TES INTELEGENSI
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikodiagnostik I
Dosen Pengampu:
Dr. Retno Mangestuti, M.Si
Disusun Oleh:
1. Syifia Irsahamida (18410006)
2. Mohammad Ridho Maftuchan (18410011)
3. Fika Charisatul Fitria (18410034)
4. Nikmatul Bahril Wahdah (18410104)
5. Aurora Virana Tirza Milenietha (18410123)
6. Novian Ferry Setyawan (18410154)
7. Dzihan Asnafil Masda (18410164)
8. Humaira Salma S (18410206)
9. Habibah Islachiyani Prayitno (18410217)
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intelegensi adalah salah satu topik yang paling banyak diteliti dalam ranah
psikologi. Pemahaman mengenai teori-teori intelegensi itu sendiri sangat erat
hubungannya dengan validitas konstruk IQ yang diukur. Definisi intelegensi masih
sulit dipahami serta masih disertai kontroversi dan misteri. Pada kenyataannya,
pembahasan berikut akan menggambarkan paradoks utama dalam tes modern: Para
ahli psikometri lebih baik dalam mengukur intelegensi daripada merumuskan
konsep intelegensi itu sendiri. Meskipun mendefinisikan intelegensi merupakan
pekerjaan yang sangat sulit, banyak hal yang bisa diperoleh dengan meninjau
kembali definisi-definisi yang telah ada hingga saat ini.
Tes adalah suatu prosedur standar untuk mengambil sampel perilaku dan
menggambarkannya dalam kategori atau skor. Intelegensi berasal dari bahasa latin
“Intelegensia”, “Inter” (diantara), dan “Lego” (memilih). Dalam bahasa Inggris
disebut “Intelligence” yang artinya kecerdasan atau kepandaian. Suryasubrata
mendefinisikan intelegensi sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu
untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang
sedang dihadapi. Pengertian intelegensi yang paling banyak dianut para ahli adalah
yang dikemukakan oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa intelegensi merupakan
pembangkit atau kapasitas global individu untuk bertindak, bertujuan, berpikir
rasional, dan berhubungan efektif dengan lingkungannya.
Meskipun ada keberagaman sudut pandang, terdapat dua hal pokok yang
muncul berulang kali dalam definisi para ahli mengenai intelegensi. Secara umum,
para ahli cenderung setuju bahwa intelegensi adalah kapasitas untuk belajar dari
pengalaman dan kapasitas untuk beradaptasi dengan suatu lingkungan.
Pembelajaran dan adaptasi adalah dua hal sangat penting bagi intelegensi yang
menonjol dalam beberapa kasus cacat mental di mana seseorang tidak memiliki
kapasitas atau kapasitas lainnya dalam derajat tertentu.
Adapun jenis-jeis tesnya, yaitu tes WAIS, tes WISC, tes CFIT, tes binet, tes
IST, dan tes SPM. Berikut ini akan dijelaskan mengenai tes intelegensi dan jenis-
jenis tes tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang tes intelegensi.
2. Menjelaskan tentang tes WAIS.
3. Menjelaskan tentang tes WISC.
4. Menjelaskan tentang tes CFIT.
5. Menjelaskan tentang tes binet.
6. Menjelaskan tentang tes IST.
7. Menjelaskan tentang tes SPM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tes Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu topik yang paling banyak diteliti dalam ranah
psikologi. Pemahaman mengenai teori-teori intelegensi itu sendiri sangat erat
hubungannya dengan validitas konstruk IQ yang diukur. Definisi intelegensi masih
sulit dipahami serta masih disertai kontroversi dan misteri. Pada kenyataannya,
pembahasan berikut akan menggambarkan paradoks utama dalam tes modern: Para
ahli psikometri lebih baik dalam mengukur intelegensi daripada merumuskan
konsep intelegensi itu sendiri. Meskipun mendefinisikan intelegensi merupakan
pekerjaan yang sangat sulit, banyak hal yang bisa diperoleh dengan meninjau
kembali definisi-definisi yang telah ada hingga saat ini.
