Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Konseling Keluarga

Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing


(konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing,
seseorang yang memiliki problem) untuk mengatasi problemnya dengan jalan
wawancara dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti lebih
jelas tentang problemnya sendiri dan memecahkan problemnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari Konselor.
Sedangkan arti dari keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Bimbingan dalam keluarga merupakan suatu proses pemberian bantuan
kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli
yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat
memahami dirinya, lingkungan keluarganya serta dapat mengarahkan diri dengan baik
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi
dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya untuk kesejahteraan keluarganya.

1. Sedangkan definisi bimbingan konseling keluarga menurut para hali lainnya


Proses upaya bantuan yang diberikan kepada individu sebagai anggota
keluarga, baik dalam mengaktualisasikan potensinya, maupun dalam
mengantisipasi serta mengatasi masalah yang dihadapinya, yang dilakukan
melalui pendekatan sistem.
2. Suatu proses interakif untuk membantu keluarga dalam mencapai
keseimbangan, dimana setiap anggota keluarga memperoleh pencapaian
kebahagiaan secara utuh.

Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan konseling pada


situasi yang khusus. Konseling keluarga ini secara memfokuskan pada masalah-
masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan
anggota keluarga. Menurut D. Stanton konseling keluarga dapat dikatakan sebagai
konselor terutama konselor non keluarga, yaitu konseling keluarga sebagai (1) sebuah
modalitas yaitu klien adalah anggota dari suatu kelompok, yang (2) dalam proses
konseling melibatkan keluarga inti atau pasangan ( Capuzzi, 1991 )
Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota
keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam
melihat permasalahannya maupun penyelesaiannya. Sebagai suatu system,
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika
melibatkan anggota keluarga yang lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama
diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari
lingkungannya melalui perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer dan
Shostrom,1982). Yang menjadi klien adalah orang yang memiliki masalah
pertumbuhan di dalam keluarga. Sedangkan masalah yang dihadapi adalah
menetapkan apa kebutuhan dia dan apa yang akan dikerjakan agar tetap survive di
dalam sistem keluarganya.

C.      Fungsi dan Manfaat Bimbingan Konseling dalam Keluarga

1.      Fungsi Pemahaman


Yaitu fungsi bimbingan yang membantu klien agar memiliki pemahaman
terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma
agama). Berdasarkan pemahaman ini, diharapkan mampu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis
dan konstruktif.
2.      Fungsi Preventif
Yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh klien. Melalui fungsi ini, konselor
memberikan bimbingan kepada klien tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan
atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan
adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah
yang perlu diinformasikan kepada para klien dalam rangka mencegah terjadinya
tingkah laku yang tidak diharapkan.
3.      Fungsi Pengembangan
Yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya.
Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
yang memfasilitasi perkembangan klien. Konselor secara sinergi sebagai teamwork
berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan
secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu klien mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah
layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming),
home room, dan karyawisata.
4.      Fungsi Perbaikan (Penyembuhan)
Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan
upaya pemberian bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik
menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat
digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5.      Fungsi Penyaluran
Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien memilih kegiatan, atau program
apa dalam memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat,
bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini,
konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar
lembaga.
6.      Fungsi Adaptasi
Yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah
dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar
belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat
membantu para guru dalam memperlakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih
dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran,
maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan siswa.
7.      Fungsi Penyesuaian
Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat menyesuaikan diri
dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
Sedangkan manfaat pelaksanaan bimbingan konseling dalam keluarga adalah :
1.      Menurunkan bahkan menghilangkan stres dalam diri anggota keluarga.
2.      Membuat diri lebih baik, tenang, nyaman, dan bahagia.
3.      Lebih memahami diri sendiri dan orang lain khususnya anggota keluarga yang lain
4.      Merasakan kepuasan dalam hidup.
5.      Mendorong perkembangan personal.
6.      Membangkitkan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh, berkarakter, dan
percaya diri.
7.      Anggota keluarga lebih merasa dirinya dipedulikan dan diperhatikan serta lebih
dihargai peranannya dalam keluarga.
8.      Lebih menghargai makna dan hakikat kehidupan dan menerima semua kenyataan
yang terjadi dalam kehidupannya.
9.      Mengurangi bahkan menghilangkan konfilik/tekanan batin yang bergejolak dalam
diri individu dan dalam keluarga tersebut.
10.  Meningkatkan hubungan yang lebih efektif dengan anggota keluarga yang lain
bahkan dengan orang lain diluar keluarganya.

