Anda di halaman 1dari 32

REKOMENDASI TEKNIK KONSELING KELUARGA

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Konseling Keluarga


dan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu:
Dr. H. Musjafak Assjari, M.Pd
Dr. Imas Diana Aprilia, M.Pd

Kelompok 3
Abdul Aziz Kurniawan (1910041)
Lilin Andi Maria (1907120)
Pratiwi Azizah Ekarani (1906435)
Rifa Septiani Sidiq (1906872)
Rizka Nurlaili (1909995)
Siti Rahmah F (1907387)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang pertama kali dikenal
oleh anak. Oleh sebab itu keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga sangat
memberikan pengaruh yang besar bagi berlangsungnya tumbuh kembang
individu dari individu itu dilahirkan hingga ia tumbuh menjadi pribadi yang
dewasa. Sebuah keluarga adalah sistem sosial yang alami, dimana seseorang
menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi, cara
mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai
kegiatan dengan lebih efektif. Dalam sebuah keluarga tentunya sering terjadi
berbagai jenis permasalahan. Permasalahan yang terjadi harus segera
menemukan solusi terbaiknya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif
bagi keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan yang memiliki peran besar dalam
pembentukan kepribadian setiap individu yang ada dalam keluarga, pola
keluarga yang baik akan membuat individu-individu di dalamnya menjadi
berkembang secara optimal. Pembentukan pola dalam keluarga ini dapat
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, adat, serta sosial yang dianut oleh satu
keluarga. Nilai-nilai tersebut berperan penting dalam pembentukan
kepribadian anggota keluarga. Jika nilai-nilai dalam suatu keluarga kurang
baik maka akan menghasilkan pribadi-pribadi yang kurang baik di dalam
keluarga.
Konseling keluarga diharapkan dapat menjadi solusi ketika individu
melakukan penyimpangan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan dapat
memperbaiki tatanan dalam kehidupan berkeluarga sehingga pola yang ada di
dalam keluarga dapat membentuk kepribadian individu-individu di dalamnya
menjadi lebih baik. Pola dalam suatu keluarga dapat diubah dengan adanya
kontribusi dari konselor dan seluruh anggota keluarga sehingga pola baru
yang diterapkan dapat menghasilkan hasil yang optimal.
Konseling keluarga memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan
dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota

2
keluarga. Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika
melibatkan anggota keluarga yang lain. Konseling keluarga bertujuan
membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga
merupakan hasil pengaruh hubungan anggota keluarga. Membantu anggota
keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa apabila salah seorang
anggota keluarga memiliki permasalahan, hal itu akanberpengaruh terhadap
persepsi, harapan, dan interaksi anggota keluarga lainnya.
Sebelum melakukan konseling keluarga sebaiknya konselor melakukan
observasi dan identifikasi terlebih dahulu terhadap kasus, dan juga harus
memiliki rancangan kegiatan agar konseling dapat dilaksanakan dengan
matang dan ter arah. Dalam laporan ini akan membahas tentang rancangan
kegiatan, pedoman wawancara guru dan orangtua, serta identifikasi keluarga.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari permasalahan di atas sebagai berikut:
a. Bagaimana rancangan kerja dan Timeline yang disusun oleh kelompok?
b. Seperti apa pedoman wawancara yang digunakan?
c. Seperti apa instrument identifikasi yang digunakan?
d. Bagaimana rekomendasi program konseling?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana rancangan kerja dan Timeline yang disusun
oleh kelompok.
b. Untuk mengetahui seperti apa pedoman wawancara yang digunakan.
c. Untuk mengetahui seperti apa instrument identifikasi yang digunakan.
d. Untuk mengetahui teknik/program konseling yang akan digunakan.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Konseling Keluarga


Family Conseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang
diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga
(pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal
mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari
semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga
(Willis, 2009).
Sementara menurut Golden dan Sherwood (dalam Latipun, 2001)
konseling keluarga adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada
masalah-masalah keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan
masalah pribadi klien. Masalah ini pada dasarnya bersifat pribadi karena
dialami oleh klien sendiri. Akan tetapi, konselor menganggap permasalahan
yang dialami klien tidak semata disebabkan oleh klien sendiri melainkan
dipengaruhi oleh system yang terdapat dalam keluarga klien sehingga keluarga
diharapkan ikut serta dalam menggali dan menyelesaikan masalah klien.
Berbeda halnya dengan Crane (dalam Latipun, 2001) yang mendefinisikan
konseling keluarga sebagai proses pelatihan yang difokuskan kepada orang tua
klien selaku orang yang paling berpengaruh menetapkan system dalam
keluarga. Hal ini dilakukan bukan untuk mengubah kepribadian atau karakter
anggota keluarga yang terlibat akan tetapi mengubah system keluarga melalui
pengubahan perilaku orang tua. Apabila perilaku orang tua berubah maka akan
mempengaruhi anggota-anggota dalam keluarga tersebut, sehingga maksud
dari uraian tersebut orang tualah yang perlu mendapat bantuan dalam
menentukan arah prilaku anggota keluarganya.
Menurut Willis (2009) teori perspektif sistem dalam keluarga terdapat dua
perspektif yaitu sistem tertutup, (closed system) dan sistem terbuka, (open
system). Sistem tertutup adalah suatu sistem yang tidak terpengaruh oleh
dunia luer. Demikian pula ia tidak bisa mempengaruhi dunia luar, misalnya
sistem mesin mobil, motor mesin kereta api, dan sebagainya. Sedangkan

