Anda di halaman 1dari 23

BAB 4

MANAJEMEN STRES
No Uraian Isi Keterangan
1 Pengertian I. Manajemen stres Beberapa pakar
II. Stres
III. Stres kerja
2 Makna dan tujuan I. flight (melarikan diri) Beberapa pakar
II. fight (melawan)
III. Fisik
IV. Psikologis
3 Metode I. Tidak dapat dihindari Beberapa pakar
II. freezeframe
4 Faktor penyebab I. Internal Beberapa pakar
II. Eksternal
5 Macam I. Distres Beberapa pakar
II. Eustres
Gambar 4.1 Skema Manajemen Stres (Sumber: Data Olahan, 2019)
Manusia dalam suatu organisasi atau sistem selalu berinteraksi dengan
lingkungan organisasi yang menantang dan kompleks, sehingga diperlukan
adanya penyesuaian diri terhadap lingungan agar tidak mengancam dirinya dan
bahkan membayakan bagi fisik maupun mental dirinya. Pada dasarnya, manusia
memiliki keterbatasan tenaga dan keterbatasan berfikir dalam bekerja. Sehingga
halini akan menimbulkan kecemasan, kejenuhan, dan stres terutama ketika
dirinya tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga muncul
ketidak seimbangan antara keinginan dirinya dengan organisasi. Ketidak
mampuan dalam beradaptasi dapat menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan
rasa bersalah yang netral (Marliani, 2015:259).
Sistem memperoleh masukan mentah dan masukan instrumental. Bahan
baku kemudian diolah oleh masukan instrumental dalam sistem dan
menghasilkan keluaran. Perusahaan sebagai sistem memperoleh berbagai bahan
baku yang diperlukan,yang diolah oleh tenaga kerja dengan menggunakan mesin
dan peralatan lainnya (masukan instrumental) sehingga dapat menghasilkan
barang atau jasa sebagai produknya. Selama proses pengolahan bahan baku,
tenaga kerja bekerja sesuai dengan ketentuan perusahaan dimana berinteraksi
dan membiasakan diri dengan lingkungannya sehingga merasa nyaman pada
saat bekerja dan mendapatkan imbalan atau balas jasa atas apa yang telah
dikorbankan selama proses bekerja dalam perusahaan. Manusia sebagi tenaga
kerja atau anggota dari sekelompok tenaga kerja dalam perusahaan, dalam
melakukan kegiatan tidak menutup kemungkinan akan merasa stres karena
berbagai faktor. Stres tersebut merupakan hasil dari kegiatan yang dapat
mempengaruhi fisik dan mental tenaga kerja sehingga tidak dapat bekerja secara
optimal (Munandar, 2012:371).
Stres dapat muncul pada semua bidang kehidupan manusia, termasuk
stres yang terdapat pada bidang pekerjaan. Stres akan menyebabkan individu
mengalami kehilangan kontak dengan realitas di lingkungan sosial, bahkan
dapat menyebabkan kematian (Saputri, 2012). Dalam dunia kerja stres selalu
dikaitkan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dengan tujuan untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani karyawan sehingga
produktivitas perusahaan akan meningkat. Kecelakaan kerja bukanlah topik baru
dalam dunia pekerjaan, yang menjadi penyebab utamanya adalah bagaimana
karyawan dapat beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Hal ini dapat
mengurangi tingkat stres dalam diri karyawan, sehingga karyawan akan merasa
tenang dan aman dalam bekerja, sehingga angka kecelakaan kerja dapat ditekan
serendah mungkin.
Keselamatan kerja merupakan kondisi dimana terjaminnya diri karyawan
saat bekerja dengan rasa aman baik pada saat menggunakan mesin, pesawat, alat
kerja, proses pengolahan, maupun tempat kerja dan lingkungannya.
Karenaketika karyawan bekerjadalam keadaan sehat jasmani maupun rohani
serta didukung dengan sarana dan prasarana yang disediakan lengkapoleh
perusahaan, maka produktivitas perusahaan akan meningkat. Oleh karena itu,
dalam bab ini penulis akan menguraikan pengertian manajemen stres, stres dan
stres kerja, penyebab stres, gejala stres, kemudian dipusatkan pada macam stres
berdasarkan sumbernya, dampak dari stres kerja serta strategi-strategi untuk
mengatasi stres kerja.
A. KONSEP DASAR MANAJEMEN STRES
1. Pengertian Manajemen Stres
Menurut Schafer dalam (Segarahayu, 2013) menyatakan bahwa
manajemen stres adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau
pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan
mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam
menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri.
Sementara menurut Margiati dalam (Segarahayu, 2013) manajemen stres lebih
daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif
dan efektif. Mumpuni dan Wulandari (2010) menyatakan stres kalau tidak
ditangani dengan baik dan bijaksana akan membahayakan kesehatan jiwa dan
raga. Padahal, tuntutan kehidupan yang terus meningkat tidak mungkin bebas
sepenuhnya dari stres.Itulah sebabnya, sebaiknya mengatur diri dengan
mengelola stres.
Menurut Hawari dalam (Litiloly dan Swastiningsih, 2014) menyatakan
bahwa manajemen stres merupakan usaha dalam mengurangi stres atau
meniadakan dampak negatif yang dialami, maka sebaliknya kekebalan yang
bersangkutan perlu ditingkatkan agar mampu menanggulangi stresor psikososial
yang muncul dengan cara hidup yang teratur, serasi, selaras dan seimbang antara
hidup dengan Tuhan (vertikal), sedangkan secara horizontal antara dirinya
dengan sesama orang lain dan lingkungan alam sekitarnya. Sedangkan menurut
Margiati dalam (Segarahayu, 2013) memanajemen stres berarti membuat
perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat
mungkin dalam lingkungan individu masing-masing.