D.      Masalah - Masalah Keluarga


Pada masa lalu, menurut Moursuned (1990), konseling keluarga terfokus pada
salah satu atau dua hal, yaitu (1) keluarga dengan anak yang mengalami gangguan
yang berat seperti gangguan perkembangan dan skizofrenia, yang menunjukan jelas-
jelas mengalami gangguan; dan (2) keluarga yang salah satu atau kedua orang tua
tidak memiliki kemampuan, menelantarkan anggota keluarganya, salah dalam membri
kelola anggota keluarga, dan biasanya memiliki berbagai masalah.
Anak di dalam suatu keluarga seringkali mengalami masalah dan berada dalam
kondisi yang tidak berdaya di bawah tekanan dan kekuasaan orang tua. Permasalahan
anak ada kalanya dikketahhui oleh orang tua dan seringkali tidak diketahui orang tua.
Permasalahan yang diketahui oorang tua jika fungsi-fungsi psikososial dan
pendidiikannya terganggu. Orang tua akan mengghantarkan anaknya ke konselor jika
mereka memahami bahwa anaknya sedang menghadapi masalah atau sedang
mengalami gangguan yang berat. Karena iitu konseling keluarga lebih banyak
memberikan peayanan terhadap keluaga dengan anak yang mengalami gangguan.
Hal kedua berhubungan dengan keadaan orang tua. Banyak di jumpai orang
tua tidak berkemammpuan dalam mengelola rumah tangganya, menelanntarkan
kehidupan romah tanggannya sehingga tidak terjadi kondisi yang berkeseimbangan
dan penuh konflik, atau memberi perlakuan secara salah (abuse) kepada anggoota
keluarga lain, dan sebagainya merupakan keluarga yang memiliki berbagai masalah.
Jika mengerti, dan berkeinginan untuk membangun kehidupan keluarga yang lebih
stabil, mereka membutuhkan konseling
Perkembangan belakangan konseling keluarga tidak hanya menangani dua hal
tersebut, permasalahan yang ketiga karena mengalami kondisi yang kurang harmoni
di dalam keluarga, akibat stressor perubahan-perubahan budaya, cara-cara baru dalam
mengatur keluarganya, dan cara menghadapi dan mendidik anak-anak mereka.
Berdasarkan pengalaman dalam penanganan konseling keluarga, masalah yang
dihadapi dan di konsultasikan kepada konselor antara lain :

1. keluarga dengan anak yang tidak patuh terhadap harapan orang tua 
2. konflik antara anggota keluarga 
3. perpisahan diantara aggota keluarga karena kerja di luar daerah 
4. anak yang mengalami kesulitan belajar / sosialisasi

Berbagai permasalahan-permasalahan keluarga tersebut dapat di selesaikan


melalui konsleing keluarga. Konseling keluarga menjadi efektif untuk mengatasi
maslah-masalah tersebut jika semua anggota keluarga ersedia untuk mengubah sistem
keluarganya yang telah ada dengan cara-cara baru untuk membantu mengatasi
anggota keluarga yang bermasalah.
Sebagaimana di kemukakan dibagian awal, konseling keluarga dalam beberapa hal
memiliki keuntungan. Namun demikian, konseling keluarga juga memiliki beberapa
hambatan dalam pelaksanaanya, dan perlu dipertimbangkan oleh konselor jika
bermaksud melakukannya. Hambatan yang di maksud diantaranya :