4
sistem terbuka adalah suatu sistem yang dapat dipengaruhi oleh dunia luar.
sebaliknya mungkin saja dia dapat mempengaruhi dunia luar tersebut. Sebagai
contoh sistem keluarga, sekolah/universitas, departemen dan sebagainya.
Dengan kata lain konseling keluarga sangat dibutuhkan bagi individu yang
tidak dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapinya, maka perlu
bantuan orang lain atau bimbingan konseling keluarga yang berperan
membantu mengarahkan ataupun memberikan pandangan kepada individu
yang bersangkutan. Apalagi sekarang ini perkembangan masyarakat sangat
mempengaruhi pola kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun
anggota masyarakat. Individu saat ini dihadapkan pada perubahan-perubahan
yang begitu kompleks, sehingga menimbulkan berbagai macam tantangan atau
tuntutan terhadap kebutuhan individu (Walgito, 2002).

2.2 Tujuan Konseling Keluarga


Menurut Shertzer dan Stone,(1980) tujuan konseling antara lain:
 Mengadakan perubahan perilaku pada diri konseling sehingga    
memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan,
  Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini
tercapai, maka individu mencapai integrasi, penyesuaian, dan identifikasi
positif dengan yang lainnya. ia belajar menerima tanggung jawab, berdiri
sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku,
 Pemecahan masalah. Hal ini, berdasarkan kenyataan bahwa individu –
individu yang mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Disamping itu biasanya siswa datang pada konselor
karena ia percaya bahwa konselor dapat membantu memecahkan
masalahnya,
 Mencapai keefektifan pribadi
 Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya. Jelas disini bahwa, pekerjaan konselor bukan menentukan
keputusan yang harus diambil oleh konseli atau memilih alternatif dari
tindakannya.

5
 Keputusan – keputusan ada pada diri konseli sendiri, dan ia harus tau
mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu, konseli harus
belajar mengestimasi konsekuensi – konsekuensi yang mungkin terjadi
dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko dan sebagainya.
Individu belajar memperhatikan nilai – nilai dan ikut mempertimbangkan
yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan.

Selanjutnya Setyawan,(1959) berpendapat bahwa tujuan konseling adalah


agar konseli dapat:
 Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta
kehidupannya dimasa yang akan dating,
 Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin,
  Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya,
 Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Oleh karena   itu, dari paparan beberapa ahli diatas. Maka Wisnu Pamuja
Utama, (2011) sendiri berpendapat bahwa tujuan konseling ialah Membantu
merubah perilaku konseli agar lebih produktif, membantu pemecahan masalah
baik masalah pribadi, sosial, belajar, karier, keluarga, dan keagamaan, serta
mendorong peserta didik mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya dalam menemukan solusi sendiri.

2.3 Bentuk Konseling Keluarga


Kecenderungan pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut.
 Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem keluarga. Klien
merupakan bagian dari sistem keluarga, sehingga masalah yang dialami
dan pemecahannya tidak dapat mengesampikan peran keluarga.

6
 Berfokus pada saat ini, yaitu apa diatasi dalam konseling keluarga adalah
masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, bukan
kehidupan yang masa lampaunya.
Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan bukan pertumbuhan personal
yang bersifat jangka panjang. Dalam kaitannya dengan bentuknya, konseling
keluarga dikembangkan dalam berbagai bentuk sebagi pengembangan dari
konseling kelompok. Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu,
dan anak sebagai bentuk konvensionalnya. Saat ini juga dikembangkan dalam
bentuk lain, misalnya ayah dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan, ayah
dan anak perempuan, ibu dan anak laik-laki, dan sebagainya (Ohison, 1977)
Bentuk konsleing keluarga ini disesuaikan dengan keperluannya. Namun
banyak ahli yang mengajurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam
konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat dengan mudah diubah jika
seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka tidak hanya
berbicara tentang keluarganya tetapi juga terlibat juga dalam penyusunan
rencana perubahan dan tindakannya.

2.4 Peranan Konselor


Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan
perkawinan dikemukakan oleh Satir (Cottone, 1992) di antaranya sebagai
berikut.
 Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu klien
melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya sendiri.
 Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting peran
interaksi.
 Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.
 Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung
jawab dan malakukan self-control.
 Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan
komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien
atau anggota keluarga.