2. Makna dan Tujuan Manajemen Stres


Munandar (2012: 401) menyatakan bahwa timbulnya stres dalam
pekerjaan dapat dicegah dan dihadapi tanpa mendapatkan dampak negatifnya.
Manajemen stres berarti berusaha mencegah timbulnya stres dari individu dan
menampung akibat fisiologikl dari stres. Hal ini merupakan salah satu tujuan
dari manajemen stres, sementara tujuan umum dari manajemen stres yaitu
memperbaiki kualitas hidup individu agar menjadi lebih baik. Di samping itu,
manajemen stres juga diartikan sebagai kemampuan penggunaan sumber daya
(manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan
emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Manajemen stres lebih
daripada mengatasi sekedar mengatasi stres, akan tetapi yaitu belajar
menanggulangi secara adaptif dan efektif. Sebagian pengidap stres di temoat
kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras.
Manajemen stres mampu menciptakan solusi dari permasalahan-permasalahan
stres yang dihadapi oleh pekerja terutama stres yang berhubungan dengan
lingkungan kerja. hal ini dapat timbul dari beberapa tingkat mulai dari
ketidakmampuan bekerja dengan baik karena terdapat kesalahpahaman antara
atasan dan bawahan (Marliani, 2015: 281).
Stres merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan merupakan hal yang
bersifat pasti dimiliki oleh setiap individu. Stres diibaratkan sepertiinflasi
dimanainflasi hanya dapat diteka semaksimal mungin agar dapat memberikan
manfaat bagi diri individu dan lingkungannya. Tidak seperti anggapan
kebanyakan orang, bahwa stres tidak selalu bersifat negatif. Akan tetapi stress
juga ada yang bersifat positif karena dapat membangun diri individu saat dalam
kondisi merasa tersaingi atau terancam keberadaannya. Dalam menghadapi
stres, selama ini yang dikenal yaitu flight atau fight melarikan diri atau melawan
baik secara fisik maupun psikis. Melarikan diri secara fisik disini yang
dimaksud adalah ketika dalam kondisi penuh stres secara fisik akan
meninggalkan ruangan kerja yang dapat menimbulkan stres, mengundurkan diri
dari tugas pekerjaannya, mutasi pekerjaan, dan bekerja di perusahaan lain.
Sedangkan melarikan diri secara psikologis yang dimaksud yaitu melarikan diri
dari dunia nyata ke dalam dunia khayal, mencoba melupakan situasi penuh
stress yang dapat menimbulkan frustasi dengan cara minum alkohol, mengisap
ganja, me-repress. Reaksi melarikan diri dari situasi penuh stres tidak akan
menyelesaikan masalah dan bahkan akan menambah permasalahan menjadi
semakin rumit dan tidak adanya perubahan yang bersifat positif pada diri
individu. Hal ini akan berimbas pada kondisi mental, kejiwaan dan fisik individu
akan semakin memburuk (akibat alkohol atau ganja). Sementara pandangan
interaktif mengatakan bahwa stres ditentukan oleh faktor dari indivi itu sendiri.
Dalam memanajemen stres dapat diusahakan untuk:
a. Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak menjadi pembangkit
stres
b. Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:
1) Ambang stres meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang
dihadapi sebagai penuh stres
2) Toleransi terhadap stres meningkat, dapat lebih lama bertahan
dalam situasi yang penuh stres, tidak cepat menunjukkan akibat
yang merusak badan (Munandar, 2012: 402).
Sementara pandangan interaktif mengatakan bahwa stres ditentukan oleh
faktor dari indivi itu sendiri. Dalam memanajemen stres dapat diusahakan untuk:
c. Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak menjadi pembangkit
stres
d. Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:
3) Ambang stres meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang
dihadapi sebagai penuh stres
4) Toleransi terhadap stres meningkat, dapat lebih lama bertahan
dalam situasi yang penuh stres, tidak cepat menunjukkan akibat
yang merusak badan.

