Anda di halaman 1dari 20

Nama : Nurbalqis

Nim : 170620081
Tugas : Review Jurnal

A. JURNAL NASIONAL
JURNAL 1
Judul Psychological Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah Dasar di Kecamatan
Wonotunggal Kabupaten Batang
Pengarang Heri Setiawan & Tri Esti Budiningsih
Tentang Jurnal Jurnal Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia, ISSN 2252-634X, Vol.3, Nomor 1, 2014.
Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini menggunakan total sampling yaitu guru honorer sekolah dasar
di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang yang berjumlah 67 orang.
Penelitian ini menggunakan skala psychological wellbeing, dengan jumlah
item 57 yang valid dengan koefisien alpha cronbach reliabilitasnya sebesar
0,950. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif
dengan metode statistic deskriptif prosentase. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar atau 61,2 persen (41orang) menyatakan dirinya
memiliki psychological well-being pada kriteria sedang. Sedangkan yang
termasuk dalam kriteria tinggi hanya sebesar 7,5 persen (5 orang), dan
kriteria rendah sebesar 31,3 persen (21 orang). Dari enam dimensi
psychological well-being yang diteliti, yaitu dimensi penerimaan diri,
hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan
hidup, dan pertumbuhan pribadi berada pada kategori yang sedang.
Fenomena Di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang memiliki cukup banyak guru
honorer, khususnya guru honorer Sekolah Dasar, menurut kepala UPTD
Kecamatan Wonotunggal memiliki 67 guru honorer di Sekolah Dasar. Dari
hasil wawancara yang dilakukan pada 4 guru honorer sekolah dasar yang ada
di kecamatan Wonotunggal pada hari Senin tanggal 22 Juli 2013, mereka
rata-rata hanya digaji Rp. 250.000,00 per bulan. Ada juga yang digaji tiap
jam pelajaran. Mereka mengatakan dengan gaji yang rendah tersebut
membuat guru honorer mengalami beberapa hambatan dalam memenuhi
kebutuhan fisik, seperti makanan dan tempat tinggal yang layak, serta
mengalami akses untuk meningkatkan kemampuan, memuaskan minat, dan
memelihara hubungan, dimana hal-hal tersebut dapat memberikan kepuasan
terhadap kebutuhan psikologis mereka.
Teori Aristoteles (dalam Ryff, 1989: 1070) berpendapat bahwa pengertian bahagia
bukanlah diperoleh dengan jalan mengejar kenikmatan dan menghindari rasa
sakit, atau terpenuhinya segala kebutuhan individu, melainkan melalui
tindakan nyata yang mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki
individu.

Menurut Ryff (1989: 1970) tingkat psychological well-being seseorang


berkaitan dengan tingkat pemfungsian positif yang terjadi dalam hidup orang
tersebut. Ryan & deci (2001: 146) mengatakan, pemenuhan kebutuhan
psikologis ini berkaitan dengan psychological well-being seseorang, dimana
semakin terpenuhinya kebutuhan psikologis orang tersebut, maka
psychological well-being-nya pun akan semakin meningkat.
Tahapan Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah guru honorer SD di
Penelitian Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Populasi ini merujuk pada
sejumlah individu yang paling sedikitnya mempunyai sifat atau karakteristik
yang sama. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode total
sampling dikarenakan jumlah subjek penelitian kurang dari 100. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar atau 61,2 persen (41
Penelitian orang) menyatakan dirinya memiliki psychological well-being pada kriteria
sedang. Sedangkan yang termasuk dalam kriteria tinggi hanya sebesar 7,5
persen (5 orang), dan kriteria rendah sebesar 31,3 persen (21 orang).
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
Gambaran secara umum guru honorer sekolah dasar di Kecamatan
Wonotunggal Kabupaten Batang mempunyai psychological well-being yang
berada pada kategori sedang.
Daftar pustaka Setiawan, H., & Budiningsih, T. E. (2014). Psychological Well-Being pada
Guru Honorer Sekolah Dasar di Kecamatan Wonotunggal Kabupaten
Batang. Educational Psychology Journal Universitas Negeri Semarang
Indonesia, 3(1), 8–14.

JURNAL 2
Judul Kesejahteraan psikologis guru honorer di SMA Negeri
13 Depok
Pengarang Nurul Istiqomah
Tentang jurnal Jurnal bimbingan dan konseling, Volume 5, No. 1, June, (2021), pp. 48-54
Abstrak Guru berperan langsung dalam kualitas pembelajaran. Kehidupan guru
dengan status honorer jauh dari sejahtera mengingat gaji yang mereka terima
jauh di bawah gaji guru yang berstatus PNS. Penelitian ini bermaksud
mengetahui bagaimana kesejahteraan psikologis guru yang berstatus honorer
di SMAN 13 Depok dan bagaimana upaya guru honorer menghadapi situasi
sulit. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara
tidak langsung, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan
teknik triangulasi, yang meliputi reduksi data, display data, dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini yaitu: 1) kesejahteraan psikologis guru honorer di SMAN
13 Depok cukup baik karena sudah terpenuhinya enam komponen
kesejahteraan psikologis meskipun dengan berbeda cara. 2) upaya
mengahadapi situasi sulit yang dilakukan oleh guru yang berstatus honorer di
SMAN 13 Depok yaitu dengan bersabar dan tetap bersyukur menjalani
kehidupan sebagai guru honorer.
Fenomena Memiliki jiwa yang sejahtera dapat digambarkan dengan seberapa positif
seseorang memahami dan menjalankan fungsi-fungsi psikologisnya. Hal ini
tentunya didapatkan ketika guru dengan status honorer tidak lagi
mempermasalahkan hal yang berhubungan dengan finansial. Kompetensi
guru honorer sebagai tenaga pendidik dipertaruhkan ketika dirinya harus
dapat mengatur diri dengan baik tanpa mengganggu tugas dalam pengabdian
serta pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Seorang guru yang
sejahtera secara psikologis tentunya tidak luput dari pencapaian kebutuhan
dalam hidupnya. Dengan mengkaji kesejahteraan psikologis, manusia akan
sadar dan mengetahui tentang bagaimana caranya bersyukur atas setiap
nikmat yang diberikan Tuhan. Setiap manusia tentunya mempunyai
tanggung jawab yang tidak sama akan dirinya sendiri. Secara tidak langsung
manusia akan menyadari betapa besar karunia Tuhan yang telah
dianugerahkan kepadanya melalui kondisi-kondisi abnormal pada orang lain.
Oleh karena itu, perlu diteliti bagaimana kesejahteraan psikologis guru
honorer khususnya di SMANegeri13 Depok. Sekolah ini resmi berdiripada
13 Agustus 2014dengan jumlah guru PNSsebanyak 13 orang padasaat itu.
Setelah enam tahun berdiri SMAN13 Depok memiliki 20 guru PNSdan 37
guru honorer.
Teori Menurut Ryff, 1989 (Misero, 2010), kesejahteraan psikologis (psychological
well-being) adalah sebuah konsep yang berusaha memaparkan tentang
positive psychological functioning. Konsep well-being pada dasarnya
banyak dikembangkan.