Tes adalah suatu prosedur standar untuk mengambil sampel perilaku dan
menggambarkannya dalam kategori atau skor. Intelegensi berasal dari bahasa latin
“Intelegensia”, “Inter” (diantara), dan “Lego” (memilih). Dalam bahasa Inggris
disebut “Intelligence” yang artinya kecerdasan atau kepandaian.
Meskipun ada keberagaman sudut pandang, terdapat dua hal pokok yang
muncul berulang kali dalam definisi para ahli mengenai intelegensi. Secara umum,
para ahli cenderung setuju bahwa intelegensi adalah kapasitas untuk belajar dari
pengalaman dan kapasitas untuk beradaptasi dengan suatu lingkungan.
Pembelajaran dan adaptasi adalah dua hal sangat penting bagi intelegensi yang
menonjol dalam beberapa kasus cacat mental di mana seseorang tidak memiliki
kapasitas atau kapasitas lainnya dalam derajat tertentu.
a. Faktor Pembawaan
b. Faktor Kematangan
c. Faktor Pembentukan
Setelah kita mengetahui makna dan maksud dari tes intelegensi, dan faktor
yang mempengaruhi tes intelegensi, maka ada juga beberapa manfaat dari tes
tersebut, diantaranya dalam dunia pendidikan, dunia industri dan organisasi:
Selama penyajian tes dan penilaian WAIS, tester harus melakukan langkah-
langkah yang bersifat administratif, yaitu:
Nilai, catat angka-angka untuk setiap soal dengan teliti dan jelas sebagaimana
menilai suatu jawaban soal.
Bila ada hadiah, catat waktu yang digunakan oleh subjek dan nilai hadiahnya
dengan teliti.
Bilamana soal-soal permulaan dari suatu tes tidak diberikan, seperti halnya
dalam tes informasi, pengertian, hitungan, dan perbendaharaan kata, jangan
lupa memberi nilai pada soal-soal tersebut.
Periksa penjumlahan nilai-nilai soal dalam menghitung angka kasar dari tes.
Pastikan bahwa angka kasar untuk setiap tes sudah dipindahkan ke ruangan
yang selayaknya dalam bagian ringkasan pada sampul formulir penilaian.
Cocokkan umur subjek dengan mengurangi umur yang dinyatakan dengan
tanggal testing atau periksa catatan yang dapat dipercaya.
Hindari kesalahan-kesalahan dalam menyalin angka kasar ke angka skala dan
angka skala ke angka kecerdasan (IQ). Ulangi langkah-langkah dalam
menggunakan tabel-tabel untuk mengoreksi kesalahan membaca.
Periksa semua pemindahan bahan, perhitungan, dan penyalinan angka-angka
secara teliti.
C. Tes WISC
a. Skala Verbal adalah skala untuk mengukur kemampuan bekerja dengan simbol
abstrak yang bermanfaat untuk mengetahui latar belakang pendidikan. Skala
verbal terdiri dari beberapa subtes, yaitu:
1. Information (Informasi), Mengukur tingkat pengetahuan, berisi
pertanyaan yang biasanya orang dewasa tahu atau pengetahuan umun yang
biasa dipelajari. Sub ini juga berfungsi meningkatkan minat untuk
mengumpulkan informasi atau perhatian pada keadaan sehari-hari atau
budaya.
2. Comprehension (Pengertian), Untuk menilai pengetahuan umum dan
penarikan kesimpulan. Meningkatkan kepatuhan terhadap standar dan
kesadaran sosial. Dalam sub ini cara yang efisien untuk menghadapi
masalah yaitu bisa menerapkan atau menggunakan pengetahuan secara
tepat.
3. Arithmatic (Hitungan), Untuk menilai tingkat konsentrasi yang dapat
dipengaruhi oleh kecemasan dan stres. Mengatasi masalah pada anak-anak
sekolah dasar. Sub ini juga dapat menjadi salah satu indikator prestasi
belajar. Jumlah soal 16.