B. TEKNIK MANAJEMEN STRES


Sementara itu, Munandar (2012: 402) menyatakan bahwa untuk
mengelola atau memanajemen stres juga memerlukan beberapa teknik,
diantaranya yaitu:
1) Kerekayasaan Organisai
Teknik ini dimaksudkan untuk merubah lingkungankerjaagar tidak cepat
dirasakan sebagai lingkungan yang penuh stres. Yang perlu dirubah yaitu faktor-
faktor yang dapat menjadi pembangkit stres yang dibahas sebagai faktor-faktor
dari kategori: faktor-faktor intrinsik pekerjaan, faktor-faktor peran dalam
organisasi, faktor-faktor pengembangan karier dan faktor-faktor struktur dan
iklim organisasi. Dalam hal ini, Everly & Girdano dalam Munandar (2012: 402)
menyatakan bahwa terdapat dua strategi yang dapat digunakan dalam teknik ini,
yaitu:
a) Sasaran berdasarkan kerja (Work-by-Objectives)
Work-by-Objectives menerapkan empat langkah dalam teknik
kerekayasaan organisasi. Pertama, menetapkan sasaran realistic bagi satuan
kerja yang dapat dicapai dalam waktu yang dimiliki. Kedua, merancang
perangat perencanaan, tindakan atau metode untukmencapai sasaran. Ketiga,
menciptakan strategi yang dapat mengukur keberhasilan mencapai sasarannya
pada akhir periode tertentu. Keempat, pada akhir watu yang sudah ditentukan
mengukur keberhasilan mencapai sasaran-sasarannya.
b) Manajemen waktu (Time Management)
Time Management menerapkan tiga langkah dalam kerekayasaan
organisasi yaitu: Pertama, analisis waktu yang mencakup penaksiran,
penyusunan prioritas, dan penjadwalan waktu yang berkaitan dengan tuntutan
waktu terhadap pekerjaan. Berdasaran rencana kerja yang diterapkan pada
(Work-by-Objectives) akan dihitung waktu yang diperlukan untuk melaksanakan
rencana kerja tersebut. Waktu yang diperlukan kemudian disesuaikan dengan
waktu yang tersedia, sedemikian rupasehingga tugas-tugas dapat terselesaikan
sesuai dengan urutan kepentingannya dengan waktu yang telah disediakan.
Kedua, pelaksanaan strategi untuk mengatur beban kerja. pada tahap ini manajer
membagi tugas, mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab. Ketiga, yaitu
strategi dari follow-up yang mencaup penaksiran teratur tentang efisiensi dari
analisis waktu dan tahap-tahap pengaturan berikutnya. Sehingga, akan diperoleh
peluang untuk menyesuaikan strategi-strategi yang cocok antara kepribadian
manajer dengan pekerjaannya.
2) Kerekayasaan Kepribadian (Peningkatan Kecaapan Dan Perubahan
Kebutuhan Dan Nilai-Nilai)
Upaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan dalam kepribadian
individu agar dapat mencegah timbulnya stres serta dapat meningkatkan ambang
stres. Perubahan yang dimaksudkan yaitu dalam hal pengetahuan, kecakapan,
keterampilandan nilai-nilai yang mempengarungi persepsi dan sikap tenaga
kerja terhadap pekerjaannya. Kerekayasaan kepribadian ini dapat dilakukan
dengan menggunakan tiga strategi, yaitu: Pertama, program pelatihan
keterampilan dan orientasi dapat meningkatkan keterampilan dan dapat
mempermudah proses sosialisasi dengan tenaga kerja lainnya, sehingga
penyesuaian diri terlaksana dengan baik serta dapat mencegah timbulnya stres.
Kedua, pembentukan tim yang dapat mengatasi stres melalui konflik peran,
ketaksaan peran, hubungan interpersonal yang tidak baik, struktur organisasi dan
iklim organisasi. Ketiga yaitu pemberian penyuluhan jabatan kepada tenaga
kerja sehingga dapat mengetahui kelemahan dan kekuatan dari tiap-tiap tenaga
kerja serta. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyesuaikannya
dengan posisi pekerjaan tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki agar pengembangan kariernya bagus.
3) Teknik Penenangan Pikiran
Teknik penenangan pikiran dapat dilakukan dengan cara meditasi,
pelatihan relaksasi autogenetik, dan pelatihan relaksasi neuromuscular. Hal ini
bertujuan untuk mempengaruhi kegiatan berpikir dalam bentuk merencanakan,
mengingat, menghayal, menalar yang secara bersinambung dapat dilakukan
dalam keadaan sadar. Berikut penjelasan terkait ketiga tekni tersebut, yaitu:
Pertama, meditasi merupakan teknik atau suatu keadaan pikiran dan mental.
Tenik ini bisa dilakukan dengan cara yoga, berzikir, relaksasi progresif,
sehingga dapat menuju ke tercapainya keadaan mental tersebut. Kedua, yaitu
pelatihan relaksasi autogenetik yang merupakan relaksasi dengan cara
ditimbulkan sendiri. Teknik ini berpusat pada gambaran-gambaran berperasaan
tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya peristiwa tertentu yang
kemudian terkait kuat dengan ingatan, sehingga timbulnya kenangan tentang
peristiwa akan menimbulkan pula penghayatan darigambaran perasaan yang
sama. Ketiga, yaitu pelatihan relaksasi neuromuscular merupakan suatu program
dengan latihan-latihan sistematis yang melatih otot dan komponen-komponen
system saraf yang mengendalikan aktivitas otot. Sasarannya yaitu mengurangi
ketegangan dalam otot yang merupaan bagian paling besar dari badan manusia,
maka menjadisangat penting mengurangi ketegangan pada otot.
4) Teknik Penenangan Melalui Aktivitas Fisik
Kita dapat melakukan ativitas fisik sebelum dan sesudah stres. Dalam
mengahadapi situasi yang penuh stres, maka akan timbul kesigapan umum untuk
melakuan sesuatu. Sehingga akan menimbulkantenaga untuk melarian diri atau
melawan stres tersebut. Adapun tujuan dari teknik ini yaitu penanganan melalui
aktivitas fisi untuk menghamburkan atau untuk menggunakan sampai habis
hasil-hasil sres yang diproduksi oleh ketautan dan ancaman, atau yang
mengubah system hormon dan saraf kita ke dalam sifat mempertahankan. Selain
itu yaitu dapat menurunkan reaktivitas kita terhadap stres di masa mendatang
dengan cara mengondisian relaksasi. Dengan demikian, rasa sehat, tenang dan
ringan akan tertanam dalam benak karyawan.
C. TAHAP DAN STRATEGI MANAJEMEN STRES

1. Tahap Manajemen Stres


Manajemen stres menurut Taylor dalam (Segarahayu, 2013) meliputi 3
tahap, yaitu:
a) Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana
mengidentifikasi stresor dalam kehidupan mereka sendiri.
b) Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk
mengatasi (koping) stres.
c) Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres
mereka yang ditargetkan situasi penuh stres mereka dan memonitor
efektivitas teknik itu.