Carol Ryff, 1989 (Misero, 2010) mengoperasionalkan psychological well-


being ke dalam enam dimensi utama, yaitu otonomi (autonomy), penguasaan
lingkungan (envirolmental mastery), pertumbuhan diri (personal growth),
hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), tujuan
hidup (purpose in life), dan penerimaan diri (self acceptance).
Tahapan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
penelitian deskriptif. Peneliti menggunakan sumber data primer untuk memperoleh
data yang tepat dan sesuai, serta memiliki kompetensi sesuai dengan data
yang
dibutuhkan (purposive). Sumber data primer terdiri dari: 2 orang guru
honorer yang mengajar di SMAN 13 Depok sejak pertama sekolah ini
berdiri. Teknik pengumpulan data melalui wawancara tidak langsung,
observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan teknik triangulasi,
yang meliputi reduksi data, display data, dan kesimpulan
Hasil Hasil penelitian ini yaitu: 1) kesejahteraan psikologis guru honorer di SMAN
penelitian 13 Depok cukup baik karena sudah terpenuhinya enam komponen
kesejahteraan psikologis meskipun dengan berbeda cara. 2) upaya
mengahadapi situasi sulit yang dilakukan oleh guru yang berstatus honorer di
SMAN 13 Depok yaitu dengan bersabar dan tetap bersyukur menjalani
kehidupan sebagai guru honorer.
Kesimpulan Kesejahteraan psikologis adalah kondisi di mana seseorang mempunyai
pandangan positif terhadap dirinya sendiri, sehingga mampu mencapai
kehidupan yang lebih baik (sejahtera) dengan tidak terbebani pengalaman
masa lalu dalam hidupnya. Dari data penelitian yang diperoleh, kedua subjek
dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis yang cukup baik. Hal ini
terlihat dari terpenuhinya enam komponen kesejahteraan psikologis
meskipun berbeda cara. Upaya kedua subjek dalam menghadapi situasi sulit
dan mencapai kesejahteraan psikologis dapat digambarkan dengan adanya
usaha dari kedua subjek untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan
tidak mengganggu pekerjaannya sebagai guru honorer. Kedua subjek
memilih kegiatan yang linier dengan bidangnya masing-masing. R1sebagai
guru honorer sekaligus dosen sementara R2 sebagai guru honorer sekaligus
musisi.
Penelitian ini hanya berfokus pada kesejahteraan psikologis guru honorer.
Tentunya banyak aspek yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis guru
honorer yang dapat dijadikan penelitian lanjutan.
Daftar pustaka Istiqomah, N. (2021). Kesejahteraan psikologis guru honorer di SMA Negeri
13 Depok. TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 48–
54. https://doi.org/10.26539/teraputik.51555

JURNAL 3
Judul Pengaruh Stres Situasi Kerja Terhadap Psychological Well-Being Pada Guru
Honorer Madrasah Ibtidaiyah Di Kota Tangerang.
Pengarang Fitri Lestari Issom, Raisata Makbulah
Tentang Jurnal Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta, PERSPEKTIF
Ilmu Pendidikan - Vol. 31 No. 1 April 2017
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres situasi kerja
terhadap psychological well-being. Populasi dalam penelitian ini adalah guru
honorer Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan sampel guru honorer MI
di Kota Tangerang berjumlah 55 responden. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah teknik cluster sampling dengan jumlah responden
sebanyak 55 orang. Penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu skala
psychological well-being dan skala stres yang disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori-teori stres yang dikemukakan oleh Robbins & Judge
(2013), Gibson, Ivancevich, Donnelly & Konopaske (2012) dan Newstrom
& Davis (2002). Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis regresi satu prediktor. Berdasarkan hasil analisis data, bahwa
terdapat pengaruh antara stres situasi kerja terhadap psychological well-
being pada guru honorer Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang.
Pengaruh yang dihasilkan bersifat negatif, artinya jika tingkat stres
situasi kerja tinggi, maka tingkat psychological well-being akan rendah.
Fenomena Guru honorer yang memiliki hubungan positif dengan orang lain yang
kurang baik, maka dapat mempengaruhi kinerja sebagai guru honorer yaitu
kurang mampu bekerja sama dengan rekan sesama guru dalam mendidik
siswa-siswi di sekolah. Kemandirian yang rendah pada guru honorer
ditunjukkan dengan ketidakmampuan dalam mempertahankan keyakinannya
dalam bekerja seperti memberikan argumentasi saat rapat di sekolah.
Penguasaan lingkungan yang rendah pada guru honorer ditunjukkan dengan
ketidakmampuan dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
sebagai guru honorer seperti mengatasi siswa-siswi yang sulit diatur, selain
itu kondisi kerja yang tidak menyenangkan menjadi beban bagi dirinya saat
bekerja, seperti batasan-batasan yang dimiliki guru honorer dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Guru honorer yang tidak
memiliki tujuan hidup, tidak dapat mengambil makna dari pengalaman
hidupnya sebagai guru honorer di sekolah. Pertumbuhan pribadi yang
rendah pada guru honrer ditunjukkan dengan tidak adanya usaha untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai guru, seperti
mengajar siswa-siswi dengan apa adanya, tidak menerapkan metode
pembelajaran yang menyenangkan, dan tidak ada usaha untuk
menyampaikan materi secara maksimal.
Teori Ryff & Keyes (1995) menjelaskan bahwa psychological well-being
merupakan kemampuan individu dalam menerima keadaan dirinya,
membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, mampu
mengendalikan dirinya dan mandiri terhadap tekanan sosial, serta mampu
untuk merealisasikan potensi yang dimilikinya sehingga memiliki arti dalam
hidupnya.

Stres adalah kondisi dinamis individu dalam menghadapi peluang, kendala,


tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya
dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti tetapi merupakan sebuah hal
yang penting (Robbins & Judge, 2013).
Tahapan Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan sacara
penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik
probability sampling karena memberikan peluang yang sama kepada setiap
anggota populasi untuk terpilih menjadi anggota sampel. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dala penelitian ini adalah dengan
menggunakan Korelasi antara variabel stres situasi kerja dan psychological
well-being memiliki koefisien korelasi -0,356 dengan nilai p = 0,004. Nilai
p lebih kecil daripada α = 0,05. Setelah itu, dilakukan uji regresi untuk
mengetahui adakah pengaruh antara stres situasi kerja terhadap
psychological well-being.
Hasil Berdasarkan hasil analisis data, bahwa terdapat pengaruh antara stres situasi
penelitian kerja terhadap psychological well-being pada guru honorer Madrasah
Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang. Pengaruh yang dihasilkan bersifat
negatif, artinya jika tingkat stres situasi kerja tinggi, maka tingkat
psychological well-being akan rendah.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang diperoleh
dari pengujian secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan stres situasi kerja terhadap psychological well-being pada
guru honorer Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Tangerang. Pada penelitian
ini, pengaruh yang dihasilkan bersifat negatif, yang artinya semakin tinggi
tingkat stres situasi kerja guru honorer, maka akan semakin rendah tingkat
psychological well-being guru honorer. Dengan kata lain, hasil pengujian
statistik dalam penelitian ini adalah Ho ditolak dan Ha diterima. Pengaruh
stres situasi kerja terhadap psychological well-being sebesar 11% dan 89%
lainnya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Saran  Untuk Guru Honorer
Banyak hal-hal yang dapat dilakukan agar guru honorer mencapai
kesejahteraan psikologisnya, diantaranya mengadakan kegiatan-kegiatan
yang
menyenangkan baik di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja.
Selain itu, diharapkan juga dapat menerima kondisi diri sendiri tanpa harus
membandingkan diri dengan orang lain dan setiap hal yang dilalui dalam
kehidupan dapat diambil maknanya yang bisa bermanfaat bagi dirinya
sendiri.