1. tidak semua anggota keluarga bersedia terlibat dalam proses konseling karena
mereka menganggap tidak berkepentingan dengan usaha ini, atau karena alas
an kesibukan, dan sebagainya.
2. ada anggota keluarga yang merasa kesulitan untuk menyampaikan perasaan
dan sikapnya secara terbuka dihadapan anggota keluarga lain, padahal
konseling membutuhkan keterbukaan ini dan saling kepercayaan satu dengan
lainnya

usaha konselor dan aggota keluarga dalam mengatasi hambatan-hambatan ini sangat
membantu bagi kelancaran dan keberhasilan konseling

E.       Pendekatan Konseling Keluarga


Untuk memahami mengapa suatu keluarga bermasalah dan bagaimana cara
mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut, berikut akan dideskripsikan secara
singkat beberapa pendekatan konseling keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga
yang akan diuraikan berikut ini, yaitu pendekatan system, conjoint, dan struktural :

 Pendekatan Sistem Keluarga

Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga pendekatan


sistem. Menurutnya anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi
(disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat
membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan
mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat
anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota
keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga
tidak dapat menghindari sistem keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan
anggota keluarganya mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari
keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga.
Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan
emosionalnya.

 Pendekatan Conjoint

Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga
berhubungan dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga
adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah
terjadijika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi
yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini
berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu
melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang
lain.

   Pendekatan Struktural

Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena


struktur kaluarga dan pola transaksi yang dibangunn tidak tepat. Seringkali dalam
membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem
keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan
menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika
dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru
yang lebih sesuai.
Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman
konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur, pola
komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat dari
analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat menetapkan
strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.

F.       Tujuan Konseling Keluarga


Menurut Shertzer dan Stone,(1980) tujuan konseling antara lain:

 Mengadakan perubahan perilaku pada diri konseling sehingga


memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan,

  Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini
tercapai, maka individu mencapai integrasi, penyesuaian, dan identifikasi
positif dengan yang lainnya. ia belajar menerima tanggung jawab, berdiri
sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku,

 Pemecahan masalah. Hal ini, berdasarkan kenyataan bahwa individu -


individu yang mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Disamping itu biasanya siswa datang pada konselor
karena ia percaya bahwa konselor dapat membantu memecahkan
masalahnya,

 Mencapai keefektifan pribadi

 Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi


dirinya. Jelas disini bahwa, pekerjaan konselor bukan menentukan
keputusan yang harus diambil oleh konseli atau memilih alternatif dari
tindakannya.

 Keputusan - keputusan ada pada diri konseli sendiri, dan ia harus tau
mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu, konseli harus
belajar mengestimasi konsekuensi - konsekuensi yang mungkin terjadi
dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko dan sebagainya.
Individu belajar memperhatikan nilai - nilai dan ikut mempertimbangkan
yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan,

Selanjutnya Setyawan,(1959) berpendapat bahwa tujuan konseling adalah agar


konseli dapat:

 Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta


kehidupannya dimasa yang akan dating,

 Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya


seoptimal mungkin,

 Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat


 
serta lingkungan kerjanya,
 Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja.

Oleh karena itu, dari paparan beberapa ahli diatas. Maka Wisnu
Pamuja Utama, (2011) sendiri berpendapat bahwa tujuan konseling ialah
Membantu merubah perilaku konseli agar lebih produktif, membantu pemecahan
masalah baik masalah pribadi, sosial, belajar, karier, keluarga, dan keagamaan,
serta mendorong peserta didik mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya dalam menemukan solusi sendiri.

G.      Bentuk Konseling Keluarga


Kecenderungan pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut.

 Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem keluarga. Klien


merupakan bagian dari sistem keluarga, sehingga masalah yang dialami dan
pemecahannya tidak dapat mengesampikan peran keluarga.

 Berfokus pada saat ini, yaitu apa diatasi dalam konseling keluarga adalah
masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, bukan
kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan
bukan pertumbuhan personal yang bersifat jangka panjang.