7
 Konselor menolak perbuatan penilaian dan pembantu menjadi congruence
dalam respon-respon anggota keluarga.

2.5 Proses dan Tahapan Konseling Keluarga


Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane
(1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk
mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane
menggunakan pendekatan behavioral, yang disebutkan terhadap empat tahap
secara berturut-turut sebagai berikut.
1. Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku
alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca
dan sesi pengajaran.
2. Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan
materinya, konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana cara
mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua melihat bagaimana
melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal
inidikerjakan. Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang
menunjukan bagaimana mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi.
Sangat penting menunjukan kepada orang tua yang kesulitan dalam
memahami dan menetapkan cara yang tepat dalam memperlakukan
anaknya.
3. Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip
yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis
selama ini dapat member koreksi ika dibutuhkan.
4. Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak
secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba
menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat
melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai.
Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat ditanyakan
pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat
memberikan contoh lanjutan di rumah dan observasi orang tua, selanjutnya

8
orang tua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya
mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.

2.6 Kesalahan Umum dalam Konseling Keluarga


Crane (1995) mengemukakan sejumlah kesalahan umum dalam
penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:
 Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk
mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi.
 Pertama kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama,
konselornya suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut
dalam proses, sehingga menampakkan ketidak peduliannya terhadap apa
yang menjadi perhatian anak.
 Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan
pandangannya kepada orangtua dan bukan menunjukkan cara penanganan
masalah yang dihadapi dalam situasi kehidupan yang nyata.
 Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua,
bukan mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang
terjadi.
 Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu
otoritarian atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.
Kesalahan-kesalahan dalam konseling keluarga semacam di atas
sepatutnya dihindari untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor
tentunya diharapkan melakukan evaluasi secara terus-menerus terhadap apa
yang dilakukan dan bagaiman hasil yang dicapai dari usahanya.

9
BAB III

PROSEDUR PELAKSANAAN KONSELING KELUARGA

3.1 Rancangan Kegiatan


Rancangan kegiatan dari konseling keluarga bertujuan agar pelaksanaan program konseling keluarga menjadi sistematis. Rancangan
kegiatan konseling keluarga dapat dilihat pada tabel, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rancangan Kegiatan Konseling Kleuarga
No Tanggal Kegiatan Sasaran Target

1 16 Maret 2020 Menyusun timeline Kelompok Tersusunnya Timeline kegiatan

2 16 Maret 2020 Menyusun Rancangan Kerja Kelompok Tersusunnya Rancangan Kerja

3 16 Maret 2020 Menentukan Sekolah Kelompok Diperoleh sekolah yang akan dijadikan tempat
pelaksanaan kegiatan Konseling Keluarga

4 23 Maret 2020 Membuat surat izin Sekolah Diperoleh Ijin untuk melaksanakan tugas mata
kuliah Konseling Keluarga

5 24 Maret 2020 Membuat Pedoman Wawancara Kepala Sekolah Tersusunnya pedoman wawancara kepada
kepada Kepala Sekolah Kepala Sekolah

6 25 Maret 2020 Membuat Pedoman Wawancara Guru Kelas Tersusunnya pedoman wawancara kepada Guru

10
kepada Guru Kelas Kelas

7 1 April 2020 Melaksanakan Wawancara kepada Kepala Sekolah Diperoleh hasil wawancara kepada Kepala
Kepala Sekolah Sekolah (jika kondisi tidak memungkinkan
untuk ke sekolah wawancara akan dilakukan
secara online)

8 2 April 2020 Melaksanakan Wawancara kepada Guru Kelas Diperoleh hasil wawancara kepada Guru Kelas
guru kelas (jika kondisi tidak memungkinkan untuk ke
sekolah wawancara akan dilakukan secara
online)

9 2 April 2020 Analisis Hasil Wawancara Kepala Kepala Sekolah Diperoleh kesimpulan hasil wawancara kepada
Sekolah Kepala Sekolah

10 3 April 2020 Analisis Hasil Wawancara Guru Guru Kelas Diperoleh kesimpulan hasil wawancara kepada
Kelas Guru Kelas

11 3 April 2020 Menentukan Kasus Anak Diperoleh kasus untuk mata kuliah Konseling
Keluarga Berdasarkan Hasil Wawancara
Kepala Sekolah dan Guru Kelas

12 3 April 2020 Mengumpulkan Literatur untuk Kelompok dan Anak Diperoleh pendekatan/teknik yang sesuai
mementukan Pendekatan Konseling dengan kasus yang ada di sekolah.