4. Similarities (Persamaan), Untuk mengukur penilaian abstrak (bagaimana
dua hal berkaitan atau berhubungan). Dapat melatih pembentukan konsep
verbal, berpikir abstrak, asosiatif, dan induktif. Bagi testi berusia 8 tahun
atau lebih tua dan diperkirakan mengalami gangguan mental jumlah soal 4,
nilai 1 untuk tiap-tiap soal. Bagi testi berusia 8 tahun atau lebih tua yang
diperkirakan tidak mengalami keterbelakangan mental jumlah soal 12, nilai
2, 1 atau 0 untuk tiap-tiap soal.
5. Vocabulary (Perbendaharaan Kata), Untuk menilai kosakata. Terdapat
di long-term memori. Meningkatakan konsep verbal dan meningkatkan
perkembangan bahasa anak. Subtes ini paling tahan terhadap gangguan
psikologi atau neurotic. Jumlah soal 4. Nilai tiap-tiap kata dinilai 2, 1 atau
0 kecuali kata-kata dari nomor 1-5 dinilai 2 atau 0.
6. Digit Span (Rentangan Angka), Berisi pengulangan angka dari 3 sampai
9 digit dan 2 sampai 8 digit mundur. Untuk menilai memori dan efek dari
kekacauan kecemasan. Tersimpan di short-term memori. Dapat dipengaruhi
oleh kecemasan dan stres. Angka maju = Jumlah rangkaian 9. Angka
mundur = Jumlah rangkaian 8.
b. Skala Performance berguna untuk meningkatkan kontak nonverbal dengan
lingkungan, integrasi stimuli dengan respon motorik, kemampuan bekerja
dalam situasi konkrit. Skala ini terbagi menjadi beberapa sub, yaitu:
1. Picture Completion (Melengkapi Gambar), Tes dengan gambar-gambar
yang ada bagian-bagian yang hilang. Untuk mengukur kecakapan terhadap
detail-detail atau ketelitian, sub tes ini dapat melatih konsentrasi visual,
meningkatkan pengetahuan umum nonverbal (budaya). Jumlah gambar 20.
Nilai tiap-tiap gambar yang dijawab benar dinilai 1.
2. Picture Arrangement (Mengatur Gambar), Satu set gambar-gambar
yang disusun menjadi sebuah cerita. Berguna untuk mengukur kemampuan
membuat perencanaan. Kemampuan merencana, menginterpretasi dan
mengantisipasi situasi sosial subtes ini merupakan ukuran intelegensi sosial
anak. Bagi testi yang berusia 8 tahun atau lebih tua yang diperkirakan tidak
mengalami keterbelakangan mental. Jumlah gambar 7. Nilai lihat tabel
untuk tiap menitnya dan kelengkapan urutan gambar.
3. Block Design (Rancangan Balok), Sebuah desain untuk menyusun blok-
blok yang penuh warna. Mengukur pertimbangan secara non lisan. Dalam
sub ini membutuhkan daya abstraksi, fleksibilitas, dan bisa menekan
impulsivitas. Bagi testi berusia 8 tahun atau yang lebih tua dan diperkirakan
tidak mengalami gangguan mental. Jumlah gambar 7.
4. Object Assembly (Merakit Objek), Desain yang menyediakan objek-
objek yang familiar seperti tangan, untuk disusun. Menilai kemampuan
melihat hubungan dan membuat menjadi satu bagian. Terdapat kemampuan
membedakan konfigurasi, menyangkut antisipasi, perencanaan, dan
konseptualisasi. Jumlah rakitan 5. Nilai lihat pada tabel buku petunjuk
WISC.
5. Digit Symbol (Simbol Angka), Mengukur pertimbangan visual-motor.
Dengan cara memasangkan 9 simbol dengan 9 digit angka sesuai dengan
urutan yang tersedia. Di dalamnya kemampuan mempelajari materi yang
belum familiar dan kemampuan bekerja di bawah tekanan.