 Pemerintah
Diharapkan pemerintah memperhatikan kembali kondisi para guru
honorer, misalnya dalam hal pemenuhan hak-hak sebagai guru honorer yang
harus dipenuhi. Saat ini, penghasilan yang diperoleh guru honorer tidak
sesuai dengan beban kerja yang dijalani. Selain itu, sarana dan prasarana
yang dimiliki setiap MI masih kurang memadai.

 Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
menggunakan sampel guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar dapat dilihat
tingkat psychological well-being pada guru PNS sehingga dapat dilihat
perbedaannya dengan guru honorer.
Daftar pustaka Raisata Makbulah, F. L. I. (2017). Pengaruh Stres Situasi Kerja Terhadap
Psychological Well-Being Pada Guru Honorer Madrasah Ibtidaiyah Di
Kota Tangerang. Perspektif Ilmu Pendidikan, 31(1), 61.
https://doi.org/10.21009/pip.311.8

JURNAL 4
Judul Perbedaan Kebahagiaan Pada Guru Berstatus PNS dan Honorer
Pengarang Chairani Meiza
Tentang Judul UniversitasGunadarma Jurnal Ilmiah Psikologi Volume 9. No. 2, Desember
2016
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan pada
guru berstatus PNS dan honorer. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pengambilan data sampel dilakukan dengan menggunakan skala
kebahagiaan. Sampel penelitian ini adalah guru PNS dan honorer di Jakarta
Timur sebanyak 50 untuk guru PNS dan 50 untuk guru honorer sehingga
berjumlah 100 responden dengan teknik puposive sampling. Pengujian
hipotesis menggunakan teknik independent sample t-test. Hasil nilai dari
independent sample t-test yang diperoleh mean difference sebesar -0,800
dengan taraf nilai signifikansi sebesar 0,692 (p > 0,01), dan t hitung sebesar
-0,397 yang artinya hipotesis dalam penelitian ini ditolak, sehingga tidak ada
perbedaan kebahagiaan pada guru berstatus PNS dan guru honorer.
Fenomena Guru honorer jumlahnya masih sangat besar dibandingkan dengan guru PNS
di Indonesia. Guru honorer di Indonesia sebagian besar kesejahteraan secara
ekonomi masih relatif kecil untuk bisa memenuhi kebutuhan pribadinya
apalagi bila dibandingkan dengan UMP (Upah Minimum Pegawai) di
Indonesia. Belum adanya standarisasi untuk UMG (Upah Minimum Guru),
sehingga upah/- honor yang diterima setiap masingmasing guru honorer di
kabupaten atau kota bervariasi. Kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sekitar 6 persen yang akan dibayarkan pada bulan Juli 2015. Selain gaji juga
akan mendapat rapelan kenaikan gaji bulan Januari sampai bulan Juni
ditambah lagi bagi guru yang sudah sertifikasi dengan Tunjangan Profesi
Pendidik (TPP) Triwulan 2 bayangkan saja, gaji PNS untuk seorang guru
golongan III.a yang berijazah S1 akan menerima lebih ku-rang Rp. 12 jutaan.
Coba sekarang bandingkan dengan honor yang diterima pegawai honorer
hampir di semua instansi, nominal di atas harus mereka dapatkan dengan
bekerja selama berbulan-bulan. Lebih ironis lagi dengan guru honorer,
pendapatan sebesar itu hampir mustahil dicapai. Padahal tanggung jawab
yang dituntut dari sekolah sama tidak ada perbedaan antara guru honor dan
PNS.

Teori Kebahagiaan merupakan kondisi psikologis yang dirasakan individu secara


subjektif (Snyder & Lopez, 2007).

Menurut Djamarah (2000) guru adalah orang yang memberikan ilmu


pengetahuan kepada anak didiknya.
Fenomena

Tahapan Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif Populasi dalam penelitian


Penelitian ini adalah guru berstatus PNS dan berstatus honorer di Jakarta Timur.
Sampel dalam penelitian ini terbagi atas guru PNS 50 orang dan guru
honorer 50 orang, sehingga berjumalah 100 orang guru. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
sampling. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan
metode Uji Parametik dengan uji-t (independen-sample t Test).
Hasil Hasil nilai dari independent sample t-test yang diperoleh mean difference
Penelitian sebesar -0,800 dengan taraf nilai signifikansi sebesar 0,692 (p > 0,01), dan t
hitung sebesar -0,397 yang artinya hipotesis dalam penelitian ini ditolak,
sehingga tidak ada perbedaan kebahagiaan pada guru berstatus PNS dan guru
honorer.
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik perbedaan
kebahagiaan pada guru berstatus PNS dan honorer, berdasarkan hasil
penelitian, diketahui bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Dengan
nilai signifikansi 0,692 (p > 0,01) dan nilai t sebesar -0,379 yang artinya
tidak ada perbedaan kebahagiaan pada guru berstatus PNS dan honorer.
Berdasarkan analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa guru berstatus PNS
memiliki mean empirik skala kebahagiaan berada pada kategori tinggi,
sedangkan guru berstatus honorer memiliki mean empirik kebahagiaan yaitu
berada pada kategori tinggi.
Saran  Bagi Guru PNS
Profesi guru memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
mewujudkan hal hal baik dalam kehidupannya, sehingga seseorang yang
telah memilih profesi guru sebagai jalan hidupnya dapat melaksanakan
tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Guru memaknai setiap peristiwa
dalam kehidupannya dengan mengarahkan perasaannya pada hal-hal yang
positif. Bagi guru PNS diharapkan dapat selalu berbahagia dan mengajar
disertai dengan hati yang tulus agar anak didik dapat menerima pelajaran
dengan baik. Diharapkan bagi guru PNS wanita untuk dapat mengurangi
tingkat kekhawatiran dengan tagihan dan rutinitas yang dikerjakannya agar
terciptanya perasaan bahagia. Adapun yang bisa untuk diperhatikan pada
faktor eksternal untuk guru yaitu lingkungan kerja yang santai dan faktor
internal yaitu adanya interaksi antar guru lain. Walaupun upah guru honorer
tidak sebanding dengan upah guru PNS tetapi tidak mempengaruhi
kebahagiaan seorang guru honorer, dalan hasil penelitian ini tidak ada
perbedaan kebahagiaan guru berstatus PNS dan guru honorer. Hal ini
membuktikan taraf kebahagiaan guru honorer sama dengan guru berstatus
PNS. Sebagai guru honorer yang belum mapan dalam hal gaji, hal tersebut di
harapkan tidak membatasi kebahagiaan. Karena sebagai guru adalah
pekerjaan yang mulia dan membutuhkan ke ikhlasan. Hal tersebut dapat
memotivasi seseorang yang berasal dari dalam dirinya untuk tetap bahagia.