13 4 April 2020 Membuat Pedoman Wawancara Orang Tua Tersusunnya pedoman wawancara kepada
kepada Orang Tua Orang Tua

11
14 6 April 2020 Melakukan Wawancara kepada Orang Tua Diperoleh hasil wawancara kepada Orang Tua
Orang Tua (jika kondisi tidak memungkinkan untuk ke
sekolah wawancara akan dilakukan secara
online)

15 7 April 2020 Analisis Hasil Wawancara Orang Orang Tua Diperoleh kesimpulan hasil wawancara kepada
Tua Orang Tua

16 8 April 2020 Observasi Anak Anak Diperoleh Hasil Observasi Siswa

17 8 April 2020 Analisis Hasi Observasi Anak Diperoleh Kesimpulan Hasil Observasi Anak

18 8 April 2020 Menyusun Istrumen Identifikasi Anak Tersusunnya Instrumen Identifikasi (Berupa
wawancara kepala sekolah, guru kelas, dan
orang tua)

19 8 April 2020 Pelaksanaan Identifikasi Anak Anak Diperoleh Hasil Identifikasi (Berupa hasil
wawancara kepala sekolah, guru kelas, dan
orang tua)

20 8 April 2020 Analisis Hasil Identifikasi Anak Diperoleh Kesimpulan Hasil Identifikasi
(Berupa kesimpulan hasil wawancara kepala
sekolah, guru kelas, dan orang tua)

21 9 April 2020 Menyususn Instrumen Asesmen Anak Tersusunnya Instrumen Asesemen Anak sesuai
Anak masalah dan pendekatan/teknik yang digunakan

22 10 April 2020 Pelaksanaan Asesmen Anak Anak Diperoleh hasil Asesemen Anak

12
23 10 April 2020 Analisis Hasil Asesmen Anak Anak Diperoleh kesimpulan hasil Asesemen Anak

24 Merancang teknik pelaksanaan Anak Tersusunnya teknik pelaksanaan konseling


10 April 2020 Konseling yang akan diterapkan kepada anak

25 11 April 2020 Implementasi Teknik Konseling Anak Diperoleh hasil implementasi teknik konseling

26 Analisis Hasil Implementasi Teknik Anak Diperoleh kesimpulan hasil implementasi


11 April 2020 Konseling teknik konseling

27 Membuat Laporan Hasil Teknik Kelompok Tersusunnya Laporan Hasil Teknik Konseling
11 April 2020 Konseling

28 Presentasi Hasil Pelaksanaan Mahasiswa dan Dosen Tersampaikannya hasil teknik konseling
13 April 2020 Teknik Konseling keluarga yang dilakukan oleh kelompok

29 Revisis Hasil Presentasi Kelompok Tersusunnya perbaikkan hasil presentasi


14 April 2020 Konseling Keluarga

30 Persiapan Seminar di Sekolah Kepala Sekolah, Guru, Tersusunnya rancangan pelaksanaan seminar di
14 April 2020 dan Orang tua Siswa Sekolah

31 Pelaksanaan Seminar di Sekolah Kepala Sekolah, Guru, Tersampaikannya materi seminar Konseling
16 April 2020 dan Orang tua Siswa Keluarga di Sekolah

32 Penyusunan Laporan Akhir Kelompok Tersusunnya Laporan Akhir Konseling


17 April 2020 Keluarga

33 20 April 2020 Pengumpulan Laporan Akhir Dosen Penyerahan Laporan Akhir kepada Dosen

13
3.2 Timeline
Tabel 3.2
Timeline Konseling Keluarga
Februari Maret April Mei
No. Kegiatan Ket. Tgl Pelaksanaan
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 Menyusun timeline 16 Maret 2020