6. Mazes, Kemampuan merencana, merangkai, dan organisasi visual. Dalam
sub ini skor yang amat rendah mengindikasikan ketidakseimbangan
cerebral, terutama daerah frontal.
D. Tes CFIT
Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan tes yang bersifat adil
budaya. Tes ini ditemukan oleh Raymon B. Cattell seorang psikolog pengukuran
terkemuka pada tahun 1940. Tujuan CFIT adalah mengukur intelegensi cair
kemampuan analitis dan penalaran dalam situasi abstrak dan baru dengan cara yang
sebisa mungkin “bebas” dari bias budaya. Pendapat lain mengatakan bahawa tes
yang dikembangkan oleh Cattell ini digunakan untuk mengukur intelegensi
individu yang bertujuan untuk mengurangi kecakapan verbal, iklim budaya, dan
tingkat pendidikan. Alasan yang dikemukakan oleh Cattell adalah perbedaan
budaya dapat mempengaruhi performa tes atau hasil tes sehingga disebutlah tes
CFIT yang sifatnya adil budaya dan CFIT merupakan alat ukur nonverbal yang
waktu pengerjaannya sangat singkat, yaitu sekitar 20 hingga 40 menit.
Setelah penemuan alat tes CFIT ini, CFIT sering mengalami beberapa revisi
hingga revisi terakhir pada tahun 1961. CFIT memiliki 3 jenis tes, yaitu:
Setiap tes memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya dan
memiliki tingkat kesulitannya masing-masing. Pendapat lain mengatakan bahwa tes
CFIT merupakan tes yang dimaksudkan untuk mengukur tingkat Fluid Ability
seseorang atau kemampuan kognitif seseorang yang bersifat herediter di mana
kemampuan kognitif tersebut nantinya akan mempengaruhi kemampuan kognitif
lainnya, seperti Cristalized Ability.
1. Subtes 1 Seris, Tes ini memiliki soal dengan menampilkan sederet kotak yang
berisi gambar, namun terdapat kotak kosong pada kotak terakhir. Testi diminta
untuk melanjutkan gambar tersebut dengan memilih 5 pilihan jawaban A, B, C,
D, E, F. Perlu diketahui bahwa sederet gambar tersebut memiliki pola tertentu,
sehingga testi diharapkan mampu mengurutkan pola tersebut pada kotak
terakhir.
2. Subtes 2 Clasification, Pada soal ini terdapat 5 buah gambar yang disusun
secara berdampingan. Testi diminta untuk menemukan 2 gambar yang memiliki
karakteristik sama, sedangkan 3 gambar lainnya sebagai pengecoh.
3. Subtes 3 Matrices, Pada soal ini, testi akan menemukan sebuah kotak besar
yang di dalamnya terdapat kotak-kotak kecil bergambar garis tebal miring.
Sedangkan kotak yang berada di bagian kanan bawah masih kosong. Testi
diminta untuk melengkapi bagian yang kosong tersebut.
4. Subtes 4 Topology atau Condition, Pada contoh soal nomor 1 terdapat kotak
yang berisi gambar dan memiliki titik hitam tebal. Testi diminta untuk mencari
gambar yang memiliki titik hitam, di mana titik tersebut berada pada dua
gambar sekaligus.
Sistem penilaian pada tes CFIT ini memiliki dua tahap skoring, yaitu:
1. Raw Score (RS), yaitu nilai atau skor dari jumlah jawaban yang benar.
2. Scoled Score (SS), yaitu nilai atau skor hasil konversi Raw Score.
E. Tes Binet
Tes Stanford-Binet tidak lepas dari nama seorang psikolog Perancis yang
bernama Alfred Binet (1957-1911), merupakan pencipta Tes IQ yang praktis
pertama kali. Pada tahun 1905, Binet mendapat sebuah tugas dari pemerintah untuk
mendeteksi anak-anak yang memiliki kecerdasan terbelakang. Binet berasumsi
bahwa kecerdasan dapat diukur melalui tugas-tugas yang menggunakan penalaran
dan pemecahan masalah bukan pada keterampilan motorik (fisik).