2. Strategi Memanajemen Stres


Marliani (2015:281) menyatakan bahwa strategi mengatasi stres kerja
merupakan usaha untuk memecahkan kebiasaan stress sehingga kualitas hidup
menjadi lebih baik. Beberapa strategi tersebut yaitu:
a) Mengenali gejala stres yang terjadi dalam diri
b) Mengenali pola perilaku
c) Memanfaatkan serangkaian teknik dan relaksasi dari manajemen stres
yang cepat dan sederhana.
Selain itu, dalam melakukan manajemen stres terdapat beberapa cara
yang digunakan untuk dapat mengelola stres. Berikut ini adalah beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk mengelola stres (Wade dan Tavris, dalam
Segarahayu, 2013) yaitu:
a) Strategi Fisik
Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres
adalah dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh
melalui meditasi atau relaksasi. Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah
belajar untuk secara bergantian menekan dan membuat otot-otot menjadi santai,
juga menurunkan tekanan darah dan hormon stres.
b) Strategi Emosional
Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul akibat
masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita. Beberapa waktu
setelah bencana atau tragedi adalah hal yang wajar bagi individu yang
mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada tahap ini, orang
sering kali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-menerus
agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa
setelah kejadian tersebut selesai.
c) Strategi Kognitif
Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai kembali
suatu masalah dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi positif
reappraisal yaitu merupakan usaha kognitif untuk menganalisa dan
merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang positif sambil terus
melakukan penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun, 2011).
Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana untuk mempengaruhi
pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011). Afirmasi adalah sejumlah
kalimat yang positif disusun baik itu hanya sebatas pikiran, atau dituangkan
kedalam tulisan, diucapkan dengan cara berulang-ulang (Nazmy, 2012).
Afirmasi ini berupa pernyataan pendek dan sederhana yang disampaikan terus
menerus dan berulang-ulang kepada diri sendiri. Pada saat melakukan afirmasi,
sesungguhnya seseorang sedang mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar.
Afirmasi harus bersifat positif dan diwujudkan dengan kata-kata yang singkat.
d) Strategi Sosial
Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat
melakukan hal berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok
dukugan (support group) terutama sangat membantu, karena semua orang dalam
kelompok pernah mengalami hal yang sama dan memahami apa yang dirasakan.
Kelompok dukungan dapat memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang.
Mereka dapat membantu seseorang menilai suatu masalah dan merencanakan
hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber
kelekatan dan hubungan yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup.
Memiliki teman adalah hal yang menyenangkan dan hal ini bahkan dapat
meningkatkan kesehatan seseorang. Teknik-teknik mengelola stres yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik relaksasi
dan teknik affirmasi positif, yangmana teknik relaksasi untuk mengurangi
ketegangan fisik yang berdampak pada perilaku dan teknik affirmasi positif
untuk menetralkan pikiran dan emosi-emosi negatif menjadi lebih netral dan
positif.
Sementara itu, Mumpuni dan Wulandari (2010) menyatakan stres perlu
ditangani dengan benar agar tidak menimbulkan penyakit dan akibat yang lebih
buruk. Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dan
mengatasi stres yaitu:
a. Menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah yang berfokus pada
masalah, seseorang akan dengan sendirinya mencermati stres yang
dihadapi, kemudian berupaya mendapatkan cara terbaik dalam mengatasi
stres.
b. Mendekatkan diri kepada Tuhan. Stres merusak keseimbangan alamiah
dalam diri manusia. Mengalami keadaan yang tidak normal ini secara
terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh dan berdampak pada
beragam gangguan fungsi tubuh. Manusia adalah mahluk fitrah
(berkeTuhan-an) memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar spiritual
yaitu dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, menekuni ajaran agama
masing-masing untuk mencari keselarasan, keharmonisan, dan
kedamaian.
c. Bekerja dalam Porsi Wajar. Seseorang bekerja menurut kemampuan
yang dimilki, kapasitas dan tanggung jawab. Karena, semakin besar
tanggung jawabnya, semakin tinggi pula porsi kerjanya, dan biasanya
paling tinggi stresnya.
d. Harmonisasi. Keseimbangan antara lahir batin dan dunia akhirat adalah
kunci utama untuk terhindar dari stres. Harmonisasi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi, meditasi, komunikasi, berubah, mengatur
finansial, mengubah cara pandang, dan jauhkan diri dari situasi-situasi
menekan.
e. Berbagi (Silaturrahmi). Manusia adalah mahluk sosial yaitu seseorang
tidak dapat hidup sendiri atau menyendiri. Ketika menghadapi berbagai
masalah yang rumit, sebaiknya dapat berbagi dengan orang yang
dipercaya misalnya keluarga, teman dan sahabat.
f. Mengenali penyebab stres. Mengenali penyebab stres dan kemudian
melakukan tindakan penyelesaian dan berkonsentrasi untuk
menyelesaikan masalah.
g. Menangis. Menangis dapat meluapkan seluruh emosi dan dapat menjadi
ekspresi atau membebaskan perasaan.
h. Perencanaan yang baik yaitu perlunya merencanakan atau mengatur
waktu dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental, misalnya dalam pekerjaan, rumah
tangga, anak-anak, keuangan, liburan.
i. Menjaga Kesehatan. Seseorang sebaiknya menjaga kesehatanya dengan
memiliki pola hidup sehat, seimbangkan porsi makanan dan kalori yang
dibutuhkan.
Wallace dalam Litiloly dan Swastiningsih (2014) menyatakan beberapa
cara menghadapi stres yaitu:
a. Cognitive restructuring. Mengubah cara berfikir negatif menjadi positif.
Hal ini dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
b. Journal writing. Menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam
jurnal atau gambar. Jurnal dapat ditulis secara periodik tiga kali
seminggu, dengan durasi waktu 20 menit dalam situasi yang
memungkinkan penuangan secara optimal (suasana tenang, tidak di
interypsi kegiatan lain). Setelah menggambar dan menulis jurnal
individu dapat melihat kembali apa yang telah dilakukan dan dapat
belajar mengantisipasi dengan strategi yang tepat. Gambar dapat menjadi
ekspresi perasaan diri yang yang tidak mampu diutarakan dalam tulisan
dan setelah menggambar dapat dirasakan kelegaan perasaan. Psikolog
juga dapat membantu individu dalam menemukan solusi yang tepat
melalui jurnal dan gambar.
c. Time Management. Mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi
stress akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan
teknik relaksasi dan sharing secara efektif dengan psikolog maupun
bersama orang terdekat dalam membentuk kepribadian yang kuat
d. Relaxation technique. Mengembalikan kondisi tubuh pada homestatik,
yaitu kondisi tenang sebelum ada stresor. Ada beberapa teknik relaksasi,
antara lain yaitu yoga, meditasi, dan bernafas diaphragmatic.

D. METODE DAN PETUNJUK PENGELOLAAN STRES


1. Metode Pengelolaan Stres
Marliani (2015: 283) menjelaskan bahwa stres tidak dapak dihindari,
tetapi dengan memahami stresor dan stres dapat meminimalisir stres yang tidak
diperlukan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola stres yaitu
metode freeze-frame yang mempunyai lima langkah yaitu:
a) Mengenali perasaan penuh tekanan
b) Menciotakan usaha nyata untuk mengalihkan fous dari pikiran-pikiran
yang berpacu atau emosi yang terganggu ke daerah-daerah di sekitar
jantung.
c) Mengingat persoalan yang positif dan menyenangkan atau saat-saat
dalam hidup yang membangkitkan perasaan positif aerta berusaha untuk
mengulanginya.
d) Menggunakan intuisi, pikiran yang sehat, dan kesungguhan, menanyakan
pada diri sendiri respons yang lebih efisien terhadap situasi yang dapat
meminimalisasikan ketegangan yang timbul.
e) Mendengarkan hal-hal yang dikatakan hati sebagai jawaban.

2. Petunjuk Pengelolaan Stres


Menurut Jacinta dalam Marliani (2015: 283) menjelaskan bahwa
petunjuk yang dapat digunakan untuk mengelola stres yaitu sebagai berikut:
a) Mempertahanan kesehatan tubuh sebaik mungkin, usahakan berbagai
cara agar tidak jatuh sakit.
b) Menerima diri sendiri apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan,
kegagalan ataupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan diri.
c) Memelihara hubungan persahabatan yang baik dengan seseorang yang
dianggap paling dapat diajak curhat.
d) Melakukan tindakan positif dalam mengatasi sumber stres dalam
pekerjaan.
e) Melakukan tindakan konstruktif dalam mengatasi sumber stres dalam
peerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi dalam pekerjaan.
f) Memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan
pekerjaan, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat.
g) Mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar peKerjaan, misalnya
berolahraga atau rekreasi.
h) Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya
kegiatan sosial dan keagamaan.