 Bagi Peneliti Selanjutnya


Berkaitan dengan penelitian kebahagiaan pada guru PNS dan
honorer, bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tema yang sama
dapat mengembangkan hasil penelitian ini untuk lebih memahami sisi positif
dari kehidupan guru. Penelitian ini juga dilakukan dalam konteks wilayah
Jakarta Timur semoga peneliti selanjutnya dapat melakukan ke wilayah lebih
luas lagi, seperti Depok, Provinsi Banten dan lainnya.
Daftar pustaka Meiza, C. (2016). Perbedaan Kebahagiaan Pada Guru Berstatus Pns Dan
Honorer. Jurnal Ilmiah Psikologi Gunadarma, 9(2), 97461.
https://doi.org/10.35760/psi

JURNAL 5
Judul Psychological Well-being pada Guru yang Telah Menjalani Masa Pensiun
Pengarang Meidian Citraning Nastiti & Wiwin Hendriani
Tentang Jurnal Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 3, Desember
2014
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-
being pada guru yang telah menjalani masa pensiun. Dalam penelitian ini,
teori psychological well-being yang digunakan adalah teori dari Ryff (1989)
yang mendefinisikannya sebagai keadaan perkembangan potensi nyata dari
seseorang yang ditandai dengan enam dimensi, antara lain: self-acceptance,
positive relation with others, environmental mastery, autonomy, personal
growth dan purpose in life. Penelitian ini melibatkan dua orang guru yang
telah menjalani masa pensiun. Pengambilan data dilakukan dengan proses
wawancara. Pedoman umum wawancara terdiri dari pertanyaanpertanyaan
yang mencakup setiap dimensi dari psychological well-being menurut Ryff
(1989). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik hybrid
analisis tematik dari Fereday dan Muir-Cochrane (2006). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan kedua subjek memiliki kemampuan untuk
menjaga hubungan baik dan hangat dengan orang lain serta memiliki
kemampuan dalam pengelolaan dan penguasaan lingkungan yang baik
setelah pensiun. Kedua subjek juga mampu untuk mengembangkan dirinya
dan masih memiliki tujuan hidup meskipun sudah pensiun. Secara umum,
kondisi psychological wellbeing pada kedua guru yang telah menjalani masa
pensiun tersebut cukup baik karena adanya dukungan positif dari lingkungan
dan keluarga, penerimaan diri yang baik, penguasaan emosi, dan keinginan
untuk mencapai tujuan yang masih kuat.
Fenomena Menjadi guru tidak hanya sebuah profesi, tetapi juga merupakan pengabdian
dan memilliki tanggung jawab yang besar di mata masyarakat. Pensiunan
guru tersebut khawatir nilai dan kebanggaan yang dimilikinya saat menjadi
guru berkurang setelah pensiun. Pensiunan guru yang seharusnya sudah bisa
hidup
tenang dan menikmati waktu di masa tuanya untuk beristirahat masih
khawatir dengan nasibnya setelah pensiun. Mereka khawatir dengan
pendapatan finansial yang menurun, khawatir akan kehilangan nilai atau
kebanggaan yang selama ini dimilikinya sebagai seorang guru dari
masyarakat, dan khawatir akan dilupakan rekannya yang masih bekerja atau
mantan muridnya. Keadaan guru yang merasa khawatir dan cemas tersebut
menggambarkan bahwa kondisi psychological well-being pada guru yang
menjalani masa pensiun menunjukkan permasalahan. Penjelasan diatas telah
memaparkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi setelah masapensiun
dapat mempengaruhi psychological well-being pada guru yang telah
menjalani masa pensiun.
Teori Ryff (1989) menyebutkan bahwa psychological well-being menggambarkan
sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan
pengalaman subjektif mereka serta bagaimana mereka memandang
pencapaianpotensi-potensi merekasendiri.
Tahapan Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Analisis
Penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik hybrid analisis
tematik dari Fereday dan Muir-Cochrane (2006).
Hasil Hasil dari penelitian ini menunjukkan kedua subjek memiliki kemampuan
Penelitian untuk menjaga hubungan baik dan hangat dengan orang lain serta memiliki
kemampuan dalam pengelolaan dan penguasaan lingkungan yang baik
setelah pensiun.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan, kedua subjek pensiunan guru dalam
penelitian ini menunjukkan kondisi kesejahteraan psikologis yang khas pada
masing-masing individu, namun jika ditarik kesimpulan, keduanya menonjol
pada dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relation with
others) dan dimensi penguasaan lingkungan (environmental mastery).
Keduanya memiliki kemampuan yang baik dalam membina hubungan yang
baik, hangat, dan saling percaya dengan orang lain meskipun sudah pensiun.
Keduanya juga memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola dan
menciptakan lingkungan sekitar yang baik sehingga dapat memuaskah hasrat
pribadi mereka sendiri. Subjek AS lebih kuat dalam hal menerima diri
sebagai
aspek yang positif saat akan memasuki masa pensiun (self-acceptance)
dibandingkan dengan subjek SS, hal tersebut dikarenakan subjek AS lebih
memiliki kesiapan daripada subjek SS. Namun subjek SS lebih mampu
untuk
menentukan keputusan hidupnya secara mandiri (otonomi) dibandingkan
dengan subjek AS. Subjek AS berada di lingkungan keluarga yang
demokratis, sehingga untuk mengambil keputusan harus dibicarakan dengan
istri terlebih dahulu, berbeda dengan subjek SS yang sudah mandiri sejak
muda. Kedua subjek mempunyai kemampuan dalam pengembangan diri
(personal growth) yang baik. Keduanya dapat terbuka terhadap pengalaman
baru dan mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat
mengaktualisasikan dirinya dengan baik meskipun sudah pensiun. Kedua
subjek sama-sama memiliki tujuan hidup (purpose in life) untuk beribadah
dan menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Mereka
memanfaatkan waktu pensiun untuk beribadah lebih banyak lagi. Kedua
subjek memilih untuk beribadah lebih baik lagi karenawawasan dan
pengalamanyang dimilikinya selama ini sudah cukup untuk dijadikan
pelajaran dan sudah waktunya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jadi
secara keseluruhan, kondisi kesejahteraan psikologis pada kedua subjek
pensiunan guru tersebut dapat dikatakan mengarah kepada keadaanyang
positif.
Daftar pustaka Nastiti, M. C., & Hendriani, W. (2014). Psychological well-being pada guru
yang telah menjalani masa pensiun. Jurnal Psikologi Pendidikan &
Perkembangan, 3(3), 2