Fungsi intelegensi yang utama ada 3, yaitu: (a) untuk menilai, (b) untuk
memakai, (c) untuk menalar. Menurut Binet anak yang embisil atau moron
kurang di dalam menilai, tetapi untuk tuna rungu dan tuna netra tidak.
Kecerdasan meningkat sesuai perkembangan usia.
Kecerdasan dapat diketahui atau diukur dengan menggunakan beberapa
macam tugas.
Dalam melakukan tugasnya ini, Binet bekerja sama dengan ahli psikologi
Perancis, Theodore Simon yang kemudian menerbitkan skala Binet-Simon yang
pertama. Skala ini, dikenal sebagai skala 1905, tes Standford-Binet memiliki 30
masalah atau tes yang diatur dalam urutan tingkat kesulitan yang makin tinggi.
Tingkat kesulitan ditentukan secara empiris dengan menyelenggarakan tes pada 50
anak normal berusia 3-11 tahun, pada sejumlah anak terbelakang mental, dan orang
dewasa.
Dari 30 item tes, selain mengukur kemampuan mental juga mengukur aspek
fisiologi, seperti:
Pada tahun 1908, skala kedua, jumlah tes ditingkatkan, sejumlah tes yang
tidak memuaskan dari skala terdahulu dihapus, dan semua tes dikelompokkan
dalam tingkatan umur atas dasar kinerja dari 300 anak normal berusia antara 3-13
tahun. Skor anak pada seluruh tes bisa dirumuskan sebagai tingkatan mental yang
berhubungan dengan usia anak-anak normal yang kinerjanya ia samakan. Bahkan
sebelum revisi 1908, tes Binet-Simon menarik perhatian luas para psikolog di
seluruh dunia. Terjemahan dan adaptasi muncul di banyak negara, termasuk di
Amerika Serikat. Pertama kali dilakukan oleh H. H. Goddard, kemudian oleh
psikolog riset di Vineland Training School (untuk anak-anak terbelakang mental).
Revisi tahun 1911 ini adalah mulai menggunakan MA. Sistem skoringnya
tetap dengan memberi bobot 0-2 untuk tiap-tiap soal.
c) Revisi tahun 1916
Setelah dipakai selama lima tahun, dilakukan revisi lagi setelah Binet
meninggal (18 Oktober 1911). Revisi 1916 revisi yang paling terkenal yang
dilakukan di Universitas Stanford, sehingga sering disebut Stanford-Binet Test,
yang dilakukan oleh Lewis Terman dan kawan-kawan. Yang dirubah adalah item-
itemnya ditambah 1/3 yang baru, tes lalu dialih bahasa dari bahasa Perancis ke
bahasa Inggris. Sudah dimulai dengan metode-metode cermat, karena
dikembangkan aspek psikologis secara cermat.
F. Tes IST
Intelligence Structure Test (IST) merupakan salah satu tes psikologi untuk
mengukur tingkat intelegensi seseorang. Tes IST sangat familiar digunakan oleh
biro-biro psikologi saat ini. Tes IST merupakan salah satu tes yang digunakan untuk
mengukur intelegensi individu. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di
Frankfurt, Jerman pada tahun 1953. Amthauer mendefinisikan intelegensi sebagai
keseluruhan struktur dari kemampuan jiwa-rohani manusia yang akan tampak jelas
dalam hasil tes. Intelegensi hanya akan dapat dikenali (dilihat) melalui
manifestasinya misalnya pada hasil atau prestasi suatu tes.
Pandangan Amthaeur pada dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori
bifaktor, teori multifaktor, model struktur intelegensi Guilford, dan teori hirarki
faktor. Berdasarkan teori faktor, untuk mengukur intelegensi seseorang diperlukan
suatu rangkaian baterai tes yang terdiri dari subtes-subtes. Antara subtes satu
dengan lainnya, ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor yang sama,
tapi ada juga yang tidak berhubungan karena masing-masingnya mengukur faktor
khusus.