Menyusun 16 Maret 2020


2
Rancangan Kerja

Menentukan 16 Maret 2020


3
Sekolah
4 Membuat surat izin 23 Maret 2020

Membuat Pedoman 24 Maret 2020


5 Wawancara kepada
Kepala Sekolah

Membuat Pedoman 25 Maret 2020


6 Wawancara kepada
Guru Kelas

Melaksanakan 1 April 2020


7 Wawancara kepada
Kepala Sekolah

14
Melaksanakan 2 April 2020
8 Wawancara kepada
guru kelas

Analisis Hasil 2 April 2020


9 Wawancara Kepala
Sekolah

Analisis Hasil 3 April 2020


10 Wawancara Guru
Kelas
11 Menentukan Kasus 3 April 2020

Mengumpulkan 3 April 2020


Literatur untuk
12 mementukan
Pendekatan
Konseling

Membuat Pedoman 4 April 2020


13 Wawancara kepada
Orang Tua

Melakukan 6 April 2020


14 Wawancara kepada
Orang Tua

15
Analisis Hasil 7 April 2020
15 Wawancara Orang
Tua
16 Observasi Anak 8 April 2020

Analisis Hasi 8 April 2020


17
Observasi

Menyusun Istrumen 8 April 2020


18
Identifikasi

Pelaksanaan 8 April 2020


19
Identifikasi Anak

Analisis Hasil 8 April 2020


20
Identifikasi

Menyususn 9 April 2020


21 Instrumen Asesmen
Anak

Pelaksanaan
22
Asesmen Anak 10 April 2020

Analisis Hasil
23
Asesmen Anak 10 April 2020

16
Merancang teknik
24 pelaksanaan
Konseling 10 April 2020

Implementasi
25
Teknik Konseling 11 April 2020

Analisis Hasil
26 Implementasi
Teknik Konseling 11 April 2020

Membuat Laporan
27 Hasil Teknik
Konseling 11 April 2020

Presentasi Hasil
28 Pelaksanaan Teknik
Konseling 13 April 2020

Revisis Hasil
29
Presentasi 14 April 2020

Persiapan Seminar
30
di Sekolah 14 April 2020

Pelaksanaan
31
Seminar di Sekolah 16 April 2020

17
Penyusunan Laporan
32
Akhir 17 April 2020

Pengumpulan
33
Laporan Akhir 20 April 2020

18
3.3 Pedoman Wawancara
3.3.1 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah
Pedoman wawancara dibuat dengan tujuan untuk memperoleh informasi
mengenai ada tidaknya subjek yang dapat diberikan penerapan konseling
keluarga, wawancara kepada sekolah akan mencadi acuan untuk melakukan
wawancara selanjutnya kepada guru kelas.
Tabel 3.3.1
Pedoman Wawancara Kepala Sekolah
No Pertanyaan Narasumber
1 Apakah di sekolah menyediakan fasilitas bimbingan Kepala Sekolah
dan konseling?
2 Jika ada bagaimana peran guru BK di sekolah? Kepala Sekolah
3 Apakah di sekolah terdapat siswa yang memiliki Kepala Sekolah
masalah dalam perkembangan atau
pembelajarannya?
4 Jika ada di kelas berapa dan seperti apa masalah yang Kepala Sekolah
dihadapinya?
5 Seperti apa kerjasama antara orang tua dan pihak Kepala Sekolah
sekolah dalam menghadapi permasalahan pada
siswa?

3.3.2 Pedoman Wawancara Guru Kelas


Pedoman wawancara dibuat dengan tujuan untuk memperoleh informasi
berdasarkan rekomendasi Kepala Sekolah dan pengamatan narasumber yang
berhubungan langsung dengan subjek. Pedoman ini digunakan sebagai acuan
ketika melakukan wawancara dengan guru kelas mengenai perilaku subjek
ketika berada sekolah.
Tabel 3.3.2
Pedoman Wawancara Guru
No Pertanyaan Narasumber
1 Bagaimanakah situasi pembelajaran di kelas? Guru
2 Apakah terdapat siswa yang diduga bermasalah Guru
dalam perkembangan maupun pembelajarannya?

19
No Pertanyaan Narasumber
3 Bagaimana upaya guru dalam menangani Guru
permasalahan siswa di kelas tersebut
4 Apakah permasalahn tersebut sudah Guru
dikomunikasikan dengan wali murid?
5 Jika sudah, bagaimana respon wali murid terhadap Guru
permasalahan tersebut?
6 Bagaimana kesigapan orangtua terkait permasalahan Guru
anaknya?
7 Bagaimanakah usaha guru dalam menjalin Guru
kerjasama/diskusi dengan wali murid?
8 Adakah kendala guru dalam menjalin kerjasama Guru
dengan wali murid untuk mendiskusikan
permaslahan anaknya?
9 Menurut pandangan Bapak/Ibu, bagaimanakah pola Guru
asuh orang tua terhadap anaknya?
10 Menurut pandangan Bapak/Ibu, bagaimanakah peran Guru
Ayah dan Ibu dalam mengasuh anaknya
11 Apakah permasalahan tersebut berdampak terhadap Guru
lingkungan sekolah, teman bermain, dan masyarakat?

3.3.3 Pedoman Wawancara Orang Tua


Pedoman wawancara untuk orang tua dibuat dengan tujuan untuk
memperoleh informasi berdasarkan pengamatan dan pengalaman narasumber
yang berhubungan langsung dengan subjek. Pedoman ini digunakan sebagai
acuan ketika melakukan wawancara dengan orang tua mengenai perilaku
subjek ketika berada di rumah.
Tabel 3.3.3
Pedoman Wawancara Orang Tua
Pertanyaan Narasumber
1) Kondisi personal keluarga Orang tua
a) Bagaimana kepribadian keluarga?
b) Bagaimana sikap keluarga terhadap anak?

