1. keluarga dengan anak yang tidak patuh terhadap harapan orang tua
2. konflik antara anggota keluarga
3. perpisahan diantara aggota keluarga karena kerja di luar daerah
4. anak yang mengalami kesulitan belajar / sosialisasi
1. tidak semua anggota keluarga bersedia terlibat dalam proses konseling karena
mereka menganggap tidak berkepentingan dengan usaha ini, atau karena alas
an kesibukan, dan sebagainya.
2. ada anggota keluarga yang merasa kesulitan untuk menyampaikan perasaan
dan sikapnya secara terbuka dihadapan anggota keluarga lain, padahal
konseling membutuhkan keterbukaan ini dan saling kepercayaan satu dengan
lainnya
usaha konselor dan aggota keluarga dalam mengatasi hambatan-hambatan ini sangat
membantu bagi kelancaran dan keberhasilan konseling
Pendekatan Conjoint
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga
berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga
adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah
terjadijika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi
yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini
berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu
melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang
lain.
Pendekatan Struktural
Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini
tercapai, maka individu mencapai integrasi, penyesuaian, dan identifikasi
positif dengan yang lainnya. ia belajar menerima tanggung jawab, berdiri
sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku,
Keputusan - keputusan ada pada diri konseli sendiri, dan ia harus tau
mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu, konseli harus
belajar mengestimasi konsekuensi - konsekuensi yang mungkin terjadi
dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko dan sebagainya.
Individu belajar memperhatikan nilai - nilai dan ikut mempertimbangkan
yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan,
Oleh karena itu, dari paparan beberapa ahli diatas. Maka Wisnu
Pamuja Utama, (2011) sendiri berpendapat bahwa tujuan konseling ialah
Membantu merubah perilaku konseli agar lebih produktif, membantu pemecahan
masalah baik masalah pribadi, sosial, belajar, karier, keluarga, dan keagamaan,
serta mendorong peserta didik mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya dalam menemukan solusi sendiri.
Berfokus pada saat ini, yaitu apa diatasi dalam konseling keluarga adalah
masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, bukan
kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan
bukan pertumbuhan personal yang bersifat jangka panjang.