Tes IST yang pertama ini pada awalnya hanya digunakan untuk individu
usia 14 sampai dengan 60 tahun. Proses penyusunan norma diambil dari 4.000
subjek pada tahun 1953.
b) Tes IST tahun 1955
Pada IST 1955 rentang usia untuk subjek diperluas menjadi dari umur 13
tahun. Subjek dalam penyusunan norma bertambah menjadi 8.642 orang. Pada tes
ini sudah ada pengelompokan jenis kelamin dan kelompok usia.
Sebagai koreksi dari IST 70, pada IST 2000 tidak terdapat soal kalimat pada
soal hitungan.
Tes ini dipandang sebagai gestalt (menyeluruh), yang terdiri dari bagian-
bagian yang saling berhubungan secara makna (struktur). Di mana struktur
intelegensi tertentu meggambarkan pola kerja tertentu, sehingga akan cocok untuk
profesi atau pekerjaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut IST umum digunakan
untuk memahami diri dan pengembangan pribadi, merencanakan pendidikan dan
karir serta membantu pengambilan keputusan dalam hidup individu.
IST terdiri dari sembilan subtes yang keseluruhannya berjumlah 176 item.
Masing-masing subtes memiliki batas waktu yang berbeda-beda dan
diadministrasikan dengan menggunakan manual.
1. SE: melengkapi kalimat. Pada subtes ini yang diukur adalah pembentukan
keputusan, common sense (memanfaatkan pengalaman masa lalu), penekanan
pada praktis-konkrit, pemaknaan realitas, dan berpikir secara mandiri.
2. WA: melengkapi kalimat. Pada subtes ini akan diukur kemampuan bahasa,
perasaan empati, berpikir induktif menggunakan bahasa, dan memahami
pengertian bahasa.
3. AN: persamaan kata. Pada subtes ini yang diukur adalah kemampuan
fleksibilitas dalam berpikir, daya mengkombinasikan, mendeteksi dan
memindahkan hubungan-hubungan, serta kejelasan dan kekonsekuenan dalam
berpikir.
4. GE: sifat yang dimiliki bersama. Pada subtes ini hal yang akan diukur adalah
kemampuan abstraksi verbal, kemampuan untuk menyatakan pengertian akan
sesuatu dalam bentuk bahasa, membentuk suatu pengertian atau mencari inti
persoalan, serta berpikir logis dalam bentuk bahasa.
5. RA: berhitung. Dalam subtes ini aspek yang dilihat adalah kemampuan
berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif, reasoning, dan kemampuan
mengambil kesimpulan.
6. ZR: deret angka. Dalam subtes ini akan dilihat bagaimana cara berpikir teoritis
dengan hitungan, berpikir induktif dengan angka-angka, serta kelincahan dalam
berpikir.
7. FA: memilih bentuk. Pada subtes ini akan mengukur kemampuan dalam
membayangkan, kemampuan mengkonstruksi (sintesa dan analisa), berpikir
konkrit menyeluruh, serta memasukkan bagian pada suatu keseluruhan.
8. WU: latihan balok. Pada subtes ini hal yang akan diukur adalah daya bayang
ruang, kemampuan tiga dimensi, analitis, serta kemampuan konstruktif teknis.
9. ME: latihan simbol. Subtes ini mengukur daya ingat, konsentrasi yang
menetap, dan daya tahan.
Tahap skoring yang digunakan untuk setiap subtes adalah dengan
memeriksa setiap jawaban dengan menggunakan kunci jawaban yang telah
disediakan. Untuk semua subtes (SE, WA, AN, RA, ZR, FA, WU, dan ME),
kecuali subtes 04-GE, setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan untuk jawaban salah
diberi nilai 0. Khusus untuk subtes 04-GE, tersedia nilai 2, 1, dan 0 karena subtes
ini berbentuk isian singkat maka nilai yang akan diberikan tergantung dengan
jawaban yang diberikan oleh subjek. Total nilai benar yang sesuai dengan kunci
jawaban merupakan Raw Score (RW), nilai ini belum dapat diinterpretasi sesuai
dengan norma yang digunakan. Nilai RW yang sudah dibandingkan dengan norma
disebut dengan Standardized Score (SW). Nilai SW inilah yang dapat menjadi
materi untuk tahap selanjutnya, yaitu interpretasi. Adapun norma yang digunakan
adalah sesuai dengan kelompok umur subjek.