JURNAL 6
Judul Memahami Subjective Well-Being Guru Honorer Sekolah Dasar Negeri
(Sebuah Studi Kualitatif Fenomenologis)
Pengarang Astrid Swandira Balkis, Achmad Mujab Masykur
Tentang Jurnal Jurnal Empati, April 2016, Volume 5(2), 223-228
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memahami subjective well-being guru honorer
Sekolah Dasar Negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Subjek yang dilibatkan dalam
penelitian ini berjumlah tiga orang dengan karakteristik guru honorer
Sekolah Dasar Negeri yang telah mengajar lebih dari sepuluh tahun dan
mendapat honor dibawah UMR. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara dan catatan lapangan. Peneliti menggunakan model analisis
eksplikasi data yaitu proses mengeksplikasikan ungkapan responden yang
masih tersirat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek menikmati
profesinya saat ini. Motivasi kerja yang ada pada individu memberikan efek
pada kepuasan kerja
individu. Kegagalan dalam seleksi CPNS tidak lantas membuat terpuruk
karena ketiga subjek resiliensi yang baik. Subjective well-being ketiga
subjek dipengaruhi oleh cara pandang terhadap profesinya. Subjek
memandang guru
adalah suatu pekerjaan yang mulia, membanggakan, menyenangkan, dan
membawa berkah. Kesabaran, rasa syukur yang tinggi, serta dukungan sosial
juga turut membantu ketiga subjek dalam mengurangi emosi negatif
sehingga
lebih mudah untuk mencapai kepuasan dalam hidup dan pekerjaan.
Fenomena Honor yang didapat guru honorer di Sekolah Dasar Negeri rata-rata dibawah
Rp5000,00 per jam per bulan. Selain itu, guru honorer juga inferior diantara
orang dan juga guru yang sudah berstatus PNS. Pemberhentian tanpa
pesangon juga dapat terjadi karena nasib guru honorer tergantung pada
kebijaksanaan kepala sekolah. Guru honorer yang bertugas di sekolah negeri
diatas tahun 2005 harus mengikuti ujian CPNS untuk menjadi guru PNS. Di
Indonesia masih ada sekitar 500.000 guru SD honorer di Indonesia yang
sudah memiliki masa kerja lebih dari sepuluh tahun di sekolah negeri namun
belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sulistiyo (dalam Koran
SINDO, 20 April 2015), menyatakan, pemerintah semestinya
memperhatikan guru honorer sebab jumlahnya sangat banyak. Guru SD
berstatus PNS ada 1,4 juta, sedangkan guru honorernya sekitar 500.000
orang. Kehidupan sebagai guru honorer memang belum bisa dikatakan
sejahtera dalam segi ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya guru
honorer yang melakukan kerja sampingan supaya kebutuhan hidup mereka
dapat tercukupi. Kondisi yang sulit tersebut sejatinya tidak membuat guru
honorer surut langkah karena mereka tetap bahagia dalam menjalani
profesinya.
Teori Synder dan Lopez (2002), mendefinisikan subjective well-being sebagai
evaluasi kognitif dan afektif seseorang dari hidupnya.

Mulyasa (2013), mengemukakan bahwa tenaga pendidik honorer atau yang


lebih sering disebut guru honorer adalah guru yang diangkat secara resmi
oleh pejabat yang berwenang untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik,
namun belum berstatus sebagai pegawai negeri sipil.

Tahapan Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis.


Penelitian Subjek penelitian dipilih menggunakan teknik purposif. Subjek yang
diikutsertakan dalam penelitian berjumlah tiga orang. Karakteristik subjek
yang dikehendaki yaitu: a) seorang guru honorer Sekolah Dasar Negeri yang
sudah mengajar minimal sepuluh tahun, b) mendapat gaji dibawah UMR, c)
sehat secara fisik dan psikis, d) bersedia menjadi subjek penelitian. Metode
pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumen audio dan catatan
lapangan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik eksplikasi.
Menurut Subandi (2009), eksplikasi merupakan proses mengeksplisitkan
ungkapan responden yang masih bersifat implisit (tersirat).
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek menikmati profesinya
Penelitian saat ini. Motivasi kerja yang ada pada individu memberikan efek pada
kepuasan kerja individu. Kegagalan dalam seleksi CPNS tidak lantas
membuat terpuruk karena ketiga subjek resiliensi yang baik. Subjective well-
being ketiga subjek dipengaruhi oleh cara pandang terhadap profesinya.
Subjek memandang guru adalah suatu pekerjaan yang mulia,
membanggakan, menyenangkan, dan membawa berkah. Kesabaran, rasa
syukur yang tinggi, serta dukungan sosial juga turut membantu ketiga subjek
dalam mengurangi emosi negatif sehingga lebih mudah untuk mencapai
kepuasan dalam hidup dan pekerjaan.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa subjective
well-being ketiga subjek yang merupakan guru honorer Sekolah Dasar
Negeri dalam kondisi baik. Subjek merasa enggan melepas profesinya
karena telah merasa nyaman menjadi seorang guru. Subjek memutuskan
untuk memantapkan diri, terus mengabdi dan bertahan menjadi seorang guru
bagaimanapun keadaannya. Faktor umum yang mempengaruhi subjective
well-being ketiga subjek, yaitu self-esteem (harga diri), kepribadian,
pekerjaan, penghasilan, keyakinan (agama), keluarga, kontak sosial,
peristiwa, dan aktivitas. Faktor lain yang mempengaruhi subjective well-
being pada guru honorer Sekolah Dasar Negeri adalah 1) Rasa syukur yang
tinggi, 2) Resiliensi yang baik, 3) Dukungan sosial yang berasal dari
keluarga dan rekan kerja 4) Motifasi kerja yang memiliki dampak pada
kepuasan kerja ketiga subjek, 5) Pandangan positif ketiga subjek terhadap
profesi guru dimana ketiga subjek memandang guru adalah suatu profesi
yang mulia, membanggakan, menyenangkan, dan membawa berkah.
Daftar pustaka Balqis, A. S., & Masykur, A. M. (2016). Memahami Subjective Well-Being
Guru Honorer Sekolah Dasar Negeri (Sebuah Studi Kualitatif
Fenomenologis). Emphaty Journal, 5 (2), 233-288.
JURNAL 7
Judul Psychological Well-Being Guru Pendidikan Luar Biasa Di SLB X Bandung
Barat
Pengarang Yusrinda Silvianis Diwanti1, Zainal Abidin
Tentang jurnal PSYCHE: Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiah Lampung. Vol. 3
No.1, Februari 2021. ISSN (electronic) 2655-6936. ISSN (printed) 2686-
0430
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran psychological well-
being pada guru pendidikan luar biasa. Terdapat enam dimensi psychological
well-being, yakni self-acceptance, positive relation with others, autonomy,
environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Partisipan
adalah empat orang guru SLB X di Kabupaten Bandung Barat. Penelitian
dilakukan dengan metode studi kasus. Pengambilan data menggunakan
teknik wawancara. Data dianalisis menggunakan analisis data tematik. Hasil
menunjukkan bahwa seluruh dimensi psychological well-being berperan
untuk mendukung dan menjalani pekerjaan sebagai guru pendidikan luar
biasa di SLB X Bandung Barat. Penelitian dapat dimanfaatkan sebagai
gambaran untuk merancang intervensi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan psychological well-being guru pendidikan luar biasa di SLB X
Bandung Barat
Fenomena Di Indonesia, khususnya Kabupaten Bandung Barat, belum ada penelitian
mengenai psychological well-being pada SLB X di Kabupaten Bandung
Barat. Mengetahui keadaan psychological well-being dari guru pendidikan
luar biasa di SLB X Bandung Barat merupakan hal yang penting. Hal ini
dikarenakan guru yang memiliki psychological well-being yang optimal
dapat menjadi guru yang dapat berpikir adaptif dan kreatif, mampu
menunjukkan perilaku prososial, serta memiliki kesehatan fisik optimal yang
dapat mendukung profesinya sebagai guru bagi anak berkebutuhan khusus.
Selain itu, meningkatkan psychological well-being pada guru berhubungan
dengan meningkatkan academic achievement dan mengurangi risiko serta
masalah perilaku pada anak yang dididik (Sisask et al., 2014). Sehingga
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan psychological well-
being dari guru pendidikan luar biasa yang bekerja di SLB X Bandung Barat.
Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi yayasan yang mengelola
SLB dalam meningkatkan psychological well-being guru pendidikan luar
biasa di SLB X Bandung Barat.
Teori Suherman (2012) Pendidikan luar biasa merupakan cabang ilmu pendidikan
yang memberikan layanan pendidikan diberikan pada kepada anak-anak
berkebutuhan khusus dan penyandang cacat.

