tadi menjadi agen-agen budaya
yang memberi keunikan, membawa perubahan, sekaligus penyebar. Masing-masing
individu membawa budayanya pada setiap tempat dan situasi kehidupannya sekaligus
mengamati dan belajar budaya lain dari individu-individu lain yang berinteraksi
dengannya. Dari sini terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku dan pola pikir
individu atau aspak konitifnya.
Menurut Tri Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah pemberian
kategori pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya.
Selain kedua hal di atas, pemberian kategori juga biasanya didasarkan pada fungsi dari
masing-masing objek tersebut. Proses-proses mental dari kognisi mencakup persepsi,
pemikiran rasional, dan seterusnya. Ada beberapa aspek kognisi, yaitu kategorisasi
(pengelompokan), memori (ingatan) dan pemecahan masalah (problem solving).
Jika diamati, saat ini manusia sering kali menghadapi permasalahan yang
disebabkan oleh budaya yang tidak mendukung. Ketika pengaruh budaya buruk
mempengaruhi pola pikir dan kepribadiaan seseorang maka dengan sendirinya berbagai
masalah yang tidak di inginkan akan terjadi secara terus-menerus. Sebagai contoh, ketika
budaya berpakaian minim bagi kaum perempuan masuk ke Indonesia, muncul berbagai
perdebatan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya yaitu :
1. Pengertian psikologi lintas budaya?
2. Apa itu perilaku kognisi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami budaya dengan prilaku kognisi
BAB II
PEMBAHASAN

BUDAYA DENGAN PRILAKU KOGNISI


A. Pengertian Budaya dari segi Perilaku (Psikologi Lintas Budaya)
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam
fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai
hubungan-hubungan di antara budaya psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan
biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam budaya-budaya
tersebut. Sedangkan pendapat beberapa ahli, yaitu: Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi
lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus
memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
sosial dan budaya.
Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku
manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan
memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi
baru dan menekankan beberapa kompleksitas: Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah
perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi
perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses
yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.
Menurut Matsumoto, (2004) : Dalam arti luas, psikologi lintas budaya terkait
dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat
universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas budaya (culture
spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya tertentu)
Sedangkan Ruang Lingkup Psikologi Lintas Budaya dalam memahami tentang
cabang ilmu psikologi lintas budaya yang dipelejari
1. Pewarisan dan Perkembangan Budaya
2. Budaya dan Diri (Self)
3. Persepsi
4. Kognisi & Perkembangannya
5. Psikologi Perkembangan
6. Bahasa
7. Emosi
8. Psikologi Abnormal
9. Psikologi Sosial

B. Kognisi Lintas Budaya


Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang
mengubah masukan-masukan dari indera menjadi pengetahuan (Matsumoto, 2008).
Menurut Tri Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah pemberian kategori
pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya. Selain
kedua hal di atas, pemberian kategori juga biasanya didasarkan pada fungsi dari masing-
masing objek tersebut. Kognitif diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh,
mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan (Neisser,1976). Dapat disimpulkan
bahwah kognisi adalah proses-proses mental dari pengetahuan yang mencakup persepsi
dan pemikiran rasional.
Kognitif juga merupakan salah satu hal yang berusaha menjelaskan keunikan
manusia. Pola pikir dan perilaku manusia bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap
individu yang tak lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai
konstruksi sosial. Sedangkan kebudayaan (culture) dalam arti luas merupakan kreativitas
manusia (cipta, rasa dan karsa) dalam rangka mempertahankan kelangsunganhidupnya.
Manusia akan selalu melakukan kreativitas (dalam arti luas) untuk memenuhi
kebutuhannya (biologis, sosiolois, psikologis) yang diseimbangkandengan tantangan,
ancaman, gangguan, hambatan (AGHT) dari lingkungan alam dan sosialnya.
Ada berbagai hal yang berhubungan dengan keberadaan faktor kognisi dalam

pengaruhnya terhadap lintas budaya :

1. Intelegensi Umum

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara

terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara

garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang

melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati

secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang

merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.


Sementara itu, Sartono Kartodirdjo (dalam Kebudayaan Indis. 2011.

Soekiman,Djoko) membagi masyarakat Hindia Belanda berdasarkan pendidikannya.

Perkembangan pendidikan dan pengajaran menumbuhkan golongan ssosial baru yang

mempunyai fungsi dan status baru, sesuai dengan diferensiasi dan spesialisasi dalam

bidang sosial ekonomi dan pemerintahan.

Menurut Sartono, stratifikasi masyarakat Hindia Belanda adalah :

a. Elite birokrasi yang terdiri atas Pangreh Praja Eropa (Europees Binnenlands

Bestuur) dan Pangreh Praja Pribumi

b. Priyayi Birokrasi termasuk Priyayi Ningrat,

c. Priyayi Profesional (dibagi menjadi dua, ada priyayi gedhe dan priyayi cilik),

d. Golongan Belanda dan Golongan Indo yang secara formal masuk status Eropa

dan mempunyai tendensi kuat untuk mengidentifikasi diri dengan pihak Eropa,

dan

e. Orang kecil (wong cilik) yang tinggal di kampung.