Taraf kecerdasan didapat dari total SW. Nilai ini dapat diterjemahkan
menjadi Intelligent Quotient (IQ). Nilai ini dapat menggambarkan
perkembangan individu melalui pendidikan dan pekerjaan. Nilai ini perlu
dihubungkan dengan latar belakang sosial serta dibandingkan dengan
kelompok seusianya.
Dimensi Festigung-Flexibilitat menggambarkan corak berpikir yang
dimiliki oleh subjek. Dimensi Festigung-Flexibilität merupakan dua kutub
yang ekstrim, Keduanya menggambarkan corak berpikir yang ekstrim pula.
Kutub Festigung memiliki arti corak berpikir yang eksak, sedangkan kutub
Flexibilität memiliki arti corak berpikir yang non-eksak. Corak berpikir ini
merupakan hasil perkembangan (pengalaman) individu yang akan semakin
mantap ke salah satu kutub seiring bertambahnya usia.
Profil M-W menggambarkan cara berpikir, apakah verbal-teoritis atau
praktis-konkrit. Untuk mendapatkan profil dalam bentuk huruf M atau W
ini dapat dilihat dari 4 subtes pertama (SE, WA, AN, GE) yang tampak pada
grafik. Jika grafik menunjukkan bentuk huruf M pada 4 subtes pertama
maka profilnya adalah M (verbal-teoritis), jika yang tampak adalah bentuk
huruf W maka profilnya adalah W (praktis-konkrit).
G. Tes SPM
Ahli lain, Cattell, berpendapat bahwa kemampuan umum atau faktor "g"
sebetulnya terdiri dari dua komponen yaitu fluid intelligence dan crystalized
intelligence, kemudian disebut dengan Gf dan Gc (General fluid dan General
crystalizea). Selanjutnya Cattell menjelaskan bahwa Gf adalah pengaruh bawaan
dan biologis pada perkembangan intelek, sedangkan Gc adalah hasil interaksi
kemampuan bawaandengan kebudayaan, pendidikan dan pengalaman.
Konsep Raven (1960) sebetulnya senada dengan konsep Cattell, yaitu SPM
mengukur faktor Gf, sedangkan MHVS mengukur Gc, informasi yang disimpan
dan diungkap dengan vocabulary adalah pengaruh dari lingkungan dan kebudayaan,
tidak dibawa sejak lahir, sedangkan figur-figur tak berarti dalam SPM mengungkap
kemampuan yang dibawa sejak lahir. Jadi tampaknya Anastasi (1988) menarik
kesimpulan dari konsep Cattell di atas, mungkin lebih tepat jika dikatakan SPM
mengukur sebagian dari faktor “g” yaitu Gf.
Tes ini pertama kali diciptakan oleh John. C Raven tahun 1938 dan pertama
kali digunakan untuk Angkatan Bersenjata Inggris dalam Perang Dunia II. Jenis tes
ini dikelompokkan sebagai tes non verbal artinya materi soalnya tidak diberikan
dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Tes
ini digunakan untuk mengukur kemampuan dalam hal pengertian dan melihat
hubungan bagian bagian gambar yang disajikan serta mengembangkan pola
berpikir yang sistematis. Tes ini dianggap sebagai culture fair test (adil untuk semua
budaya) karena mampu meminimalkan pengaruh budaya tertentu.
SPM dikelompokkan sebagai tes non verbal artinya materi soalnya tidak
diberikan dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-
gambar. Selain itu juga SPM masuk dalam jenis tes speed karena bertujuan untuk
mengukur kecepatan/ketangkasan dalam mengatasi masalah, skor biasanya
menunjukan frekuensi masalah yang diatasi. SPM juga masuk dalam jenis tes
individual maupun kelompok karena tes ini bisa dilakukan sendiri atau kelompok.