20
Pertanyaan Narasumber
c) Bagaimana usaha orang tua untuk mengatasi
kesulitan yang dialami oleh anak?
2) Kondisi lingkungan non keluarga Orang tua
a) Bagaimana dukungan sosial keluarga terhadap anak?
b) Bagaimana hubungan pernikahan kedua orang tua?
c) Bagaimaina kondisi ekonomi dalam keluarga?
3) Kualitas hubungan orang tua dan anak Orang tua
a) Bagaimana kualitas hubungan ayah dan anak?
b) Bagaimana kualitas hubungan ibu dan anak?
c) Bagaimana kualitas hubungan anak dan saudara?
4) Peran keluarga dalam pengasuhan Orang tua
a) Bagaimana peran kedua orang tua dalam pengasuhan
terhadap anak?
b) Siapa yang paling berperan dalam pengasuhan anak
di keluarga?Apakah peran ibu terhadap pengasuhan
lebih dominan dari ayah, atau sebaliknya?
c) Siapa yang turut terlibat dalam pengasuhan anak
selain kedua orang tua?
5) Kesehatan dan perlindungan keluarga Orang tua
a) Bagaimana riwayat kesehatan kedua orang tua?
b) Bagaimana riwayat kesehatan anak?
6) Perilaku anak Orang tua
a) Bagaimana perilaku anak selama di rumah?
b) Apakah orang tua mengetahui rutinitas anak selama
di sekolah?

21
3.4 Identifikasi
Identifikasi dilakukan untuk menemukan gambaran secara umum tentang
fungsi keluarga di rumah yang berguna sebagai acuan dalam melakukan
kegiatan selanjutnya yaitu asesemen. Berikut adalah identifikasi keluarga
menurut teori Family Assessment Device (FAD).
Tabel 3.4
Identifikasi Keluarga Menurut Family Assessment Device (FAD)
Komponen Indikator Respon Ket
SS S TS STS
Penyelesaian Kami biasanya
Masalah menindaklanjuti keputusan
kami terkait masalah
Setelah keluarga kami
mencoba menyelsaikan
masalah, kami biasanya
mendiskusikan apakah itu
berhasil atau tidak
Kami menyelesaikan sebagian
besar gangguan emosional
yang muncul
Kami menghadapi masalah
yang melibatkan perasaan
Kami mencoba memikirkan
berbagai cara untuk
menyelesaikan masalah
Komunikasi Ketika seseorang marah, yang
lain tahu mengapa
Anda tidak dapat mengetahui
bagaimana perasaan
seseorang dari apa yang
mereka katakan
Orang-orang langsung keluar

22
dan mengatakan sesuatu
daripada mengisyaratkan
sesuatu
Kami juju sau sama lain
Kami tidak berbicara satu
sama lain ketika kami marah
Keika kami tidak menyukai
apa yang telah dilakukan
seseorang, kami memberi tahu
mereka
Peran Ketika meminta seseorang
untuk melakukan sesuatu,
anda harus memeriksa apakan
mereka melakukannya
Kami memastikan anggota
keluarga memenuhi tanggung
jawab keluarga mereka
Tugas keluarga tidak cukup
menyebar
Kami mengalami kesulitan
memenuhi tagihan kami
Ada sedikit waktu untuk
mengeksplorasi minat pribadi
Kami membahas siapa yang
melakukan pekerjaan rumah
tangga
Jika orang diminta melakukan
sesuatu, maka perlu
diingatkan
Kami umumnya tidak puas
dengan tugas keluarga yang
ditugaskan kepada kami

23
Responsifitas Kami enggan menunjukkan
Afektif kasih sayang kami satu sama
lain
Beberapa dari kami tidak
merespon secara emosional
Kami tidak menunjukkan
cinta kami satu sama lain
Kelembutan ada di tempat
kedua untuk hal-hal lain
dalam keluarga kami
Kami mengekspresikan
kelembutan
Kami menangis secara
terbuka
Keterlibatan Jika seseorang dalam
Afektif kesulitan, yang lain menjadi
terlalu terlibat
Anda hanya mendapatkan
minat orang lain, ketika
sesuatu itu penting bagi
mereka
Kami terlalu egois
Kami terlibat satu sama lain
hanya karena sesuatu menarik
minat kami
Kami menunjukkan minat
satu sama lain hanya ketika
mereka bisa mendapatkan
sesuatu dari itu sendiri
Keluarga kami menunjukkan
minat satu sama lain hanya
ketika mereka bisa

24
mendapatkan sesuatu itu
Meskipun kami bermaksud
baik, kami terlalu banyak
mengganggu kehiupan
masing-masing
Kontrol Kami tidak tahu apa yang
Perilaku harus dilakukan ketika
keadaan darurat muncul
Anda dapat dengan mudah
lolos dengan melanggar
aturan
Kami tahu apa yang harus
dilakukan dalam keadaan
darurat
Kami tidak memiliki
harapan/ekspetasi yang jelas
tentang kebiasaan
menggunakan toilet
Kami punya aturan tentang
memukul orang
Kami tidak memiliki aturan
atau standar
Jika aturan dilanggar, kami
tidak tahu apa yang
diharapkan
Apapun terjadi di keluarga
kami
Ada aturan tentang situasi
berbahaya
Keberfungsian Merencanakan kegiatan
Keluarga keluarga itu sulit karena kami
selalu salah paham satu sama