E. KIAT DAN CARA PENGURANGAN STRES


1. Kiat Pengurangan Stres
Marliani (2015: 286) memaparkan kiat-kiat atau taktik yang digunakan
dalam mengurangi stres agar tidak berkelanjutan, yaitu:
a. Sediakan Waktu Rileks
Menurut penelitian, stres yang berkaitan dengan pekerjaan dimulai sejak
pagi, sebelum berangkat kerja. Oleh karena itu, daripada memikirkan beban
pekerjaan yang sia-sia (tidak menemukan solusinya), lebih baik menggunakan
waktu luang untuk berelaksasi, seperti meditasi, yoga dan teknik pernapasan.
Dari beberapa contoh tersebut yang paling mudah adalah pernapasan.
Cukupdengan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan samapai tidak
ada lagi uadara yang tersisa di paru-paru.
b. Bersikap Lebih Asertif
Pada umumnya masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya
kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Oleh karena itu,
bicaraan dengan atasan, misalnya tentang tugas dan tanggung jawab tambahan.
Dengan demikian, pekerjaan dapat dilakukan dengan cara kerja seperti yang
diinginkan perusahaan.
c. Bekerja Lebih Efisien
Karyawan pada umumnya selalu kekurangan waktu untuk
menyelesaikan tugasnya karena watu dan cara pengerjaannya yang mungkin
terlalu membebani karyawan. Sehingga, untuk bekerja lebih efisien maka
karyawan harus pintar dalam memprioritaskan pekerjaan guna selesai dalam
waktu yang ditentukan.
d. Tingkatkan Energi dengan Tidur
Keadaan lelah dapat memicu stres karena hal-hal yang sepele, untuk itu
dianjurkan agar saat malam hari tidur dengan cukupdan berkualitas. Sementara
pada saat di waktu tengah bekerja yakni hanya dianjurkanuntuk tidur dalam
waktu 15 menit pada waktu jam istirahat.
e. Atur Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang teratur dan bersi, memberikan manfaat terhadap
performa kerja karyawan juga terhadap kesehatan. Jika tidak memungkinkan
untuk mengatur lingkungan kerjasecara besar-besaran maka cukuplah dimulai
dari tata letak mejadan terhindar dari asap rokok agar tetap nyaman dalam
bekerja tanpa mengganggu kesehatan sesama karyawan.
f. Tingkatkan Keterampilan
Tidak ada keterlambatan utu mempelajari keterampilan baru. Jika kurang
mampu berkomunikasi, keterampilan dapat dipelajari melalui buku-buku atau
latihan kepemimpinan yang seringdiadakan di kota-kota. Peningkatan
keterampilan akan menyebabkan seseorang menjadi karyawan yang lebih
berharga.
g. Pekerjaan Bukan Segalanya
Bekerja merupakan salah satu bentuk dari aktualisasi diri selain
kegiatan-kegiatanlainnya yang dapat menimbulkan perasaan nerguna bagi
seseorang. Dengan mengikutikegiatan lain diluar pekerjaan, stress ditempat
pekerjaan akan berkurang. Hal ini dapat memberikan keyakinan bahwa
meskipun tidak dapat memperbaiki keadaan ditempat kerja setidaknya ia dapat
memperbaiki keadaan dalam kehidupan.

2. Cara Pengurangan Stres


Marliani (2015: 284) menyatakan bahwa cara pengurangan stres dapat
dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan yaitu:
a. Relaksasi Otot
Sebuah persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah
pernapasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan
ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif
kontingensi adalah yang paling sering digunakan. Teknik ini terdiri atas
menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang, yang diawali dari
kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi
pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang direlasasikan.
b. Biofeedback
Perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otot dideteksi, diperkuat,
dan ditunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai
teknik manajemen stres individu dapat dilihat dari fungsi tubuh hingga tekanan
tertentu yang dikendalikan secara sukarela atau sadar, sehingga fungsi tubuh
tetap dapat dipertahankan dalam keadaan nonstres. Salah satu keunggulan dari
teknik ini yaitu memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh yang dapat
mengurangi kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan
tekanan dan migren, serta secara umum mengurangi manifestasi fisiologis
negatif dari stres.
c. Meditasi
Meditasi mengaktifkan respons relaksasi dengan mengarahkan ulang
pemikiran seseorang jauh dari dirinya. Respon relaksasi adalah kebalikan
fisiologis dan psikologis dari respons stres berperang atau lari. Herbet Benson
dalam Marliani (2015: 285) menyatakan bahwa meditasi mendapatkan respons
relaksasi melalui empat langkah, yaitu sebagai berikut:
1) Menemukan suatu lingungan yang tenang
2) Menggunakan suatu perangkat mental, seperti kata yang penuh dengan
kesan menyenangkan untuk mengubah pikiran dari yang berorientasi
secara eksternal
3) Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada sikap
yang pasif
4) Mengasumsikan posisi yang nyaman

d. Restrukturisasi Kognitif
Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam
manajemen stres dikenal sebagai restrukturisasi kognitif yang merupakan
respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau
pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran seseorang dalam
bentuk espektasi, keyakinan, dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan
pada situasi tertentu sehingga dapat menimbulkan respons emosional terhadap
situasi. Teknik ini berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang
tersebut menilai situasi secara berbeda.