SPM bentuk standar terdiri atas 60 butir soal (matriks) atau pola-pola, yang
terbagi lagi dalam lima perangkat (set) yaitu : Set A, B, C, D, dan Set E, dan
masing-masing set terdiri atas 12 butir soal. Butir-butir soal tersebut disusun
dari yang termudah sampai yang tersukar. Untuk set A dan B disediakan
enam macam pilihan jawaban, sedangkan set C, D, dan E terdapat delapan
pilihan jawaban. Untuk masing-masing soal, di antara pilihan yang
bermacam-macam itu hanya ada satu jawaban yang betul. Semua soal-soal
dan Tes Matriks Progresif ini hanya berwujud gambar tanda ada tulisan-
tulisan, serta semua soal hanya memiliki dua warna yaitu hitam dan putih.
Skor SPM adalah jumlah jawaban yang betul, kemudian skor mentah ini
diubah menjadi skala persentil. Skala persentil ini digolongkan menjadi lima
tingkatan yang merupakan tingkat intelegensi subjek, yaitu:
Dari hasil skoring tes SPM ini kita bisa mengukur dan mengetahui berapa
banyak soal yang dapat di kerjakan dengan benar dan berapa soal yang salah.
Jumlah yang benar akan di ubah ke dalam bentuk presentil lalu di konverskan dan
di cari dalam tabel equivalensi untuk menentukan taraf intelegensi diri sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tes adalah suatu prosedur standar untuk mengambil sampel perilaku dan
menggambarkannya dalam kategori atau skor. Intelegensi berasal dari bahasa latin
“Intelegensia”, “Inter” (diantara), dan “Lego” (memilih). Dalam bahasa Inggris
disebut “Intelligence” yang artinya kecerdasan atau kepandaian. Alfred Binet,
seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi, bersama Theodore Simon
(1905) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk menilai,
memahami, dan berpikir secara abstrak dan logis dengan baik.
Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan tes yang bersifat adil
budaya. Tes ini ditemukan oleh Raymon B. Cattell seorang psikolog pengukuran
terkemuka pada tahun 1940. Tujuan CFIT adalah mengukur intelegensi cair
kemampuan analitis dan penalaran dalam situasi abstrak dan baru dengan cara yang
sebisa mungkin “bebas” dari bias budaya. Alasan yang dikemukakan oleh Cattell
adalah perbedaan budaya dapat mempengaruhi performa tes atau hasil tes sehingga
disebutlah tes CFIT yang sifatnya adil budaya.
Tes Stanford-Binet tidak lepas dari nama seorang psikolog Perancis yang
bernama Alfred Binet (1957-1911), merupakan pencipta Tes IQ yang praktis
pertama kali. Pada tahun 1905, Binet mendapat sebuah tugas dari pemerintah untuk
mendeteksi anak-anak yang memiliki kecerdasan terbelakang. Binet berasumsi
bahwa kecerdasan dapat diukur melalui tugas-tugas yang menggunakan penalaran
dan pemecahan masalah bukan pada keterampilan motorik (fisik).
Intelligence Structure Test (IST) merupakan salah satu tes psikologi untuk
mengukur tingkat intelegensi seseorang. Tes ini dikembangkan oleh Rudolf
Amthauer di Frankfurt, Jerman pada tahun 1953. Pandangan Amthaeur pada
dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori bifaktor, teori multifaktor, model
struktur intelegensi Guilford, dan teori hirarki faktor.
Gregory, Robert J. 2010. Tes Psikologi: Sejarah, Prinsip, dan Aplikasi, Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Herlina, Misbach. dkk. 2007. Psikodiagnostik IV Intelegensi DIKTAT KULIAH.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rohmah, U. 2011. Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan.
Cendekia, 127.
Anne Anastasi, Susana Urbina. 2007. Tes Psikologi edisi ketujuh. Jakarta: PT
Indeks.