Ryff (2013) mendefinisikan psychological well-being sebagai tingkat


individu merasa hidupnya memiliki arti, tujuan dan arah; memandang
hidupnya sendiri sesuai dengan keyakinan pribadi; tingkat memanfaatkan
bakat dan potensi pribadi dalam pertumbuhan pribadi; seberapa baik
mengelola situasi kehidupan; kedalaman hubungan dengan orang lain; serta
pengetahuan dan penerimaan yang dimiliki tentang diri sendiri, termasuk
kesadaran akan keterbatasan diri.

Tahapan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu studi kasus. Teknik
penelitian sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Partisipan penelitian dalam penelitian ini adalah empat guru pendidikan luar
biasa yang bekerja di SLB X Bandung Barat. Profil partisipan dapat dilihat
pada tabel 2. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik
wawancara.
Hasil Hasil menunjukkan bahwa seluruh dimensi psychological well-being
penelitian berperan baik untuk mendukung dan menjalani pekerjaan sebagai guru
pendidikan luar biasa di SLB X Bandung Barat. Penelitian dapat
dimanfaatkan sebagai gambaran untuk merancang intervensi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan psychological well-being guru pendidikan
luar biasa di SLB X Bandung Barat.
Kesimpula Penelitian ini memberikan gambaran mengenai keadaan psychological well-
being guru Pendidikan luar biasa di SLB X Bandung Barat dalam menjalani
pekerjaan untuk mengajar anak dengan kebutuhan khusus. Meskipun
menemui rintangan dan tuntutan dalam pekerjaan, guru pendidikan luar biasa
mampu menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mempertahankan
dan meningkatkan performa kerja sebagai guru pendidikan luar biasa.
Seluruh dimensi psychological well-being berperan bagi keempat partisipan
sebagai guru pendidikan luar biasa. Dimensi self-acceptance berperan untuk
menerima karakteristik diri, dimensi purpose in life berperan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diri sebagai guru, dimensi
positive relation with others berperan untuk menciptakan lingkungan saling
mendukung sesama rekan guru guna menciptakan dimensi environmental
mastery, dimensi autonomy berperan untuk mengarahkan diri mencapai
tujuan sebagai guru pendidikan luar biasa, serta dimensi personal growth
berperan untuk menghayati perkembangan diri yang mendukung performa
kerja sebagai guru pendidikan luar biasa.
Saran Penelitian lanjutan dapat diawali dengan menambahkan data mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi psychological well-being guru pendidikan
luar biasa kemudian merancang bentuk intervensi yang dapat diberikan untuk
meningkatkan psychological well-being.
Daftar pustaka Diwanti, Y. S., & Abidin, Z. (2021). Psychological Well Being Guru
Pendidikan Luar Biasa di SLB X Bandung Barat. PSYCHE: Jurnal
Psikologi, 3(1), 1–21. https://doi.org/10.36269/psyche.v3i1.278

JURNAL 8
Judul Hubungan Antara Psychological Well-Being Dengan Efikasi Diri Pada
Guru Bersertifikasi Di SMA Negeri Kabupaten Pati
Pengarang Hita Sinidikoro Pambajeng, Siswati
Tentang jurnal Jurnal Empati, Agustus 2017 Volume 7 (Nomor 3), Halaman110 -115
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara psychological
well being dengan efikasi diri pada guru bersertifikasi. Populasi dalam
penelitian ini adalah guru bersertifikasi di SMA Negeri Kabupaten Pati
sebanyak 320 orang. Sampel penelitian sebanyak 167 guru berasal dari SMA
N 1 Pati, SMA N 3 Pati, SMA N 1 Tayu dan SMA N 1 Kayen yang
didapatkan dengan teknik cluster random sampling. Alat ukur yang
digunakan adalah skala efikasi diri sebanyak 25 aitem (α = 0,898) dan skala
psychological well beingsebanyak 36 aitem (α = 0,922). Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi sederhana. Hasil
penelitian menunjukkan rxy= 0,777dengan p = 0,000 (p<0,05) sehingga
disimpulkan ada hubungan positif antara psychological well being dengan
efikasi diri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi psychological well
being, maka semakin tinggi efikasi diri guru bersertifikasi. Sebaliknya,
semakin rendah psychological well being, maka semakin rendah efikasi diri
guru bersertifikasi.Psychological well beingmemberikan sumbangan efektif
sebesar 60,4% pada efikasi diri.
Teori Bandura dalam Feist & Feist, (2010) Efikasi diri merupakan keyakinan
individu akan kemampuannya dalam melakukan kontrol terhadap fungsi diri
individu dan kejadian dalam lingkungannya.

Ryff dan Singer, dalam Wells, (2010) Psychological well being


mengarahkan seseorang untuk memiliki persepsi yang positif terhadap
pengalaman hidupnya dan keberhasilan mengelola tantangan dan kesulitan
yang mungkin muncul.