2. Gaya Kognitif

Dalam (Kebudayaan Indis.2011. Soekiman, Djoko) menyebutkan aspek kognitif

berhubungan dengan tingkat perasaan, yang sangat sulit untuk dilukiskan dan diamati. Hal

ini berkaitan dengan berbagai aktivitas dan meliputi berbagai objek karena peneliti

mendapatkan struktur-struktur dasar yang komplek sehingga peneliti perlu membatasi diri

dan mempersempit garis besar permasalahan. Hal ini lebih sulit diartikan karena justru

gaya Indis berpangkal pada dua akar kebudayaan, yaitu Belanda dan Jawa yang sangat

jauh berbeda.

Untuk memahaminya perlu diketahui adanya suatu pengertian situasi atau

fenomena kekuasaan kolonial dalam segala aspek dan proporsinya. Sebagai contoh,

misalnya dalam hal membnagun rumah tempat tinggal dengan susunan tata ruangnya. Arti
simbolik suatu bagian ruang rumah tinggal berhubu ngan dengan perilaku penghuninya.

Pada suku Jawa, misalnya, tidaak dikenal ruang khusus bagi keluarga dengan pembedaan

umur, jenis kelamin, generasi, famili, bahkan diantara anggota dan bukan anggota

penghuni rumah. Maka fungsi ruang tidak dipisahkan atau dibedakan dengan jelas.

Contoh lain yang sangat menarik adalah keselarasaan sistem simbolik, khususnya

gaya hidup. Betapa canggungnya orang pribumi Jawa yang hidup secara tradisional di

kampung, kemudian pindah untuk bertempat tinggal di dalam rumah gedung di dalam blok

atau kompleks dengan suasana rumah bergaya Barat yang modern. Kelengkapan rumah

tangga yang serba asing, pembagian ruang-ruang di dalam rumah dengan fungsi yang

khusus, fungsi ruang secara terpisah (apart) untuk terjaminnya privilege atau privacy

penghuninya, semua itu menambah kecanggungan orang Pribumi untuk tinggal di dalam

rumah yang asing. Anggapan bahwa rumah adalah model alam mikrokossmos menurut

konsep pikiran Jawa dan sebagainya, tidak adapada alam pikiran Eropa. Apakah rumah

gaya Indis sebagai tempat tinggal baru diinterpretasikan dengan pola konsep lama atau

tradisional Jawa? Hal ini belum jelas.

Dalam menganalisis aspek kognitif gaya Indis, kita perlu memperhitungkan

konteks budaya Belanda dan Jawa. Jelas bahwa rumah tempat tinggal orang Belanda tidak

dihubungkan dengan kosmos dan tidak mempunyai konotasi ritual seperti pandangan dan

kepercayaan Jawa. Memang, orang Eropa mengenal peletakan batu pertama dan

pemancangan bendera di atas kemuncak bangunan runmahnya yang sedang dibangun

dengan diikuti pesta minum bir, tetapi hal semacam ini adalah peninggalan budaya lama

mereka. Kegiatan itu adalah “gema” saja dari adat lama yang sudah kabur pengertiannya.

Bagi orang Jawa, menaikkan mala (tiang) sebuah rumah tinggal dengan slametan, melekan

(wungon, bedagang), meletakkan secarik kain tolak bala, sajen, dan memilih hari baik,

memiliki arti simbolik tertentu. Bagi orang Jawa, meninggalkan adat kebiasaan seperti itu
sangat berat karena adanya paham kepercayaan terhadap kekuatan supranatural yang sulit

dijelaskan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kognisi adalah istilah umum yang

mencakup seluruh proses mental yang mengubah masukan-masukan dari indera menjadi

pengetahuan (Matsumoto, 2008). Menurut Tri Dayakisni (2008) salah satu proses dasar

kognisi ialah pemberian kategori pada setiap benda atau obyek atas dasar persamaan dan

perbedaan karakternya. Proses-proses mental dari kognisi mencakup persepsi, pemikiran


rasional, dan seterusnya. Ada beberapa aspek kognisi, yaitu kategorisasi

(pengelompokkan), memori (ingatan) dan pemecahan masalah (problem solving).

Salah satu proses dasar kognisi adalah cara bagaimana orang melakukan

kateorisasi. Kategorisasi dilakukan umumnya atas dasar persamaan dan perbedaan

karakter dari obyek-obyek dimaksud. Selain itu fungsi dari obyek juga merupakan

deterministic utama inidari proses kategorisasi. Missal, ketika kita melakukan kategorisasi

mengenai buku. Ada bermacam-macam buku mulai dari buku cerita, buku tulis, buku

pelajaran hingga buku mewarnai untuk anak-anak. Semuanya kita masukkan dalam

kategorisasi karena kesamaan bentuknya dari fungsinya yaitu tempat menuliskan sesuatu.

B. SARAN

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca. Semoga isi dari makalah ini bermanfaat bagi pembaca

khususnya mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling.

DAFTAR PUSTAKA

 Walgito, Bimo. 2004. Psikologi Umum. Yogyakarta; Penerbit Andi.


 Walgito, Bimo. 1999. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta; Penerbit Andi.
 http://boscakdi.blogspot.com/2013/06/kognisi-dan-budaya.html
 www.citizenship.gov.au/test/resource-booklet/citz-booklet-indonesian.pdf

Anda mungkin juga menyukai