25
secara Umum lain
Disaat krisis, kita dapat saling
berpaling untuk mendapatkan
dukungan
Kami tidak bisa saling bicara
tentang kesedihan yang kami
rasakan
Setiap individu menerima apa
adanya
Kami menghindari
mendiskusikan ketakutan dan
kekhawatiran kami
Kami bisa saling
mengungkapkan perasaan
Ada banyak perasaan buruk di
keluarga
Kami merasa diterima apa
adanya
Membuat keputusan adalah
masalah bagi keluarga kami
Kami dapat membuat
keputusan tentang bagaimana
menyelesaikan masalah
Kami tidak rukun
Kami saling curhat satu sama
lain

Keterangan:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

26
3.5 Deskripsi Kasus
Penulis menemukan sebuah kasus pada anak MTR. MTR adalah seorang
anak berkesulitan belajar yang terabaikan oleh orang tua nya dikarenakan
kondisi orang tua yang telah bercerai. MTR duduk di kelas empat Sekolah
Dasar dengan prestasi cukup jauh dibawah teman sebayanya. Bahkan MTR
belum lancar dalam membaca, menulis dan berhitung walaupun sudah duduk
di kelas empat. Untuk memperoleh data, penulis melakukan wawancara dan
observasi kepada anak, guru dan orangtua.
Menurut guru kelas MTR ini memang dapat dikatakan kurang dalam
belajar karena malas dan kurang motivasi untuk belajar. Di kelas pun MRT ini
sering kali mengganggu teman sekelasnya dan tidak konsentrasi ketika diberi
tugas. Sedangkan ibu dari MTR menyatakan bahwa MTR memang sulit sekali
jika di suruh belajar, setiap hari setelah pulang dari sekolah MTR selalu pergi
ke warnet untuk bermain game online. Bahkam ketika hari libur sekolah,
MTR pergi ke warnet dari pagi sampe sore.Ketika observasi dan wawancara
langsung kepada MTR, ia menerangkan bahwa ibunya tidak pernah memarahi
meskipun bermain di warnet seharian.
Ibunya pernah mendaftarkan MTR untuk mengikuti les dengan harapan
kemampuan akademik MTR dapat dikembangkan. Namun MTR tetap tidak
bisa baca, jelas ibunya. Hingga pada akhirnya orang tua hanya pasrah dengan
kondisi MTR ini dan menyerahkan perkembangan akademik MTR kepada
pihak sekolah.
Ada banyak faktor yang dianggap menjadi penyebab kondisi MTR saat
ini. Seperti Ayah dan ibu MTR bercerai sudah cukup lama, MTR adalah anak
ke-dua dari dua bersaudara. Kakaknya bekerja di luar kota sedangkan MTR
tinggal bersama ibunya. Keseharian ibu MTR adalah mengurus cucu (anak
dari kakak MTR) sehingga kurang sekali perhatian yang diberikan kepada
MTR. Sedangkan ayahnya sudah menikah lagi dan jarang sekali menemui
MTR dan ibunya.
Untuk mewujudkan keadaan suatu keluarga yang utuh dan harmonis tentu
saja membutuhkan kerjasama yang baik antara anggota keluarga dalam
menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini di sebabkan karena, apabila

27
masing-masing anggota keluarga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan
baik, akan timbul adanya perpecahan dalam struktur keluarga yang tentu saja
perpecahan itu dapat memberikan pengaruh atau dampak yang kurang baik
bagi perkembangan anak.
Salah satu bentuk perpecahan dalam keluarga adalah terjadinya perceraian
antara kedua orang tua dimana terjadinya perceraian ini bukanlah hal yang di
inginkan oleh anak. Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang
tuanya memutuskan untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena
kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang
tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah
dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah
akan menurun akibat dari kurang terperhatikannya perkembangan anak oleh
kedua orangtuanya.

3.6 Analisis kasus


Apabila kasus tersebut dianalisis dari sudut pandang konseling keluarga
permasalahan keluarga yang dialami subyek dikarenakan adanya
ketidakberfungsian struktur anggota keluarga. Dimana keluarga tersebut pecah
karena perceraian sehingga hilangnya peran ayah di dalam rumah membuat
anak kehilangan sosok ayah. Selain itu pergeseran peran ibu juga memberikan
andil yang cukup serius, yang anak mengalami krisis kepribadian. Sehingga
anak cenderung malas belajar.
Kepribadian seorang anak terbentuk dari bagaimana keluarga itu sendiri.
dengan pelik masalah yang dihadapi keluarga dari MTR membuat
permasalahanya tidak tertangani dengan baik. Sosok ibu yang sibuk untuk
menopang ekonomi dan mengurus cucu membuat MTR sedikit terabaikan.
Keadaan MTR yang demikian juga berimbas pada permasalahan di sekolah.
MTR yang dianggap kurang dan sering mengganggu teman ketika belajar
membuat guru merasa kesulitan untuk mengatasi permasalahan MTR.
Ditambah dengan sekolah yang belum memiliki guru konseling membuat guru
kelas MTR pun pasrah.