Dalam kaitannya dengan bentuknya, konseling keluarga dikembangkan dalam


berbagai bentuk sebagi pengembangan dari konseling kelompok. Bentuk konseling
keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak sebagai bentuk konvensionalnya. Saat
ini juga dikembangkan dalam bentuk lain, misalnya ayah dan anak laki-laki, ibu dan
anak perempuan, ayah dan anak perempuan, ibu dan anak laik-laki, dan sebagainya
(Ohison, 1977)
Bentuk konsleing keluarga ini disesuaikan dengan keperluannya. Namun
banyak ahli yang mengajurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam
konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat dengan mudah diubah jika seluruh
anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka tidak hanya berbicara
tentang keluarganya tetapi juga terlibat juga dalam penyusunan rencana perubahan
dan tindakannya.

H.      Peranan Konselor


Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan
perkawinan dikemukakan oleh Satir (Cottone, 1992) di antaranya sebagai berikut.

 Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu klien


melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan-tindakannya sendiri.

  Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting peran


interaksi.

   Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga.

 Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung


jawab dan malakukan self-control.

 Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi


dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota
keluarga.

 Konselor menolak perbuatan penilaian dan pembantu menjadi congruence


dalam respon-respon anggota keluarga.

I.         Proses dan Tahapan Konseling Keluarga


Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane
(1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk
mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan
pendekatan behavioral, yang disebutkan terhadap empat tahap secara berturut-turut
sebagai berikut.
1.  Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal
ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
2.  Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya,
konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana cara mengajarkan kepada anak,
sedangkan orang tua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan
tentang bagaimana hal inidikerjakan.
Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana
mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukan kepada
orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menetapkan cara yang tepat dalam
memperlakukan anaknya.
3. Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah
mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat member
koreksi ika dibutuhkan.
4.    Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara tepat.
Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba menerapkannya di
rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati
kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat
ditanyakan pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat
memberikan contoh lanjutan di rumah dan observasi orang tua, selanjutnya orang tua
mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan
sehubungan dengan masalah anaknya.

J.        Kesalahan Umum dalam Konseling Keluarga


Crane (1995) mengemukakan sejumlah kesalahan umum dalam
penyelenggaraan konseling keluarga diantaranya sebagai berikut:

 Tidak berjumpa dengan seluruh keluarga (termasuk kedua orangtua) untuk


mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi.

 Pertama kali orangtua dan anak dating ke konselor bersama-sama, konselornya


suatu saat berkata hanya orangtua dan anak tidak perlu turut dalam proses,
sehingga menampakkan ketidak peduliannya terhadap apa yang menjadi
perhatian anak.

 Mengilmiahkan dan mendiskusikan masalah, atau menjelaskan pandangannya


kepada orangtua dan bukan menunjukkan cara penanganan masalah yang
dihadapi dalam situasi kehidupan yang nyata.

 Melihat/ mendiagnosis untuk menjelaskan perilaku anak dan orangtua, bukan


mengajarkan cara untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi.

 Mengajarkan teknik modifikasi perilaku pada keluarga yang terlalu otoritarian


atau terlalu membiarkan dalam interaksi mereka.

Kesalahan-kesalahan dalam konseling keluarga semacam di atas sepatutnya dihindari


untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Konselor tentunya diharapkan melakukan
evaluasi secara terus-menerus terhadap apa yang dilakukan dan bagaiman hasil yang
dicapai dari usahanya.
DAFTAR PUSTAKA

Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang


Sayekti Pujosuwarno.1994.Bimbingan Dan Konseling Keluarga.Menara Mas Offset.
Yogyakarta
http://file.upi.edu/Direktori/A%20%20FIP/JUR.%20PSIKOLOGI%20PEND
%20DAN%20BIMBINGAN/196611151991022%20%20YUSI%20RIKSA
%20YUSTIANA/SAP,%20RPP/BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING
%20KELUARGA%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/konseling-pernikahan-f42/pendekatan-
dan-bentuk-konseling-perkawinan-t63.htmIfdil.2007.Kerangka Konseptual Konseling
Pemuda dan Keluarga.
http://konselingindonesia.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=95&Itemid=104

Anda mungkin juga menyukai