F. KONSEP DASAR STRES DAN STRES KERJA


1. Pengertian Stres
Stres merupakan satu abstraksi dimana pembangkit stres (stressor) tidak
dapat dilihat akan tetapi akibat dari pembangkit stres tersebut yang dapat dilihat.
Menurut Morgan & King dalam Umam (2010) Stres adalah keadaaan yang
bersifat internal, yang disebabkan oleh tuntutan fisik (badan) atau lingkungan,
dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol. Selain itu, stres
juga dapat diartikan sebagai respon dari diri seseorang terhadap tantangan fisik
maupun mental yang datang dari dalam atau luar dirinya (Nasrudin, 2010). Pada
dasarnya, sebagian orang beranggapan bahwa yang dikatakan stres adalah suatu
sifat negatif yang harus dihindari. Pada kenyataannya stres tidak selamanya
bersifat negatif, ada pula stres yang bersifat positif yakni ketika stres
menawarkan perolehan yang potensial, misalnya yaitu kinerja yang unggul
ditunjukkan oleh seorang atlet dalam situasi mencekam. Pada kondisi inilah
stres bersifat positif pada diri suatu individu karena mampu meningkatkan
kinerja dan mendekati kemampuan maksimum (Marliani, 2015:261).
Style dalam (Munandar, 2012: 374) membagi stres menjadi dua bagian
yakni distress yang memiliki kemampuan destruktif dan eustress yang
merupakan kekuatan positif atau baik. Stres diperlukan untuk menghasilkan
prestasi yang tinggi. Semakin tinggi dorongan utuk berpestasi, maka stres juga
akan meningkat yang akan diikuti oleh produktifitas serta efisiensi yang
semakin meningkat pula. Stres dalam jumlah tertentu dapat mengarah ke
gagasan-gagasan inovatif dan keluaran yang konstruktif. Sedangkan menurut
Diana dalam (Marchelia, 2014) faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang
atau penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau
mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, reaksi terhadap
stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu
peristiwa.
Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat
adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batasan
kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir dan Muhith,
2011). Menurut Taylor dan Videbeck (Nasir dan Muhith, 2011) menyatakan
bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon. Respon stres dapat terlihat
dalam berbagai aspek sebagai berikut:
a) Respon fisiologi, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,
detak jantung, nadi dan system pernapasan.
b) Respon kognitif, dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif
individu seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi,
pikiran berulang dan pikiran tidak wajar.
c) Respon emosi, dapat muncul sangat luas menyangkut emosi yang
mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah dan
sebagainya.
d) Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight yaitu melawan
situasi yang menekan dan flight yaitu menghindari situasi yang
menekan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulan bahwa stres merupakan
suatu kondisi dimana lingkungan dengan kemampuan seorang individu
mengalami ketidak seimbangan karena faktor internal maupun faktor eksternal
sehingga dapat mengganggu ketenangan dan kenyamanan yang memberikan
respon terhadap fisiologi, kognitif, emosi dan tingkah laku yang berakibat pada
kematian, ada pula yang dapat meningatkan prestasi setiap individu.

2. Pengertian Stres Kerja


Menurut Selye stres kerja merupakan suatu konsep yang terus menerus
bertambah. Ini terjadi jika semakin banyak permintaan, maka semakin
bertambah munculnya potensi stres kerja dan peluang untuk menghadapi
ketegangan akan ikut bertambah pula. Sedangkan menurut Caplan stres kerja
mengacu pada semua karakteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman
kepada individu tersebut. Dua jenis stres kerja mungkin mengancam individu
yaitu baik berupa tuntutan dimana individu mungkin tidak berusaha mencapai
tujuannya atau persediaan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
individu tersebut (Wijono, 2011). Sedangkan menurut Munandar dalam (Syah
dan Indrawati, 2016) tuntutan kerja yang terlalu tinggi, seperti pekerjaan diluar
kontrol pekerja yang harus dilakukan secara berulang dan terus menerus,
evaluasi lampiran kerja oleh atasan. Pekerjaan yang berkaitkan dengan tanggung
jawab terhadap nyawa orang lain, lingkungan fisik pekerjaan yang tidak
nyaman, interpersonal yang tidak baik dalam lingkungan kerja, promosi jabatan
yang tidak kuat dan kontrol yang padat terhadap pekerjaan merupakan faktor
yang memperngaruhi munculnya stres kerja.
Menurut Rivai dan Jauvani (2011), stres sebagai suatu istilah paying
yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik,
perasaan gemuruh, anxiety, kemurungan dan hilang daya. Dapat disimpulkan
dari definisi diatas bahwa stres kerja adalah interaksi antara kondisi kerja
dengan sifat-sifat pegawai yang bekerja yang merubah fungsi normal secara
fisik, psikologis maupun perilaku yang berasal dari tuntutan pekerjaan yang
melebihi kemampuan pegawai atau kondisi lingkungan yang menimbulkan stres
yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi pegawai maupun organisasi
tempat dia bekerja yang membutuhkan solusi baik itu dari personal maupun
instansi. Sedangkan menurut Cooper (dalam Setiadi, Miftah dkk, 2016)
menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres yaitu
kondisi Pekerjaan, meliputi beban kerja berlebihan secara kuantitatif, beban
kerja berlebihan secara kualitatif dan jadwal bekerja yang begitu ketat.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan
kondisi dimana seseorang merasa terbebani karena tuntutan dan emampuan yang
dimilikinya tidak seimbang sehingga sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang berakibat pada terganggunya ativitas bekerja seorang karyawan.

