Anda di halaman 1dari 2

A.

Asesmen Klinis
Asesmen berasal dari Bahasa inggris yaitu assessment, namun istilah asesmen dalam
Bahasa Indonesia sudah diterapkan menjadi Bahasa buku. Menurut E. Johnson sebagai mana
dikutip dalam (nugraha, 2008 memandang bahwa asesemen adalah mengumpulkan,
menyeleksi, dan mengartikan sebuah informasi dalam mengambil sebuah keputusan
(Khadijah & Amelia, 2020). Asesmen banyak digunakan diberbagai bidang psikologi salah
satunya adalah asesmen dalam psikologi klinis.
Asesmen dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan
sebagai dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai ( berenstein &
Nietzek, 1980, hal. 99). Personality assessment ialah seperangkat proses yang digunakan oleh
seseorang untuk membentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis tentang pola
karateristik orang lain, yang menentukan perilakunya dalam interaksi dengan lingkungan
( Sundberg dalam phares, 1992). Sedangkan menurut the American pshychologycal
association, asesmen klinis merupakan bidang terapan dari bidang psikologi yang mengarah
pada penemuan karateristik dan kapasitas perilaku individu, melalui metode pengukuran,
analisis, dan observasi. Yang kemudian diintegrasikan dengan pemeriksaan fisik dan latar
belakang individu. (Aquarisnawati & Riskasari, 2016).
Maka dapat disimpulkan bahwa asesmen klinis merupakan pengumpulan informasi
untuk digunakan sebagai dasar keputusan yang akan disampaikan oleh asesor, serta
mengarah pada penemuan karateristik dan kapasitas individu melalui metode pengukuran,
analisis, dan observasi.
Menurut Brenstain dan Nietzel (1980) ada 4 komponen dalam proses asesmen
psikologi klinis, yakni :
1. Perencaana prosedur dalam pengumpulan data
2. Pengumpulan data untuk asesmen
3. Pengolahan data dan pembentukan hipotesis
4. Mengomunikasikan data asesmen
B. Tujuan Asesmen Klinis
Informasi yang telah digunakan untuk menunjang keputusan-keputusan dan
berbagai area tindakan, seperti penyaringan dan diagnosis, evaluasi, dan intervensi, serta
riset. Secara singkat korchin (1976) mengemukakan bahwa asesmen klinis bertujuan untuk
membuat keputusan yang didasari informasi yang dapat diandalkan (Sutardjo, 2012).
Menurut Nietzel et al ada 3 tujuan dalam asesmen klinis (1998) :
1. Klasifikais diagnostik
Tujuan ini dimaksutkan untuk mendiagnosa gangguan mental pada klien.
Klasifikasi diagnostic yang akurat ini penting untuk beberapa alasan yaitu
keputusan penanganan yang tepat tergantung pada pemahaman tentang apa
yang terjadi pada klien, memrlukan identifikasi gangguan sebab gangguan
psikologis yang dapat dipercaya dan valid serta membedakan secara akurat
dengan gangguan lain. Yang mana klasifikasi membantu klinisi untuk
berkomunikasi kepada orang lain secara professional tentang gangguan psikologi
pada diri seseorang.
2. Deskripsi
Tujuan ini dilakukan untuk memperluas deskripsi tentang klien, sehingga
membantu mendapatkan pemahaman yang lebih penuh tentang klien. Hal ini
juga berdasarkan pada bahwa untuk memahami seseorang tidak sekedar melalui
wawancara atau tes melainkan juga lebih dalam tentang perilaku klien yang juga
mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan lingkungan.
3. Prediksi
Tujuan ini untuk melihat dan menyeleksi perilaku yang kemungkinan akan
dilakukan oleh klien seperti adanya kemungkinan bunuh diri, melukai orang lain,
dll. Uuntuk dapat melakukan prediksi ini maka harus mempelajari atau memiliki
data asesmen deskriptif dahulu.

Sedangkan menurut Menurut Cronbach (dalam Hary Prapancha, 2011) informasi yang
diperoleh melalui proses asesmen, dapat digunakan untuk beberapa fungsi dan tujuan, yaitu:

1. Proses seleksi dan diagnosis. Termasuk dalam fungsi ini adalah menyeleksi dan
menglasifikasikan subjek. Misalnya pemeriksaan psikologis unutk mengelompokkan subjek
pada suatu program treatment yang spesifik. Hasil asesmen klinis juga dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis.

2.Evalusi dari intervensi klinis. Tanpa asesmen mustahil klinisi dapat mengevalusai hasil suatu
intervensi klinis. Data klien yang diperoleh, dapat digunakan utnuk memastikan baik
sebelum, selama, maupun sesudah intervensi dilakuakan.

3.Penelitian atau riset. Penelitian disini untuk menguji hipotesis tentang perilaku normal atau
abnormal. Tanpa suatu asesment, hal itu tidak mungkin diperjelas. Selain itu untuk
memberikan informasi yang dapat memberi pengertian yang lebih luas tentang fungsi-fungsi
psikologi.

Alasan lain mengapa asesmen perlu dilakukan adalah untuk memberikan informasi kepada
klien tentang keadaan dirinya, sehingga diperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya.
Hal ini dapat digunakan oleh individu yang bersangkutan untuk menentukan.

C. Paradigma Neuropsikologi
Dilihat dari sejarah, neurologi tidak dianggap sebagai hal baru dalam psikologi,
khususnya psikologi klinis. Tahun 3000SM dan 1700 SM hubungan antara fungsi optak dan
perulaku telah dibicarakan para ahli, meskipun suasananya banyak bernuansa filsafati.
Neuropsikologi mempelajari hubungan antara otak dengan perilaku, disfungsi otak, dan
defisit perilaku, dan melakukan asesmen serta tretment untuk perilaku yang berkaitan
dengan fungsi otak yang terganggu.
Assesmen neuropsikologis merupakan metode non invasive dalam menguraikan
fungsi otak yang didasarkan pada kinerja klien berdasarkan tes baku yang telah
diperlihatkan indicator yang akurat dan sensitive menyangkut hubungan otak dan perilaku.
Evaluasi neuropsikologis menyediakan informasi yang berguna mengenai dampak
keterbatasan klien terhadap penyesuaian edukasional, sosial atau pekerjaan.
1.

Anda mungkin juga menyukai