Tahapan Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
penelitian teknik cluster random sampling. subjek penelitian yaitu guru bersertifikasi
dan guru yang bekerja di SMA Negeri Kabupaten Pati berjumlah 320 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala
Efikasi Diri berjumlah 25 item (α= 0,898), sedangkan Skala Psychological
Well Beingberjumlah 36 aitem (α = 0,922). Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi sederhana. Proses
analisa data dalam penelitian ini dibantu dengan program komputer
Statistical Package for Sciene (SPSS) 20for windows.

Hasil Hasil penelitian menunjukkan rxy= 0,777dengan p = 0,000 (p<0,05)


penelitian sehingga disimpulkan ada hubungan positif antara psychological well being
dengan efikasi diri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
psychological well being, maka semakin tinggi efikasi diri gxuru
bersertifikasi. Sebaliknya, semakin rendah psychological well being, maka
semakin rendah efikasi diri guru bersertifikasi.Psychological well
beingmemberikan sumbangan efektif sebesar 60,4% pada efikasi diri.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan positif antara psychological well beingdengan efikasi diri pada
guru bersertifikasi di SMA Negeri Kabupaten Pati. Semakin tinggi
psychological well beingmaka semakin tinggi efikasi diri, sebaliknya
semakin rendah psychological well being maka semakin rendah efikasi
diri pada guru bersertifikasi. Psychological well beingmemberikan
sumbangan efektif sebesar 60,4% terhadap efikasi diri dan sisanya sebesar
39,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam
penelitian ini, seperti mastery exsperience, modeling sosial, persuasi
sosial, kondisi fisiologis dan emosional.
Daftar pustaka Pambajeng, H. S., & Siswati, S. S. (2017). Hubungan Antara Psychological
Well Being Dengan Efikasi Diri Pada Guru Bersertifikasi Di Sma
Negeri Kabupaten Pati. Empati: Jurnal Karya Ilmiah S1 Undip, 6(3),
110–115.

JURNAL 9
Judul Psychologicqal Well-Being Guru Pendidikan Anak Usia Dini Kota Bandung
Pada Saat Pandemi Covid-19
Pengarang Tita Rosita1, Maya Masyita Suherman
Tentang jurnal Jurnal Tunas Siliwangi ISSN : 2476-9789 (Print) 2581-0413 (Online) Vol. 7,
No. 1, APRIL 2021
Abstrak Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran psychological well-
being guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se Kota Bandung. Sampel
yang digunakan yaitu 168 guru PAUD kota Bandung. Pendekatan penelitian
yang digunakan yaitu penelitian kauntitatif dengan metode penelitian survey.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
menyebarkan kuesioner melalui google form. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa tingkat psychological well-being guru PAUD se Kota
Bandung pada saat pandemi covid-19 yaitu 17,3% pada kategori tinggi,
72,6% pada kategori sedang, dan 10,1% pada kategori rendah. Selain itu
terdapat perbedaan tingkat psychological well-being pada setiap aspeknya,
baik dalam aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,
otonomi (kemandirian), penguasaan lingkungan, tujuan, dan pertumbuhan
diri.
Fenomena Penyebaran penyakit Covid-19 yang disebabkan virus corona tidak hanya
berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi, namun juga sangat
berdampak pada pendidikan. UNESCO menyebutkan, total ada 39 negara
yang menerapkan penutupan sekolah dengan total jumlah pelajar yang
terpengaruh mencapai 421.388.462 anak. Total jumlah pelajar yang
berpotensi berisiko dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas
adalah 577.305.660 (Rizal Setyo Nugroho, 2020). Di Indonesia pendidikan
anak usia dini (PAUD) juga menghentikan kegiatan pembelajaran secara
tatap muka dan mengharuskan guru untuk melakukan pembelajaran secara
daring. Berdasarkan hasil penelitian survey pada 645 guru yang berada di
wilayah Jawa Barat menunjukkan bahwa kendala mengajar yang dialami
guru PAUD pada masa pandemi covid-19 berada pada empat indikator yaitu
kendala komunikasi, metode pembelajaran, materi dan biaya serta
penggunaan teknologi dengan kecenderungan persentase yang tinggi berada
pada kategori sering dan kadang-kadang. Terkait dengan kendala kesiapan
guru dalam pembelajaran daring sesuai dengan pendapat menurut Maiza &
Nurhafizah (2019) bahwa pembelajaran anak usia dini di PAUD yang
berkualitas akan sulit tercapai sebab pembelajaran di PAUD menuntut guru
untuk lebih dekat baik secara psikologis juga secara fisik sebab adegan
pembelajaran untuk anak usia dini lebih bersifat non formal, dilakukan
melalui kegiatan dengan banyak aktivitas bermain dan tidak memiliki target
capaian prestasi yang bersifat akademik akan tetapi optimalisasi
perkembangan sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
nyaman dan aman bagi anak.
Teori Kesejahteraan psikis (psychological well-being) dapat dilihat dari 6 dimensi,
yaitu self acceptance, autonomy, interpersonal relation, environmental
mastery, purpose in life, dan personal growth. Individu yang memiliki
psychological well-being yang tinggi adalah individu yang merasa puas
dengan hidupnya, kondisi emosional yang positif, mampu melalui
pengalaman-pengalaman buruk yang dapat menghasilkan kondisi emosional
negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, mampu
menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain,
mengontrol kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas,
dan mampu mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989).
Tahapan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sampel
penelitian populasi dalam penelitian ini yaitu 168 guru Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) di kota Bandung. Adapun perilaku-perilaku yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah terkait dengan gambaran tingkat psychological well-
being guru PAUD saat masa pandemi covid 19. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner
melalui google form.
Hasil Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat psychological well-
penelitian being guru PAUD se Kota Bandung pada saat pandemi covid-19 yaitu 17,3%
pada kategori tinggi, 72,6% pada kategori sedang, dan 10,1% pada kategori
rendah. Selain itu terdapat perbedaan tingkat psychological well-being pada
setiap aspeknya, baik dalam aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan
orang lain, otonomi (kemandirian), penguasaan lingkungan, tujuan, dan
pertumbuhan diri.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan psychological well-being guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se Kota Bandung secara umum berada
dalam kategori sedang cenderung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun dalam kondisi covid-19 guru PAUD terkendala mengajar, baik
terkendala karena masalah komunikasi, metode pembelajaran, materi dan
biaya serta penggunaan teknologi, namun secara personal para guru PAUD
merupakan individu berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun sadar
akan keterbatasan-keterbatasan dirinya (penerimaan diri), selalu mencoba
mengembangkan dan menjaga kehangatan dan rasa percaya dalam hubungan
interpersonal (hubungan positif dengan orang lain) dan membentuk
lingkungan mereka, sehingga kebutuhan pribadi (personal needs) dan
keinginannya dapat terpenuhi (penguasaan lingkungan). Hal ini menjadikan
guru PAUD menemukan makna dari tantangan yang telah dilalui dari
upayaupaya yang dilakukan dalam menghadapinya (tujuan hidup). Dengan
harapan mereka dapat mengembangkan bakat dan kemampuan secara
optimal (pertumbuhan pribadi) dari pengalaman-pengalaman yang mereka
hadapi selama masa pandemi covid-19.
Daftar pustaka Rosita1, T & Suherman, M. M. (2021), Psychological Well-Being Guru
Pendidikan Anak Usia Dini Kota Bandung Pada Saat Pandemi Covid-19.
Tunas Siliwangi Journal 7(1).