28
Seharusnya permasalahan tersebut dapat diselesaikan apabila ada
konseling keluarga dan sekolah. Dimana konselor dapat menjembatani
keluarga dan sekolah untuk menemukan titik temu permasalah menyelesaikan
permasalahan MTR. Tentunya konselor perlu mengetaui dinamika keluarga
MTR dengan baik dan bagaimana MTR di sekolah. Agar dapat menentukan
teknik yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini.
Adapun untuk menyelesaikan masalah tersebut membutuhkan tahapan dan
proses konseling keluarga. Tahap pertama perlu membangun relasi antara
konselor dan keluarga MTR selanjutnya membangun relasi antara anggota
keluarga MTR. Karena bagaimanapun untuk menyelesaikan masalah keluarga
memerlukan kerjasama yang baik antara satu dengan yang lainnya. Hal
tersebut bertujuan untuk mengembangkan komunikasi dan potensi setiap
anngota keluarga. Selain itu penting juga bagi konselor untuk membantu
anggota keluarga mengapresiasi perasaan setiap orang di dalam keluarga.
Sehingga dapat terbentuk interaksi diantara keluarga MTR dengan Konselor.
Seteleh konselor dapat memasuki keluarga dengan baik konselor dapat
mengembangkan alternatif perilaku baru. Misalnya hilangnya peran ayah di
dalam rumah dapat digantikan dengan komunikasi yang baik lewat media
komunikasi digital. Sehingga anak tetap merasakan kehadiran seorang ayah di
dalam hidupnya. Peran ibu pun tak kalah penting jika biasanya ibu lebih fokus
mengurus cucunya, maka lebih baik cucu tersebut diurus oleh ibu
kandungnya. Karena seorang anak akan terbentuk dari keluarga dimana ia
tinggal. Apabila cucu tersebut tinggal dengan neneknya, maka ada
kemungkinan anak tersebut juga dapat kehilangan peran ayah dan ibu
kandungnya. Dengan demikian MTR pun dapat lebih terkendali oleh ibunya.
Permasalahan ekonomi pun dirasa tidak terlalu memberi andil. Karena
keluarga MTR dapat dikatakan cukup mampu. Hal ini dapat dilihat dari usaha
kos-kosan yang dimiliki ibu dari MTR yang diberikan oleh kakek MTR.

29
3.7 Rekomendasi Program/Teknik Konseling
Program Konseling
Berdasarkan hasil identifikasi diawal mengenai subjek, maka program
konseling keluarga yang akan digunakan melalui pendekatan behavioral
melalui Teknik theacing via questioning and shaping maka alur program yang
dirancang adalah

Teaching Via
Shaping
Questioning

Target hasil

Pemahaman Perubahan sikap


orangtua mengenai social dan
kondisi anak pemahaman nilai -
nilai social yang baik

30
Rancangan Program Konseling Keluarga

No Program Langkah

1 Meningkatkan 1.menanyakan perkembangan dalam aspek


pemahaman orang tua social
tentang kondisi anaknya 2.Menanyakan perkembangan tentang anak
dari sikap baik dan buruk
Theacing via Question
3. Memberikan informasi tentang hasil
Sasaran : Ayah dan Ibu identifikasi, asesmen tentang kemampuan,
hambatan yang dimiliki anak
4. Memberikan informasi perkembangan
anak secara teoritis dan hasil lapangan
5. Melakukan evaluasi bersama keluarga.
6. Mengarahkan dan mencari solusi tentang
permasalahan yang dialami.
7. Merancang kegiatan bersama orang tua
agar lebih dekat secara lahir dan batin.
2 Mengurangi perilaku 1. Membuat kesepakatan apa yang harus
negative anak dengan dilakukan
memperbaiki kondisi 2. Menguatkan konteks tentang diri sendiri
dengan nilai – nilai dan orang lain
dalam keluarga. 3. Mengurangi kata kata “melarang” tetapi
diarahkan pada hal positif
4. Menambahkan kegiatan bersama anak
5. Selalu melakukan refleksi dan evaluasi.

31
DAFTAR PUSTAKA
Eipstein, N.B., Baldwin, L.M., Bishop, D.S. (1983). The McMaster Family
Assessment Device. Journal of Marital and family Therapy.
Lubis, Z. (2014, Oktober 15). Teknik-teknik dalam Konseling Keluarga. Retrieved
from http://auluarbiasa.blogspot.com/2014/10/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none.html
Safitri, R. (2015, January 9). Bimbingan dan Konseling Keluarga. Retrieved from
https://blog.uad.ac.id/ratna1300001093/2015/01/09/bimbingan-dan-konseling-
keluarga/
Willis, P. D. (2008). KONSELING KELUARGA (FAMILY COUNSELING).
Bandung: Alfabeta.

32

Anda mungkin juga menyukai