3. Faktor Penyebab Stres (Stresor)


Sumber stres (stresor) adalah faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan stres.
Dengan kata lain, stesor merupakan syarat untuk mengalami respon stres.
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam (Marliani, 2015: 263) menjelaskan bahwa
stesor dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a) Tingkat Individu
Stresor ini berkaitan secara langsung dengan tugas kerja seorang. Contoh
stesor yang paling umum adalah tuntutan pekerjaan, kelebihan beban kerja,
konflik peran, ambiguitas peran, pengendalian yang dirasakan atas peristiwa
yang muncul dalam lingkungan kerja, dan karakteristik pekerjaan.
b) Tingkat Kelompok
Stresor ini disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku manajerial.
Para manajer menciptakan stress pada karyawan dengan cara:
1) Menunjukkan perilaku yang tidak konsisten
2) Gagal memberikan dukungan
3) Menunjukkan kekurangpedulian
4) Memberikan arahan yang tidak memadai
5) Menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang tinggi
6) Memfokuskan pada hal-hal negative dan mengabaikan kinerja
yang baik.
c) Tingkat Organisasi
Stresor organisasi memengaruhi sebagian besar karyawan. sebagai
contoh yaitu sebuah lingkungan dengan tekanan tinggi yang menempatkan
permintaan kerja yang terus-menerus pada karyawan akan memunculkan respon
stres. Sebaliknya, penelitian menyediakan dukungan awal untuk gagasan bahwa
manajemen parsipatis dapat mengurangi stres organisasional.
d) Luar Organisasi (Ekstraorganisasional)
Stresor ini disebabkan oleh faktor diluar organisasi, contohnya yaitu konflik
yang berkaitan dengan penyeimbangan kehidupan karier dan keluarga dapat
menyebabkan stres. Status sosial ekonomi merupakan stresor ekstra
organisasional yang lain. Stres yang lebih tinggi terjadi pada orang-orang
dengan status sosial ekonomi lebih rendah, yang menggambarkan kombinasi
dari:
1) Status ekonomi, sebagaimana diukur dengan pendapatan
2) Status sosial, yang dinilai dengan tingkat pendidikan
3) Status kerja, sebagaimana diindekskan oleh pekerjaan
Athar dalam Saputri (2012) mengungkapkan bahwa stres kerja secara
psikologis disebabkan oleh faktor-faktor:
Ketakutan yang tidak diketahui dan ketidakmampuan kita untuk mengenal,
meramalkan dan mengawasi.
a) Kekurangan segala sesuatu, orang-orang dalam kehidupan kita tidak
menyenangi kita, ketidak mampuan kita untuk menutupi kekurangan-
kekurangan atau menerima mereka.
b) Ketidak mampuan kita untuk menatap masa depan. Yang pada
kenyataanya kita lebih menjadikan sebuah pesan, ketika kita harus
melakukan pandangan kedepan.
c) Konflik-konflik diantara pikiran dan kenyataan dan kegagalan untuk
menerima realitas. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak
dapat berfungsi secara optimal atau menyebabkan seseorang jatuh sakit,
tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja, tetapi dari
beberapa pembangkit stres.
Sedangkan, menurut Selye (dalam Munandar, 2012:372) menyatakan
bahwa yang menyebabkan stres yaitu ketika reaksi badan tidak cukup,
berlebihan atau salah, maka reaksi badan itu sendiri yang dapat menimbulkan
diseases of adaptation (penyakit dari adaptasi). Hal ini disebabkan oleh reaksi
adaptif yang kacau dari badan kita yang dapat merusak pada hasil. Namun, hal
ini dibantah dan mendapat kritikan dari beberapa peneliti bahwa stres tidak
dapat dipandang hanya sebagai suatu jawaban, akan tetapi merupakan fungsi
dari individu yang dapat menafsirkan situasi. Setiap orang memiliki reaksi yang
berbeda-beda walaupun terhadap stres yang sama. Seseorang tidak langsung
memberikan jawaban terhadap tres jika tidak memiliki arti baginya, dan
sebaliknya jika memiliki arti maka rangsangan tersebut akan dijawab oleh
individu sesuai dengan persepsi masing-masing. Salah satu contoh yaitu,
menghadapi ujian dapat menunjukkan adanya setres bagi sebagian orang, namun
tidak terhadap sebagian orang yang lainnya tergantung persepsi setiap individu.
Hal ini tergantung pada tingkat kesiapan dan kemampuan seseorang
dalammenghadapi situasi yang kemudian akan diterjemahkan oleh otak sebagai
distress atau eustress.
Dwiyanti dalam (Marliani, 2015: 266) menyederhanakan faktor
penyebab munculnya stres di lingkungan kerja ke dalam tiga bagian yaitu:
1) Faktor lingkungan kerja, dapat berupa kondisifisik, manajemen kantor
atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
2) Faktor personal, berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi
atau kondisi sosial-ekonomi keluarga tempat pribadi berada dan
mengembangkan diri.
3) Faktor pribadi: penyebab munculnya stres. Sekalipun faktor kedua tida
secara langsung beraitan dengan kondisi pekerjaan, karena dampak yang
ditimbulkan pekerjaan cukup besar, faktor pribadi ditempatan sebagai
sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum, faktor pribadi
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Tidak adanya dukungan sosial, artinya stres akan cenderung
muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari
lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial dapat berupa
dukungan dari lingkungan pekerjaan atau lingkungan keluarga.
Begitu juga, ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari
rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan), cenderung
lebih mudah terena stres.
b) Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan
eputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan
kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka
tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab
dan kewenangannya. Stres kerja juga dapat terjadi ketika seorang
karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang
menyangkut dirinya.
c) Kondisi lingkungan kerja fisik dapat berupa suhu yang terlalu
panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan
ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya,
begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Disamping itu,
kebisingan juga memberikan andil yang besar terhadap
munculnya stres kerja sebab beberapa orang sangat sensitif pada
kebisingan dibandingkan dengan yang lain.
d) Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang mengalami stress
dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manahernya
sitif, tidak percaya orang lain (khusunya bawahan), perfeksionis,
terlalu mendramatisasi suasana hati atau peristiwa sehingga
memengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Minner
dalam (Marliani, 2015:267) menyatakan bahwa situasi kerja
atasan yang selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa
yang semestinya sepele, menyebabkan karyawan tidak leluasa
dalam bekerja yang pada akhirnya akan menimbulkan stres.
e) Tipe kepribadian, artinya seseorang dengan kepribaan tipe A
cenderung mengalami stres deibandingkan dengan kepribadian
tipe B. beberapa kepribadian tipe ini adalah sering merasa buru-
buru dalam menjalankan pekerjaan, tidak sabar, konsentrasi
terpecah pada beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama,
cenderung tidak puas dengan hidup (apa yang diraihnya),
cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam
situasi nonkompetitif.
f) Peristiwa/pengalaman pribadi, artinya stres kerja sering
disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian
pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah,
kehamilan yang tidak diinginkan, peristiwa traumatis, atau
mengahadapi masalah (pelanggaran hukum).
4. Gejala Stres
Anoraga dalam Saputri (2012) menjelaskan gejala stres meliputi:
a. Fisiologi: sakit kepala, sakit maag, mudah kaget, banyak keluar keringat
dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai
punggung, dada rasa panas atau nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan,
gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala
kulit, kejang-kejang, bermacammacam gangguan menstruasi, keputihan,
pingsan, dan sejumlah gejala lain.
b. Psikologis: pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan,
cemas, khawatir, mimpimimpi buruk, murung, mudah marah atau
jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, merasa putus asa,
dan sebagainya.
c. Perilaku: makin banyak merokok/minum/makan, menarik diri dari
pergaulan sosial, mudah bertengkar, dan lainnya.
Taylor dalam (Segarahayu, 2013) menyatakan bahwa tanda-tanda atau
gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Aspek Emosional (Perasaan). Meliputi: merasa cemas, merasa ketakutan,
merasa mudah marah, merasa suka murung, dan merasa tidak mampu
menanggulangi.
b) Aspek Kognitif (Pikiran) . Meliputi: Penghargaan atas diri rendah, takut
gagal, tidak mampu berkonsentrasi, mudah bertindak memalukan,
khawatir akan masa, Mudah lupa, dan emosi tidak stabil.
c) Aspek perilaku sosial. Meliputi: Jika berbicara gagap atau gugup dan
kesukaran bicara lainnya enggan bekerja sama tidak mampu rileks,
menangis tanpa alasan yang jelas bertindak impulsif atau bertindak
sesuka hati, mudah kaget atau terkejut, menggertakkan gigi, frekuensi
merokok meningkat, penggunaan obat-obatan dan alkohol meningkat,
mudah celaka, dan kehilangan nafsu makan atau selera makan berlebihan
d) Aspek fisiologis. Meliputi: Berkeringat, detak jantung meningkat,
menggigil atau gemetaran, gelisah atau gugup, mulut dan kerongkongan
kering, mudah letih, sering buang air kencing, mempunyai masalah
dengan tidur, diare/ ketidaksanggupan mencerna/ muntah, perut melilit
atau sembelit, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan sakit pada leher
dan atau punggung bawah.
Selain itu, gejala stres juga dijelaskan dalam (Marliani, 2015: 262)
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a) Fisik: yaitu fisik memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembap, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit,
letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
b) Perilaku: yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham,
tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit
berkonsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya
kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan, dan hilangnya minat
terhadap orang lain.
c) Watak dan kepribadian: yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan , cemas menjadi leas panic, kurang percaya diri menjadi
rawan, penjengel menjadi meledak-ledak.
5. Macam Stres
Style dalam (Munandar, 2012: 374) membagi stres menjadi dua bagian
yakni distress yang memiliki kemampuan destruktif dan eustress yang
merupakan kekuatan positif atau baik.
a. Distress
Distress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang tidak
menyenangkan. Sebagai contoh: pertengkaran, kematian pasangan hidup, dan
lain-lain. Distres dibedakan menjadi dua yaitu pertama distress internal adalah
tipe stres yang buruk. Distres ini merupakan tipe stres negatif hasil dari
pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi yang tidak terduga dan
tidak nyaman. Pada dasarnya, tubuh kita menginginkan rasa aman sehingga
apabila rasa tersebut terusik, tubuh pun mengalami distres. Yang kedua yaitu
distress akut merupakan stres yang terjadi ketika seseorang mengalami distres
yang dipicu oleh peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres
kronik terjadi ketika seseorang harus menahan stres dalam waktu yang lama.
Kedua tipe stres ini akan memicu timbulnya hiperstres. Berikut tanda-tanda
distress yaitu sebagai berikut:
1) Tanda-tanda suasana hati (mood)
a) Menjadi overexcited
b) Cemas
c) Merasa tidak pasti
d) Sulit tidur pada malam hari (somnabulisme)
e) Menjadi mudah bingung dan lupa
f) Menjadi sangat tidak-enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at
ease)
g) menjadi gugup (nervous)

2) Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal)


a) Jari-jari dan tangan gemetar
b) Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat
c) Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)
d) Kepala mulai sakit
e) Merasa otot menjadi tegang atau kaku
f) Menggagap jika berbicara
g) Leher menjadi kaku
3) Tanda-tanda organ-organ dalam badan (visceral)
a) Perut terganggu
b) Merasa jantung berdebar
c) Banyak bereringat
d) Tangan berkeringat
e) Merasa kepala ringan atau aan pingsan
f) Mengalami kedinginan (cold chills)
g) Wajah menjadi panas
h) Mulut menjadi kering
i) Mendengar bunyi bordering dalam telinga
j) Mengalami rasa akan tenggelam dalam perut (sinking feeling)
b. Eustress
Eustress merupakan jenis stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang
menyenangkan. Sebagai contoh: perubahan peran setelah menikah, kelahiran
anak pertama, dan lain-lain. Eustres dapat dikatakan sebagai stres yang sangat
berguna lantaran dapat membuat tubuh menjadi lebih waspada. Eustres
membuat tubuh dan pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak tantangan,
bahkan bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi kekuatan
dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Fyrzha. 2011. Teori afirmasi Positif Mengoptimalkan Potensi Diri.
Litiloly, F & Swastiningsih, N. 2014. Manajemen Stres Pada Istri yang
Mengalami Long Distance Marriag. Jurnal Empathy Vol. 2 No. 2.
Universitas Ahmad Dahlan.
Marchelia. 2014. Stres Kerja Ditinjau Dari Shift Kerja Pada Karyawan. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 02. No. 01. Januari 2014.
Marliani, Rosleny.(2015).Psikologi Industri dan Organisasi.Bandung:Pustaka
Setia.
Mumpuni, Yekti dan Ari Wulandari. 2010. Cara Jitu Mengatasi Stres.
Yogyakarta: Andi
Munandar, S.C. Utami. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
Rineka Cipta. Jakarta.
Nasir abdul & Muhith abdul.2011. Dasar–Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta,
Salemba Medika, 2011
Nasrudin, Endin. 2010. Psikologi Manajemen. Bandung : Pustaka Setia.
Nazmy. 2012. Teknik Afirmasi Positif.
Saputri, N. E. (2012). Hubungan antara stres kerja dengan produktivitas kerja
karyawan sebagai variabel intervening (Studi pada RSUD Tugurejo
Semarang). Skripsi. Program Sarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Segarahayu, R. D. (2013). Pengaruh manajemen stres terhadap penurunan
tingkat stres pada narapidana di LPW Malang. UM the Learning
University, 1(1).
Setiadi, N. J., Miftah, G. R., & Nugraha, K. S. W. (2016). Stres Kerja dan
Motivasi Karyawan Lini Depan Serta Pengaruhnya Terhadap Kepuasan
Kerja: Kajian Empiris Pada Beberapa Perusahaan Jasa Sub Sektor
Industri Kreatif. UNEJ e-Proceeding, 231-243.
Solichatun, Yulia. 2011. Stres dan Strategi Coping Pada Anak Didik di
Lembaga Pemasyarakatan Anak. Jurnal Psikologi Islam, (Online), Vol.8
No.1
Syah, N Ready & Indrawati, S Endang. 2016. Hubungan Antara Kepuasan
Kerja Dengan Stres Kerja Pada Sopir Bus Po Agra Mas (Divisi Akap)
Jurusan Wonogiri-Jakarta. Jurnal Empati. Volume 5(3).
Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung : Pustaka Setia.
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, 2011. Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Peursahaan dari Teori ke Praktik. PT Raja Grafindo,
Jakarta
Wijono, sutarto. 2011. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta. Kencana.

Anda mungkin juga menyukai