JURNAL 10
Judul Rasa Syukur Kaitannya Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Guru
Honorer Sekolah Dasar
Pengarang Asti Aisyah dan Rohmatun Chisol
Tentang jurnal Proyeksi, Vol. 13 (2) 2018, 109-122
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara rasa syukur
berhubungan dengan kesejahteraan Psikologis pada guru honorer honorer
sekolah dasar di UPT Disdikpora Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara.
Subjek berjumlah 63 guru. Tehnik pengambilan data dengan menggunakan
insidental sampling. Metode pengumpumplan data dengan menggunakan
Skala kesejahteraan psikologis dan skala rasa syukur. Adapun analisis data
dengan menggunakan tehnik korelasi Product Moment, dan diperoleh nilai
rxy= 0,744 dengan signifikansi 0.000 (p<0.01) hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan positif yang siginifikan antara rasa syukur dengan
kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar. Sumbangan
efektif yang diberikan rasa syukur terhadap kesejahteraan psikologis adalah
sebesar 55,4%, adapun yang 44,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
disertakan dalam penelitian ini, diantaranya usia, jenis kelamin, kepribadian,
status sosial, religiusitas dan dukungan social.
Fenomena Persoalan guru honorer di Kabupaten Jepara tak kunjung usai, (dalam koran
muria pada sabtu tangal 29 april 2016), kali ini forum komunitas guru tidak
tetap (FK-GTT) Jepara ‘menggeruduk’ kantor Dewan Perwakilan Daerah
(DPRD) untuk audiensi. Dalam audiensi mereka menyampaikan sejumlah
tuntutan, salah satunya adalah permintaan gaji yang setara dengan upah
minimum kabupaten (UMK) Jepara. Ketua FK-GTT menyampaikan sampai
saat ini masih terdapat ribuan guru tidak tetap masuk daftar guru honorer di
Kabupaten Jepara. Selama ini guru honorer mendapatkan gaji yang jauh dari
kata layak. Sebulan rata-rata hanya menerima gaji Rp 200 ribu, bahkan ada
yang gajinya Rp 100 ribu. Karena itu, ia meminta gaji honorer setara dengan
UMK. Kemudian, aturan pemberian upah tersebut dituangkan kedalam
peraturan bupati (Zaman, 2016).
Teori Kesejahteraan psikologis menurut (Ryff C. D., 1989) merupakan kondisi
pada saat individu mampu menerima kelebihan serta kekurangan yang
dimiliknya, mempunyai tujuan hidup yang jelas, menjadi pribadi yang
mampu mandiri, mampu membina serta mengembangkan hubungan yang
positif dengan orang lain, dan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
lingkungannya serta terus berkembang secara persona.

Kesejahteraan psikologis sebagai kehidupan yang berjalan baik,


berkombinasi dengan perasaan yang sejahtera serta berfungsi secara efektif.
Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis tinggi merasa mampu,
mendapatkan dukungan, puas dengan kehidupan dan mempunyai perasaan
yang bahagia (Hamburger, 2009).

Rasa syukur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan


psikologis karena rasa syukur merupakan salah satu ciri dari pribadi yang
selalu berfikir positif, yang kemudian dipresentasikan dalam perilaku yang
lebih positif. (Wood, Joseph, & Maltby, 2009).

Tehapan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, dengan dua


penelitian variable, yaitu variable rasa syukur sebagai variable bebas dan kesejahteraan
psikologis sebagai variable tergantungnya. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah guru honorer sekolah dasar di Kecamatan Pecangaan
Kabupaten Jepara yang berjumlah 126. Subjek dalam penelitian ini diambil
dengan menggunakan tehnik insidental sampling yang merupakan teknik
penentuan sampel berdasarkan individu atau subjek yang ditemui secara
kebetulan yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan, maka dapat digunakan sebagai sampel
(Sugiyono, 2014), dan diperoleh subjek sebanyak 63 orang. Skala
kesejahteraan psikologis dan skala skala rasa syukur digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini. Skala kesejahteraan psikologis
dibuat berdasarkan aspek kesejahteraan psikologis (Ryff, 2014) yang
meliputi : penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, memiliki
kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan diri;
sedangkan skala rasa syukur dibuatkan didasarkan pada tiga aspek dari
Watkins yaitu : keberlimpahan (sense of abundance), apresiasi sederhana
(simple appreciation), dan apresiasi terhadap orang lain (appreciation of
others).
Hasil Hasil analisis data dengan menggunakan tehnik korelasi Product Moment,
penelitian dan diperoleh nilai rxy= 0,744 dengan signifikansi 0.000 (p<0.01) hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang siginifikan antara rasa
syukur dengan kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar.
Sumbangan efektif yang diberikan rasa syukur terhadap kesejahteraan
psikologis adalah sebesar 55,4%, adapun yang 44,6% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini, diantaranya usia, jenis
kelamin, kepribadian, status sosial, religiusitas dan dukungan social.
Kesimpulan Ada hubungan positif yang signifikan antara rasa syukur dengan
kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar (SD) di UPT
Disdikpora Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara .Rasa syukur
memberikan sumbangan efektif sebesar 55,4% terhadap kesejahteraan
psikologis guru honorer sekolah dasar (SD) di UPT Disdikpora Kecamatan
Pecangaan Kabupaten Jepara.
Saran  Saran bagi guru honorer
Guru honorer diharapkan dapat mempertahankan rasa syukur yang
sudah tinggi dengan cara bertanggung jawab terhadap apa yang telah
dilakukan, mengerjakan tugas tepat waktu, dan bersyukur atas
pendapatan yang didapat.

 Saran bagi peneliti selanjutnya


Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan jumlah sampel
penelitian sehingga akan lebih representatif dan memperkaya hasil
penelitian. Selain itu juga disarankan agar peneliti selanjutnya dapat
meneliti faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini,
yang diperkirakan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis
guru honorer. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu; usia, jenis
kelamin, kepribadian, status sosial ekonomi, budaya, dukungan
sosial, kompetensi pribadi, dan religiusitas.
Daftar pustaka Aisyah, A., & Chisol, R. (2018). Rasa Syukur Kaitannya Dengan
Kesejahteraan Psikologis Pada Guru Honorer Gratitude in Relation
With Psychological Well Being Among Honorary. Proyeksi, 13(2),
109–122.

Anda mungkin juga menyukai